Cara berhenti sejenak. Ia lantas menatap Ananta sembari menghembuskan napas. Wajah perempuan tersebut tampak serius dan lesu. Hal itu membuat Ananta kwatir.
"Harusnya cerita ini tidak berputar-putar. Dan aku bisa berterus terang dengan kamu. Aku tau kamu dan aku memiliki satu tujuan yang sama ke hutan itu."
Ananta menyerengit. Menurutnya pernyataan Cara barusan malah berputar-putar dan tampak bertele-tele. "Kamu membuatku pusing."
Perempuan tersebut tersenyum. Menatap orang-orang yang berlalu lalang sembari mengobrol. Cara lantas menyelipkan rambut blonde keritingnya yang terurai ke belakang telinga. "Aku adalah salah satu korban kebakaran itu."
Mata Ananta membulat sempurna. Ia hanya mendapati Cara tersenyum miris dalam dongengnya. "Saat itu. Aku baru saja pulang dari perbatasan setelah membeli bahan makanan. Aku bingung ketika melihat mobil putih melintas dengan kecepatan di atas rata-rata melewatiku keluar dari desa hitam."
Pembicaraa
You can find me in ig losmen_senja
Menyelesaikan sesuatu yang Ananta sendiri tidak tau apa masalahnya. Itu sama seperti ketika kamu harus mengembalikan buaya ke habitat tapi tidak tau di mana buaya itu berasal. Belum lagi karakteristik buaya itu tidak bisa dipastikan akan membahayakan atau tidak. Tapi meskipun begitu Ananta sangat menentang pendapat Cara yang ingin membunuh dalangnya. Menurut Ananta, seseorang bertindak karena suatu alasan. Dan penghakiman yang salah seharusnya tidak terjadi. Hal itu jelas membuat Cara dan Ananta berdebat sampai satu jam lebih kemarin. Tidak ada yang ingin mengalah, jelas. Tapi Ananta memutuskan untuk diam dan mempercepat waktu berlalu. Dalam pantulan cermin kamar Ananta, terlihat pemuda itu berdiri dengan rambut coklat tebal tertata lumayan rapi. Mata coklat yang dulu telah berganti menjadi merah bata. Rahangnya kokok dengan kulit sawo matang. Ia menghembuskan napas. Mencoba meyakinkan dirinya bahwa kehidupan yang tenang akan berakhir beberapa jam dari sekarang. Ananta lantas berba
Cara lebih memfokuskan cerita itu mengenai tiga bangsa yang saling berkaitan. Bangsa manusia, bangsa lathraia dan bangsa peri. Ketiga bangsa yang saling bersanding antara satu dengan yang lain selama sekian abad yang lalu. Mendadak terpecah belah karena salah satu diantaranya berambisi untuk menguasai seluruh bangsa di dunia ini. Haus akan kekuasaan, kekuatan dan keabadian memuat mereka saling bertempur untuk membuktikan mana yang paling hebat untuk berkuasa. Tanpa mereka sadari, ada begitu banyak korban yang merintih pilu akibat pertarungan tersebut. Hingga suatu ketika dua orang dari bangsa lathraia dan bangsa peri melakukan kesepakatan secara rahasia. Mereka membentuk suatu portal dengan cara membunuh seluruh keturunan yang memiliki darah campuran antara manusia, peri dan hewan lathraia. Sampai tidak tersisa sedikitpun. Hilangnya hubungan darah antara ketiga bangsa membuat portal naik dengan sendirinya. Menutupi hutan LeNight dan LeRay secara terpisah hingga makhluk dari kedua ban
Ananta mengangguk, mobil telah melewati pedesaan. Rumah-rumah kecil dan minimalis dengan jarak yang jauh antara satu dengan yang lain. Mereka dipisahkan oleh kebun. Detak jantung Ananta kian cepat ketika mobilnya berhasil melewati gapura yang bertuliskan 'desa hitam'. Itu gapura yang sama dengan yang pernah Ananta temui terakhir kali. Yang membedakan hanyalah gapura itu terlihat lebih baru. Seperti baru saja dibangun. "Kamu jangan terkejut ketika mendapati werewolf itu benar-benar ada. Mereka sangat banyak. Dan tidak menginginkan pendatang lain selain kelompoknya. Kecuali kamu punya ini?" Cara mengeluarkan satu botol minyak wangi. Hanya perlu membuka botol itu aroma mawar dan tanah langsung menguap begitu saja. Aroma itu sama persis dengan minyak wangi yang pernah Alice berikan pada Ananta. "Kamu dapat dari mana?" "Seseorang memberiku ini. Meskipun ini berguna sekali untuk masuk ke wilayah Mercia. Kupikir sekarang tidak lagi. Err, tunggu. Kamu pasti belum tau apa itu Mercia?" Dari
