Home / Romansa / Red Dazzling / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Red Dazzling: Chapter 1 - Chapter 10

29 Chapters

Perkara Awal

“Daz, temenin gue ke kondangan dong,” pinta Lara, rekan kerja Dazzle sore itu.“Makanya, jangan kelamaan jomlo. Sampe ke kondangan aja minta ditemenin sama aku,” ledek Dazzle membuat Lara melempar remasan kertas ke arahnya.“Ayolah Daz. Gue tahu kok lo gak ada acara ntar sore,” rengek Lara.“Emang di mana tempatnya? Trus yang nikah siapa?” cecar Dazzle.“Di Four Season Jimbaran. Itu kolega Bokap, anaknya nikah, Bokap lagi di Jakarta kagak bisa hadir. Mau ya? Makan gratis ini.” Lara mengedipkan matanya ke arah Dazzle.“Lah menurutmu aku gak bisa apa kalau Cuma makan di Four Season aja?” elak Dazzle.“Ya bisa. Pan lo biasanya makan di pintu masuknya.” Lara tertawa keras sementara Dazzle meleparinya balik dengan remasan kertas.“Iya, iya ntar aku temenin,” kata Dazzle pada akhirnya.“You always be my saviour.” Lara menghambur dan hendak memeluk Dazzle, seketika Dazzle menyilangkan tangannya.“Jangan bikin aku kee
Read more

Pertemuan

Dazzle menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bagaimana hari ini sangat sial baginya. Dering ponsel kembali menyadarkannya. Rama.“Bro, kamu dimana? I want to tell you something,” kata Rama di seberang sana. Dazzle menahan geram.“Lagi di Kuta? Ada apa?”“Oh baguslah, nanti ketemuan di La Planca seperti biasa ya?” kata Rama seperti tidak ada apa-apa.“Mau ngomongin apa? Aku gak ada waktu,” Dazzle berusaha mengelak.“Penting Bro, please. Kali ini. Besok gak akan lagi,” kata Rama membuat Dazzle mengeratakkan giginya menahan amarah.“Iya, besok gak akan menganggu lagi, karena mulai detik ini saja aku sudah tak ingin mengenalmu,” runtuk Dazzle dalam hati.“Oke, aku tunggu di La Planca,” kata Dazzle menyerah.Dazzle bergegas ke arah motornya di parkiran. Memasang helm dan melajukan motornya ke arah Legian. Jam segini jalanan Legian Seminyak sedang pad
Read more

Berbincang Lalu Berpisah

Dazzle menghela nafasnya berat.“Mungkin, itulah takdir,” kata Dazzle.“Hah, laki-laki sepertimu percaya takdir?”“Tidak usah memancing emosi. Hariku sedang buruk,” kata Dazzle mengalah.Merah menghela nafasnya berat.“Sama,” kata Merah pada akhirnya.Mereka berdua menyesap mojito yang diantar pelayan ke meja mereka.“Kamu kerja?” tanya Merah membuat Dazzle mengangguk.“Oh, kirain hanya pengangguran di sini,”“Hmm ... sudah kubilang jangan memancing,”“Maaf,” kata Merah menatap Dazzle tajam.“Kamu sendiri? Apa yang kamu lakukan?”“Aku? Aku sedang menghindari yang katamu takdir tadi. Sedang melarikan diri dari sebuah cerita, aku ingin bebas, tak terperangkap dalam sebuah plot yang menawanku,” kata Merah diplomatis.“Berapa lama di Bali?”“Kenapa? Kamu
Read more

