Share

Bab 2

last update Last Updated: 2021-11-08 10:00:21

Suasana ruang tamu mewah itu terasa lengang, hanya dua orang wanita duduk berhadapan di satu sofa panjang. Melipat kaki masing-masing, saling memperhatikan ucapan satu sama lain. Persahabatan mereka ibarat anggur yang di fermentasi, semakin lama semakin kuat, semakin menyatu dalam rasa.

“Lo udah pastiin Monica ke sini?” tanya Emma.

“Udah, dia lagi on the way.”

“Gis, bukannya apa-apa. Pikirin lagi matang-matang. Gimana lo bisa tahu dia dari keluarga baik-baik? Apa entar lo malah memelihara ‘macan’ di rumah ini?”

Giselle tertawa kecil. “Nggak lah, Em. Gua pasti tahu, gua punya insting untuk menilai seseorang.”

Emma mendengus sembari menggelung rambutnya yang sebagian terjatuh di sisi kepalanya. “Kedengarannya emang mudah. Suntikin sperma laki lo ke rahim dia, bayi tumbuh dan bim salabim, bayi lahir, urusan beres.”

“Udah seharusnya seperti itu, kan?&

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Yang Terpilih   Bab 3

    Giselle baru saja menutup sambungan telepon dengan ibunya. Dia menceritakanrencananya. Tak banyak yang dikatakan Sang Mommy padanya, karena wanita itu sangat mengerti posisi putrinya itu. No bargaining power, anaknya berada di posisi sudut, tak ada jalan lain yang bisa dia gunakan sebagai alasan untuk menolak. “Apa pun yang menurut kamu baik, lakukanlah. Gunakan logika dan perasaan kamu secara seimbang. Jangan sradak-sruduk.” “Iya. Mom. Wish me luck.” “Always.” Dia menekan nomor yang lain tak lama setelah sambungan telepon terputus. Monica. “Ha

    Last Updated : 2021-11-09
  • Yang Terpilih   Bab 4

    Giselle tertegun, dengan ponsel masih di tangan. Semua di luar perkiraannya. Setelah satu bulan berlalu, tiba-tiba saja Dokter Aviv meneleponnya, mengundang dirinya ke rumah dokter itu. “Maaf, maksud undangan ini apa, Dok?” tanyanya ragu, ujung jarinya mengusap kening. “Sekadar brainstorming, tentang inseminasi buatan yang kamu pernah tanyakan kepada saya.” “Maksudnya?” “Kita akan bicarakan nanti di rumah saya. Oke?” “Ba … baik,” Giselle merasakan kegugupan luar biasa. Mendadak jantungnya berdebar lebih kencang dari biasanya.

    Last Updated : 2021-11-10
  • Yang Terpilih   Bab 5

    Hari ini adalah hari yang berbeda bagi Rosa. Setelah pertemuannya beberapa waktu lalu dengan Giselle, dia mendapat kabar bahwa prosedur awal mulai harus dilaksanakan.Konsekuensi dari keputusannya adalah, dia harus keluar dari tempat kerjanya. Kemarin dia sudah menghadap Melan, menjelaskan keputusannya. “Lo benar-benar udah yakin, Ros?” tanya Melan sambil menaiki tangga. Melan mengajak Rosa ke atas, agar perbincangan mereka tidak didengarkan oleh karyawan yang lain. “Iya, Ci,” jawab Rosa. Melan mempersilakan anak buahnya itu untuk duduk. “Gua hanya ngingetin lo sekali lagi, Ros. Lo sedang menginjak sesuatu yang sangat tipis. Lo ngerti maksud gua?”

    Last Updated : 2021-11-11
  • Yang Terpilih   Bab 6

    2 Maret 2003-MingguTak banyak yang bisa direnungkan kembali oleh Rosa sepulang dari rumah sakit kemarin, semua sudah dia pikirkan sepanjang hari dan malam. Apa yang dia lakukan kemarin bersama dua orang wanita yang sebenarnya adalah orang asing, benar-benar membuatnya merasa berada di dunia yang sangat berbeda. Enning dan Enceng terasa semakin jauh dari benak. Sempat dia menimang ponsel berwarna abu-abu pemberian Mardi, namun ada rasa takut menyelinap bahwa dirinya tidak akan mampu menahan diri untuk bercerita semuanya kepada Enning. Dia meyakini, apa pun yang sampai di telinga Enning, akan sampai di telinga ayahnya. Sang surya sudah berada di peraduannya, malas untuk menyinarkan pesonanya lebih lama. Rosa pun sudah merasa remuk seluruh tulangnya. Malam ini dia memanjakan tubuhnya dengan tertidur pulas sampai pagi menjelang. Tanpa mimpi, bahkan senyum yan

