Sepeninggal Zahrana dan Ibra serta saksi yang akan memberatkan hukuman Midah, perempuan itu semakin kesal dan geram pada keponakannya. Terkadang dia menjerit keras karena polisi mengabarkan dia akan di sidang minggu depan. Bahkan Zahrana sendiri tega membiarkannya mendekam di penjara."Gadis sialan! Dia benar-benar sudah tega padaku untuk mendekam di penjara." ucap Midah dalam sepinya malam hari dan dinginnya lantai dalam bilik penjara yang berbagi tempat.Matanya mengedar di setiap sudut, dia melihat orang-orang yang satu sel dengannya sudah mulai tidur. Hanya ada dua orang yang sedang mengobrol asyik, Midah melihat keduanya mengobrol. Tapi kemudian ingatannya pada Zahrana dan hatinya kesal lagi."Aaargh! Gadis sialan!" teriak Midah.Membuat dua orang narapidana itu menoleh padanya. Heran kenapa Midah berteriak dan mengumpat."Hei, perempuan jelek! Jangan berteriak, semua lagi tidur. Jangan mengganggu!" ucap narapidana yang gendut itu menatap tajam pada Midah."Diamlah, jika tidak ma
"Zahrana!"Zahrana berhenti, dia menoleh ke belakang. Melihat siapa yang memanggilnya, senyum tipisnya mengembang. Tangannya memegangi perutnya yang sudah membesar."Ada apa kamu memanggilku?" tanya Zahrana mencoba melindungi perutnya agar tidak di terjang Mila secara tiba-tiba."Emm, kamu mau punya anak ya?" tanya Mila dengan ragu."Kenapa? Kamu tiba-tiba jadi alim begini. Ingat ya, kalau kamu menyerangku lagi. Kupastikan kamu juga akan masuk penjara seperti ibumu. Aku juga tidak akan peduli lagi dengan nasibmu nanti." kata Zahrana."Jangan sombong dulu, aku hanya bertanya kamu hamil dan mau punya anak. Kenapa jadi salah sangka begitu?" ucap Mila."Karena sifatmu tidak jauh beda sama ibumu, aku muak sekali dengan sikap kalian sama aku." kata Zahrana lagi.Mila tersenyum sinis, tapi dia diam saja. Ingat akan ucapan ibunya untuk balas dendam pada Zahrana yang telah memenjarakannya. Tapi dia mau berbuat apa, sedangkan Zahrana sudah tidak tinggal lagi di kampung."Ibu bilang aku di suruh
Usia kandungan Zahrana sudah membesar, sudah memasuki dua puluh delapan minggu. Itu artinya sudah tujuh bulan. Setelah menyerahkan dan meminta bantuan bu Kokom untuk menjaga Laila, Zahrana dan Ibra langsung pulang lagi ke kota setelah satu minggu lebih tinggal di kampung untuk mengurus semuanya.Kini Midah memag sudah di vonis penjara sepuluh tahun. Mila juga sudah menerima kalau ibunya di penjara, dia berusaha untuk tidak mengikuti jejak ibunya setelah nasihat dari Shalih.Zahrana bersiap, memasukkan barang ke dalam mobilnya. Di bantu oleh suaminya, sedangkan Raka masih asyik mainan jangkrik yang dia dapatkan di samping rumahnya."Bunda, kita mau pulang ke rumah ya?" tanya Raka."Iya sayang, kan papa harus kerja di kantor." kata Zahrana."Tapi Raka suka main di sini. Banyak jangkrik, suaranya lucu bunda." kata anak kecil itu memainkan jangkriknya.Zahrana tersenyum, dia tidak menanggapi ucapan anak laki-laki itu. Mengelus kepalanya dan melangkah masuk ke dalam rumah. Raka masuk ke da