Perasaan Tak Pernah Salah

Merah merasakan pening, kini dia berada di kamar hotelnya. Kejadian semalam membuatnya merasakan tidur nyenyak. Setelah sekian lama dia mendapati mimpi buruk. Mimpi yang sama. Tentang Bara.Dering ponsel membuatnya terduduk. Siapa yang menghubunginya pagi-pagi begini. Papanya.“Ada apa, Pa?” tanya Merah sedikit enggan.“Apa kamu pikir dengan kabur, kamu akan bisa lepas dari perintahku? Kembali sekarang, lakukan pernikahan, atau kamu lebih suka dicoret dari daftar keluarga?” Suara renta tapi bernada angkuh itu membuat Merah menghela napasnya berat.“Coret aku, aku akan mengambil barangku setelah siap untuk melihatmu,” kata Merah pada akhirnya.“Anak tak tahu diri. Dengan seperti itu, apakah kamu berharap akan mendapatkan warisanku?” salaknya dari seberang saluran.“Aku tak mengharapkan apa pun. Bahkan pengertianmu juga kini tak lagi kuharapkan. Bila bisnismu tak berjalan setelah ini, janga
Read more

Korban Perasaan

Dazzle sedang duduk di depan komputer di ruang kerjanya. Lara belum terlihat datang sesiang ini. Pikiran Dazzle masih merutuki kebodohannya tertipu oleh Danta dan Rama selama ini.“Daz!” Suara Lara membuat Dazzle tersadar dan menoleh.Lara masuk ke ruangan mereka dengan tergesa. Menyeret kursi dan duduk di samping Dazzle yang enggan menanggapinya.“Lo tahu, kemarin setelah lo pulang, gur kebetulan mendengar gosip,” kata Lara. Dazzle hanya mendesah.“Lo gak penasaran?” tanya Lara melihat reaksi Dazzle yang tak peduli.“Apa?” tanya Dazzle tanpa mengalihkan matanya dari layar komputer yang sedng menampilkan data.“Jadi, para tamu undangan berbisik-bisik, mempelai wanita itu menikah dalam keadaan hamil dan meninggalkan pacarnya untuk menikah dengan mempelai pria karena untuk kerja sama perusahaan mereka katanya,” kata Lara membuat Dazzle tersedak ludahnya sendiri.“Lo kenap
Read more

Pelarian

Merah terbangun, kepalanya terasa berat, dia asing dengan ruangan ini. Saat menoleh ke kanan, Domi sedang duduk sambil terkantuk-kantuk. Lalu Merah mengingat kejadian yang terjadi tadi pagi, ingatannya tentang Bara menyeruak. Matanya nyalang beredar ke penjuru ruang, was-was akan keberadaan Bara. Kemudian dia mendesah lega, Bara tak terlihat.“Dom,” desis Merah, membuat Domi terlonjak.“Me, kamu sudah sadar? Maafkan aku Me, aku tak pernah mau memahamimu,” kata Domi dengan mata berkaca-kaca.“Maafkan aku menyusahkanmu,” kata Merah berusaha bangkit.“Jangan, berbaringlah. Dokter sudah memeriksamu, dia mengatakan, kamu mungkin enggan untuk bangun, maafkan aku Me.” Domi menggenggam tangan Merah erat. Menyalurkan energi yang bisa dia salurkan untuk menguatkan adiknya itu.“Aku sudah menelepon Papa. Dia marah besar, tapi aku tak lagi peduli, Me. Lakukan apa pun yang ingin kamu lakukan untuk kebahagiaa
Read more

Awal Perjalanan

Mereka berdua melewati pematang sawah, Dazzle mengantar Merah kembali ke villa. Mereka berpisah karena sudah saling menemukan. Selanjutnya hanya bagaimana melanjutkan hari.Dazzle melajukan motornya dengan hati yang mungkin sedikit ringan. Menjanjikan sebuah perasaan kepada seorang perempuan yang bahkan belum sepenuhnya dikenal. Entah kenapa, rasanya saat bersama Merah, perasaannya mengendap. Lukanya menguap. Ada pertautan yang bahkan dia sendiri tak paham. Dia bahkan belum bisa memastikan, ini sekedar pelampiasan atau memang sebuah takdir yang menyatukan mereka?“Non, sudah makan siang?” sapa seseorang membuat Merah kaget. Saat Domi mengantarnya, tak ada orang di rumah.“Maaf Non, saya Mbok Ijah, tadi Mas Domi telepon, bilang kalau adiknya akan menghuni rumah untuk sementara, Mbok disuruh nemenin Non,” kata Mbok Ijah sambil mengulurkan tangannya.“Oh iya Mbok, maaf merepotkan. Aku tadi sudah makan di luar,” jawab Merah
Read more

