Beranda / Romansa / LOVE FOR CEO / Bab 1 - Bab 10

Semua Bab LOVE FOR CEO: Bab 1 - Bab 10

86 Bab

Bab 1. Prolog

"Agammm..." Teriak Mama Ratih, memukul kasar anaknya Agam yang tengah tertidur di atas ranjang dengan bantal.Tepat di atas lutut Agam, mengejutkan laki-laki tampan yang tengah bermimpi indah."Astaga Ma..., kenapa sih mukul-mukul?" protes Agam kesal, segera duduk dari tidurnya, masih dengan mata yang menutup karena rasa kantuknya."Heh! ayo bangun Gam! jangan tidur aja kamu ini....!" ucap Mama Ratih.Tak membuat anaknya membuka mata, kembali menjatuhkan tubuh tegapnya di atas kasur mengacuhkan Mamanya yang masih berdiri menatapnya."Ini aku sudah bangun Ma...," jawab Agam malas hampir tak terdengar di telinga mamanya."Duh Gusti... anak perawan ini ya...," ucap Mama Ratih kesal, kembali memukul kaki anak sulungnya dengan bantal, sebelum terdiam, karena Agam yang membuka mata segera duduk protes kepadanya."Aku ini laki-laki Ma! aku ini laki-laki! Astaga..
Baca selengkapnya

Bab 2. Pertemuan Pertama

"Kenapa kamu?" tanya Fahmi, sudah duduk di kursi penumpang depan, bersebelahan dengan supir pribadi sahabatnya.Melihat Agam yang terlihat lesu, dari pantulan kaca spion yang ada di depannya.Mengalihkan pandangan Agam yang sedang duduk sendiri di kursi belakang penumpang beradu pandang.Tak membuat Agam bersuara, hanya diam tak ingin menjawab pertanyaan Fahmi, segera mengalihkan kembali pandangannya ke luar jendela kaca mobilnya.Menatap jalanan kota yang terlihat lenggang, mengacuhkan helaan nafas Fahmi yang masih memperhatikannya dari dalam spion."Kamu butuh sesuatu?" tanya Fahmi, menggeser duduknya untuk bisa menoleh, menatap sahabatnya yang telah berganti kepribadian, tak lagi bersikap sableng sama seperti waktu lalu saat di rumah."Turunkan aku di minimarket terdekat, aku ingin beli minuman," jawab Agam, dengan suara datarnya, tak mengalihkan pandangannya ke arah Fa
Baca selengkapnya

Bab 3. Mak Comblang

Flashback sehari sebelum pertemuan Andien dengan Inez. Mentari hampir terbenam, tak meninggalkan sinarnya beranjak pergi menuju peraduan. Terlihat di rumah mewah berlantai dua kediaman Agam, Andien berlari masuk ke dalam rumah, melewati pintu utama mencari keberadaan mamanya. "Mama mana Bi?" tanya Andien, kepada Bi Rina wanita paruh baya asisten rumah tangga di rumahnya. "Di kamar Mbak," jawab Bi Rina. "Terimakasih Bi...," ucap Andien, kembali Mengayunkan langkahnya cepat, setengah berlari menuju salah satu kamar yang ada di lantai satu. "Ma...Mama..." Teriak Andien, menggedor pintu kamar mamanya yang tertutup, mengejutkan hati Mama Ratih. Baru keluar dari dalam kamar mandi  yang ada di dalam kamarnya, masih memakai jubah handuk putih yang membungkus badannya yang masih terlihat langsing di usianya yang tak lagi muda.
Baca selengkapnya

Bab 4. Tendangan Inez

"Aku balik dulu ya Nes?" ucap Andien, segera berdiri dari duduknya di seberang Inez, mengalihkan pandangan temannya yang sedang sibuk dengan berbagai macam outner file dari perusahaan Kakaknya menatapnya."Ada kelas ya?" tanya Inez tak menutup outner yang dibawanya."Iya, kelasnya dosen Killer!" jawab Andien menciptakan senyum tipis di bibir Inez."Ya sudah hati-hati, siapin mental kamu ya?" goda Inez yang di jawab dengan kekehan kecil Andien.Segera meraih tasnya yang ada di atas sofa, sebelum mengayunkan langkahnya menghampiri kakaknya yang terlihat sibuk duduk di kursi keberasaran tak menatapnya."Aku balik dulu ya Kak?""Kemana kamu? temanmu nggak kamu ajak balik?" jawab Agam, menegakkan kepala Inez menatapnya."Sabar Nez sabar... demi skripsi mu..." Batin Inez, menggelengkan kepala pelan, dengan tarikan nafasnya yang sangat panjang, berusaha keras untuk menurunkan ego di hatinya segera membuang pandangannya."Aku ada kelas
Baca selengkapnya

Bab 5. Bodyguard

Jam makan siang hampir saja selesai, kantin yang seharusnya ramai dengan para pegawai nampak sepi dengan beberapa pegawai yang masih tersisa.Terlihat Agam, duduk tenang menikmati suap demi suap nasi beserta lauk yang telah di pesannya.Duduk berhadapan dengan Inez yang terlihat lahap menghabiskan cepat nasi dan lauk yang ada di piring mengacuhkannya."Sudah berapa hari kamu nggak makan?" sindir Agam, setelah menelan makanan yang ada di mulutnya, menegakkan kepala Inez menatapnya."Empat hari," jawab Inez Asal, kembali memasukkan sesendok nasi ke dalam mulutnya.Tak ada gengsi, tak ada rasa jaim meskipun makan bersama dengan laki-laki tampan yang baru di kenalnya, jauh berbeda dengan kebanyakan gadis lain di luar sana.Yang akan makan dengan perlahan, sesuap demi sesuap, hanya untuk menjaga Imagenya sebagai seorang perempuan yang anggun dan cantik.Hingga
Baca selengkapnya

