Di dalam ingatan Rangga. Dirinya tidak pernah bercerai dengan Mentari. Hari beranjak senja, Bulan masih asyik bermain bersama sang Ayah. Sedangkan Mentari sudah nampak gelisah. Wanita muda itu menoleh ke arah jam beberapa kali. Kemudian menghampiri Bulan.
"Bulan, ayo kita pulang!" ajak Mentari kepada sang anak, lembut.
"Pulang? Pulang ke mana? Bukankah ini rumah kalian. Ada apa ini Tari? Apa selama ini kita hidup terpisah?" cecar Rangga dengan mata memerah.
"Akhh!"
Lelaki yang baru menemukan kebahagiaan itu berteriak histeris. Membuat Bulan dan Mentari ketakutan.
Tiba-tiba Nyak datang menghampiri dan mengajak Mentari dan Bulan untuk ke ruangan lain.
"Ibu mohon, menginaplah malam ini, tunggu sampai Rangga sedikit stabil dan siap menerima kenyataan."
Wanita paruh baya itu kembali memohon. Mentari
Rangga berjalan perlahan ke dalam rumah Mentari yang disambut hangat oleh Emak yang baru keluar dari dalam rumah.Malam sebelumnya, Mentari telah menghubungi dan memberitahu Emak tentang keadaan Rangga dan beliau pun bersedia untuk turut membantu memulihkan ingatan Rangga."Assalamu'alaikum," sapa Rangga seraya mencium punggung tangan wanita paruh baya itu, takzim."Waalaikumsalam," sahut Emak dengan tersenyum tipis.Mereka pun masuk ke dalam rumah duduk di sebuah kursi sederhana di ruang tamu. Sementara Bulan segera kembali ke kamar.Rangga menatap ke sekeliling, melihat semua benda yang tergantung di atas dinding dan yang berada di setiap pojok rumah. Lelaki itu mengernyitkan dahi karena tidak nampak fotonya bersama mentari satu pun di rumah itu.Emak kembali ke ruang tamu dan menyediakan minuman hangat dan beberapa kue u
Rangga tampak kaget melihat sosok wanita yang memanggil namanya."Kamu lupa ya? Saya Anggi-asisten koki kamu yang dulu," ujarnya dengan tersenyum tipis."Ini Mbak Mentari, ya? Cantik sekali, dulu Rangga sering cerita tentang Mbak. Aduh maaf ya, anak saya emang suka bandel," imbuh wanita muda itu seraya menggendong sang anak.Pantaslah jika menteri tidak mengenali wanita tersebut, karena wanita itu hadir saat Mentari tidak lagi bekerja di resto yang sama dengan Rangga."Saya pamit dulu, suami udah nunggu di depan," ucapnya, kemudian berlari pergi meninggalkan keluarga kecil yang masih tampak bingung.Mentari sempat kaget dan khawatir saat wanita yang hampir mirip dengan Dina itu mendekat ke arahnya. Bayangan Dina masih sangat melukai hatinya."Ayo kita pulang saja!" ajak Rangga sambil menggendong sang anak yang masih meringi
Mentari mengambil kotak itu perlahan, kemudian membawanya ke dalam rumah."kotak apa, Tar?" tanya Emak penasaran.Mentari hanya menggeleng dengan tatapan mata masih terfokus ke arah kotak tersebut. Tidak ada nama pengirim atau pun tulisan lainnya. Kotak itu polos dan hanya terbungkus oleh sebuah kertas polos berwarna coklat."Bukalah," pinta Emak tampak semakin penasaran.Tangan Mentari bergetar saat mencoba untuk membuka kotak itu. Ia seperti sudah merasakan sesuatu yang tidak enak, yang berada di dalamnya. Saat kotak terbuka, benar saja Mentari sontak kaget netranya menatap tajam ke dalam. Sebuah foto pernikahan dirinya dengan Rangga yang dilumuri oleh cairan merah seperti darah.Mentari hampir memekik histeris. Namun, ia segera menutup mulutnya agar tidak menimbulkan keributan dan tidak membuat seisi rumah panik.Emak ya
Mentari mengambil kotak itu perlahan, kemudian membawanya ke dalam rumah."kotak apa, Tar?" tanya Emak penasaran.Mentari hanya menggeleng dengan tatapan mata masih terfokus ke arah kotak tersebut. Tidak ada nama pengirim atau pun tulisan lainnya. Kotak itu polos dan hanya terbungkus oleh sebuah kertas polos berwarna coklat."Bukalah," pinta Emak tampak semakin penasaran.Tangan Mentari bergetar saat mencoba untuk membuka kotak itu. Ia seperti sudah merasakan sesuatu yang tidak enak, yang berada di dalamnya. Saat kotak terbuka, benar saja Mentari sontak kaget netranya menatap tajam ke dalam. Sebuah foto pernikahan dirinya dengan Rangga yang dilumuri oleh cairan merah seperti darah.Mentari hampir memekik histeris. Namun, ia segera menutup mulutnya agar tidak menimbulkan keributan dan tidak membuat seisi rumah panik.Emak ya
