Beranda / Lain / TAKDIR / Bab 1 - Bab 10

Semua Bab TAKDIR: Bab 1 - Bab 10

28 Bab

Chapter 1

Hujan baru saja reda, meninggalkan udara dingin yang serasa menusuk hingga ke tulang. Ratih Mardiana Rahayu, belum memejamkan mata sama sekali, padahal jam sudah menunjukkan pukul 23.00 WIB. Sedari tadi memang ia duduk termenung mengamati hujan dari balik jendela kamarnya. Sesekali ia memandang sisa-sisa tetesan air hujan yang jatuh dari atap rumah. Sesekali ia memandang wajah manis putrinya yang sedang tertidur pulas di pangkuannya. Mendadak air matanya menetes, dadanya menjadi sesak. Bayangan suram dari masa lalunya muncul kembali. Masa lalu yang membuatnya berada dalam berbagai keadaan yang tidak menyenangkan saat ini. Ia menyeka air matanya, mengelus lembut putrinya.“Tidur nyenyak, Nak. Kamu putri kecil Ibu. Ibu tidak akan membiarkanmu mendapatkan kesulitan apapun dalam hidup.” Kata Ratih kemudian menutup mulutnya sendiri.Bukan mereda, air matanya justru berontak. Ia menangis tanpa suara. Bagaimana tidak, ia mengatakan hal demikian. Namun kenyataannya
Baca selengkapnya

Chapter 2

Azan subuh sudah berkumandang, Syena terbangun dan melihat Ibunya masih tidur pulas.“Ibu pasti sangat kelelahan.” Pikirnya.Ia memandangi wajah Ibunya, kemudian menunduk. Ia memiliki pemikiran melebihi anak seusianya. Ia selalu paham dengan segala situasi dan kondisi yang ada.“Bu, Syena sayang Ibu. Maafkan Syena hanya bisa menyusahkan Ibu. Ibu harus banting tulang, memeras keringat dan memutar otak hanya demi melihat Syena bisa hidup bahagia seperti anak lainnya. Terima kasih Ibu, Syena tidak akan pernah mengecewakan Ibu.” Katanya, kemudian mencium pipi Ibunya dengan lembut.Ciuman itu membangunkan Ratih, ia tersenyum melihat putrinya sudah bangun tanpa ia bangunkan.“Syena akan selalu mendengarkan nasihat Ibu. Syena ingin menjadi anak yang sholeha seperti doa Ibu.” Jawab Syena seperti bisa membaca pikiran Ibunya.Mereka berdua beranjak dari kamar. Segera mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat berja
Baca selengkapnya

Chapter 3

Bude Rima dan Syena masih termenung memandangi kepergian mobil yang membawa Ratih, padahal mobil itu sudah sedari tadi menghilang dari pandangan.Dit ditSuara klakson motor itu menyadarkan mereka.“Mau sampai kapan disini? Toh yang dilihat juga sudah jauh.” Kata pengendara motor yang tak lain adalah Sarah.Bude Rima dan Syena menurut saja, mereka masuk ke dalam rumah. Syena bersiap-siap berangkat ke sekolah. Sedangkan Gladys terlihat sudah siap dan hendak berangkat.“Bu, Syena berangkat bareng kita tidak?” Tanya Gladys pada Sarah.“Untuk apa? Bikin dia manja saja. Dia kan sudah terbiasa jalan kaki. Ya biar jalan kaki saja. Ayolah cepat, nanti kau terlambat.” Katanya sambil memanasi motor barunya.Ya, motor itu adalah motor baru yang ia minta dari suaminya dari uang hasil panen kemarin. Rahman memang selalu menuruti semua kemauan istrinya, ia bisa dibilang suami yang takut istri.“Menga
Baca selengkapnya