Bukan untuk pertama kalinya ketika seluruh istana Mercia, lebih tepatnya kediaman Alice di bagian paling kiri menara. Menggelegar karena teriakan Alice yang terus memberontak tidak terima. Bagaimana tidak. Perempuan yang saat ini telah menjabat sebagai ratu Mercia tersebut masih bersikap kekanakan dan keras kepala. Ada banyak hal sepele yang mudah sekali memicu amarahnya. Seperti, pelayan yang tiba-tiba menjatuhkan vas bunga sesaat ketika Alice melintas di depannya_yang kemudian akan Alice hukum membersihkan seluruh dapur istana yang totalnya lima belas ruangan. Belum lagi Alice dengan bengis memberi satu hukuman tambahan memenuhi satu sumur dari air danau depan istana. Beruntung ketika malam menjelang dan pelayan tersebut tidak mampu mengisi seperempat pun sumur Charlotte melihatnya. Menyuruh pelayan istirahat sekaligus melupakan hukuman. Itu juga berlaku ketika salah satu pelayan salah membawakan wine kesukaannya saat sarapan. "Ohh, hahaha. Kau pikir aku bodoh, hah?" Alice meletak
Mereka akan diam-diam membicarakan seluruh kejelekan Alice yang pernah dilakukannya sejak lahir. "Kau tidak pernah tau bagaimana gilanya dia. Sekali meledak kau akan tamat!" Seorang pelayan bertubuh ramping dengan wajah bintik-bintik coklat pada bagian hidung dan tulang pipi berujar geram. Pelayan itu juga mengenakan tusuk rambut mawar hijau. Berbeda dari kedua temannya yang memakai tusuk rambut mawar berwarna biru tua. Ketiga pelayan tersebut tengah berkerumun tepat di taman kediaman Raja Charlotte. Memelankan suara sebisa mungkin hanya mereka sendiri yang mendengarkan. "Apa iya? Aku pernah dengar desas-desus bahwa Ratu sudah aneh sejak dulu. Tapi tidak sampai separah ini." Satu pelayan dengan hidung pesek wajah bulat tampak ragu dengan ucapan teman-temannya. Ia tidak pernah melayani ratu Alice secara langsung selama ini. "Tidak hanya gila! Kupikir dia juga terlalu sadis ketika menghukum para pelayan yang bekerja padanya. Oh, jangan lupakan tentang, dia yang sering menyelinap kelu
"Terkadang kumbang yang bergerombol tampak lebih bising dan menyebalkan. Bukan begitu Orion?" Raja Charlotte sengaja berhenti dan berujar penuh penekanan.Seseorang pemuda ber-pedang yang hampir selalu terlihat berdampingan dengan Raja Charlotte kemampuan ia pergi tersebut merendahkan kepala sekali, tanda persetujuan.Ketiga dayang tercekat di tempat. Ketangkap basah hingga bergetar. Salah satu dari mereka saling sodok. Hingga akhirnya si ratu gosip berujar, "ampun Raja. Kami tidak bermaksud menjelekkan keluarga kerajaan. Ampun, kami memang berdosa." Lantas bersimpuh cepat ke tanah. Sembari merunduk ke dua temannya ikut bersimpuh dan berujar secara serentak, "ampuni kami, Raja."Wajah Charlotte berusaha untuk terlihat terkejut melihat reaksi mereka, dan semoga ia memang berhasil."Apa maksud kalian? Apa kalian melakukan kesalahan?" Nada suara Charlotte terdengar dibuat bingung."Apa?" Sama bingungnya, ketiga pelayan tersebut mendongak. Sebisa mungkin untuk Orion menahan tawa. Dengan t
Hutan LeRay. Tidak banyak orang Mercia, penduduk hutan LeNight yang tau betul bagaimana persisnya isi hutan itu. Yang selama ini hanya beberapa gelintir informasi saja yang beredar. LeRay adalah hutan para peri. Kerajaan LeRay dihuni oleh para peri yang bisa dibilang memiliki kekuatan luar biasa untuk menghancurkan seseorang dalam sekejap. Meskipun manusia serigala atau warewolf diklaim sebagai predator, makhluk pembunuh. Para peri jauh lebih mematikan untuk membunuh sesuatu dalam sekejap. Beruntung peri memiliki sisi kelemahan yakni hati yang lembut. Para peri mudah berempati dan kasihan pada makhluk yang dirasa tidak pantas untuk mati. Hal ini akan sedikit kemungkinan dugaan bahwa kerajaan LeRaylah yang sengaja merobohkan portal. Tapi itu tentu tidak berlaku bagi raja Ardolph. Mendiang raja Mercia tersebut masih beranggapan bahwa seseorang yang teramat baik tentu bisa menjadi jahat. Itu membuatnya melakukan banyak penyelidikan secara tersembunyi agar seluruh penduduk tidak cemas.