Sejak permintaannya pada Ibra tentang Mischa, dokter Samuel langsung saja terbang ke Singapura. Tanpa menunggu Mischa datang ke Indonesia, bahkan dia mencegah Mischa pulang ke Indonesia ketika Ibra menyuruhnya pulang. Dia hanya ingin Ibra mengizinkan dirinya bicara pada Mischa lebih dulu, baru dia yang bertindak.Kini, dokter Samuel sudah berada di Indonesia lagi sejak kedatangannya ke Singapura menemui Mischa. Dia ternyata di tolak oleh Mischa tentang rencananya itu, ingatannya pada pembicaraan dengan Mischa di restoran milik gadis itu."Apa yang anda inginkan pak dokter?" tanya Mischa saat mereka bertemu di jam makan siang."Aku ingin bicara serius denganmu, Mischa." jawab dokter Samuel."Bicara serius apa? Apa aku akan di pecat jadi sepupu Ibra? Tapi dia menyuruhku pulang kesana." ucap Mischa."Itu aku yang minta, tapi kupikir lebih baik aku datang padamu saja datang kesini." kata dokter Samuel."Apa dokter sedang cuti?""Ya, aku ambil cuti memang khusus untuk datang kesini menemui
Dokter Samuel pusing dengan mamanya yang hampir setiap hari menerornya meminta dirinya segera memiliki kekasih. Setidaknya memang itu sebuah kelonggaran dari pada harus punya istri.Saat ini dia belum pulang ke Indonesia setelah bertemu dengan Mischa. Dia akan bertemu dengan mamanya di Singapura besok pagi, datang dan bertemu dengan mendadak. Dan malam ini, dokter Samuel sedang bosan dengan keadaanya di dalam kamar hotelnya. Menghubungi Ibra untuk mengobrol rasanya percuma, sudah tentu laki-laki itu sedang bersantai dengan istri dan anaknya.Apa lagi Zahrana akan melahirkan kurang lebih satu bulan setengah jika prediksinya tepat. Dokter Samuel berjalan menuju balkon hotel, memandang sudut kota di Singapura di waktu malam hari memang sangat menenangkan. Tapi entah pikirannya belum tenang, dia lalu dengan cepat mengambil jaketnya.Mencoba mencari kesenangan di klub malam sekitar hotelnya. Menghilangkan kesuntukan hatinya dengan berkunjung ke klub malam, hanya sekedar menikmati musik dan
Mischa masuk ke dalam kamar mandi dengan selimut yang menutupi tubuhnya yang polos. Dia tidak habis pikir kenapa bisa berada di kar hotel dan tidur dengan dokter Samuel. Dia mengingat kembali apa yang semalam di lakukan, tapi sialnya dia tidak ingat sedikitpun."Apa benar aku dan dokter Samuel melakukan percintaan semalam? Tapi, tubuhku memang banyak sekali tanda merah. Aah, sial sekali sih." ucap Mischa.Dia mengguyur tubuhnya dengan shower, rasanya sangat kesal sekali. Baru kemarin dia menolak dokter tampan itu untuk menjadi kekasihnya dan menolak juga menikah karena tidak mau mamanya marah. Semua berputar di otaknya, bagaimana dia harus kembali ke apartemennya atau pulang ke rumahnya."Ini semua gara-gara Ibra. Kenapa dia menyuruh dokter Samuel datang ke Singapura dan menemuiku." gumam Mischa kesal sekali sama sepupunya.Beberapa bulan dia tidak di perbolehkan pulang ke Indonesia karena kemarahannya dengan anaknya yang meminum wisky tanpa sengaja. Dia benar-benar di marahi oleh sep
Dokter Samuel dan Mischa duduk di atas ranjang dengan menunduk. Di depannya mamanya sedang berdiri menatap keduanya dengan tatapan tajam. Tangannya bersedekap menatap satu persatu, setelah tadi mendengar keterangan anaknya. Perempuan yang masih terlihat cantik itu meski sudah berumur lebih setengah abad."Jadi, kalian melakukan itu karena sama-sama mabuk?" tanya Sintya, ibu berwajah tenang itu."Ma, kan sudah di jelaskan tadi. Mama jangan bicarakan lagi, dia tidak suka." kata dokter Samuel.Sintya mengerutkan dahinya, dia masih menatap Mischa yang masih menunduk malu. Karena ulah awalnya itu, dia jadi seperti di sidang di depan hakim agung."Maafkan saya tante, itu karena saya tidak sadar." ucap Mischa."Hemm, sadar atau tidak. Seharusnya kamu harus bertanggung jawab sama anakku." ucap Sintya dengan tenang.Ada yang janggal dengan ucapan Sintya, dokter Samuel mengerutkan dahinya. Apa dia salah dengar dengan ucapan mamanya itu?Sama halnya Mischa, kenapa dia yang jadi bertanggung jawab
