Home / Urban / Satu Gadis Tiga Lelaki / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Satu Gadis Tiga Lelaki: Chapter 1 - Chapter 10

16 Chapters

Diburu Algojo Rentenir

Napas Erin memburu. Dada gadis tujuh belas tahun itu kembang kempis menampung seluruh oksigen yang dihirup dengan rakus. Sepasang kaki kecilnya terus dipacu demi menghindari lima pria bertubuh kekar yang mengejarnya seakan tidak mengenal lelah.Siang ini pasar tempat ia biasa memulung botol dan plastik bekas tampak ramai. Hanya satu dua kios saja yang tutup. Selebihnya buka dengan antrian yang tidak sepadat biasanya.Gadis berambut kuncir ekor kuda itu terus berlari dengan lincah. Meliuk ke kanan dan kiri menghindari orang berlalu lalang di jalanan yang sama supaya tidak bertubrukan. Sesekali kepala si gadis manis bertubuh kerempeng itu menoleh ke belakang. Memastikan posisi para penguntit yang masih setia mengejarnya.Kejadian seperti ini sudah menjadi pemandangan lumrah bagi pengunjung pasar. Tidak hanya Erin, puluhan orang lainnya pun pernah mengalami hal yang sama. Penyebabnya hanya satu; berhutang pada Rentenir Sanjaya tetapi tidak mampu melunasi.Se
last updateLast Updated : 2021-09-21
Read more

Pria Bermata Elang

“Aduh, Erin! Kamu masukin apa ke adonan ini?” Mela berkacak pinggang seraya menatap tidak percaya pada sebaskom adonan tepung untuk membuat rempeyek kacang yang sudah berubah warna menjadi sedikit kemerahan. Beruntung potongan-potongan kacang tanah belum tercampur di dalamnya.Erin yang sedang mengaduk adonan itu gelagapan sembari menghentikan gerakan tangannya. Rupanya si gadis manis tengah melamun. Matanya nanar menatap sebaskom cairan kental di hadapannya.“Loh, kok jadi agak pink?” lirihnya.“Itu yang dari tadi Ibu tanyain. Kenapa adonan rempeyek kacang kamu bisa berubah warna begitu? Kamu masukin apa tadi?”Erin mendongak, menatap Mela dengan wajah tanpa dosa. Tiba-tiba mata Mela membeliak lebar membuat Erin ketakutan.“Ma—maaf, Bu. Aku nggak tau kenapa bisa merah begitu,” ucapnya terbata.Mela menarik kursi di samping Erin dengan kasar. “Kamu diam di situ!” perintahnya s
last updateLast Updated : 2021-09-21
Read more

Kenangan yang Menyakitkan

“Beraninya cuma ngancem cewek. Mana badannya lebih kecil pula!”Erin menggulung lengan kausnya sebatas pundak, bersiap nenantang pria tampan di depannya untuk berkelahi. Kaki kanan ditarik ke belakang sementara kaki yang lain menekan tanah dengan kuat selayaknya membuat kuda-kuda.Si pria menggeleng pelan seraya menyeringai tipis. Sesekali diusapnya kasar ujung hidung bangirnya sekadar menahan tawa. Tidak tahan dengan tingkah Erin, akhirnya ia mengibaskan tangan kanan kemudian berbalik lalu beranjak pergi.“Hei! Mau ke mana kamu? Main kabur aja. Tadi ngancem-ngancem, sekarang takut. Dasar ayam sayur!”Zafran abai. Ia terus berjalan tanpa menghiraukan teriakan si gadis berambut ekor kuda. Diembusnya napas berat setelah duduk dengan nyaman di balik kemudi mobil hitam metalik miliknya. Isi kepala lelaki itu dipenuhi gambar bunga melati yang tercetak hitam putih di bungkus rempeyek kacang Erin.Nyeri kembali menyeruak, memenuhi
last updateLast Updated : 2021-09-21
Read more