"Maaf tuan, aku, harusnya aku tidak ceroboh ... maksudku ... aku meninggalkan lilin itu sendirian di sana." Seorang wali sekaligus pengikutnya itu mencicit layaknya tikus sembari menggosok kedua telapak tangan yang gemetar hebat. Matanya berulangkali menelisik dari puing-puing kantor hukum yang habis terbakar dan beralih lagi ke wajah menteri Darwin.Ia hampir tidak pernah melihat tuannya tersebut murka. Terlihat lebih putus asa dari biasanya. Matanya yang tua bergaris-garis masa tampak lelah. Menatap dengan genangan air mata ke arahnya."Aku," "Gilmer," mentri Darwin menyela ucapannya dengan tenang. Berani taruhan, Gilmer lebih suka Mentri Darwin berteriak dan memukulinya dari pada berujar pilu seperti ini."Aku tau, tuan. Aku salah, maafkan aku." Gilmer berulang kali merunduk meminta ampun. Dia telah melenyapkan salinan dokumen yang seharusnya selesai hari ini."Gilmer, tengang dulu. Aku ingin bicara.""Iya," Gilmer terdiam, masih dengan mata kalang kabut melihat beberapa pelayan da
Mendadak sosok itu mendekat. Berjalan lambat dengan langkah-langkahnya yang besar. Tubuh yang tampak kecil tersebut mendadak terlihat makin besar dan tinggi seiring dekatnya mereka. Ananta sedang berusaha untuk tidak menahan napas. Sayangnya hal itu nihil. Aura yang pekat membuta Ananta membeku. Sedangkan disisi lain, Ananta melirik Cara yang sama bisunya. Seolah perempuan itu tau dan sedang menunggu.Tubuhnya hitam tegas. Tinggi menjulang, lebih tinggi dari Ananta sekitar lima belas sentimeter. Dalam hati Ananta monolog, "pantas saja." Kaki yang dibalut celana bahan berwarna hitamnya tampak panjang. Karena itu pria berambut kaku dengan mata biru begitu cepat tiba di depan Cara.Kesan mengerikan tersebut membuat Ananta tercengang ketika pria itu mendadak tersenyum. Menyapa Cara ramah."Dimana Araujo?" Hal pertama yang keluar dari mulut Cara setelah pria tersebut menyapa. Cara tidak sungkan untuk tidak membalas sapaan pria ini."Kau tentu bisa menebak apa yang terjadi." Dengan aksen s
"Benarkah? Apa wajahmu berlubang?" Tanya Cara penasaran. Perempuan tersebut kemudian mendekat."Tidak." Tetapi paku itu berasal dari tempat Cara berdiri. "Berarti kamu menghancurkan paku itu?" Cara makin penasaran dan ini sukses membuat Ananta merasa aneh."Kamu yang melemparkan paku itu dan menghancurkannya tepat di depanku?" Ananta tidak ingin percaya dengan ini. Tetapi mengingat tentang matanya, cahaya biru laut, api merah darah membuat Ananta berpikir kemungkinan itu bisa saja terjadi."Konyol. Kamu yang melakukan itu sendiri." Cara terkikik. Postur tubuhnya yang semula serius kembali rileks. Tepat ketika menyadari Ananta masih syok ia kembali berujar, "aku yang melemparkan paku itu," Ananta membelalak. Dan sebelum pemuda tersebut membuka mulut Cara lebih dulu menerobos, "hanya untuk memastikan sesuatu. Ternyata itu bukan softlens.""Apa maksudmu?" Ananta bingung.Tetapi Cara malah tertawa, "Ananta. Aku tidak sebodoh itu. Menurutmu, untuk apa aku membawamu ke seni kalau bukan ka
