Zahrana membersihkan kamar tuan Arta, tuan besar yang mengalami kelumpuhan dan tidak bisa bicara lagi. Bukan tidak bisa bicara, dia memutuskan untuk banyak diam dan tidak mempedulikan sekitarnya. Bahkan cucu-cucunya Ibra dan Mischa tidak dia kenali lagi.Gadis itu sedang melipat baju-baju tuan Arta di sofa setelah membersihkan kamar itu. Raka, bayi laki-laki itu sedang tidur siang. Jadi pekerjaan Zahrana lebih leluasa saat keponakannya tidur siang.Tuan Arta, menatap Zahrana yang sedang menunduk melihat baju-bajunya. Dia menatap lama, mulutnya bergerak ingin memanggil Zahrana."Eehhh." Suara erangan kecil keluar dari mulut laki-laki tua itu. Zahrana tidak mendengarnya, dia fokus melipat baju-baju tuan Arta."Eeergh!"Suara tuan Arta lebih kencang, Zahrana menoleh pada laki-laki tua itu. Matanya memicing, entah apa yang dia lihat. Tangan tuan Arta bergerak dan menunjuk Zahrana, dan gadis itu beranjak mendekat padanya."Iya tuan? Apa yang anda inginkan?" tanya Zahrana."Emm, mi mi ....
"Kakek? Kakek bisa jalan?" ucap laki-laki mendekat pada tuan Arta.Baik tuan Arta dan Zahrana menoleh ke arah sumber suara. Tuan Arta berdiri lama, memandang ke arah Ibra yang takjub dengannya berdiri. Tiba-tiba tuan Arta jatuh, dan membuat Ibra juga Zahrana di sampingnya kaget."Kakek!" Ibra mendekat dan menarik kakeknya yang jatuh, di ikuti oleh Zahrana."Kenapa kamu diam saja?!" teriak Ibra pada Zahrana."Maaf tuan, maafkan saya." jawab Zahrana ikut menarik tangan tuan Arta."Kamu itu bagaimana, kakekku sampai jatuh kenapa kamu lepas tangannya?!" ucap Ibra masih dengan suara membentak."Maafkan saya, maafkan saya tuan besar." jawab Zahrana sambil menunduk pada tuan Arta dan Ibra."Aaaa, su su ddaah." ucap tuan Arta menenangkan cucunya menepuk pundaknya.Sekali lagi, Ibra takjub dengan kakeknya yang kini sudah mau bicara meski masih gagap. Dia melirik ke arah Zahrana yang masih menunduk merasa bersalah.Bugg!"Hwuaaa!""Raka sayang!"Zahrana kaget dan langsung menghampiri bayi terse
Setengah tahun sudah Zahrana bekerja di rumah Ibra, laki-laki yang selalu giat bekerja tanpa memikirkan statusnya yang masih sendiri. Mischa selalu menyindirnya dan menyuruhnya untuk segera mencari pacar lalu menikah.Tapi Ibra tidak menggubrisnya, dia masih senang sendiri. Bahkan terkadang dia akhir-akhir ini pergi ke klub malam jika penat pikirannya dalam bekerja.Zahrana, gadis itu sangat senang. Dia senang karena perkembangan Raka sangat pesat, sudah bisa jalan sendiri dan juga main sendiri di kamar tuan Arta ketika mereka berada di kamar tuan besar itu.Apa lagi tuan Arta kini sudah bisa berjalan pelan-pelan meski hanya sekitar kamar saja. Hanya bicaranya saja yang belum banyak kosa kata, tapi itu membuat semua penghuni rumah senang dengan perkembangan kesehatan tuan Arta."Kamu hebat Zahrana, Tuan Besar sekarang sudah bisa berjalan meski hanya beberapa langkah." kata bi Iyam memuji Zahrana."Itu karena dokter Samuel, bi Iyam dan juga keinginan tuan besar untuk sembuh." kata Zahr
