Vira menghampiri ayah dan ibu yang juga sudah siap.Ia meraih tangan dan ibu lalu menciumnya dengan takzim, hal yang sama juga lakukan pada ayah. "Hati-hati, ya, Vir," seru ibu. "Kamu enggak ikut pergi dengan Vira, Lang?" tanya ibu dengan dahi mengernyit. "Dia bilang ingin pergi sendiri, Bu," "Emangnya dia mau ke mana?""Loh, bukannya tadi pamit sama ibu dan ayah. Nggak tanya dia mau ke mana?"Ibu tersenyum. "Ia hanya bilang ada urusan sebentar dan ibu pikir perginya sama kamu. Ya, udah nggak perlu tanya-tanya lagi kalau sudah pergi sama suaminya, ntar Ibu dibilang sok kepo lagi,"Citra tertawa mendengar obrolan kami. " Kalian mau tahu Vira pergi ke mana? Paling-paling dia mau nemuin si Abdul, tuh," ucapnya dengan nada sinis. "Abdul? Siapa dia?""Abdul itu pacarnya si Vira yang merupakan karyawan bapak juga. Cuma bedanya kalau Vira tugasnya ngambilin telur dan tukang bersih-bersih sedangkan si Abdul ini yang membawa telur ke para pelanggan seperti warung-warung, warung makan, dan
Sekarang aku yakin kalau yang dimaksud Malik oleh Citra itu memang Reiga. Oh, betapa sempitnya dunia ini, dulu ia sudah membuat kekasihku berpaling karena silau dengan penampilan dan apa yang dia miliki. Di saat aku mulai tidak menuruti permintaannya yang selalu ingin minta uang dan menganggap Reiga lebih baik dariku. Sekarang, Citra-- juga menolakku dan lebih memilih dia. Mungkin kah Citra adalah korban Reiga selanjutnya. Kuakui, Reiga ini memang tampan, wajahnya bersinar cerah yang entah apa rahasianya, dan berkulit putih seperti artis luar negeri. Tubuhnya juga bagus-- atletis sehingga tidak heran ia jika para wanita klepek-klepek saat melihatnya dan ingin memiliki seutuhnya. Apalagi penampilannya yang selalu wow. Pakaiannya rapi menggambarkan sosok pria berkelas, tunggangannya juga mobil mewah yang harganya bisa mencapai miliaran. Wanita mana coba yang tidak tergoda, apalagi Ia juga pandai mengobrol kata-kata manis. Paket komplit yang menjadi idaman para wanita. Sayang, semua i
"Kamu kenapa, Vir, kok tanganmu tiba-tiba dingin banget?" Aku panik apalagi saat melihat wajahnya yang mendadak pucat dan keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. "Aku nggak papa, Mas." Vira meringis. "Berhenti dulu, Pak," ucapku pada sang sopir. Sang sopir menghentikan mobilnya di pinggir jalan sesuai perintahku. "Nggak tahu nih, Mas, tiba-tiba perutku mual dan kepalaku pusing apalagi setelah melewati belokan tajam tadi." Vira mengusap pelipisnya dan memejamkan mata. "Wah jangan-jangan Kak Vira mabuk kendaraan, ya." Ayya melepas sabuk pengamannya lalu beringsut dari duduknya dan kini dia berada di samping Vira. "Maaf. Aku memang nggak pernah naik mobil karena memang nggak pernah pergi ke mana-mana. Benar kata Citra, jangankan mobil, motor aja nggak pernah. Saat SMA aku cukup jalan kaki saja karena tidak diizinkan ikut Citra naik motor. Maaf kalau aku jadi merepotkan." Vira menunduk. Raut wajah penyesalan nampak jelas terlihat di sana. Aku membelai pipinya dan tersenyum." En