Esoknya pagi-pagi sekali Ananta terjaga dengan beberapa pilihan rencana dalam pikirannya. Seakan otaknya yang tidur telah berjaga semalaman. Dia bangun, memakai baju putih polos dengan kaus abu dibagian dalam. Meninggalkan kamar sepetak yang dominan kayu di berbagai sisi.Kakinya dengan ringan menyusuri ruang tengah sederhana. Terlihat bagian paling menonjol adalah meja makan dengan empat kursi kayu. Tepat di sebelah kanan pintu keluar kamarnya terdapat almari kayu rapat, tanpa ukiran apapun. Ananta tidak berhasil menduga apa isi lemari itu. Sedangkan di sebelah kiri terdapat pintu kamar. Cara berada dibalik pintu tersebut. Mata Ananta kini menyusuri setiap sudut ruangan. Memilih satu-satunya pintu keluar yang berada sejajar di depan tubuhnya. Pandangan pertama yang ditangkap mata Ananta begitu keluar dari rumah adalah rumah-rumah panggung yang berjajar rapi. Dan beberapa dari mereka memiliki jarak sekitar sepuluh meteran dibawah langit fajar yang tidak sepenuhnya gelap. Hawa dingin
Beruntung setelah seperempat menit mereka akhirnya menemukan suara bising dari arah seberang. Tepat di pintu masuk dan keluar, gerbang utama desa Mercia. Beberapa orang yang dominan pria tua bercanda dengan tawa menggelegar sambil mengangkat gelas, menenggak beberapa yang tersisa di dalamnya.Herly, Ursula dan Sam yang tampak girang lantas bergegas menghampiri. Hawa dingin pada malam panjang segera ditepis oleh kobaran api dibagian tengah toko tersebut. Jelas plakat berbunyi 'Veni ed vade'."Oh, tidak! Kita cukup beruntung kali ini." Sam memekik sambil tertawa. Reflek memukul perut Herly dengan punggung tangan hingga mendesis. Ursula melalak ketika mengetahui adegan barusan. Ia sudah lelah melihat betapa girang temannya ini."Anak itu, biar aku pukul kepalanya sesekali." Geram Ursula. Herly mengikuti langkah Sam dengan wajah mendung menahan sakit di perut. Sial.Beberapa dari pengunjung dengan tubuh yang besar, gempal dan ada pula yang kurus kering menatap ingin tau. Dari pakaian yang
"Aiss, kita sudah berjalan sejauh ini. Kakiku hampir pegal." Tidak diragukan lagi ketika suara melengking konyol yang nampak kekanakan ini akan terlontar. Semua orang, setidaknya Ursula dan Herly akan langsung tau siapa pemiliknya.Sam berhenti sejenak, memijat kakinya sembari menggerutu. Merana memandang Ursula dan tuannya Herly masih berjalan tanpa memperdulikannya.Malam ini Herly yang diapit oleh kedua pengikutnya sedari tadi hampir tiba di perbatasan. Pintu keluar masuk desa Mercia. Sebenarnya Herly sendiri tidak pernah merasa lelah sedikitpun. Wajahnya berseri memandang ke sekeliling, rumah penduduk yang tertutup rapat. Beberapa lampion menggantung disekitar pagar atau satu-satunya pohon di depan rumah. Hanya saja gerutuan Sam tidak pernah berhenti barang sedetik sepanjang perjalanan."Hampir bukan?" Ursula menyahut masih dengan memfokuskan jalannya. Sam tertinggal. Tapi setelah mendengar Ursula menanggapinya lagi, ia mendadak sensi, "apa?" Sambil berlari menyusul Herly dan Ursu
"Lalu apa yang harus dilakukan sekarang?" Darwin tidak berani mengangkat tangan untuk membasuh peluh yang mem-biji saat dingin menerpa. Kehormatannya kepada Raja Ardolph yang harus ia sematkan pada Raja Charlotte kini memberatkan.Charlotte tersenyum menang, "aku tidak menganggap keputusan Raja Ardolph itu menyedihkan. Dalang dibalik kebakaran itu memang harus ditangkap. Tapi, dengan berubahnya 'senjata' klan warewolf maka akan berubah juga rencananya. Karena Raja Ardolph telah meninggal, maka seluruh keputusan beralih kepadaku."Ada banyak kejanggalan yang ia berikan untuk Raja Charlotte saat ini. Keserakahan dan aura Charlotte membuat Mentri Darwin tidak pernah menyetujui pernikahan Alice dengan pemuda tersebut. Tapi dalam keheningan yang menerpa sejenak, Charlotte berujar lagi, "aku akan memberikan banyak penjaga untukmu dan Gilmer. Ini mungkin agak terlambat, tapi harus segera dilakukan." Darwin menatap dalam hingga akhirnya tersenyum. Mungkin penilaiannya terhadap Charlotte sala