Tidak terasa sudah satu tahun Zarhana bekerja di rumah Ibra. Raka juga sudah bisa jalan dan berlari meski sering jatuh, Tuan Arta juga senang dan sering bermain dengan balita tersebut. Dia sudah biaa bicara meski belum lancar, begitu juga dengan jalannya sudah bisa keluar dari kamarnya sendiri."Nda! Nda!"Teriak Raka di dapur memanggil Zahrana. Zahrana hanya menoleh, dia sedang menyiapkan makanan untuk Tuan Arta. Dia tersenyum ketika balita itu berlari mendekat padanya sambil membawa mainan mobil-mobilan."Raka bawa apa?" tanya Zahrana."Mbil, mbil." ucap balita itu menyebut mobil dengan bahasa cadelnya."Waah, dari siapa mobilnya?" tanya Zahrana."Bi Yam." jawab Raka dengan gemas."Ya ampun, bi Iyam selalu belikan mainan buat Raka terus ya. Bilang apa Raka sama bi Iyam?" tanya Zahrana lagi."Cih, mbi Yam cih.""Hahah, pintar sekali ya anak bunda. Sekarang bunda mau ke kamar opa ya, Raka mau ikut?" tanya Zahrana."Kut!""Ayo ke kamar opa." ucap Zahrana.Dia berjalan pelan membawa nam
Zahrana melihat terminal, mengedarkan pandangannya sebelum dia turun dari mobil angkot. Dia melihat pada supir angkot."Terus, saya naik apa bang kalau mau ke pusat kota?" tanya Zahrana pada supir angkot."Naik angkot B12, nanti berhenti tepat di kantor yang mbak tunjukin tadi." jawab supir angkotnya."Oh, terima kasih bang." jawab Zahrana."Iya mbak, hati-hati kalau ada copet ya. Soalnya copet tahu orang yang baru naik angkot, dia akan lengah." kata supir angkot lagi mengingatkan Zahrana.Gadis itu mengapit tasnya, melihat ke sekeliling lalu memberikan ongkos angkotnya. Dia pun keluar masih menggapit tasnya agar tidak di copet seperti apa yang di katakan oleh supir angkot itu.Mencari mobil angkot sesuai dengan apa yang di katakan supir angkot tadi. Dia melihat sekeliling, ternyata ada di seberang jalan. Zahrana berjalan cepat menuju mobil angkot yang di maksud. Dia mendekat dan bertanya pada sang supir."Ini angkot B12 ya bang? Lewat pusat kota?" tanya Zahrana."Oh, iya mbak. Mbak m
Zahrana duduk di kursi meja makan, wajahnya masih menunduk dalam. Rasa bersalah masih bergelayut di pikirannya, kenapa bisa dia pergi sedangkan di rumah bi Iyam memang bukan pembantu yang khusus menjaga Tuan Arta.Adakalanya memang perempuan itu harus meninggalkan Tuan Arta karena pekerjaan lainnya di rumah itu.Raka berjalan mendekati Zahrana yang duduk lesu di kursi meja makan. Berharap dia tidak di pecat dari rumah itu, dia ingin tahu nama laki-laki yang ada di kartu nama itu. Tapi insiden jatuhnya Tuan Arta justru membuat dia dalam kebingungan."Nda, nda." ucap balita itu menarik baju Zahrana.Zahrana menoleh ke arah Raka, dia tersenyum dan menggendong balita tersebut. Mencium pipinya beberapa kali, membuat Raka tertawa dan menghindar karena geli dengan ciuman bertubi-tubi dari Zahrana."Nda, dah, akiit." ucap Raka dengan cedalnya."Bunda gemas sama Raka. Kenapa kamu ganteng banget sih, mmuuah." ucap Zahrana kembali mencium pipinya."Zahra."Suara Bi Iyam mengagetkan gadis itu. Di
"Kenapa kamu ada di sini?!" Teriakan Mischa dengan tangannya menarik pundak Zahrana membuat gadis itu kaget. Dia menoleh ke belakang, lalu bangkit dari duduknya dan mundur ke belakang sambil menunduk. Tatapan tajam Mischa membuat Zahrana harus bergeser menuju tempat lain, menggendong Raka menjauh dari bangsal Tuan Arta. "Kamu sebaiknya pergi dari kamar ini, jangan ada di kamar ini lagi. Kakek pingsan itu karena gara-gara kamu lalai menjaga kakekku!" ucap Mischa keras pada Zahrana. Gadis itu diam saja, dia menutupi wajah Raka agar tidak mendengar omelan Mischa padanya. Bi Iyam menarik tangan Zahrana agar keluar lebih dulu agar Mischa tidak marah terus padanya di dalam kamar itu. "Mischa, jaa ngaan ma rahi Zah ra." ucap Tuan Arta terbata. "Tapi dia yang membuat kakek jatuh dan pingsan di kamar mandi. Dia pergi kemana sampai tidak bisa menjaga kakek di kamar." kata Mischa masih kesal pada Zahrana. "Su dah, jangan marah sa ma dia. Kakek min ta dia te tap men ja