    Last Updated : 2021-11-12
  • Yang Terpilih   Bab 7

    5 Maret 2003-RabuSemburat lembayung di ufuk timur mulai terlihat. Dingin masih menyelimuti sebagian kota metropolitan. Namun ini bukannya tak lekang, kesejukan itu akan segera tersingkir oleh panas matahari dan asap knalpot kendaraan. Lalu layaknya kota besar di negara tropis, panas akan menyengat. Rosa masih tertidur meringkuk di kasurnya, menikmati mimpi panjang tentang menggapai cita-cita. Di mana dia bisa terbang seperti layaknya burung yang bersayap. Di mana dia bisa menggapai buah ranum di dahan yang tinggi dengan hanya sekali lompatan. Sungguh menyenangkan. Dia tertawa di sana, berceloteh dengan bahagia, pada kedua orangtuanya, pada Enning dan Enceng, serta Nyak. Tanpa Mardi. Tak ada bayangan Mardi hadir di sana.&n

    Last Updated : 2021-11-13
  • Yang Terpilih   Bab 8

    25 Maret 2003-SelasaHari HEntah bagaimana harus menyebut pagi ini. Kelabu atau cerah. Kedua perasaan itu bergelayut begitu saja di dada Rosa. Setelah membereskan bajunya semalam, Rosa keluar kamar, namun Mardi sudah masuk ke kamarnya sendiri. Keraguan membuatnya membatalkan niat untuk mengetuk pintu kamar Mardi. Paling tidak, sebenarnya dia ingin menghabiskan waktu beberapa saat lebih lama bersama laki-laki itu. Tadi dia dan Mardi hanya bertatapan muka pagi ini. Tidak ada satu pun di antara mereka yang mengeluarkan sekecap kata. Rosa mengantar Mardi ke teras dengan kening berkerut dan bibir yang tertarik ke bawah. Gerung motor Mardi yang terakhir terdengar di telinganya. Tidak ada salam perpisahan. Tidak ada seulas senyum pun.

    Last Updated : 2021-11-14
  • Yang Terpilih   Bab 9

    Giselle dan Rosa sedang menikmati hari Minggu mereka di rumah. Selama beberapa hari ini, keduanya sering meluangkan waktu bersama. Membaca koleksi novel milik Giselle, menonton film atau sekadar mengobrol ngalur-ngidul. Giselle berusaha menyerap seluruh cerita tentang kehidupan ibu dari calon anaknya itu. Rosa yang awalnya merasa canggung berada di rumah Giselle, lambat laun mulai bisa beradaptasi. Dia belajar cepat bagaimana kodratnya sebagai makhluk sosial yang dikaruniai akal budi bisa meleburkan diri ke dalam lingkungan yang sama sekali asing. Jika Giselle tidak ada di rumah, Rosa berkeliling rumah. Mengenali setiap sudut kemewahan yang hanya dihuni oleh dua orang. Malah lebih banyak pembantu daripada anggota keluarga pemilik rumah. Sudah seminggu lebi

    Last Updated : 2021-11-15
  • Yang Terpilih   Bab 11

    Tidak banyak penambahan dekorasi untuk acara ulang tahun Giselle malam ini. Dari luar bahkan tidak menampakkan keramaian. Mobil yang berdatangan telah memenuhi halaman rumah, tidak ada yang diparkir di luar. Acara ulang tahun ekslusif, bagi kerabat saja. Orangtua Giselle dan David saling mengobrol di sofa. Adik David yang baru datang dari Inggris juga terlihat di antara kerumunan. Emma terlihat baru datang, bersama anak dan pengasuh anaknya. Ruang keluarga hanya dihias beberapa vas dengan bunga mawar berwarna-warni berukuran besar dan satu rangkaian besar bunga lily sebagai pusat perhatian di ruangan itu. Giselle? Iya, dia pun menjadi Putri Jelita malam ini, ditambah keanggunan luarbiasa yang memesona. Rambutnya tergerai, bergelombang indah, menutupi sebagian besar

