Home / Fantasi / Selubung Memori / Chapter 181 - Chapter 190

All Chapters of Selubung Memori: Chapter 181 - Chapter 190

595 Chapters

180. PECAHAN #3

Memasuki Joglo, tempat ini sekarang sudah bersekat-sekat.Ada sekat besar yang memisahkan pejuang pertahanan dengan pejuang yang baru kembali dari garis depan. Tentu saja aku dan Dalton masuk di bagian pejuang pertahanan. Sekat pemeriksaan sudah berubah jadi labirin, yang terhubung ke sekat pemisah untuk ruang istirahat. Ruang istirahatnya sendiri sederhana, hanya ada satu kasur dan nampan tempat minuman serta obat-obatan berada. Venus jauh kelewat sibuk dari biasanya. Sebagian menyiapkan makanan, sebagian meracik obat-obatan padahal mereka belum pernah meracik sebelumnya—tetapi Layla percaya ketika mereka biasa meracik bumbu masakan, mereka juga bisa meracik ramuan—tenaga Venus sebagian harus menjadi perawat yang terus memastikan tiap penghuni.Maka sekat awal yang aku dan Dalton temui di bagian pejuang pertahanan itu tempat Isha dan Dokter Gelda duduk menyambut kami.“Oh tidak,” kataku. “Aku lega lihat Dokter Gelda di sini.”
last updateLast Updated : 2022-08-30
Read more

181. PECAHAN #4

Sayangnya, Dokter Gelda juga bilang, “Tapi itu tidak menjamin dia berhasil bertahan hidup. Hanya meningkatkan kemungkinan dia bisa selamat.”“Seberapa besar? Bila dalam persentase?”Dokter Gelda terdiam sejenak. Matanya menatapku seperti penuh simpati, tetapi aku tahu dia juga sedang menghitung cepat. “Paling besar 30%.”“Kalau tidak dibawa ke sana?”“Paling besar 20%.”“Berarti tetap di sini pun punya persentase cukup besar?”“Kau tahu, Forlan, selama tiga bulan terakhir—bahkan hampir empat bulan terakhir—ada banyak keajaiban terjadi padanya. Ketika kami pergi, dia bahkan bisa mengendalikan kemampuan. Itu perkembangan sangat bagus. Ada kemungkinan keajaiban itu bisa terus terjadi bila dia di sini. Tapi kita juga tidak akan pernah tahu apa yang terjadi bila sejak awal penanganan yang jauh lebih siap seperti di Lembah Palapa menuntunnya. Keputusan ini pa
last updateLast Updated : 2022-09-01
Read more

182. PECAHAN #5

“Aku malaikat yang tercipta untuk melindungimu. Aku turun dari langit.”Aza menatap api unggun, mulai meletakkan empat tusuk ikan ke dekatnya. Nuansa gelap menguasai sekitar. Nenek menyiapkan minum untuk kami. Biasanya jeruk peras—dan Nenek benar-benar suka jeruk peras sampai membuatku ikut suka. Namun, sesekali aku juga bosan, dan itu disuarakan Aza. Sayangnya, minuman kali ini tidak akan bervariasi karena jeruk peras sudah tiba di tempat kami.“Tidak bisa lebih serius lagi?” tuntutku, cemberut.“Buat anak sebelas tahun itu cukup.”“Aza juga cuma empat belas.”“Kakak juga cuma empat belas,” koreksinya.“Kakak,” kataku.“Ini ikanmu. Setengah matang.”Bercandanya mulai menyebalkan. Aku mengembalikan tusuk itu ke depan api unggun, membuat bumbunya kembali dipercik api.“Boleh tanya, tidak?” kataku.“Kakak, bol
last updateLast Updated : 2022-09-03
Read more