Kematian di Depan Mata

“Mbak.”Tiba-tiba saja Zafran sudah berdiri di belakang Mbak Puji sambil mengucek matanya menggunakan sebelah tangan. Meski lirih dan serak, suara bocah lima tahun itu mampu membuat Mbak Puji yang tengah mengintip Sanjaya dari balik pintu besar, sport jantung. Untuk sesaat wajah wanita itu memucat.“Astagfirullah, Aden! Bikin Mbak kaget aja.” Mbak Puji mengurut dada, menetralkan debar jantung yang tidak beraturan. “Aden ngapain di sini?”Zafran tak menjawab. Sepasang mata kecilnya tidak berkedip menatap lurus ke depan di mana sebuah jasad manusia teronggok di bawah kaki sang kakek yang dengan santai menyulut sebatang cerutu lalu mengembuskan asapnya dengan rasa puas.Buru-buru Mbak Puji memasang badan untuk menutupi pemandangan yang dilihat Zafran. Wanita itu membungkuk, lalu berbisik. “Ayo kita kembali ke kamar.”“Untuk apa ke kamar? Bukankah di sini udaranya jauh lebih segar ketimbang di dalam
last updateLast Updated : 2021-09-21
Read more

Depresi

Sepasang mata lebam, darah mengalir di sudut bibir yang pecah, kaki yang sudah tidak bisa lagi menopang tubuh kurus itu. Zafran memindai keadaan Karyo yang terduduk lemas di sudut ruang tengah. Isi kepala bocah lima tahun tersebut sulit ditebak karena ekspresinya sangat datar. Tidak ada sepatah kata pun yang terlontar dari mulut kecilnya.Untuk sesaat, Karyo bisa bernapas lega karena tiga tukang jagal itu berhenti memukulinya ketika Zafran dan Sanjaya masuk ruangan tersebut.“Bos.” Ketiganya bersamaan menyapa sang juragan.Sanjaya menoleh ke arah Zafran yang mematung di sampingnya. “Mau latihan mukulin orang?”Anak lelaki itu tidak menjawab. Sepasang matanya lekat menatap mata sayu Karyo yang seolah memohon ampunan.Lama menunggu jawaban yang tak kunjung keluar dari mulut cucunya, si kakek melambaikan tangan kirinya sebagai perintah agar ketiga tukang pukul itu melanjutkan aksi mereka.“Ayo kita duduk di sofa sa
last updateLast Updated : 2021-09-21
Read more

Kerinduan yang Mematikan

Tubuh Zafran menggigil hebat. Matanya masih terpejam ketika keringat dingin mengucur deras dari pelipis. Bibir bocah lima tahun itu memutih.“Ibu,” rintihnya. “Aku mau pulang.”Seorang wanita asisten rumah tangga yang bertugas menjaga Zafran di kamarnya, tergopoh mendekat. Ia panik. Berjalan ke sana kemari tanpa tahu apa yang harus dilakukan.“Ibu.” Untuk kesekian kalinya rintihan lolos dari mulut Zafran kecil.Rindu, benci dan amarah bercampur dalam dadanya yang berdebar kencang menunggu untuk segera diledakkan. Membuatnya terlihat sangat kesakitan.Tiba-tiba saja, Zafran terbangun dari tidurnya. Tubuh kurus itu menegang sejenak lalu memuntahkan seluruh isi perutnya di sisi kanan ranjang.“Den Zafran!” Si ART berteriak ketakutan melihat majikan kecilnya muntah tanpa henti. Terakhir, bukan makanan yang keluar, melainkan darah segar melalui mulut dan hidungnya.Bukannya mengurusi Zafran,
last updateLast Updated : 2021-09-21
Read more

Nyaris Kehilangan Nyawa

Jantung Zafran berdenyut jauh lebih kencang. Di balik kemudi, pria 25 tahun itu mengerang kesakitan. Seluruh kenangan pahit yang menari di kepala membuatnya kembali terluka.“Aaargh!”Di luar, Erin mengetuk-ngetuk kaca pintu di sebelah Zafran seraya berusaha melongok ke dalam. Pandangannya terhalang kaca mobil yang gelap.Zafran yang memang membutuhkan bantuan, melirik ke Erin. Jemarinya berusaha menekan tombol pembuka pintu otomatis. Namun, yang diterkan malah tombol menurunkan kaca pintu.“Kamu ….” Erin mengerjap mendapati Zafran tengah kesakitan. “Kenap—pa?”Kalimat Erin terbata akibat Zafran menarik bagian leher kausnya hingga wajah gadis itu nyaris menempel pada Zafran.“Eh, apa ini?”“T—tolong.”Erin menarik tubuhnya dengan kasar. “Jangan kurang ajar kamu! Urusan kita yang tadi aja belum selesai, udah mau cari gara-gara lagi!”
last updateLast Updated : 2021-09-21
Read more

