Wati juga berusaha mengejar Cita. Namun ia kehilangan jejak, tapi samar terlihat putrinya berlari ke gerbang kontrakan. Wati mencari ke setiap sudut kontrakan. Ia sangat panik, mengapa anaknya sampai berlari sekencang itu. Setelah satu jam kesana-kemari namun tak membuahkan hasil, Wati penasaran dengan rumah tempat Bi Sumi tinggal yang berada tepat di pinggir tembok pagar.Rumahnya sangat dingin dan gelap, karena berada tepat di bawah pohon beringin yang rindang. Wati ingin menanyakan, mungkin saja Bi Sumi melihat putrinya. Saat mengintip di jendela, terlihat Cita sedang makan di sana. Tapi dia makan di nampan sesajen. Wati bisa pastikan itu sesajen karena ada dupa yang masih menyala di depannya.Wati langsung menggedor-gedor pintu rumah Bi Sumi. Ia sangat panik, melihat Cita di dalam sana. Entah apa yang sedang ia lakukan."Bi ... Buka Bi! Bi Sumi ...! Citaaa!! Bukaa Nak. Buka!!" teriak Wati sambil menggedor keras daun pintu. Lalu pintu itu terbuk
Kini Wati tengah berada di dalam kosan Aldo, sembari menatap dua orang yang tengah terbaring. Entah tidur entah apa, yang pasti Aldo dan putrinya seperti sedang tertidur lelap.Tepat di belakangnya ada dua orang yang sedang duduk bersila. Seperti sedang bersemedi. Kedua tangannya direkatkan dan mata mereka terpejam. Dalam kebingungan dan kekalutan, Wati menelepon suaminya Sugeng."Halo. Pak, bapak di mana?""Masih di kantor, Ma. Ada apa?""Bapak kapan pulang?""Sepertinya bapak lembur. Pasti pulangnya larut malam. Gak apa-apa kan, Ma?"Wati tadinya ingin mengatakan keadaan Cita pada suaminya, namun mendengar sang suami harus lembur. Ia tak jadi mengatakannya dan hanya menangis dalam diam."Ya sudah, Pak. Hati-hati " tutup Wati.Entah siapa lagi ya
"Apa yang kamu lakukan, Sumi?" ucap Pelita sambil menepis tangan Bi Sumi yang tengah membekap Doma dengan bantal. Bi Sumi yang terkejut, langsung berlari keluar. Kini tatapan Pelita tertuju pada Pak Rudi si Bapak kos. Ia pun dengan menunduk cepat-cepat keluar."Citaa ... kau sudah bangun, Nak. Syukurlah," ucap Wati sambil memeluk putrinya. Doma pun bangun perlahan. Beruntung Pelita lebih cepat memergoki aksi Bi Sumi. Telat sedikit saja, bisa-bisa Doma meninggal."Kenapa dia ingin membunuhku?" ucap Doma heran. Saat Sukma keluar dari raga otomatis raga seperti orang yang tengah koma. Jika raga saat kembali sudah tak berdetak maka Sukma tak bisa kembali. Bisa meninggal atau mencari raga yang kosong atau baru. Itulah bahayanya ritual lepas Sukma ini."Mungkin dia takut kerajaan gaibnya lu hancurin kali," celoteh Aldo. Namun ia langsung melamun sambil terdudu
POV BI SUMI Kontrakan Kenanga, empat puluh tahun lalu aku dibawa oleh Ibu Lastri untuk bekerja dengannya. Sebagai perawan tua yang tak kunjung mendapatkan jodoh, aku nekat saja menyanggupi tawarannya itu. Bagi orang di kampungku, dua puluh tahun belum menikah sudah dianggap perawan tua. Mereka terbiasa menikahkan anak gadis saat masih belasan tahun. Demi menghindari omongan orang tua dan tetangga, aku memilih ikut Bu Lastri. Bu Lastri memperlakukanku layaknya pembantu biasa. Menyuruh-nyuruh yang mememang hak dia untuk melakukan itu. Namun rasa lelah dan kadang kesal karena disuruh-suruh terus terhapus sudah jika sudah menerima amplop gaji, hasil keringatku dari majikan. Suami Bu Lastri--Pak Karyo sering menggodaku saat Ibu tak ada. Awalnya aku menolak tapi ia mengancam akan