Chapter 4

“Kiiing kriiing kriiing”Dering ponsel itu membangunkan Sarah dari tidurnya. Ia melirik jam sekilas yang sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB. Sambil menggerutu ia meraih ponselnya yang masih terus berdering.“Siapa sih telpon malam-malam begini. Ganggu orang istirahat saja.” Katanya kemudian mengangkat telpon.“Halo, siapa disana?” tanyanya dengan nada kasar.“Halo Mbak Sarah. Ini aku, Ratih. Aku hanya ingin mengabarkan kalau aku sudah sampai, mbak.” Jawab orang dari sambungan telponnya yang tak lain adalah Ratih.“Kamu memang paling suka mengganggu ya. Kenapa tidak telpon besok saja? Malam itu waktunya orang istirahat. Tahu waktu dong. Dasar.” Katanya kemudian menutup telponnya dengan kasar padahal belum mendapat jawaban.Ratih disana hanya bisa mengelus dada mendengar kata-kata Sarah. Ia tidak kaget, memang begitulah watak Sarah. Sedangkan Sarah kembali melanjutkan tidurnya, tak lup
Baca selengkapnya

Chapter 5

Di HongkongRatih melirik sekilas jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 WIB. Ia baru sampai di rumah majikannya, rumah yang besar dan mewah. Ia hanya bisa berdoa semoga semua akan baik-baik saja. Ia adalah wanita yang selalu optimis, meskipun kadang terkendala oleh keadaan.Ratih melangkahkan kakinya menuju pintu masuk rumah itu, perlahan ia mengetuk pintu rumah itu. Berkali-kali ia mengetuk pintu rumah dan memencet bel namun tak ada yang membukakan pintu. Cukup lama ia menunggu. Sampai akhirnya masuk sebuah mobil ke halaman rumah. Mungkin itu adalah mobil calon majikannya yang baru saja pulang dari bepergian. Dan benar saja, keluar seorang perempuan yang sudah tidak muda lagi dari mobil itu, diikuti oleh dua anak laki-laki berparas tampan. Rupanya mereka anak kembar.Perempuan itu menuju ke rumah dan menghampiri Ratih yang sedari tadi memperhatikannya. Ratih melemparkan senyuman yang juga dibalas dengan senyuman
Baca selengkapnya

Chapter 6

Ratih mengerjapkan matanya berkali-kali, suara alarm yang semakin lama semakin kencang membangunkannya dari tidurnya. Ya, tidak ada suara azan yang lantang seperti biasanya. Ia sudah mengatur waktu di ponselnya sesuai dengan tempatnya sekarang yang selisih waktu sekitar satu jam dari Indonesia. Ia bergegas bangun, mengambil air wudhu dan melaksanakan Shalat di kamarnya sendiri. Setelah Shalat, Ratih tak lupa melakukan kebiasaan rutinnya yaitu tadarus Al Quran. Ratih memang perempuan yang agamis. Setelah selesai, waktu sudah menunjukkan pukul 05.00 waktu Hongkong. Ratih keluar dari kamar dan siap melakukan pekerjaannya. Ia terkejut saat membuka pintu dan melihat Vero dan Very sedang berdiri berjajar di depan kamarnya.“Halo, perkenalkan nama kami Vero dan Very. Kami anak kembar.” Kata salah satunya.“Bibi sudah tau dari oma dan tante kalian, tuan muda.” Jawab Ratih.“Hey, jangan memanggil kami seperti itu. Panggil saja Vero dan Very.
Baca selengkapnya

Chapter 7

Hening, tidak ada percakapan sama sekali selama perjalanan menuju rumah. Ratih melirik Vania yang terlihat masih sangat terpukul. Sesekali ia bahkan melihat Vania masih sesenggukan sambil menyeka air matanya. Apa Vania juga memiliki masalah yang besar seperti yang ia miliki? Mobil sudah memasuki halaman rumah. Setelah mobil berhenti, Vania langsung saja berlari masuk ke dalam rumah. Ratih hanya memandanginya dengan tatapan iba. Ratih lalu mengambil barang-barang belanjaannya dan dibantu oleh Pak Hadi untuk membawanya masuk ke rumah.“Neng Ratih tadi lihat apa yang terjadi pada Non Vania?” Tanya Pak Hadi pada Ratih.Ratih hanya mengangguk, enggan menanggapi karena dia sendiri masih bingung menelaah apa yang baru saja dilihatnya.Saat masuk ke dalam rumah, Ratih mendengar Vania menangis dengan keras. Lalu melihat Vania menangis dalam dekapan Ibunya.“Dia datang, Bu. Dia kembali. Apa yang harus aku lakukan? Dia menemukanku, dia pasti akan m
Baca selengkapnya