Bertemu si Tampan

“Hei, Pemalas! Bangun udah siang.”Zafran masuk ke mobil sembari membawa dua botol air mineral dan dua bungkus roti sobek isi coklat. Sementara Erin mengerjap dengan wajah polosnya.Beruntung tangan Zafran sigap membekap mulut garis itu yang rupanya tengah bersiap untuk berteriak. Sepasang mata bulat Erin melotot sempurna, sedangkan kedua tangannya sibuk berusaha melepas cengkeraman tangan Zafran di mulutnya.Zafran tak kuasa melihat polah lucu Erin yang memaksanya untuk tertawa lebar, memamerkan deretan gigi putih yang tersusun rapi. Bukannya terus meronta, Erin malah melongo terpesona. Sungguh tampan makhluk yang tengah tertawa lepas di hadapannya itu.“Kamu mau aku lepasin?” tanya Zafran masih dengan sisa-sisa tawa.Erin mengangguk.“Tapi janji jangan teriak?”Lagi-lagi Erin hanya menjawab dengan anggukan.Perlahan Zafran melepas bekapan tangannya sembari memastikan bahwa gadis cerewet itu
last updateLast Updated : 2021-09-21
Read more

Tragedi di Rumah Bordil

“Bos, silakan pilih. Mereka stok terbaru di sini.” Yuan—wanita paruh baya bertubuh gembrot dibalut pakaian seksi nan ketat— bergelayut manja di lengan Zafran. Gerakan tersebut mau tidak mau membuat sepasang bukit kembarnya yang hanya tertutup separuh, menempel lekat di lengan kekar itu.“Ayolah, Bos. Duduk dulu sebentar, nikmati ‘hidangannya’,” bisik Yuan lagi dengan suara mendesah seraya mengedipkan sebelah matanya.Seorang pelayan wanita yang tidak kalah seksi, masuk ke ruang privat tersebut. Tanpa bersuara, si pelayan meletakkan sebotol red wine di dalam sebuah ember berisi pecahan es batu lengkap dengan dua sloki kosong ke atas meja bundar yang terbuat dari marmer itu. Ia langsung pergi setelah si nyonya mengusirnya keluar.Setengah memaksa, Yuan menarik lengan Zafran untuk mendekati meja. Dengan malas lelaki muda itu duduk di pinggir meja tersebut kemudian menenggak sesloki red wine yang diangsurkan Yuan ke ar
last updateLast Updated : 2021-09-21
Read more

Terpanah Asmara

“Aaargh!” Zafran mengerang di dalam mobil yang terparkir di bibir pantai kala Erin membuka balutan kaos putih yang dibebat seadanya di telapak tangan terluka milik lelaki itu.“Makanya kalau masih bisa ngerasain sakit jangan sok jagoan, deh,” cerocos Erin tanpa henti sejak mereka meninggalkan parkiran Rumah Bordil Yuan.Dengan telaten dan sangat hati-hati, gadis itu memeriksa kalau-kalau ada pecahan kaca yang masih menancap di telapak tangan Zafran seperti yang ia temukan sebelumnya. Kemudian membalurkan beberapa tetes obat luka berwarna merah yang disambut rintihan Zafran ketika cairan itu menyentuh kulitnya yang menganga. Erin mengabaikan rintihan itu. Ia memilih untuk terus melanjutkan pekerjaannya.“Lagian ngapain sih pecicilan main ke tempat begituan? Apa jangan-jangan kamu memang suka nongkrong di sana? Hayo ngaku!” Tanpa sadar gadis itu menarik perban terlalu kuat hingga membuat Zafran meringis.“Ah! Kamu i
last updateLast Updated : 2021-09-21
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status