"Kalau kau mau anakmu bangun kembali. Bawakan aku pemilik baju ini," ucap siluman ular saat datang dan melihat keadaan anak Bi Sumi yang terbaring lemah di kasur. Setumpuk pakaian pria kini tengah dipegang oleh Bi Sumi. Itu pakaian Aldo yang sengaja Bi Sumi tukar dengan baju pengantin Kalina. Baju sudah diletakan di atas meja. Bi Sumi mulai membakar kemenyan dan membaca-bacakan mantra pada baju di depannya. "Selain pemuda itu, kau juga harus melenyapkan pemuda pembawa pedang. Dia bisa mengancam keselamatan kami," ucap Siluman itu lagi. "Bagaimana caranya, Guru?" tanya Bi Sumi kurang paham. "Bunuh dia di alam manusia. Karena ia selayaknya manusia di alamnya. Serang dia saat sedang lemah. Walau dia mempunyai pelindung, tapi bukan berarti tak ada celah. Jangan biarka
#KONTRAKAN_200_RIBU_24Doma kini tengah berada di rooftop kampusnya. Tempat dulu ia sering mengasingkan diri dan bertemu dengan Kalina karena sama-sama dikucilkan. Bayangan kejadian demi kejadian saat Kalina masih menjadi temannya tergambar indah bak menonton drama yang hanya Doma saja yang bisa melihatnya.Lagu Dear God dari grup Gun's and Rose's menjadi backsound mengiring bayangan-bayangan itu menari di pelupuk mata. Terasa nyata, saat matanya melihat Kalina menyeka luka darah di dahi karena dilempar alat praktikum oleh teman. Dia merobek ujung roknya untuk menghentikan laju darah yang mengalir. Saat itu Doma merasa ada yang perduli untuk dia tetap hidup."Demi kau Kalina, aku menanggalkan rasa takut mengasah kemampuan supranatural-ku. Melihat ribuan mahluk mengerikan setiap hari dan melihat arwah-arwah orang yang sudah mati. Demi bisa bertemu dengan arwahmu, aku melakukan semua itu " u
Sugeng yang malam itu membiarkan anak dan istrinya tidur entah dimana karena tak ingin pusing mendengar mereka yang tak ingin pulang ke kontrakan. Tak ada sedikitpun rasa khawatir yang Sugeng rasakan pada anak istrinya itu. Ia pulang sendiri, membuka pintu kontrakan dan langsung tidur saja. Baju kantor yang bau keringat pun masih ia pakai saat membaringkan badan di kasur. Seharian bergelut dengan kertas-kertas dan angka-angka membuat Sugeng sangat kelelahan.Saat sedang tidur, Sugeng mendengar ada orang memasak. Itu seperti sesuatu yang digoreng dalam minyak panas. Suara minyak beradu itu sangat khas dan membuat Sugeng langsung terbangun. Ia pikir Wati, istrinya. Tapi saat melihat jam di tangannya masih jam satu malam. Karena penasaran ia pun berjalan menuju dapur. Saat pintu dapur di buka, semua tampak rapi, bersih, tak ada tanda-tanda bekas masakan.Sugeng jadi terheran sendiri. S
Pelita dan Doma meminta petunjuk dari gurunya perihal bagaimana menghadapi kerajaan Jin di kontrakan Kenanga."Kalian temuilah dulu pemiliknya. Cari tahu siapa yang melakukan pesugihan itu. Buat dia bertaubat dulu baru kita mulai peperangannya. Akan sulit jika si pembuat perjanjian tak mau melepaskannya. Mereka akan tetap kuat karena didorong oleh keyakinan manusianya itu," ujar sang guru.Doma dan Pelita mengerti. Mereka lalu datang ke kosan Aldo untuk bertemu Bapak kos atau Pak RT.Aldo yang tak mau ketinggalan langsung ikut untuk mengobrol dengan Bapak kos."Pak, boleh minta waktunya sebentar. Ada beberapa hal yang ingin kami tanyakan," ujar Pelita. Namun Bapak kos seakan enggan dan menghindar. "Maaf saya lagi sibuk," jawabnya.Padahal ia tak sedang melakukan kegiatan apa-apa. Bapak kos/Rudi disuruh Bi Sumi untuk tak