Mulai Bersama

Dazzle kembali melajukan motornya ke arah Kuta. Dia sudah mengirim pesan untuk Lara. Kini pikirannya bercabang. Bagaimana mengatakan ijin kerja mobile kepada Lara dan bagaimana menolong Merah.Memang, menjadi pemikir sepertinya selalu membuatnya berada dalam situasi yang rumit.Lara menunggu di starbucks reserve Kuta. Menyesap machiatonya.“Kok lama? Dari mana lo? Cuti klayapan,” salak Lara membuat Dazzle melemparinya dengan struk pembelian.“Sabar napa,” sergah Dazzle menyandarkan punggungnya.“Kamu bisa lobi Pak Irwan agar aku bisa kerja mobile?” tanya Dazzle membuat Lara melotot.“Kenapa lo mendadak pengen kerja mobile?” selidik Lara.“Ya, aku ada urusan yang mendadak dan, rumit,” elak Dazzle.“Lo harus jelasin, baru gue mau bantu,” ancam Lara.Dazzle menyesap cafe lattenya.“Aku, sedang dalam misi, entah ini kutukan atau apa,”
Read more

Ruang

Dazzle menyetir mobil Lara, pagi ini Lara memaksa untuk memakai mobilnya. Dazzle sedang tak ingin membantah.“Kamu yakin nih, Daz?” tanya Lara memecah konsentrasi Dazzle.“Yakin tentang apa?” Dazzle balik bertanya.“Tentang wanita ini,” kata Lara seraya melirik Dazzle.“Yakin tentang dia atau tentang tindakanku?” Dazzle memperjelas.“Tentang tindakanmu sih. Kamu menjadi sangat impulsive,” kata Lara.“Aku juga tak yakin. Tapi aku juga ingin mencoba menjadi caregiver dan lebih memahami orang lain,” kata Dazzle tak yakin dengan tujuannya yang sebenarnya.Apakah ini karena dia ingin membantu Merah, atau ini caranya untuk melarikan diri dari kehidupan.Lara menggelengkan kepalanya. Dazzle sepertinya tak waras.Merah sesekali melihat ke arah halaman. Memastikan matanya melihat kedatangan Dazzle. Dia sungguh merasa gila sudah mengharapkan Dazzle seperti ini
Read more

Antar Lelaki

Domi menemui Bara di kafe di kawasan Legian.“Ada apa? Bukankah sudah kukatakan kesepakatan tetap berlangsung meski kalian tak jadi menikah?” tanya Domi membuat Bara mengusap wajahya gusar.Ini tentang hatinya yang ingin memiliki Merah. Terlepas dari perjanjian bisnis itu. Ini tentang hatinya yang mencintai Merah dengan menggebu.“Pertemukan aku dengannya. Aku ingin mengatakan semuanya, penyesalanku dan cintaku padanya,” desis Bara membuat Domi menghela napasnya.“Aku tak tahu di mana Merah berada. Aku tak tahu nomor teleponnya, sepertinya dia mengganti nomornya,” dusta Domi.Dia tak ingin Merah semakin sakit, walaupun mungkin Bara tulus untuk perasaanya, tapi awal dari hubungan mereka sudah tak baik.“Jangan bohong, Dom,” desis Bara sambil menatap Domi penuh selidik.“Aku tak membohongimu,” sergah Domi.“Merah terluka Bar, terluka dalam. Melihatmu mungkin membua
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status