    Last Updated : 2021-11-16

Latest chapter

  • Yang Terpilih   Rosa Putri Azra-Jodoh Tak Kemana

    Tahun 2004 Rosa menatap keluar jendela mobil, matanya bergerak mengamati setiap pohon besar yang tumbuh di sepanjang jalan. Sesekali dia menarik jaketnya, dingin AC mobil membuatnya menarik kedua kakinya, meringkuk seperti anak kecil. Kini kepalanya bersandar pada kaca jendela, tidak nyaman baginya tapi cukup membuatnya memiliki ruang mengamati seisi mobil. Di depannya persis, sopir terlihat begitu khusuk menjaga laju kendaraan dan mungkin juga laju kantuk di matanya. Di samping sopir Mardi tertidur lelap, kepalanya miring ke kiri, dengkuran halus terdengar dari mulutnya. Rosa tersenyum tipis melihat itu. Di kursi sebelah Rosa, ibu Nyak juga tertidur. Rosa mengangkat tubuhnya, merapikan sarung yang dijadikan selimut tubuh Nyak lalu kembali ke posisinya semula. Sedangkan di kursi belakang Mpok Leli, kakak Mardi yang di Rawalumbu tidur telentang sendirian. Matanya kembali k

  • Yang Terpilih   Epilog

    Tiga tahun kemudian Rumah sakit khusus ibu dan anak yang mewah itu ramai oleh pengunjung. Berbeda dengan rumah sakit umum, wajah yang terlihat kebanyakan wajah ceria. Lebih banyak kabar gembira di sini, yaitu kelahiran jiwa baru ke dunia. Seorang wanita berambut sebahu sedang mengawasi seorang bocah berumur empat tahun. Bocah tampan berkulit putih. Sesekali mulut wanita cantik itu berteriak memanggil nama anak kecil yang tampak begitu lincah dan sehat. “Mommy!” seru sang bocah sembari berlari dari kejauhan dengan mainan pesawat di tangannya. Wanita itu tersenyum lebar, membentangkan kedua lengannya, lalu menerima tubuh gempal anaknya ke dalam pelukannya.&n

  • Yang Terpilih   Bab 24

    Giselle masih mematung saat bayangan mobil yang mengantar Rosa menghilang daripandangannya. Di saat itu juga, dia merasakan kelegaan luar biasa, seakan terbebas dari himpitan dua batu besar. Matanya mengerjap berkali-kali, sudah tidak ada airmata yang menetes atau tergenang. , Perlahan tubuhnya mengendur. Saraf otaknya yang sedari tadi tegang, kini terasa ringan. Bola salju besar yang menggelinding karena ulahnya, sekarang sudah diam, berhenti dan meleleh lalu lenyap meresap ke dalam bumi. David juga masih di posisi yang sama, membeku. Namun kewarasannya menegur, dia menoleh kepada istrinya dan mencoba tersenyum. “Sayang ... sudah. Semua sudah berlalu,” bisik David sembari menciumi pelipis istrinya. Giselle menarik napas panjang lalu tercekat be

  • Yang Terpilih   Bab 23

    Rosa berdiri, menunggu penumpang di sebelahnya berlalu lalu dia menyusul di belakang. Berjalan perlahan sepanjang koridor pesawat, membalas senyum sekadarnya pada pramugari yang memberi salam. Udara hangat menerpa wajahnya seketika, saat dia mulai menuruni tangga pesawat. Angin menyibak rambut panjang terurainya, helai hitam itu membelai wajah matangnya yang terlihat tirus. Mata indah yang biasanya bersinar, kini redup kehilangan cahaya. Ada yang menarik paksa seluruh keceriannya, namun mengembalikan makna kehidupannya. Tas baju sudah ada di tangannya, menunggu sopir di depan pintu kedatangan terminal 2E. Salam dari Pak Kosim hanya disambut Rosa dengan anggukan kecil. Berkali-kali gadis muda yang mendadak dewasa ini menarik napas panjang, lalu menghelanya perlahan, seolah hendak mengeluarkan segala sesak di dada. Selama berada di Madura,

