“Aku ingin hidup bebas Cri, sama seperti orang kebanyakan.” Mas Faisal masih saja bicara dengan emosi yang meletup. Aku pun tetap terdiam, berusaha mencerna kalimat demi kalimat yang keluar dari mulutnya itu. Kali ini dia terdiam, wajahnya tertunduk. Aku menatapnya tanpa dia tahu. Ada rasa iba yang tiba-tiba saja menyeruak di dadaku. “Mas, mas tahu? Di luar sana banyak orang yang ingin menempati posisi Mas.” Aku memberanikan diri untuk angkat bicara, aku harus menghiburnya. “Mas itu sangat sempurna, semua apa yang orang impikan ada pada diri mas,” tambahku. “Haha … haha!” Dia terbahak, namun tampak jelas dia sangat depresi. “Mereka tidak tahu bebanku, mereka hanya tahu aku dari luar Cri,” ucapnya lirih, mendengarnya hatiku seakan teriris. Ternyata selama ini aku juga hanya mengenalnya dari lua
Read more