Chapter 8

Suara ayam berkokok bersahut-sahutan berhasil mengganggu tidur Sarah. Pagi itu, Sarah bangun pukul 05.00 WIB. Buka apa-apa, ia hanya malas berdebat dengan suaminya. Meski bagaimana pun, sebagai istri ia tetap harus menghormati suami. Rahman memang terlalu memanjakan Sarah, bisa dibilang ia takut istri. Namun jika menyangkut tentang Ratih, Bude Rima dan juga Syena, Rahman tak pernah tinggal diam. Ia tidak suka bila ada yang mengusik mereka. Pagi itu, Sarah melakukan tugas yang biasa dilakukan oleh Ratih. Membuatkan minuman hangat dan juga sarapan pagi untuk semua orang.“Tumben.” Kata Rahman ketika hendak ke kamar mandi dan melihat istrinya sudah sibuk di dapur.“Aku bangun pagi salah, tidak bangun pagi pun salah. Memang serba salah aku ini.” Jawab Sarah asal.Rahman hanya tersenyum, lalu meninggalkan istrinya dan pergi mandi.Seperti biasa, Syena sudah sibuk dengan pekerjaannya mencuci piring. Bude Rima sedang menyapu halaman depan
Baca selengkapnya

Chapter 9

BrakkkOjek motor yang ditumpangi Ratih mendadak roboh karena menghindari seseorang yang menyeberang jalan tanpa melihat kanan dan kiri dulu. Untung saja Ratih tidak apa-apa. Ratih melihat ke arah orang yang berlari. Ia ingat betul, ciri-ciri orang itu sama persis dengan laki-laki-laki yang memarahi Vania di pasar waktu itu. Karena rasa penasarannya, Ratih memberikan selembar uang pada tukang ojek kemudian berlari mengejar orang tersebut sampai lupa apa tujuannya kembali ke rumah. Sebenarnya ia lupa membawakan bekal untuk si kembar, ia berinisiatif untuk pulang naik ojek untuk mengambilkan bekal makanan si kembar sedangkan Pak Hadi tetap melanjutkan perjalanan menuju ke sekolah. Namun ia tidak menyangka akan melihat hal ini, ia ingin mengungkap semuanya. Jarak mereka cukup jauh, laki-laki itu berlari amat kencang, namun ketika di pertigaan jalan, lagi-lagi laki-laki itu hampir ditabrak oleh motor. Ia berhasil menghindar namun justru terjatuh.“Sial.” Ucap o
Baca selengkapnya

Chapter 10

 Sekitar 15 menit perjalanan yang ditempuh oleh Rahman dari tempat kerja sampai rumah sakit. Rumah sakit itu berada di daerah yang sudah memasuki perkotaan. Banyak pertanyaan yang muncul di benak Rahman. Namun yang paling ia khawatirkan adalah keadaan istri dan anaknya saat ini. Rahman menuju ruang IGD, masih ada beberapa polisi disana. Ia mendekat dan hendak menanyakan keberadaan kedua orang yang dia sayangi pada beberapa polisi itu. Ia yakin kalau istri dan anaknya masih ada di ruang IGD. Namun baru beberapa langkah, ia melihat Sarah tengah menggandeng Gladys yang kepalanya diperban. Melihat hal itu Rahman segera mempercepat langkahnya. Sarah melihat kedatangan Rahman, ia takut Rahman akan memarahinya. Setelah begitu dekat, tanpa kata Rahman langsung memeluk Sarah dan Gladys. Beberapa saat mereka hanya saling diam satu sama lain, polisi dan beberapa perawat yang ada disana hanya diam menyaksikan.“Kalian masih sakit kenapa disini?” Tanya Rahman, mat
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status