"Sebenarnya, kita mau kemana sih, Nek?""Ke kontrakan Kenanga."Bu Lastri terkejut saat si Nenek memperlihatkan wajah aslinya yang rusak. "Astagfirullah haladzim" ucap Bu Lastri yang kemudian tak sadarkan diri.Pertarungan antara Ustad Junaidi dan kawan-kawan beserta Doma masih berlangsung sengit. Para santri yang membantu membaca shalawat satu per satu berguguran.Doma melihat Pak Rudi juga ada di pihak mereka yang ikut menyerang. Doma mengeluarkan kertas pengunci roh jahat lalu menempelkannya di dahi Pak Rudi. Ia lalu tergeletak lemah. Setidaknya, ia bisa mengamankan dulu Pak Rudi dari pertempuran ini.Ustad Junaidi masih mendapat perlawanan dari Bi Sumi. Ustad mengalungkan tasbihnya pada leher Bi Sumi. "Aduh! Aduh, panass!" teriak Bi Sumi. Lehernya seperti terbakar dan kepulan asap
Pertarungan makin sengit. Doma dihadang habis-habisan oleh mahluk berwujud wanita berambut panjang hingga menutupi sebagian wajahnya yang berjalan merangkak seperti laba-laba. Di lantai bawah Ustad Junaidi mendapat serangan berupa angin yang sangat kencang hingga hampir melemparkan tubuhnya.Angin yang membuat siapapun yang berada di pusarannya menjadi kesulitan bernapas.Walau entah bertarung dengan siapa, seperti terlihat bertarung melawan angin padahal sesungguhnya penghuni kontrakan Kenanga tengah melakukan perlawanan dengan kekuatan tak kasat mata yang sangat dahsyat.Teman Ustad Junaidi yang lain berjumlah lima orang juga mengalami serangan yang sama. Mereka tetap bertahan melantunkan ayat suci Al-Qur'an untuk melawannya. Para santri pun diminta membacakan surah Yasin sekencang-kencangnya. Nahas beberapa orang santri seperti kehilangan pita suaranya. Bacaan-nya tak
"Do. Jangan, Do. JANGAN!!"Aldo melemparkan tubuhnya dari ketinggian yang bisa meremukkan tubuhnya jika menyentuh tanah.Refleks Pelita menjerit dan menutup mata. Secara tak sadar ia telah menggunakan kekuatannya untuk menahan gaya gravitasi sehingga tubuh Aldo tak serta merta mencium tanah.Perlahan Pelita membuka matanya. Sedikit demi sedikit. Ia takut saat matanya terbuka, sebuah pemandangan mengenaskan terpampang nyata di hadapannya. Tak ada pemandangan Aldo jatuh, yang ada ia malah menatap tajam pada Pelita seperti seekor harimau yang siap menerkam mangsanya. Aldo tiba-tiba melesat ke Arah Pelita dan berusaha mencakar dengan tangannya. Tapi tiba-tiba Doma hadir menghalau serangan itu hingga Aldo terpental.Karena merasa kalah, Aldo lalu berlari entah ke mana."Thanks, ya." Pelita ucapkan pada
#Kontrakan_200_Ribu_35"Kenapa kau mengawetkannya?" tanya Doma sambil meletakkan jenazah itu ke dalam peti. Pak Rudi tertunduk malu sekaligus sedih."Begini ... sebenarnya ... Emhh ... aku takut mayatnya diautopsi polisi. Aku merasa bersalah sekaligus takut jika kematian Kalina menimbulkan masalah untukku nantinya.Ini sebagai ungkapan terakhirku untuk melindunginya." Pak Rudi langsung menangis di samping peti."Tapi arwahnya tak tenang jika tak dikebumikan. Untuk apa? Toh dia tak akan hidup lagi. Bantu aku menghancurkan kerajaan jin yang dibangun oleh suami Bu Lastri dan Bi Sumi. Maka, Kalina pun akan terbebas."Setelah mengatakan itu, arwah Kalina datang dan menatap Doma. Ia menangis bercucuran air mata dengan wajah yang datar.Walau akhirnya Doma tak akan bisa melihat Kalina la
Beberapa saat setelah meminum minuman yang diberikan Pak Rudi, Doma tergeletak. Pak Rudi bergegas membawa Doma yang tak sadarkan diri itu ke ruang bawah tanah. Susah payah ia menyeret tubuh tambun itu. Hingga akhirnya sampai juga di depan sebuah peti. Doma digeletakan begitu saja di pinggirnya."Aku akan menyembunyikanmu di sini, Nak. Kalian akan aman di sini," ucap Pak Rudi. Lalu ia keluar dari tempat itu dan menguncinya kembali.Ustad Junaidi yang terluka akibat gigitan Aldo di pundaknya mengobati luka itu di pondok pesantren. Sengaja ia tak pulang ke rumah, karena tak ingin membuat istrinya hawatir walau jarak rumah dan pondok hanya terhalang empang saja."Seperti gigitan hewan buas, Tad. Habis tarung di mana?" tanya dokter jaga pesantren yang juga teman karibnya--Ustad Habibi."Yakin ... itu gigitan binatang?"tanya