Jadi, sudah membuat kesepakatan antara tuan Arta, kedua orang tua Mischa dan Sintya mamanya dokter Samuel. Mischa tidak di izinkan menolak dengan keputusan kedua orang tuanya apa lagi kakeknya. Dia kesal sekali, katanya harus mempertanggung jawabkan atas perbuatannya pada dokter Samuel.Mischa tidak habis pikir, kenapa dia yang harus bertanggung jawab. Bukannya seorang laki- laki yang telah berhubungan intim dengannya, dia jadi pusing sendiri.Tuuut.Suara ponsel berbunyi, Mischa mengambil ponselnya. Dia tampak berdecak kesal melihat nama di layar ponsel."Ck, mau apa sih dia meneleponku. Apa mau meledekku?" ucap Mischa kesal.Dia membiarkan telepon itu berbunyi, dia meneruskan mengerjakan pemeriksaan menu-menu restoran yang ada di layar laptopnya. Usulan dari bagian manajer untuk membuat menu baru di menu restoran, dia pertimbangkan. Karena jika di teliti dengan menu baru itu, akan menambah pelanggan yang akan datang ke restorannya untuk makan di tempatnya.Tok tok tok."Masuk."Misc
Hari demi hari kedekatan Mischa dan dokter Samuel semakin baik. Mereka hidup satu rumah layaknya suami istri sesungguhnya, karena memang mereka pasangan suami istri. Tidak ada kekakuan dari sikap keduanya, Mischa sudah berani bermanja atau bercanda dengan suaminya.Dokter Samuel senang, kini Mischa terlihat manja padanya meski masih malu-malu. Dia juga senang setiap hari berangkat kerja di antar sampai depan rumah, dan pulang dari rumah sakit Mischa sudah ada di rumahnya. Kalau pun Mischa pulang terlambat karena sedang di luar, pasti dia menelepon lebih dulu.Kedua sejoli yang sedang mabuk cinta, tapi masih gengsi untuk mengungkapkan. Kini sedang santai menikmati liburan hari Minggu di rumah. Dokter Samuel mengisi libur Minggunya renang di rumahnya di bagian belakang. Mischa menemani di kursi panjang sambil memainkan ponsel, sesekali memotret suaminya diam-diam ketika sedang berenang.Dokter Samuel pun mendekat pada istrinya, dia duduk di samping dengan tubuh dan wajah yang basah."Ka
Mischa nyaman dalam pelukan dokter Samuel malam ini, makanya dia diam saja tanpa bergeming ketika pelukan suaminya semakin mengerat. Memang awalnya tertidur pulas, tapi gerakan tubuh Mischa membuat dokter Samuel semakin mengeratkan pelukannya."Apa kamu nyaman seperti ini?" tanya dokter Samuel.Tak ada jawaban, hanya gerakan pelan dan hati-hati dari tangan Mischa. Dokter tampan itu membuka matanya, melihat wajah Mischa matanya bergerak-gerak. Wajahnya mendekat, mencoba untuk mencium pipinya apakah ada penolakan atau tidak dari istrinya.Tapi tidak ada penolakan, justru tubuh Mischa menegang ketika ciuman dokter Samuel di pipinya tidak juga lepas. Wajah itu mengarah pada bibir Mischa dengan pelan, mengecupnya beberapa kali. Namun tetap tidak ada perlawanan dari istrinya, seperti memberikan sinyal kalau perlakuannya itu di izinkan untuk terus melakukan eksplor pada wajahnya.Posisi dokter Samuel berubah menjadi di atas, tangannya mengelus pipi Mischa yang halus. Wajahnya turun ke bawah,