Sedangkan disisi lain Charlotte berdiri tepat di pinggir danau, membelakangi menteri Darwin dan gazebo Rex_tempat santai khusus raja yang terletak di samping kanan menara Raja itu sendiri."Katakan!" Raja Charlotte tidak berniat untuk memulai pembicaraan ini.Sambil menghembuskan napas, Mentri Darwin menatap ke sekeliling. Malam yang temaram, menghadap danau buatan yang luasnya kurang lebih sepuluh kali sepuluh meter tampak lebih pekat dinginnya. Lentera kecil menggantung berjajar rapi di atas permukaan air hingga memberikan kesan romantis dan damai. Tempat seperti ini ada dua di istana. Satu dibuat khusus sebagai gazebo raja atau Rex dan satu lagi adalah gazebo Reginae, gazebo Ratu."Maaf yang Mulia. Mustahil jika kebakaran itu terjadi tanpa sengaja." Raja Charlotte yang masih membelakangi dengan kedua tangan saling bertautan dibelakang nampak bergeming."Aku telah memerintahkan para penjaga untuk mengintrogasi orang-orang yang tampak mencurigakan. Sekaligus memblokir gerbang utama
"Tentunya, manusia serigala tidak memiliki kekuatan selain kemampuan berperang dan api merah darah. Dan mataku yang hebat itu mampu memulihkan dan menghancurkan sesuatu, sesuai keinginan pemiliknya!" Alice kembali melanjutkan dengan napas menggebu. Sejak awal ialah umpan sekaligus senjata terbaik yang berusaha Mercia jaga. Dan Raja Ardolph ingin memindahkan matanya pada Charlotte."Tidakkah kenyataan itu membuat Ratu sadar bahwa Ratu bukanlah klan manusia serigala?" Dyn berujar dengan suara rendah.Makanan yang tersaji di depannya mulai dingin seiring dengan perdebatan mereka.Alice sadar dengan itu, sejak awal ia sudah curiga bahwa dirinya bukanlah keturunan Raja Ardolph. "Pergilah, tugasmu sudah selesai." Alice berusaha memposisikan tubuhnya untuk tenang.Sedangkan Dyn, melirik kembali ke arah meja yang penuh dengan hidangan tersebut. Dulu, ia tidak akan pernah duduk dengan lancang dihadapan Alice. Bahkan menyentuh sampanye yang disediakan oleh Alice secara khusus untuknya. Tapi ka
"Itu kesimpulan awal yang bisa kita ambil. Dari yang aku dengar, buku phoenix itu berisi tentang petunjuk membuka portal sekaligus menutup portal pembatas antara hutan LeNight dan LeRay."Gigi-gigi Alice ber-gemletak menahan geram. Sudah sejauh ini para menteri dan raja Ardolph berkerja sama dengan raja Charlotte menjalankan misi. Sedangkan Alice, ia bahkan tidak tau sedikitpun mengenai informasi ini. Geraman Alice cukup membuat Alice meremas kuat ujung buku phoenix di pangkuannya."Aku sempat mengikuti pelayan dari kantor hukum menteri Darwin. Yang dua minggu lalu memutuskan untuk berhenti. Dan mendapatkan alasan kenapa menteri Darwin tidak pernah menyetujui pernikahan Ratu Alice dengan Raja Charlotte.""Ucapkan secara langsung! Jangan berbelit-belit!" Alice berteriak marah. Dadanya bergetar. Raja Ardolph telah meninggal dan ia tidak mendapatkan kenangan terbaiknya selama bersama raja tersebut."Alasan kenapa Raja Ardolph bersikeras menjodohkan Ratu dengan Raja Ardolph karena ingin m