Zahrana masih di rumah sakit, kemarin dia di suruh datang lagi ke rumah sakit oleh Tuan Arta menemaninya, meski harus bawa Raka. Kata dokter Samuel, tidak masalah asal bisa membantu Tuan Arta sembuh secara cepat.Kini dia menunggu bi Iyam datang menggantikan dirinya menjaga tuan Arta. Karena sejak dirinya di marahi oleh Mischa, gadis itu tidak mau datang lagi ke rumah sakit kalau bukan kakeknya yang meminta datang. Dan ternyata, laki-laki tua itu tidak pernah meminta Mischa datang menungguinya di rumah sakit.Hanya Ibra saja jika malam hari, di pagi dan siang hari Zahrana dan Bi Iyam. Entah sekesal apa Mischa pada Zahrana, sehingga dia tidak mau datang lagi ke rumah sakit menjenguk kakeknya."Tuan Besar sedang tidur, Bi Iyam kapan datang ya." ucap Zahrana.Dia memegangi ponselnya, ingin menghubungi Bi Iyam.Tuuut."Halo?""Bibi sudah di jalan? Saya mau ke kantin dulu Bi, lapar. Kasihan Raka juga belum makan sejak datang kesini." kata Zahrana di telepon."Ini Bibi sudah di depan kamar
Hari demi hari kedekatan Mischa dan dokter Samuel semakin baik. Mereka hidup satu rumah layaknya suami istri sesungguhnya, karena memang mereka pasangan suami istri. Tidak ada kekakuan dari sikap keduanya, Mischa sudah berani bermanja atau bercanda dengan suaminya.Dokter Samuel senang, kini Mischa terlihat manja padanya meski masih malu-malu. Dia juga senang setiap hari berangkat kerja di antar sampai depan rumah, dan pulang dari rumah sakit Mischa sudah ada di rumahnya. Kalau pun Mischa pulang terlambat karena sedang di luar, pasti dia menelepon lebih dulu.Kedua sejoli yang sedang mabuk cinta, tapi masih gengsi untuk mengungkapkan. Kini sedang santai menikmati liburan hari Minggu di rumah. Dokter Samuel mengisi libur Minggunya renang di rumahnya di bagian belakang. Mischa menemani di kursi panjang sambil memainkan ponsel, sesekali memotret suaminya diam-diam ketika sedang berenang.Dokter Samuel pun mendekat pada istrinya, dia duduk di samping dengan tubuh dan wajah yang basah."Ka
Mischa nyaman dalam pelukan dokter Samuel malam ini, makanya dia diam saja tanpa bergeming ketika pelukan suaminya semakin mengerat. Memang awalnya tertidur pulas, tapi gerakan tubuh Mischa membuat dokter Samuel semakin mengeratkan pelukannya."Apa kamu nyaman seperti ini?" tanya dokter Samuel.Tak ada jawaban, hanya gerakan pelan dan hati-hati dari tangan Mischa. Dokter tampan itu membuka matanya, melihat wajah Mischa matanya bergerak-gerak. Wajahnya mendekat, mencoba untuk mencium pipinya apakah ada penolakan atau tidak dari istrinya.Tapi tidak ada penolakan, justru tubuh Mischa menegang ketika ciuman dokter Samuel di pipinya tidak juga lepas. Wajah itu mengarah pada bibir Mischa dengan pelan, mengecupnya beberapa kali. Namun tetap tidak ada perlawanan dari istrinya, seperti memberikan sinyal kalau perlakuannya itu di izinkan untuk terus melakukan eksplor pada wajahnya.Posisi dokter Samuel berubah menjadi di atas, tangannya mengelus pipi Mischa yang halus. Wajahnya turun ke bawah,