Sikap dokter Samuel yang berubah manis dan sedikit romantis akhir-akhir ini membuat Mischa jadi berpikir lagi tentang hubungannya dengan suaminya itu. Ternyata, memang harus terbiasa untuk menumbuhkan rasa cinta di hatinya agar bisa memperbaiki hubungannya dengan suaminya.Duduk di depan cermin, menyisir rambutnya yang sebahu. Masih dengan mengenakan handuk kimono setelah mandi. Dia kini sudah jarang minum-minuman dan juga keluar malam hari, sejak dokter Samuel mecium bibirnya malam itu dan selalu mengecup keningnga ketika mau berangkat ke rumah sakit. Bagi Mischa itu sikap yang manis yang belum dia rasakan, terkadang dia merasa berdebar ketika sikap manis suaminya itu."Apa dia mencoba untuk mengambil hatiku?" gumam Mischa menatap wajahnya sendiri di pantulan cermin kaca.Tok tok tok.Pintu di ketuk dari luar, Mischa bangkit dari duduknya dan melangkah menuju pintu. Membukanya dan tampak bi Sumi berdiri tersenyum tipis."Apa nyonya mau menyambut tuan dokter?" tanya bi Sumi."Oh, dia
Mischa diam saja, dia terpaku ketika dokter Samuel mengecup keningnya. Matanya menatap punggung suaminya yang berjalan menjauh meninggalkannya untuk pergi ke rumah sakit. Dia menarik napas panjang, lalu di lihatnya meja makan hanya ada roti panggang serta air putih dalam teko bening.Mischa mengambil gelas lalu mengisinya dengan air dalam teko. Di minumnya air tersebut, masih diam setelah meminum air."Nyonya mau sarapan sekarang?" tanya bi Sumi."Apa tuanmu itu sudah sarapan?" tanya Mischa."Sudah nyonya, bahkan minum kopi juga sudah." jawab bi Sumi."Jadi dia sudah minum kopi? Kok dia minta lagi sama aku?" tanya Mischa."Mungkin tuan dokter pengen di layani nyonya, sudah beberapa minggu tuan sebenarnya ingin di layani istrinya. Yaitu nyonya, tapi tuan dokter tidak sampai hati membangunkan nyonya kalau pagi hari." kata bi Sumi lagi."Kenapa tidak mau bangunkan? Tinggal bangunkan saja kenapa tidak enak hati?" ucap Mischa."Tuan dokter tidak mau merepotkan, lagi pula ..." ucapan bi Sum
Malam pertama di lewati begitu saja oleh dokter Samuel dan Mischa. Dokter tampan itu justru tidak mau melakukan hubungan suami istri jika Mischa sendiri tidak mau. Tapi mereka pun telah kembali ke rumah dokter Samuel, karena memang Mischa sudah jadi istri dokter Samuel.Bahkan dokter Samuel memberikan penawaran pada Mischa apakah dia akan tidur terpisah di kamar lain, bukan di kamarnya sendiri."Jadi kamu mau tidur di kamarku atau di kamar tamu?" tanya dokter Samuel ketika mereka sampai di rumah besar itu."Baguslah, kamu tidak memaksaku untuk tidur satu kamar. Aku pilih di kamar tamu saja, di mana kamarnya?" tanya Mischa."Oke, nanti bi Sumi yang akan merapikan kamar tamu itu. Tunggu saja, dia pasti datang kesini." kata dokter Samuel.Laki-laki itu meninggalkan Mischa menuju kamarnya. Dia ingin segera mengganti bajunya setelah semalam tidak berganti baju karena lupa tidak membawa baju, tahu begitu dia menyuruh pembantunya datang ke hotel membawakan baju-bajunya. Tapi waktu sudah mala
Ibra tersenyum ketika sepupunya meminta tolong padanya untuk membukakan kancing baju pengantinnya. Dokter Samuel menatapnya, kemudian menyeruput kopi yang dia pesan juga."Apa dia yang meneleponmu?" tanya dokter Samuel."Ya, dia meminta bantuanku untuk melepas kancing bajunya. Dia pikir aku ini laki-laki tidak normal?" ucap Ibra."Hei, apa kamu juga tertarik dengan sepupumu sendiri?" tanya dokter Samuel sedikit cemburu."Kenapa dia minta tolong padaku? Cepat sana pergi ke kamarmu! Dia butuh bantuanmu." ucap Ibra tersenyum sinis karena dokter Samuel seperti cemburu padanya."Dia terlalu angkuh dan gengsi tidak mau minta bantuan padaku, kenapa minta bantuan padamu.""Ya, karena dia gengsi. Makanya dia minta bantuan padaku, sebagai laki-laki jantan harusnya kamu segera pergi ke kamar dan menolong istrimu yang sedang kesusahan. Kupikir kamu bisa langsung mengajaknya bercinta malam pertama kalian." ucap Ibra."Dia terlalu angkuh, makanya aku pergi sendiri ke sini." ucap dokter Samuel."Lep
