Handphone di saku celanaku berdering, aku meraihnya. Membawanya keluar dari ruang rawat Ratih. Rupanya itu telpon darimu, El. Hanya saja terbagi dua rasanya, perasaanku bercampur aduk. Ada rasa bahagia sekaligus buih-buih kekecewaan serta penyesalan yang menyeruak memenuhi ruang di dadaku."Tumben lama mengangkat telponku?" Tanyamu. Membuat aku bingung harus menjawab apa."Hei! Kok diem?" Tanyamu lagi, menaikkan volume nada bicaramu beberapa oktaf."Hah, iya? Aku bingung mau jawab apa, El. Karena aku rindu sekali padamu." Jawabku asal. "Emang lagi dimana?" "Lagi di kantor." Jawabku, lagi-lagi berbohong. "Kemana aja? Aku rindu." Mulai membuka pertanyaan."Haha, gak kemana-mana. Tugasku menumpuk, sepanjang malem aku begadang, tapi gak kelar juga." Kau mendengus kesal. Akhh! Lucu sekali."Iya, gapapa. Tapi aku rindu, lho. Kabarin lah, kalo aku mati karena rindu gimana?" Godaku.Lagi-lagi kau terkekeh-kekeh. Gelak tawamu pecah
Read more