Sikap dokter Samuel yang berubah manis dan sedikit romantis akhir-akhir ini membuat Mischa jadi berpikir lagi tentang hubungannya dengan suaminya itu. Ternyata, memang harus terbiasa untuk menumbuhkan rasa cinta di hatinya agar bisa memperbaiki hubungannya dengan suaminya.Duduk di depan cermin, menyisir rambutnya yang sebahu. Masih dengan mengenakan handuk kimono setelah mandi. Dia kini sudah jarang minum-minuman dan juga keluar malam hari, sejak dokter Samuel mecium bibirnya malam itu dan selalu mengecup keningnga ketika mau berangkat ke rumah sakit. Bagi Mischa itu sikap yang manis yang belum dia rasakan, terkadang dia merasa berdebar ketika sikap manis suaminya itu."Apa dia mencoba untuk mengambil hatiku?" gumam Mischa menatap wajahnya sendiri di pantulan cermin kaca.Tok tok tok.Pintu di ketuk dari luar, Mischa bangkit dari duduknya dan melangkah menuju pintu. Membukanya dan tampak bi Sumi berdiri tersenyum tipis."Apa nyonya mau menyambut tuan dokter?" tanya bi Sumi."Oh, dia
Mischa diam saja, dia terpaku ketika dokter Samuel mengecup keningnya. Matanya menatap punggung suaminya yang berjalan menjauh meninggalkannya untuk pergi ke rumah sakit. Dia menarik napas panjang, lalu di lihatnya meja makan hanya ada roti panggang serta air putih dalam teko bening.Mischa mengambil gelas lalu mengisinya dengan air dalam teko. Di minumnya air tersebut, masih diam setelah meminum air."Nyonya mau sarapan sekarang?" tanya bi Sumi."Apa tuanmu itu sudah sarapan?" tanya Mischa."Sudah nyonya, bahkan minum kopi juga sudah." jawab bi Sumi."Jadi dia sudah minum kopi? Kok dia minta lagi sama aku?" tanya Mischa."Mungkin tuan dokter pengen di layani nyonya, sudah beberapa minggu tuan sebenarnya ingin di layani istrinya. Yaitu nyonya, tapi tuan dokter tidak sampai hati membangunkan nyonya kalau pagi hari." kata bi Sumi lagi."Kenapa tidak mau bangunkan? Tinggal bangunkan saja kenapa tidak enak hati?" ucap Mischa."Tuan dokter tidak mau merepotkan, lagi pula ..." ucapan bi Sum
Malam pertama di lewati begitu saja oleh dokter Samuel dan Mischa. Dokter tampan itu justru tidak mau melakukan hubungan suami istri jika Mischa sendiri tidak mau. Tapi mereka pun telah kembali ke rumah dokter Samuel, karena memang Mischa sudah jadi istri dokter Samuel.Bahkan dokter Samuel memberikan penawaran pada Mischa apakah dia akan tidur terpisah di kamar lain, bukan di kamarnya sendiri."Jadi kamu mau tidur di kamarku atau di kamar tamu?" tanya dokter Samuel ketika mereka sampai di rumah besar itu."Baguslah, kamu tidak memaksaku untuk tidur satu kamar. Aku pilih di kamar tamu saja, di mana kamarnya?" tanya Mischa."Oke, nanti bi Sumi yang akan merapikan kamar tamu itu. Tunggu saja, dia pasti datang kesini." kata dokter Samuel.Laki-laki itu meninggalkan Mischa menuju kamarnya. Dia ingin segera mengganti bajunya setelah semalam tidak berganti baju karena lupa tidak membawa baju, tahu begitu dia menyuruh pembantunya datang ke hotel membawakan baju-bajunya. Tapi waktu sudah mala
Ibra tersenyum ketika sepupunya meminta tolong padanya untuk membukakan kancing baju pengantinnya. Dokter Samuel menatapnya, kemudian menyeruput kopi yang dia pesan juga."Apa dia yang meneleponmu?" tanya dokter Samuel."Ya, dia meminta bantuanku untuk melepas kancing bajunya. Dia pikir aku ini laki-laki tidak normal?" ucap Ibra."Hei, apa kamu juga tertarik dengan sepupumu sendiri?" tanya dokter Samuel sedikit cemburu."Kenapa dia minta tolong padaku? Cepat sana pergi ke kamarmu! Dia butuh bantuanmu." ucap Ibra tersenyum sinis karena dokter Samuel seperti cemburu padanya."Dia terlalu angkuh dan gengsi tidak mau minta bantuan padaku, kenapa minta bantuan padamu.""Ya, karena dia gengsi. Makanya dia minta bantuan padaku, sebagai laki-laki jantan harusnya kamu segera pergi ke kamar dan menolong istrimu yang sedang kesusahan. Kupikir kamu bisa langsung mengajaknya bercinta malam pertama kalian." ucap Ibra."Dia terlalu angkuh, makanya aku pergi sendiri ke sini." ucap dokter Samuel."Lep
