Kesya menyusuri taman dengan pandangan kosong. Sesekali kepalanya menengadah berusaha menahan genangan air mata yang mendesak keluar. Sesuatu hal tampak mengganggu pikirannya saat ini dan tentulah itu bukan perkara kecil sehingga berpotensi untuk menghilangkan sinar kebahagiaan di wajah Kesya.
Di tengah keramaian dan remang malam, Kesya merasakan perasaan gelisah yang teramat sangat. Wanita itu sudah sekuat tenaga untuk menyembunyikan kebenaran yang sesungguhnya dari Sean. Namun, hatinya begitu tidak sanggup ketika harus berhadapan dengan wajah Sean yang dipenuhi oleh ketulusan.Menyakitkan bukan jika dengan keadaan terpaksa melakukan sesuatu demi melindungi orang yang dicintai. Tetapi, saat ini Kesya sudah sangat yakin bahwa kebohongan adalah pilihan yang terbaik.Sepasang kaki itu membawa tubuh Kesya tanpa arah. Tidak tahu harus kemana, dia hanya mengikuti bisikan hati saat ini.Kesya terperanjat ketika seseorang meraih tangannya dan membalikkan tubuhnyKetika Kesya sudah berdiri di depan mansion semegah istana, entah mengapa dia seakan ingin melarikan diri sesegera mungkin lalu bersembunyi di balik kegelapan supaya tidak terlihat oleh siapapun. Sesungguhnya, keraguan itu sudah menguasai hati dan pikirannya sejak tadi. Keysa menghela napas pendek-pendek, sungguh aneh memang perasaan manusia, bisa berubah dalam setiap detiknya."Silahkan nyonya." dengan sikap sopan Ben menuntun jalan bagi Kesya.Hal yang pertama sekali menyahuti ingatan Kesya adalah sebuah kenangan. Pastinya kenangan yang berbumbu manis ketika Sean dan dirinya berkunjung disini. Mata besar Kesya tertuju ke arah ruang makan yang dulu pernah meninggalkan jejak hangat disana. Pada hari itu, pertama sekali bagi cerita hidup Kesya dapat merasakan arti keluarga. Meskipun diiringi perang dingin namun tetap saja menyelipkan bahagia tersendiri baginya."Nyonya Kesya?" suara berat Ben menyentak kesadaran dari angan indah."Hmm?" jaw
Tubuh Kesya merosot disisi pintu mobil. Bahunya bergetar kuat dikarenakan tangisnya yang begitu menyakitkan. Tidak peduli para pengawal dan pelayan yang melihat dirinya saat ini namun, perasaan sesak itu harus segera meluap.Semua itu tidak luput dalam pengawasan Ben. Dia sudah tahu hal ini pasti terjadi. Sekalipun Charles menyukai sosok Kesya namun, Kingston jauh lebih berarti baginya. Hal itulah yang membuat seisi istana ini bisa bertahan menumpang hidup. Jika Charles lemah maka tidak hanya dirinya hancur tetapi juga semua orang yang menggantung hidup pada Kingston. Perasaan, Charles sudah mengubur perasaan itu dalam-dalam. Baginya lebih baik menjadi sosok yang berlogika daripada berperasaan."Nyonya, lebih baik kita pergi." dengan canggung Ben membungkuk ke arah Kesya.Tangan Kesya bergerak untuk menghapus air matanya. Perlahan dia bangkit dari posisi duduknya."Maafkan aku." ujarnya dengan serak lalu masuk ke dalam mobil.Ke
"Kesya?" suara nada rendah Sean mampu menembus pertahan wanita itu. "Apa yang sedang sedang kau sembunyikan dariku." geramnya tertahan saat tak kunjung juga mendapat jawaban.Dengan dipenuhi ketidaksabaran, Sean mengangkat tubuh Kesya ke pangkuannya dan memberi tatapan mengintimidasi padanya."Katakan." Sean mengambil paksa rahang Kesya supaya tidak bergerak liar."A...ayahmu menyuruhku... untuk meninggalkanmu." dilanda perasaan gugup yang teramat sangat tidak ada yang bisa dilakukan Kesya selain menautkan tangannya sendiri.Ekspresi Sean berubah tegang luar biasa dan Kesya bisa memastikan bahwa detak jantung lelaki itu tidak bekerja normal. Hal itu diketahuinya dengan jarak mereka yang begitu dekat suara detak jantung itu tertangkap jelas di pendengarannya. Pengaruh alkohol itu berangsur perlahan-lahan, kini otak Kesya sudah mampu menyimpulkan bahwa semua rahasia itu sudah terbongkar.Hal itu diketahuinya saat ekspresi Sean sud