183. UJUNG TELAGA #1

Hal pertama yang kulihat ketika mataku terbuka: wajah Lavi.Sorot kami semata-mata langsung bertemu. Lavi bahkan tersenyum seolah sudah menduga akan bereaksi seperti itu. Tentu saja aku mematung. Senyum yang itu seperti menggetarkan setiap jengkal tubuhku, membuatku tak mampu bergerak, membekukan darah, dan bola mata menenangkan itu masuk ke tubuhku.“Selamat pagi?” sapanya, tidak yakin. “Sekarang sudah tidak pagi, sih.”“Ng, selamat pagi,” balasku.“Baru kutinggal sebentar—kau kenapa?”Aku tidak yakin apa yang harus kukatakan karena perlu kuakui kepalaku cukup terdistorsi. Setengah karena Lavi, setengah karena aku belum mampu ingat apa yang terjadi terakhir kali. Jadi, aku mencari petunjuk, memandangi sekilas di mana aku berada—dan sekali lagi aku menahan napas.“Kita di kamarku,” kata Lavi.Dan itu benar. Aku tidur di ranjangnya, dia duduk di kursi kayu—te
last updateLast Updated : 2022-09-05
Read more

184. UJUNG TELAGA #2

Joglo masih dipenuhi penghuni yang beristirahat. Sebagian juga ada yang tinggal di Gerha Jesse. Gerha paling besar itu memang tempat cocok untuk ini.Hal pertama yang kami lakukan, adalah menghampiri Dokter Gelda.Namun, ketika aku keluar Gerha Lavi, mendapati beberapa penghuni juga tersebar di area Gerha, mereka semua terhenti, tetapi juga segera berpura-pura tidak melihatku. Sorot mereka seperti berusaha menghindar. Dan kurasakan aku mampu mengerti itu. Kalau saja aku terlambat dihentikan, Joglo pasti kacau. Barangkali tak ada fondasi yang roboh, tetapi setidaknya orang yang beristirahat akan terganggu—bahkan terluka. Bukan hal aneh mereka melihatku seperti ancaman.Sayangnya, Lavi segera menyergah, menyeretku. “Ayo.”Hanya dua penghuni yang berani menghampiriku. Mereka berjalan begitu terburu-buru dari lantai Joglo, tampak begitu lega melihatku bisa berjalan normal. “Sejak tadi kami ingin menemuimu,” katanya.&ldquo
last updateLast Updated : 2022-09-07
Read more

185. UJUNG TELAGA #3

Aku tidak mengerti bagaimana Fal bisa berani, tetapi beberapa saat setelah Profesor Merla pergi—ketika aku dan Tara terdiam menatap kubangan besar, suara Fal terdengar, “Forlan! Tara! Kenapa gelap-gelapan?”Rasanya seperti melakukan hal terlarang.Jadi, ketika Fal memilih duduk di pangkuanku, kubilang, “Maaf membuat Fal menunggu. Fal tidak tidur sejak tadi?”Fal menggeleng.“Mau empat mata sekarang?” tanyaku.“Ada Tara juga tidak apa. Jadi,” Fal menghitung. “Enam mata.”“Empat mata?” tanya Tara.“Tara gelap. Kenapa Tara sedih?” tanya Fal, tiba-tiba.Alih-alih melanjutkan sedih, Tara justru menemukan mataku—yang secara kebetulan aku juga mengerutkan kening menatapnya. Kemudian Fal agak tertawa. “Sekarang Tara bingung, ya?”“Bagaimana Fal bisa tahu?” tanyaku.“Warna Tara kelihatan sedih. Fal
last updateLast Updated : 2022-09-09
Read more

186. UJUNG TELAGA #4

Fal punya kebiasaan tertidur setelah menangis keras.Agaknya suasananya lumayan canggung, dan Tara berusaha menitikkan air mata sedemikian rupa ketika Fal menangis, jadi ketika Fal tidur, satu-satunya yang berhasil diucapkan Tara cuma satu, “Mau sampai kapan dia seperti ini?”“Harus cari cara lain,” gumamku.“Kau harus istirahat.” Tara menatapku seperti Layla. “Kalian harus tidur. Kara minta malam ini semua penghuni tidur. Besok ada yang harus dikerjakan.”Tidak ada yang ingin membantah, dan aku tidak mau membiarkan Fal pergi, jadi ketika Tara mengatakan ada kasur busa yang bisa kami gunakan, aku segera mengangkut kasur itu, membawanya ke ruang sekat Dalton yang sudah terbangun, dia sedang baca buku—hal yang sepertinya tidak akan pernah dilakukan Dalton—lalu bertanya, “Kau baru meledak lagi? Kenapa kelihatan marah?”Aku masih menggendong Fal, membanting kasur itu, menidurkan Fa
last updateLast Updated : 2022-09-11
Read more