Dalam kamar pengantin, dokter Samuel atau pun Mischa keduanya sibuk masing-masing dengan ponselnya. Sesekali dokter Samuek melirik ke arah istrinya, moodnya tiba-tiba rusak ketika tahu Mischa masih saja mengkonsumsi minuman beralkohol.Mischa melirik suaminya yang begitu tenang tanpa mengganggunya. Biasanya jika pengantin baru yang normal, maka mereka akan melakukan apa saja yang membuat mereka dekat dan saling membutuhkan. Meski ada kecanggungan, tapi Mischa melihat suaminya tenang-tenang saja."Apa dia seorang suami yang baik? Kenapa diam saja." gumam Mischa melirik dokter Samuel yang sedang menelepon sekarang."Halo?""....""Oh, ya. Ya dokter Boyke, saya cuti beberapa hari. Mungkin hanya lima hari saja, hahah.""....""Waah, tidak tahu. Saya belum berencana kesana, hahah!""...."Mischa masih memperhatikan suaminya menelepon dengan santai dan senang. Dia berdecak kesal, kenapa sejak di bawa masuk paksa bahkan di tarik tangannya justru di dalam malah di diamkan. Tangannya bersedeka
Mischa dan dokter Samuel menyambut tamu yang hadir, tidak menyangka tamu undangan yang datang sebagian adalah dokter dan para perawat serta petugas di rumah sakit dokter Samuel bertugas. Ada juga doktet-dokter lain dari rumah sakit lain yang di kenalnya dan sering bertemu ketika seminar.Begitu juga rekan bisnis tuan Arta juga kedua orang tua Mischa. Gadis itu sendiri tidak banyak mengundang temannya, tapi juga ada yang memaksa datang karena ingin bertemu dengan Mischa."Jadi kamu jodohnya dengan dokter, Mischa?" tanya teman kuliahnya dulu ketika mereka berkumpul dengan teman satu angkatan kuliahnya, hanya beberapa."Ya, jodoh tidak tahu yang kita dapatkan sih." jawab Mischa menenggak minumannya.Dia ingin minuman beralkohol meski, tapi tidak di sediakan oleh pihak hotel. Itu mungkin orang tuanya yang melarang menyediakan minuman beralkohol."Tapi kamu dulu bercita-cita ingin dapat jodoh seorang arsitektur. Edward, teman kita dulu dia sekarang seorang arsitek terkenal. Karyanya banyak
Keputusan tuan Arta tidak bisa di ganggu gugat oleh siapa pun. Baik Mischa atau pun dokter Samuel, dan laki-laki itu pusing bukan main. Dan kali ini, dia masih berada di rumah Ibra setelah lamaran terpaksanya pada tuan Arta untuk meminta Mischa jadi istrinya.Belum lagi Sintya justru tidak datang ketika lamaran dadakan dan terpaksa itu di lakukan. Alasannya dia tidak bisa pulang ke Indonesia karena pekerjaannya belum selesai. Dan kini, dokter tampan itu duduk lesu di ruang kerja sahabatnya.Ibra menatap sinis, tapi sekaligus kasihan karena terlihat lesu sekali. Belum lagi tekanan dari kakeknya agar segera menikah secepatnya."Bagaimana bisa kakekmu menyuruhku menyiapkan semuanya dalam satu minggu ini menikah. Semuanya serba mendadak, apa ini acara bedah rumah atau uang kaget yang semuanya serba mendadak dan cepat." ucap dokter Samuel."Kamu pikir dulu aku juga mendadak menikah, dua pernikahanku semuanya mendadak. Itu bisa di lakukan, kamu cuma izin rumah sakit untuk mendadak menikah.