Kesya tertunduk pasrah ketika Sean melempar tatapan tajam padanya. Kepalanya terasa sangat berat karena pengaruh alkohol yang belum sepenuhnya hilang. Sikapnya persis seperti anak kecil yang sedang ketangkap basah melanggar hukuman. Entah sudah berapa lama Sean memberikan dirinya wejangan nikmat yang terasa menggelitik."Apa yang sedang kau pikirkan di otak kecilmu ini?" sedari tadi Sean sudah menahan tawa menyaksikan tingkah lucu Keysa."Memangnya apa yang ku pikirkan, otak kecilku ini sedang bekerja untuk menyimpan semua perkataanmu." dengan nada jengkel Kesya membantah dengan cepat semua gagasan Sean."Lantas, mengapa kau menundukkan kepala begitu? Apa kau sedang merasa tersentuh dengan wejangan ku?" Sean menyelipkan nada menggoda disana."Diamlah. Aku sedang tidak ingin bergurau saat ini." dengan memasang wajah yang teramat kesal, namun ekspresinya berubah datar.Sean tersenyum penuh arti. "Baiklah sayang, lebih baik kau lek
BRAKK......!!!!!!!Seisi ruangan itu terlonjak kaget ketika pintu terbuka kasar. Seorang lelaki berbadan tegap berdiri sambil menyeringai. Langkah kakinya yang melambat seakan mampu mengantarkan gejolak takut. Dan benar saja, tak satupun dari antara mereka yang berada mengangkat wajahnya. Aura ruangan itu berubah dingin bahkan teramat dingin membuat napas terasa sesak. Ketika kaki panjang itu mendekati salah satu sisi meja, sekujur tubuh mereka menegang."Apa terjadi sesuatu hal yang tidak menyenangkan? Mengapa seluruh petinggi Kingston terlihat ketakutan?" nada dingin menusuk Sean seakan mampu menembus dinding ruangan itu.Sean tampak mengerutkan kening saat kalimatnya di balas keheningan. Dengan posisi berdiri dan kedua tangan tersimpan rapi di saku celananya, Sean mengarahkan tatapan tajamnya di seluruh penjuru ruangan hingga berakhir pada seorang lelaki yang duduk di kursi kebesaran Kingston. Perlahan, kakinya melangkah mendekati kursi itu.
"Buka mulutmu sayang, ini yang terakhir." dengan penuh rasa kesabaran Maria sedari tadi tidak mengenal lelah untuk membujuk Sheila yang begitu sulit untuk ditaklukkan."Sudah cukup ibu. Aku tidak mau lagi." perintah Sheila dengan tegas.Mendengar kalimat penegasan itu,Maria menghela nafas pasrah. Dia meletakkan mangkuk di nampan lalu menaruhnya diatas meja. Maria mengawasi wajah Sheila dengan seksama, tampak kerutan tipis di keningnya ketika melihat kesedihan di wajah Sheila."Ada apa denganmu sayang?" Maria berujar dengan nada lembut, mencoba untuk memberi sedikit ketenangan pada Sheila."Aku tidak apa-apa. Hanya saja aku sangat merindukan Sean." kilat kemarahan yang biasanya bersinar di kedua mata Sheila Jun tampak"Jika kau memang merindukannya berusahalah agar cepat pulih." Maria berucap lembut tetapi tegas, tangannya bergerak mengelus lembut surai hitam Sheila.Seketika Sheila menggeram, perlahan-lahan sinar kema