187. UJUNG TELAGA #5

Itu pertama kali aku menyaksikan bagaimana pejuang diantarkan.Setidaknya, ada enam orang meninggal, yang menurut Kara di luar dugaan awalnya—mengingat skala penyerangan begitu besar: lima ledakan disusul serbuan monster. Sudah suatu keajaiban hanya ada enam korban jiwa, meski aku dan Dalton menyebutnya empat korban, karena dua orang lagi agaknya ada di area abu-abu—tetapi Kara bersikeras korbannya ada enam.Aku tidak tahu berapa banyak anggota tim bertahan—tetapi kurasa sekitar sembilan. Jadi, dengan penangkapan Aaron, kematian Troy, dan asumsi Reila tidak akan lanjut di tim bertahan—dengan fakta ada satu orang gugur dari tim bertahan, plus kaptennya yang dalam kondisi aneh, bisa dibilang anggota tim bertahan hampir habis. Dalton juga bilang, “Sisa empat.”Fal bersamaku, menyantap es krim Lavi, lalu aku berkata, “Aku tahu dua.”“Dua lagi, kan, kau lawan di latihan tanding pertamamu. Yang bongsor.&rdqu
last updateLast Updated : 2022-09-13
Read more

188. UJUNG TELAGA #6

Matahari sudah terbenam. Secara teknis, aku tidak sabar lagi dengan malam, tetapi aku lebih tidak sabar berbaring di gerhaku yang seperti tidak pernah meledak.Namun, ketika aku selesai membuka kunci pintu, memutar gagang semudah tidak pernah terjadi apa-apa—seseorang tinggi sudah berdiri di balik pintu, segera menyeringai, membuatku terkejut, menjerit, “WAA!” bahkan sampai membuatku melompat mundur, dan aku tidak berani menuntut karena Jenderal sudah berkata, “Merindukanku, Bocah Alam?”Jantungku masih menderu kaget, dan secara teknis, aku hanya bisa berpikir Jenderal akan menghabisiku karena sudah menguping.“Bocah Alam,” bisik Jenderal, tajam, mendekat. “Jawab.”“Ya!” Aku melompat mundur. “Ya! Ya. Rindu Jenderal. Sangat.”“Tapi aku tidak rindu denganmu!” protesnya.Aku tidak tahu harus membalas apa, jadi aku hanya mengangguk.Dan Jenderal masi
last updateLast Updated : 2022-09-15
Read more

189. UJUNG TELAGA #7

Sayangnya, niat Jenderal di Gerhaku bukan untuk melihat bunga biru.Namun, keperluan itu perlu ditunda karena tiba-tiba aku perlu buang air kecil—setidaknya, itu yang kukatakan pada Jenderal. Yang sebenarnya terjadi: aku masuk kamar, mengunci pintu dengan harapan Jenderal tidak menerobos tiba-tiba, lalu dengan kepala pusing, aku berkata, “Aku tidak mengerti.”Pendar putih itu sungguhan mewujud.[“Ini bukan sesuatu yang sulit dimengerti, Forlan.”]“Oh, tidak.” Aku meringis ngeri. “Sungguhan.”[“Kurasa memang sudah waktunya terjadi.”]“Pertama, bagaimana aku harus menyebut... mm, Bibi?” tanyaku.Nuansa itu menghangat. Pendar putih Nadya tersenyum. Sangat penuh arti.[“Dulu kau memanggilku Bibi. Nadamu biasanya lebih nyaring dari ini.”]“Ng, oke. Boleh tanya sesuatu?” sahutku. “Tapi itu buka
last updateLast Updated : 2022-09-17
Read more
PREV
1
...
1718192021
...
60
DMCA.com Protection Status