  • Yang Terpilih   Bab 22

    Surat Yassin berkumandang. Rosa melafalkan doa itu dengan segenap hati, ada genangan di matanya yang setiap saat bisa meluber. Wajah ibunya terbayang, sejak acara tahlilan tujuh hari meninggalnya ibunya ini dimulai hingga hampir berakhir, dia selalu menarik ujung kerudung berwarna hitamnya agar orang-orang yang duduk di sebelah kanan kirinya tidak melihat sudut matanya yang mulai basah. Atau dia takut orang lain melihat rasa bersalah di wajahnya? Dia menatap ayahnya di seberang ruangan yang tengah menunduk, melafal dengan penuh hikmat. Tubuh kurus ayahnya dan uban yang memenuhi kepalanya itu membuat hatinya kembali seolah diiris sembilu. Pedih. Rasa sesal tak bisa dibendungnya lagi. Setiap hari sejak kematian ibunya, adalah dera penyesalan. Namun hidup bukanlah sebuah buku yang bisa dibuka lembar demi lembarnya sekena hati, yang bisa kembali ke masa lalu atau pergi ke masa depan. Waktu tidak akan pernah

  • Yang Terpilih   Bab 21

    Tuntutan hukum Giselle membuat Rosa bingung, tidak tahu harus bagaimana. Hanya satu orang mungkin yang bisa menolongnya. Tommy. Rosa menelepon Tommy, dengan suara berbisik di kamarnya. “Mbak Giselle lapor polisi, Mas Tommy, gimana ini??” tanya Rosa bingung. “Maksudnya? Lapor apa?” tanya Tommy bingung. “Mbak Giselle melaporkan saya ke polisi, katanya saya sudah melakukan pemerasan. Saya takut…” jelas Rosa. Tommy terdiam sejenak. Sebagai pengacara, dia sangat mengerti mengapa Giselle melakukan hal itu. Dia berpura-pura tenang da mengatur nada bicaranya. Uang yang ada di depan matanya tidak boleh lepas.&

  • Yang Terpilih   Bab 20

    Sudah sebulan berlalu sejak insiden Rosa ketahuan belangnya. Sekarang Rosa sudah pulih sama sekali dari luka bekas operasi. Mungkin karena Rosa masih sangat muda, kemarahan orangtuanya tidak begitu membekas, seperti anak kecil ketahuan nakal—dia cepat pula melupakannya. Dia yakin orangtuanya pasti akan memaafkannya. Rosa kembali ceria dan menikmati hidupnya yang penuh kemewahan. Apalagi Giselle sudah membayar lunas haknya dan David memanjakannya dengan uang jajan. Walaupun kini dia jarang menggendong Raynar, tapi air susunya masih sangat dibutuhkan. Dia merasa masih memiliki “senjata” untuk bertahan di rumah Giselle. “Bo’… Rosa mau kirim lagi seratus juta…” kata Rosa minggu lalu melalui telepon. “Tak perlu, Ep

  • Yang Terpilih   Bab 19

    Giselle menimbang-nimbang kapan waktu terbaik untuk berbalik mengancam Rosa seperti yang diajarkan Emma. Setiap kali dia mundur, begitu mengingat Rosa adalah pemberi ASI terbaik buat Raynar. Mulutnya terasa terkunci. Kalau Rosa stress gara-gara dirinya, lalu David mengetahui, apa yang akan dikatakan oleh suaminya? Mungkin malah memperburuk situasinya saat ini. Pagi ini Giselle berniat mengajak Raynar berjalan-jalan ke kebun, mandi matahari. Dia menggendong Raynar, mengecup anaknya yang baru bangun tidur berkali-kali hingga membuat Raynar menangis. Lalu Giselle tertawa, menciumi lagi anaknya yang malah tersenyum padanya. Mungkin Raynar merasakan besarnya cinta kasih yang dimiliki oleh Giselle. “Raynar berjemur dulu, yuk, sama Mommy, nanti minum susu. Okay?” kata Giselle.&

  • Yang Terpilih   Bab 18

    Rosa melamun di ruang tamu. Tadi Raynar dibawa Giselle untuk vaksinasi di rumah sakit dan menolak keras Rosa ikut. “Kamu nggak perlu ikut, Ros,” kata Giselle kalem saat menggendong Raynar. “Ayo, Sus,” ajaknya ke penjaga Raynar. “Tapi, Mbak…” Rosa berusaha membantah. “Saya bisa sendiri, dan memang saya harus melakukannya sendiri,” kata Giselle. “O, ya, asal kamu tahu saja, Raynar sudah punya akta lahir dan masuk ke dalam Kartu Keluarga di sini, jadi kamu mengerti maksudnya, kan?” Giselle mengangkat dagunya ke arah fotokopi dokumen yang tadi dia keluarkan dari tas. Rosa menghampiri berkas itu, nama Raynar Wicaksono tercetak di b

DMCA.com Protection Status