Ketika mobil itu memasuki area parkir, langsung saja sesosok lelaki melompat dari sana dan berlari kencang. Ekspresi wajahnya tampak begitu ketakutan, dia bahkan melewati barisan para pelayan begitu saja yang sudah berdiri untuk menyambut kedatangannya."Sayang? Kesya?" dengan jantung yang berdebar kencang Sean menaiki tangga menuju kamarnya.Lelaki itu membuka pintu dengan kasar hingga membuat orang-orang disana berjengkit kaget. Tatapan Sean terkunci pada satu titik, pada seorang wanita yang terbaring lemas di atas ranjang."Sayang? Apa.. apa yang terjadi padamu? Kenapa tiba-tiba seperti ini? Katakan padaku di bagian mana yang sakit?" Sean memberikan pertanyaan menuntut pada Kesya tanpa memberikan sedikit waktu untuk berpikir.Kesya menggeram tertahan, kepalanya menjadi terasa sakit dengan pertanyaan menuntut yang dilontarkan Sean. Dengan memasang senyum lemah Kesya menolehkan kepala ke arah Sean."Kepala... sakit sekali." Kes
"Apa kau memiliki penjelasan yang masuk akal tentang semua ini Kesya?" Sean tengah duduk dengan bertopang kaki sambil menatap tajam ke arah Kesya.Suasana hatinya begitu buruk. Andai saja Kesya bukan wanita yang dicintainya sudah dapat dipastikan wanita itu tidak akan lagi bisa menyaksikan sang Surya keesokan hari. Walaupun demikian, ekspresinya tampak tenang saat ini sengaja menyembunyikan aura berbahaya yang tersimpan rapi di dalam jiwanya."Apa kau mulai membisu? Atau mungkin telingamu tidak bekerja dengan baik?" Sean berujar dengan rentetan pertanyaan menuntut, mendesak Kesya untuk segera memberi jawaban semua itu.Kesya sendiri hanya bisa terdiam, dia sama sekali belum menemukan jawaban yang tepat. Tatapan Sean yang seakan menusuk jantungnya membuat Kesya kesulitan untuk berpikir dan merangkai kata untuk berkilah. Aura kamar itu sangatlah panas, Kesya bahkan sangat kesulitan untuk sekedar bernafas."Kesya." suara Sean dalam nan tegas
Hari ini benar-benar datang. Detik waktu yang terus bergulir tanpa terasa menghantarkan setiap saat dengan kisah yang berbeda-beda. Siapa sangka,momentyang ditunggu-tunggunya kini telah tiba. Mimpi yang sekian lama dibangun akhirnya akan tergapai dalam hitungan menit. Cerita lama mulai usang dikubur bersama kesakitan, merasa malu untuk menampakkan diri pada cerita baru yang penuh harapan. Seorang perempuan yang sangat cantik tampak mengenakan gaun berwarna putih panjang. Potongan gaun pernikahan itu sedikit merendah di bagian dad@ membentuk hurufVmenampakkan leher jenjang nan bahu seksi itu. Tubuh indahnya terbungkus mewah dan membuat matanya tampak enggan berpaling. Kesya menatap pantulan dirinya di dalam cermin besar itu. Dia sangatlah cantik bak seorang Dewi. Mata coklatnya terlihat berkaca-kaca diselimuti keharuan yang luar biasa. Lengannya yang dibungkus kain putih berjaring terlihat bergetar ketika di sentuhkan ke w
"Apa maksudmu!"Wajah Charles mengeras mendapat perlakuan sedemikian buruk. Langkahnya untuk segera bertemu dengan Emily tertahan begitu saja karena para pengawal langsung bergerak sigap, memagari dirinya supaya tidak bisa masuk. Charles menggertakkan giginya, kemarahannya yang tampak kelas menguar dari matanya membuat suasana disini terasa mencekam. Begitupun halnya dengan para pengawal itu, tetapi mereka lebih menaruh rasa takut pada kemarahan Sean nantinya. Lelaki itu akan murka jika perintahnya dibantah, bisa saja leher mereka akan menjadi sasaran amukannya. Karena itulah untuk menghindari semuanya, mereka lebih baik memilih perintah Sean."Ku katakan sekali lagi menyingkir dari jalanku" desis Charles mengancam."Maaf tuan. Anda tidak bisa masuk."Rupanya amarahnya itu tak lagi bisa ditahan. Di detik yang sama Charles menelusupkan tangannya di balik jas, meraih senjatanya sebelum kemudian menodongkannya tepat di dahi pengawal itu.