Dalam kamar pengantin, dokter Samuel atau pun Mischa keduanya sibuk masing-masing dengan ponselnya. Sesekali dokter Samuek melirik ke arah istrinya, moodnya tiba-tiba rusak ketika tahu Mischa masih saja mengkonsumsi minuman beralkohol.Mischa melirik suaminya yang begitu tenang tanpa mengganggunya. Biasanya jika pengantin baru yang normal, maka mereka akan melakukan apa saja yang membuat mereka dekat dan saling membutuhkan. Meski ada kecanggungan, tapi Mischa melihat suaminya tenang-tenang saja."Apa dia seorang suami yang baik? Kenapa diam saja." gumam Mischa melirik dokter Samuel yang sedang menelepon sekarang."Halo?""....""Oh, ya. Ya dokter Boyke, saya cuti beberapa hari. Mungkin hanya lima hari saja, hahah.""....""Waah, tidak tahu. Saya belum berencana kesana, hahah!""...."Mischa masih memperhatikan suaminya menelepon dengan santai dan senang. Dia berdecak kesal, kenapa sejak di bawa masuk paksa bahkan di tarik tangannya justru di dalam malah di diamkan. Tangannya bersedeka
Mischa dan dokter Samuel menyambut tamu yang hadir, tidak menyangka tamu undangan yang datang sebagian adalah dokter dan para perawat serta petugas di rumah sakit dokter Samuel bertugas. Ada juga doktet-dokter lain dari rumah sakit lain yang di kenalnya dan sering bertemu ketika seminar.Begitu juga rekan bisnis tuan Arta juga kedua orang tua Mischa. Gadis itu sendiri tidak banyak mengundang temannya, tapi juga ada yang memaksa datang karena ingin bertemu dengan Mischa."Jadi kamu jodohnya dengan dokter, Mischa?" tanya teman kuliahnya dulu ketika mereka berkumpul dengan teman satu angkatan kuliahnya, hanya beberapa."Ya, jodoh tidak tahu yang kita dapatkan sih." jawab Mischa menenggak minumannya.Dia ingin minuman beralkohol meski, tapi tidak di sediakan oleh pihak hotel. Itu mungkin orang tuanya yang melarang menyediakan minuman beralkohol."Tapi kamu dulu bercita-cita ingin dapat jodoh seorang arsitektur. Edward, teman kita dulu dia sekarang seorang arsitek terkenal. Karyanya banyak
Keputusan tuan Arta tidak bisa di ganggu gugat oleh siapa pun. Baik Mischa atau pun dokter Samuel, dan laki-laki itu pusing bukan main. Dan kali ini, dia masih berada di rumah Ibra setelah lamaran terpaksanya pada tuan Arta untuk meminta Mischa jadi istrinya.Belum lagi Sintya justru tidak datang ketika lamaran dadakan dan terpaksa itu di lakukan. Alasannya dia tidak bisa pulang ke Indonesia karena pekerjaannya belum selesai. Dan kini, dokter tampan itu duduk lesu di ruang kerja sahabatnya.Ibra menatap sinis, tapi sekaligus kasihan karena terlihat lesu sekali. Belum lagi tekanan dari kakeknya agar segera menikah secepatnya."Bagaimana bisa kakekmu menyuruhku menyiapkan semuanya dalam satu minggu ini menikah. Semuanya serba mendadak, apa ini acara bedah rumah atau uang kaget yang semuanya serba mendadak dan cepat." ucap dokter Samuel."Kamu pikir dulu aku juga mendadak menikah, dua pernikahanku semuanya mendadak. Itu bisa di lakukan, kamu cuma izin rumah sakit untuk mendadak menikah.