Wanita yang Menolak Lamaranku 17Berulang kali Vira mencubit pipinya sendiri. Matanya mengerjab berulang-ulang. Setelah itu bibirnya tiada henti menyebut asma Allah."Aku nggak salah lihat kan, Mas," tanya Vira lirih namun masih bisa kudengar. Aku merangkulnya dan tersenyum lalu mencubit pipinya tanpa ia minta, tetapi pelan tidak seperti ibunya Citra yang sampai tampar menampar. "Bagaimana? Sakit?" tanyaku. Vira mengangguk. "Kalau kamu merasa sakit, itu artinya saat ini kamu tidak sedang bermimpi. Ini nyata. Ini memang rumah yang akan kita tinggali. Rumah kita."Saat ini hanya ada aku dan Vira masih di luar karena yang lainnya sudah masuk, mereka pasti sedang istirahat sedangkan aku masih harus menemani Vira dengan rasa takjubnya. Semoga dia baik-baik saja nggak gampang pingsan seperti Citra. "Untung saja aku orangnya kuat, ya, Mas sehingga aku tidak pingsan atau jantungan seperti Citra saat mendapat kejutan seperti ini. Jika aku sampai pingsan kamu pasti repot, cuma mabuk kendara
Wanita yang Menolak Lamaranku 18"Ayo katakan pada kami, rencana kalian ingin punya anak berapa?" tanya ibu. "Sebagai pasangan suami istri, hal seperti ini harus dibicarakan, lho." "Iya, Bu. Kamu pasti akan membahasnya nanti secara eksklusif, hehehe, tetapi untuk saat ini biarkan kami saling mengenal satu sama lain. Kalau masalah momongan belum ada planing," jawabku santai sambil merangkul pundak istri tercinta. "Iya, kan, Sayang." Aku mengedipkan mata pada Vira sehingga wanita itu mukanya memerah karena malu. "Cieee, sudah panggil sayang sekarang. Duh, kapan, nih, aku nikah? Biar ada yang memanggilku sayang." Ayya menyangga dagunya dengan kedua tangan. Tidak lama kemudian sebuah bantal sofa melayang dan mendarat di mukanya sehingga membuat kami tertawa. "Masih kecil jangan mikirin nikah. Belajar dulu yang bener," ucap ibu. "Iya, deh.""Oh ya, Vir. Ada satu hadiah untukmu. Tadi udah Ibu bawa, tetapi enggak jadi diberikan. Soalnya Ibu takut di Citra pingsan dan tidak sanggup bangu
Wanita yang Menolak Lamaranku 19"Ayya, ngapain kamu di sini?" "A--aku__" Gadis berambut pendek itu gelagapan dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Jangan bilang kalau kamu lewat tidak sengaja. Itu tidak mungkin. Kamar kita jauh lho. Kamar kamu di atas dan kamarku di bawah. Wah, jangan-jangan kamu mau ngintip ya, Ayo ngaku," tanyaku dengan tatapan menyelidik. Adik perempuanku satu-satunya itu mencebik. Ia mengusap wajah kasar. "Ish, siapa yang mau ngintip, sih? Aku tidak mengintip cuman mau lihat lingerie yang aku kasih tadi sudah dipakai oleh Kak Vira atau belum karena mau lihat pas atau enggak. Kakak tahu sendiri, kan kalau yang namanya memberi sesuatu itu akan merasa puas jika orang yang diberi langsung memakai sebagai pertanda menghargai orang yang member. Tapi__Ayya tidak melanjutkan ucapannya, ia menggigit bibir bawah. "Tapi apa?" Aku dan Vira serempak. Ayyara bertepuk tangan hingga suara telapak tangannya yang menyatu terdengar nyaring. "Aduh, kalian berdua kompak
Wanita yang Menolak Lamaranku 20"Maafkan aku, Mas, yang sudah membuatmu malu. Aku sadar kalau dari tadi semua orang memperhatikan kita seolah ini adalah tontonan gratis karena aku dan kamu itu jomplang banget, Mas. Kamu tampan dan gagah sedangkan aku jelek." ucap Vira Sendu. Iya berbalik membelakangiku. Aku meraih kedua pundaknya dan membalik tubuhnya sehingga sekarang kami berhadapan dalam jarak yang cukup dekat, bahkan aku dapat merasakan deru napasnya yang memburu. "Siapa yang bilang kamu jelek, kamu cantik kok, karena kecantikan seorang wanita bukan dari wajahnya melainkan di sini." Aku meraih tangan Vira dan meletakkan di dadanya. Vira tersenyum, kusibak rambutnya yang menjuntai ke depan yang tidak ikut diikat. "Aku jelek, Mas buktinya wanita itu mengatakan aku ini pembantu dan aku yakin bukan hanya wanita itu saja yang menilai seperti itu. Semua orang juga akan mengatakan demikian. Saat kita jalan beriringan seperti ini seperti seorang pembantu dan majikan." Vira menunduk.