"Apa yang sedang kau lakukan?"Dahi Kesya berkerut ketika melihat keberadaan Sean di dapur. Lelaki itu bertelanjang dada dan hanya menggunakan celana pendek selutut. Kesya melangkah maju ke arah Sean sambil mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan. Sean yang rupanya memergoki kebingungan istrinya tersenyum tipis. Perempuan itu pastilah bertanya-tanya mengapa keadaan rumah ini sepi. Namun Sean tidak ingin menyudahi kebingungan Kesya untuk waktu yang cepat, dia masih ingin menikmati wajah cantik itu dalam selang waktu yang lama."Kemana semua para pelayan? Sejak kita pindah di rumah ini, aku tidak menemukan siapapun selain kita berdua dan beberapa pengawal yang berjaga di luar." sambil menolehkan kepala ke arah Sean, Kesya berkata. Mengambil jarak sedekat mungkin, berdiri tepat di bawah dagu Sean.Ekspresi Sean lembut sementara jemarinya bergerak, menyelipkan anak-anak rambut yang menempel di dahi Kesya. Perempuan itu sungguh cantik, meski tanp
"Selamat pagi."Bisikan lembut yang menyapu indera pendengaran berhasil menembus kesadaran Kesya. Perlahan kelopak matanya mengerjap sebelum kemudian mata coklat terang itu terbuka lebar. Hal yang pertama sekali menyapa penglihatannya adalah wajah Sean yang sangat dekat dengan wajahnya, pipi Kesya merah padam, dia hendak menundukkan kepala tetapi jemari Sean langsung dengan bergerak sigap meraih dagunya memaksa menoleh ke arahnya."Apa yang sedang kau pikirkan? pipimu merona, dan itu membuatku bertanya-tanya." ujar Sean sambil menggeser hidungnya di hidung Kesya."Aku... tidak baik-baik saja." suara Kesya serak, senyumnya terurai karena malu-malu.Sean terkekeh kecil, kemudian menarik pinggang Kesya semakin merapat padanya. Tangannya bergerak sensual mengusap permukaan kulit Kesya, sementara matanya terpaku kedalam mata coklat itu. Sean menipiskan bibirnya ketika melihat pipi Kesya yang bertambah merah padam. Perempuan itu tengah men
Proses percintaan itu berlangsung begitu lama. Setelah ledakan yang luar biasa yang menguras kekuatan fisik dan mental, Kesya terbaring di sana dengan mata nyalang. Dadanya bergerak naik turun berjuang keras untuk memompa udara ke paru-parunya. Tubuh Sean masih terbaring di atasnya, dini hari menjelang lelaki itu seolah enggan melepaskan diri dari tubuhnya.Napas Sean sama terengahnya dengan napas Kesya. Dadanya pun bergerak naik turun sementara kepalanya tenggelam di sisi wajah Kesya, sesekali menggesekkan bibirnya mengirim sinyal senyar untuk kembali menggoda Kesya. Perempuan ini berhasil membuatnya kehilangan kontrol dan itu membuatnya senang. Sean mengeecupi garis leher Kesya, bibirnya mengulas senyum tipis ketika mengingat percintaan mereka tadi. Bagaimana tidak, dia harus membimbing Kesya yang tidak berpengalaman ke dalam hal-hal lain yang tentunya membawa mereka dalam kepuasan bersama."Kau baik-baik saja?"Suara Sean yang terdengar parau tiba
