Bab 45 Sungguh Mera bergidik gelagapan melihat siapa yang memotong ucapannya. "A ... Abraham ... Me ... mengapa kau membuntuti langkahku ...?" Dengan gugup suara itu keluar terbata-bata dari bibir Mera. "Aku tak membuntutimu, ini hanya kebetulan saja" sahut Abraham dingin. Tidak tahan menahan dorongan dari dalam hatinya, Mera mendongakkan kepala, menatap wajah yang selama ini mengganggu kenyamanan hidupnya. Wajah tampan itu semakin membuat Mera terenyuh. Dadanya mulai sesak menahan rasa serba salah, rindu, kagum, takut kehilangan, dan sejuta rasa lainnya yang tak mampu untuk ia urai. 'Andai saja kau halal untukku sentuh, tentu saja sudah kudekap dirimu erat-erat, Abraham ... Andai kau tahu, bagaimana gemuruh rasa yang ku tanggung ... Andai saja kau berada di posisiku sekarang, belum tentu kau mampu berta
Baca selengkapnya