Rangga berusaha untuk mencari informasi mengenai peneror yang telah mengganggu dan mengusik hidupnya bersama Mentari. Ia meminta bantuan beberapa teman ahli dan juga salah satu polisi yang ia kenal.Pagi-pagi sekali Rangga sudah pergi dari rumah menuju seorang Detektif kenalannya untuk mengungkap identitas sang peneror. Ia menyerahkan beberapa bukti dan nomor telepon yang meneror Mentari.Butuh beberapa waktu bagi sang detektif untuk mengungkap pemilik nomor telepon tersebut. Akhirnya, Rangga pun pergi untuk menemui Mentari di cafe milik kekasihnya itu.***Seminggu sudah setelah kejadian teror foto berlumuran darah itu. Mentari sudah lebih tenang dan tidak terlalu ketakutan seperti kemarin. Wanita muda itu sudah mulai beraktifitas seperti biasanya. Bekerja ke cafe dan terkadang mengantar Bulan ke sekolah.Pagi itu, Cafe sudah ramai oleh pengunjung. Seperti biasa, Menta
Setelah mengetahui identitas sang peneror. Rangga meminta kedua orang tuanya untuk berbicara kepada orang tua Dina, agar semua permasalahan ini selesai dan tidak semakin berkepanjangan.Senja itu, selepas pulang dari Cafe. Rangga menjemput Mentari untuk menemui kedua orangtuanya. Agar permasalahannya dengan Dina benar-benar selesai. Bulan pun turut serta saat itu, karena ia sudah sangat rindu dengan kakek neneknya.Sesampainya di rumah Rangga. Mereka disambut hangat oleh kedua orang tua Rangga. Bulan segera berlari dan menghambur ke pelukan sang Nenek. Ikatan darah memang lebih kental dari pada air. Walaupun keduanya baru bertemu beberapa saat. Mereka sudah terlihat akrab dan memiliki ikatan batin yang kuat."Nenek!" pekik Bulan seraya memeluk erat sang Nenek."Cucu kesayangan Nenek, ayo masuk."Mereka pun masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tamu. Di s
Mentari masih tergugu di bawah guyuran hujan yang semakin deras. Entah berapa lama wanita muda itu berlutut di sana. Tubuhnya semakin menggigil, tapi ia tidak bisa bangkit seolah terpaku oleh kejadian yang baru saja ia alami. Jiwanya tidak terima dengan apa yang menimpa putri kesayangannya."Kenapa kemalangan itu kembali terjadi dan menimpa anakku? Apa dosaku Ya Rabb?" liriknya pilu, menyayat hati.Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depan Mentari. Nyak tampak turun dari mobil dan berlari menuju wanita malang itu.“Ada apa, Tari?" tanyanya khawatir, seraya menaungi Mentari dengan payung yang ia bawa."Bulan, Bulan diculik, Nyak," jawab Mentari dengan terisak."Astagfirullahaladzim, siapa yang menculiknya?"Wanita paruh baya itu sontak kaget. Dadanya bergemuruh dan panas. Cucu satu-satunya yang baru saja bertemu, hilang dan diculik
Mentari pagi telah nampak dari ufuk timur. Menerobos celah jendela dan membelai hangat tubuh mungil Bulan yang menggigil semalaman. Gadis kecil itu masih meringkuk di atas tilam kardus. Ia mengerjap beberapa kali, kemudian duduk di sudut ruangan dengan mata sembab akibat menangis semalaman.Gadis kecil itu mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ruangan berukuran tiga kali empat itu tampak kosong dan hanya ada beberapa tumpuk barang bekas di tiap sudut. Sepertinya itu adalah sebuah gudang yang sudah tidak terpakai lagi. Penerangan hanya dari kaca jendela yang ditutup rapat yang ditutup oleh beberapa kayu besar yang disilangkan.Bulan tergugu di dalam sana seorang diri. Tangis gadis kecil itu terdengar pilu menyayat hati. Sepiring makanan yang diberikan oleh penculik itu tadi malam, tidak ia sentuh sedikit pun. Gadis kecil itu ketakutan, ia menjerit beberapa kali. Meminta pertolongan. Namun, nihil, sepertinya tempat itu sangat terpencil da