"Istriku."Bisikkan itu lembut mengalun bagaikan musik syahdu yang menyejukkan hati. Di bawah kegelapan temaram Kesya merasakan lekukan lehernya dikecupii. Deru napas terasa panas menggelitik, dadanya yang malang sesak menahan debaran yang memukul. Suara lenguhan lolos tak tertahan ketika merasakan sentuhan itu bertambah intim. Tubuhnya yang tak berdaya, hanya bisa pasrah ketika diraup dan dibawa ke atas ranjang.Sean mengawasi wajah Kesya yang merona karena malu. Ketika kepala Kesya menyentuh permukaan ranjang, lelaki itu langsung menyusul di atasnya, menghadiahkan ciuman terbuka dan lidah menggoda yang tidak mungkin bisa ditolak Kesya. Tanpa ampun Sean meelumat, menccicipi, dan mennyesap kelembutan bibir Kesya yang terasa manis dan meledakkan hasratnya dengan cepat."Bolehkah aku memilikimu seutuhnya malam ini?"Suara Sean yang terdengar parau tiba-tiba terdengar dekat di sisi telinganya, membuat Kesya sedikit terkesiap. Ditatapnya kedal
"Sudahkah ku katakan bahwa hari ini kau cantik sekali?"Sean menangkup sisi kiri dan kanan Kesya lalu menciumnya mesra.Mereka telah selesai mengucapkan sumpah pernikahan dan kali ini adalah saat untuk menyambut para tamu.Hotel itu disulap begitu indah dan mewah layaknya istana. Seluruh sudut ruangan berhias ornamen-ornamen klasik dan bunga-bunga harum mewangi yang sangat indah di pandang mata.Kesya tersipu malu bercampur haru, tak hanya hotel itu yang berhias bunga namun juga hatinya. Para tamu yang mendapat kehormatan untuk menyaksikan secara langsung pernikahan mereka juga tidak sungkan untuk menunjukkan raut kebahagiaan.Kedua kelopak mata Kesya terpejam rapat ketika melihat wajah Sean yang perlahan-lahan mendekati wajahnya. Dia sudah bersiap menerima sentuhan lembut di bibirnya.Dan benar saja, saat sesuatu yang kenyal dan lembut menempel di bibirnya, Kesya langsung tersenyum lebar. Dia mengalungkan kedua tanga
Kesya menggenggam erat-erat kalung yang sudah melingkar di lehernya. Selepas kepergian Diandra, dadanya seketika membuncah bahagia. Meskipun melalui Diandra, namun secara tidak langsung restu Emily bersamanya. Dia mematut wajahnya kembali di hadapan cermin. Beruntung riasan Bobby tidak memudar seperti dugaannya. Kesya menghembuskan nafas pendek, sebentar lagi statusnya akan berubah. Ketika mendengar suara pintu terbuka, dengan cepat Kesya mengangkat kepalanya."Kau cantik sekali wanita penari." ujar Adrian melangkah maju ke arah Kesya.Senyum Kesya melebar. "Terimakasih Adrian." bisiknya sepenuh hati.Adrian tersenyum tipis bercampur kepedihan. Rasanya sakit sekali harus merelakan wanita yang kita cintai bersanding dengan lelaki lain. Tetapi demi kebahagiaannya, terkadang kita harus merelakan sesuatu yang memang tidak ditakdirkan untuk kita.Berbahagialah Kesya, semoga cintaku segera menghilang. Aku tidak ingin selamanya tersiksa dengan ci
Detik waktu yang terus bergulir tanpa terasa menghantarkan setiap saat dengan kisah yang berbeda-beda. Siapa sangka, hati yang ditunggu-tunggu kini telah tiba. Mimpi yang sekian lama dibangun akhirnya akan tergapai dalam hitungan menit. Cerita lama mulai usang dikubur bersama keburukan, merasa malu tuk menampakkan diri pada cerita baru yang penuh harapan.Seorang wanita dibalut dengan gaun mewah sedang duduk menatap dirinya di pantulan kaca. Dia sangatlah cantik bak seorangDewi yang turun dari kahyangan. Mata coklatnya terlihat berkaca-kaca diselimuti keharuan yang luar biasa. Tangannya yang dibungkus kain putih berjaring terlihat bergetar hendak menyentuh wajahnya."Aku sangat membenci air mata pengantin, dengan alasan apapun. Jadi tolong hentikan desakan air matamu, sebelum seluruh riasan mahal ini luntur." Bobby berujar cepat, memberi peringatan keras sebelum hal yang ditakutkannya terjadi.Kesya tersenyum lebar lalu menganggukkan kepala. Sekuat t