Pelita dan Doma berusaha menggedor-gedor pintu. Namun pintu yang dikunci dari luar sangat sulit walau Doma berusa dobrak. Lewat jendela pun mana mungkin, apartemen Aldo ada di lantai atas lagi pula jendela pun ikut terkunci."Sebenarnya siapa yang mengurung kita di sini? Apa mungkin Aldo? Tapi untuk apa?" tanya Pelita pada Doma ."Entahlah, aku juga blank," jawab Doma."Aku khawatir, dia dalam bahaya." Pelita berucap sambil memandang langit ibu kota dari balik jendela."Pasti sedang ada hal besar. Makanya kita dikurung di sini." Doma dan Pelita berusaha memikirkan bagaimana cara mereka keluar dari kamar itu. Menelepon seseorang pun tak mungkin, pasti Apartemennya di kunci. Doma melihat Pelita tengah fokus pada lubang kunci. Ya ternyata kuncinya menempel dan Pelita berusaha memutar kunci itu dengan kekuatan batinnya. Itu
Aldo menyeringai saat melihat dua temannya telah tak sadarkan diri di lantai kamar tamu. Segera ia mengunci pintunya agar Doma dan Pelita tak bisa pergi walaupun mereka sudah sadar.Sebenarnya saat Aldo menanyakan Bapak kos ke rumahnya, ia tak sengaja melihat Cita tengah duduk sambil murung."Itu, Cita kenapa ada di sini?" tanya Aldo pada putri bapak kos. Lalu putri bapak kos menjawab namun suaranya berbeda dari sebelumnya. Seperti tengah kerasukan. "Dia sedang aku culik. Kalau kau ingin menyelamatkannya datang lagi besok tapi buat dua temanmu itu terkunci di kamar. Mereka akan membuat anak ini takut."Aldo yakin yang berbicara tadi bukan putri pemilik kosan, tapi jin, setan atau sejenisnya.. Ia merasa harus menyelamatkan Cita dari mahluk itu. Maka ide memberi obat tidur muncul agar Doma dan Pelita tidak tahu kemana ia pergi.Setelah mengunci
#KONTRAKAN_200_RIBU_31Setelah diusir secara tidak langsung oleh Bapak kos, Aldo memutuskan untuk pulang ke apartemennya. Aldo memang mempunyai apartemen pemberian orang tuanya, namun ia kurang suka dengan keadaan apartemen yang serba besi dan kaca. Aldo lebih suka menginjakan kaki di tanah dengan semilir angin sejuk dari rimbunnya pepohonan. Bertemu orang-orang yang sangat sulit untuk bermasyarakat di lingkungan tempat tinggalnya kini Apartemen.Selain kegersangan yang monoton, sebenarnya ada hal lain yang membuat Aldo kurang nyaman menempati apartemen miliknya itu. Ia sulit tidur jika berada di sana. Mungkin karena tempatnya cukup lama tak ditempati. Jadi aura rumahnya jadi sedikit menyeramkan. Tapi, mau gimana lagi? Aldo tak punya pilihan lain sebagai tempat tinggal. Maka ia akan berusaha menikmati tempat tinggal barunya itu.Doma dan Pelita membantu Aldo pindahan. Entah mengapa, Pelita
Aldo, Doma dan Pelita meninggalkan rumah Bu Lastri menuju kosan Aldo. Namun sesampainya di kosan, barang-barang Aldo sudah ada di luar semua. Mereka sangat terkejut."Kok barang-barang gue di luar, bro?" ucap Aldo sambil memeriksa barang-barangnya."Pak ..., Bapak kos. Bapaaaak?!" Aldo mencari-cari bapak kos karena hutang penjelasan. Namun tak didapati lelaki tua itu. Aldo beberapa kali menggedor pintu rumah pemilik kontrakan. Posisi pintu kosannya di kunci namun semua barang Aldo sudah ada di luar.Munculah seorang wanita membuka pintu."Mba, mba anaknya bapak kos kan? Mau tanya, kenapa barang-barang saya dikeluarkan?" tanya Aldo cepat. Wanita itu memandang sekilas."Kata Bapak, kamar sudah tidak disewakan lagi. Jadi silahkan cari tempat lain."Aldo benar-benar tidak puas dengan jawaba