Mentari yang terjatuh di balik pintu kamar Bulan tampak syok dan kaget melihat tingkah sang anak yang semakin aneh dan brutal."Kenapa, Tar?" tanya Emak cemas, kemudian membantu Mentari untuk berdiri kembali."Bulan, tadi dorong Mentari sampai keluar dari kamar.""Kok bisa Bulan punya tenaga sebesar itu?" tanya Emak makin khawatir.Wanita paruh baya itu membuka pintu perlahan dan mengintip aktivitas sang cucu kesayangan dari balik pintu. Bulan nampak sedang berbicara dengan bonekanya, seolah boneka itu benar-benar hidup. Tidak jauh berbeda dengan Mentari, Emak pun tampak Syok dan kaget."Cepat bawa ke dokter!" pinta Emak yang masih terlihat Syok."Ya, Mak, besok Mentari dan Rangga kan bawa Mentari ke Dokter."Hingga adzan subuh berkumandang. Mentari dan Emak belum juga bisa memejamkan mata. Mereka tidak habis pikir dengan apa yang terjadi dengan gadis kecil kesayangannya itu. Mereka merenung di ruang tamu
Sesampainya di rumah, suasana sudah semakin sepi. Hanya ada segelintir orang yang masih membantu membuat beberapa keperluan untuk pernikahan Mentari. Sang calon pengantin duduk dengan wajah muram di ruang tamu. Emak menyambut dengan cemas melihat ekspresi wajah sang anak."Ada apa? Apa yang terjadi sama Bulan? tanya Emak cemas."Kemungkinan Bulan trauma dan perlu di terapi," jawab Mentari lemas."Astaghfirullahaladzim, Kenapa jadi begini? Semoga cucu Nenek enggak apa-apa ya? Semoga cepet sembuh," ujar Emak seraya memeluk tubuh kecil sang cucu."Tapi pernikahan tetap jalan kan? Semua sudah disusun rapi dan undangan sudah disebar?" tanya Emak yang tampak kembali cemas."Insyaallah, pernikahan akan dilakukan sesuai rencana. Sambil mengobati trauma Bulan," jawab Rangga dengan tatapan lembut kepada sang anak.Akhirnya pasangan yang hendak menikah itu pun lebih terfokus kepada pengobatan Bulan dari
Malam sudah semakin larut. Bulan pun tampak sudah tertidur lelap. Mentari dan Rangga belum juga dapat memejamkan mata. Mereka saling berpandangan satu sama lain, merasakan debaran jantung yang semakin berdetak liar.Rangga mulai berusaha untuk menggapai jari-jemari Mentari. Namun wanita muda itu berusaha untuk menepisnya yang beberapa kali."Tidurlah, udah malam!" pinta Mentari kemudian berbalik membelakangi tubuh Rangga.Rangga terlihat kesal. Wajahnya mulai memerah. Akan tetapi, ia tidak bisa berbuat lebih. Hanya memandangi punggung Mentari yang entah kenapa terlihat begitu seksi di mata Rangga. Akhirnya Rangga pun terdiam. Ia tidak berani untuk memaksa sang kekasih hati untuk memenuhi hasratnya.Rangga tahu betul karakter Mentari yang teguh dan tegas, apalagi untuk hal-hal yang melanggar norma. Lelaki itu memilih untuk menahan hasrat yang mulai naik dan menjalar ke seluruh
Deru suara motor terdengar jelas dari dalam rumah. Mentari dan Emak bergegas mengintip dari balik tirai jendela. Terlihat Rangga turun dari kuda besi kesayangannya, kemudian berjalan menuju ke arah rumah Mentari.Mentari segera membukakan pintu untuk sang pangeran hatinya." Di mana? Mana orangnya? tanya Rangga dengan mimik cemas."Nggak tahu, padahal tadi masih ada di depan," jawab Mentari yang masih terlihat tegang."Duduk dulu, Ga!" pinta emak kepada sang mantan sang menantu.Baru saja Rangga hendak duduk di atas kursi tamu. Tiba-tiba terdengar derit suara pintu terbuka.Tampak kedua orang tua Dina berdiri di balik pintu dengan muka tegang dan sedih. Mereka segera menghambur ke arah Mentari yang sedang duduk tidak jauh dari tempat duduk Rangga."Tari, tolong Dina, maafkan anak Ibu. Tolong cabut
Bulan disambut bahagia oleh seluruh anggota keluarga. Mereka pulang ke rumah Emak, di sana kedua orang tua Rangga pun sudah menunggu untuk menyambut sang cucu."Alhamdulillah, cucu Emak selamat," ujar Emak seraya memeluk tubuh mungil cucu kesayangannya.Nyak pun segera menghampiri dan memeluk Bulan dalam tangis haru dan bahagia."Cepat kasih makan, kayaknya lemes banget tubuhnya!" pinta Nyak kepada Mentari.Mentari pun segera menyiapkan makanan kesukaan Bulan dan menyuapi sang anak, perlahan. Mata bulat yang selalu berbinar itu, tampak cekung dan menghitam. Tubuh Bulan kurus dan tidak bertenaga."Makan yang banyak!" pinta Mentari lirih seraya memasukkan sesendok nasi ke dalam mulut Bulan. Tanpa terasa, air mata pun menetes perlahan melihat Bulan yang makan dengan lahap. Entah sudah berapa hari anak itu seperti tidak menyentuh makanan, ia tampak kelap