Bab 6. Menahan Emosi

Senja mulai beranjak, karena waktu siang yang telah berganti, menjadi sore hari dengan suasana mendung yang masih bergelayut.Terlihat Agam dan Inez, duduk berdekatan di sebuah kafe yang tak begitu ramai, bersama dua laki-laki paruh baya yang duduk di seberangnya, belum juga menyelesaikan meeting setelah hampir satu jam lamanya."Terimakasih Pak, saya tunggu kabar baiknya," ucap Agam, berdiri dari duduknya, menjabat tangan kliennya bergantian, di ikuti dengan senyum ramah Inez, yang menganggukkan kepala pelan, sebagai bentuk sopan santunnya sebagai Sekretaris sementara Agam."Minuman kamu habis, mau pesan lagi?" tanya Inez, dengan sikapnya yang di buat sebaik mungkin, mengalihkan pandangan Agam menatapnya."Nggak perlu!" jawab Agam, masih berdiri di tempatnya, mengancingkan kembali jas kerjanya yang terbuka."Masukkan semua berkasnya, kita pulang sekarang!" lanjut Agam, segera mengayunkan
Baca selengkapnya

Bab 7. Pacar?

Langit hampir menggelap, Adzan maghrib pun telah lama terdengar.Terlihat mobil Agam yang di kendarai Inez melesat dengan kecepatan sedang menembus jalanan kota yang terlihat lenggang.Menuju rumah Agam, karena undangan makan malam dari Mama Ratih yang memaksanya untuk datang.Sebelum mengalihkan pandangannya, ke arah ponselnya yang berdering di dalam  tas punggungnya yang bertengger tenang di kursi penumpang di sebelahnya.Berusaha membuka resleting tasnya, sesaat setelah meraih tas punggung hitamnya, masih dengan pandangannya yang lurus kedepan, terlihat kerepotan."Kalau nyetir itu fokus!" ucap Agam, mengalihkan pandangan Inez ke arah spion yang ada di depannya."Kamu nggak dengar ponselku berbunyi?" jawab Inez, sebelum tersentak dengan gerakan tangan Agam yang meraih tas punggungnya kasar, hendak membantunya membuka resleting tas untuk mengambil ponsel di dalamnya. "Tolong sekalian headseatnya ya?" tambah Inez, membuat
Baca selengkapnya

Bab 8. Kemarahan Papa Raimon

"Ayo di makan Nez, di nikmati makanannya," ucap Mama Ratih, duduk di meja makan di seberang Inez bersebelahan dengan putrinya Andien.Tanpa Agam, karena Agam yang belum juga keluar dari kamarnya untuk ikut bergabung di meja makan."Iya Tante terimakasih," jawab Inez, dengan senyum termanisnya segera menyendok nasi dan lauk yang ada di depannya, di ikuti dengan Andien setelahnya."Tante nggak makan?" tanya Inez, karena Mama Ratih yang terdiam, hanya menatapnya dalam tak menyentuh makanan yang di sajikan."Nanti Tante nunggu Agam,""Saya makan dulu nggak papa ya Tante? perut saya sudah meronta ingin minta makan," ucap Inez terkekeh yang di ikuti dengan senyum Andien dan Mama Ratih."Ayo silahkan jangan sungkan-sungkan, habisin semuanya juga nggak papa Nez," jawab Mama Ratih mempersilahkan."Ngomong-ngomong tadi kamu nggak di kasih makan ya sama Agam? kok sam
Baca selengkapnya

Bab 9. Tamparan Papa

"Inez!!!" pekik Papa Raimon Akhirnya, menyentakkan hati Inez, segera mengangkat kepalanya cepat beradu pandang.Dengan matanya yang memerah, menahan tangis yang tak ingin di keluarkannya, berusaha membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan Papanya.Sebuah jawaban yang dia sendiri pun tak mengetahuinya, karena kebohongan yang di buatnya, hanya untuk harapannya agar bisa membatalkan rencana pertunangannya dengan Andre laki-laki yang tak pernah ada di hatinya."Buka mulut kamu! jawab pertanyaan Papa!" lanjut Papa Raimon dengan sorot mata tajamnya mengintimidasi putri bungsunya."Aku nggak mau bertunangan dengan Andre Pa," jawab Inez akhirnya.Menciptakan senyum getir di bibir Papa Raimon membuang pandangannya ke sembarang arah."Kenapa? karena kamu nggak mencintainya?" tanya Papa Raimon dengan detak jantungnya yang berpacu sangat cepat kembali mengalihkan pandangannya menatap
Baca selengkapnya

Bab 10. Sakit Apa?

Waktu telah beranjak siang, di saat jam tangan yang di kenakan Inez telah menunjuk ke pukul sembilan lebih lima belas menit.Terlihat Inez, baru turun dari motor sport hitamnya, sudah memarkirkan motornya dengan baik segera mengayunkan langkahnya cepat, setengah berlari masuk ke dalam loby Dirgantara property.Ingin memulai tugas sementaranya sebagai Sekretaris Agam, laki-laki dingin yang emosional.Hanya untuk memanfaatkan otak pemilik perusahaan property itu sebagai bala bantuan skripsi yang harus di kerjakannya.Masih setengah berlari, dengan pandangannya lurus ke depan menuju pintu lift yang di peruntukkan untuk semua pegawai.Dengan sikapnya yang terlihat tak sabar, menunggu dengan gelisah tepat di depan pintu lift yang masih menutup tak kunjung terbuka."Besok datang jam delapan! jangan sampai telat!" Kalimat Agam yang terngiang di kepalany
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status