Menteri dan Rangga menunggu beberapa saat di luar rumah itu. Berharap para polisi segera datang untuk membantu mereka. Akan tetapi, setelah lama ditunggu. Polisi pun tidak kunjung datang. Persis seperti adegan di dalam film, di mana para polisi yang selalu datang terlambat. Akhirnya kedua pasangan itu pun sudah tidak sabar dan nekat untuk masuk ke dalam rumah tanpa bantuan siapa pun.Mereka berjalan dengan mengendap, berusaha tidak menimbulkan suara sedikit pun atau pun memancing perhatian orang-orang yang ada di dalam rumah. Mentari berjalan perlahan ke arah belakang untuk memeriksa sekitar, sedangkan Rangga bertugas di depan memantau keadaan di depan rumah itu.Tepat di belakang rumah, Mentari menemukan sebuah jendela yang tertutup rapat. Ia pun berusaha untuk melihat ke dalamnya. Namun, tidak ada alat apa pun yang bisa digunakan sebagai pijakan agar ia bisa melihat ke dalam jendela yang letaknya berada di atas. Mentari pun seg
Mentari pagi telah nampak dari ufuk timur. Menerobos celah jendela dan membelai hangat tubuh mungil Bulan yang menggigil semalaman. Gadis kecil itu masih meringkuk di atas tilam kardus. Ia mengerjap beberapa kali, kemudian duduk di sudut ruangan dengan mata sembab akibat menangis semalaman.Gadis kecil itu mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ruangan berukuran tiga kali empat itu tampak kosong dan hanya ada beberapa tumpuk barang bekas di tiap sudut. Sepertinya itu adalah sebuah gudang yang sudah tidak terpakai lagi. Penerangan hanya dari kaca jendela yang ditutup rapat yang ditutup oleh beberapa kayu besar yang disilangkan.Bulan tergugu di dalam sana seorang diri. Tangis gadis kecil itu terdengar pilu menyayat hati. Sepiring makanan yang diberikan oleh penculik itu tadi malam, tidak ia sentuh sedikit pun. Gadis kecil itu ketakutan, ia menjerit beberapa kali. Meminta pertolongan. Namun, nihil, sepertinya tempat itu sangat terpencil da
Mentari masih tergugu di bawah guyuran hujan yang semakin deras. Entah berapa lama wanita muda itu berlutut di sana. Tubuhnya semakin menggigil, tapi ia tidak bisa bangkit seolah terpaku oleh kejadian yang baru saja ia alami. Jiwanya tidak terima dengan apa yang menimpa putri kesayangannya."Kenapa kemalangan itu kembali terjadi dan menimpa anakku? Apa dosaku Ya Rabb?" liriknya pilu, menyayat hati.Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depan Mentari. Nyak tampak turun dari mobil dan berlari menuju wanita malang itu.“Ada apa, Tari?" tanyanya khawatir, seraya menaungi Mentari dengan payung yang ia bawa."Bulan, Bulan diculik, Nyak," jawab Mentari dengan terisak."Astagfirullahaladzim, siapa yang menculiknya?"Wanita paruh baya itu sontak kaget. Dadanya bergemuruh dan panas. Cucu satu-satunya yang baru saja bertemu, hilang dan diculik
Setelah mengetahui identitas sang peneror. Rangga meminta kedua orang tuanya untuk berbicara kepada orang tua Dina, agar semua permasalahan ini selesai dan tidak semakin berkepanjangan.Senja itu, selepas pulang dari Cafe. Rangga menjemput Mentari untuk menemui kedua orangtuanya. Agar permasalahannya dengan Dina benar-benar selesai. Bulan pun turut serta saat itu, karena ia sudah sangat rindu dengan kakek neneknya.Sesampainya di rumah Rangga. Mereka disambut hangat oleh kedua orang tua Rangga. Bulan segera berlari dan menghambur ke pelukan sang Nenek. Ikatan darah memang lebih kental dari pada air. Walaupun keduanya baru bertemu beberapa saat. Mereka sudah terlihat akrab dan memiliki ikatan batin yang kuat."Nenek!" pekik Bulan seraya memeluk erat sang Nenek."Cucu kesayangan Nenek, ayo masuk."Mereka pun masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tamu. Di s