Wanita yang menolak lamaran ku 21Vira mengambil nota dari tanganku untuk melihat biaya perawatan di salon ini meski aku sudah melarangnya. Aku tidak mau dia kaget. "Jadi, perawatanku di salon ini menghabiskan segini, Mas?" tanya Vira dengan mata melotot saat melihat nota. Aku mengangguk. "Duh, sayang sekali. Masa uang sebanyak ini hanya untuk ke salon saja? Kalau aku mending buat beli beras." Ia menggigit bibir bawah. Aku tertawa mendengar ucapannya. Tadi aku memang meminta perawatan komplit, tak heran jika uang yang harus kukeluarkan juga lumayan mahal, tetapi sebanding lah dengan perubahan Vira sekarang yang membuatku ingin terus memandangnya setiap saat, bahkan sempat tidak percaya kalau wanita yang ada di hadapanku ini adalah dia. "Kamu kenapa, Mas?" tanya Vira saat aku belum beranjak karena masih terpesona dengannya. "Enggak." Aku menggeleng. "Aku hanya nggak nyangka aja ternyata kamu lebih cantik dari yang kubayangkan.""Lihat ini, Mas. Rambutku terasa halus dan wangi ka
Wanita yang menolak lamaran ku 56Buru-buru aku mengambil ponsel untuk menghubungi Citra, sementara Mas Elang keluar menyusul ibunya Malik untuk memberitahukan berita gembira ini.Aku lega, jika Malik sadar, itu artinya Citra bisa keluar dari rumahku. Iya, selama Citra ada di rumah, aku memang sedikit was-was akan terjadi sesuatu yang buruk, apalagi Mas Elang begitu perhatian pada Citra dan anaknya itu. Saat aku menghubungi Citra, terdengar bayinya sedang menangis. "Halo, Cit. Kamu harus ke rumah sakit sekarang juga. Malik__Telepon terputus sebelum aku selesai berbicara dan saat aku hendak menghubunginya lagi, sudah tidak diangkat. Ya sudahlah, yang penting dia akan segera ke sini untuk menjemput MalikBu Retno bersama Mas Elang berjalan tergesa menuju ruangan, namun dokter segera datang memeriksa keadaan Malik dan memberi isyarat agar kami tidak mendekat dulu karena dia sedang diperiksa. Setelah beberapa lama akhirnya dokter mempersilahkan kami untuk mendekat usai memastikan bahwa
Wanita yang menolak lamaran ku 55PoV Vira"Kamu pasti akan meminta Citra untuk pulang ke rumahnya setelah Malik sembuh, kan, Mas?" tanyaku saat kami berdua berada di dalam kamar.Entah kenapa perasaanku tidak enak semenjak Citra serta kedua orang tuanya ikut tinggal di sini meski mereka bilang hanya sementara, sampai Malik sadar. Ketakutanku ini bukan tanpa alasan. Tadi aku ingin memanggil Citra untuk ikut makan bersama, tetapi sudah keduluan Mas Elang. Akhirnya aku hanya berhenti di depan pintu. "Sini bayinya biar sama aku dulu kalau kamu mau makan," kata Mas Elang. Bayi mungil itu sedang dalam pangkuan Citra sementara paman dan bibi juga tidak ada di kamar. Mereka berdua sedang berjalan-jalan berkeliling rumah ini. "Enggak usah, Lang. Dia bisa di tidurkan saat aku makan." Citra tersenyum lalu meletakkan bayi itu di kasur lalu memberinya selimut kecil berwarna biru bergambar kartun. Bayi yang awalnya diam dan tertidur nyenyak itu menangis saat diletakkan dan tangisannya cukup k
Wanita yang menolak lamaran ku 54"Ada rencana apa, ya, kok sepertinya serius?" tanya Vira sambil menurunkan minuman yang dibawanya. Aku dan ibu saling berpandangan, lalu ibu nyengir dan menggaruk tengkuk. "Itu rencana Citra untuk punya anak laki-laki. Jadi gini, Vir, saat hamil, Citra itu selalu makan makanan yang mengandung protein agar anaknya laki-laki dan sekarang anaknya beneran laki-laki, kan? Itu artinya apa yang terjadi sesuai dengan yang ia rencanakan. Iya, kan, Cit?"Vira manggut-manggut. "Oh, iya, tetapi setiap aku datang ke rumah Citra, ia pasti sedang makan sayur-sayuran hijau," Tepuk jidat. Entah kenapa setiap kali Vira datang ke rumahku pasti sedang makan dan seperti biasa aku sedang makan dengan sayuran karena hanya itu yang ada. Makan telur rebus hanya dua kali sehari dan bukan pada saat Vira datang. "Ya udah. Sekarang minum dulu, ya. Kalau ada apa-apa nanti bilang saja sama Bik Nur." Vira tersenyum manis. Kubalas senyumannya dan mengangguk. Dia memang beruntung
Wanita yang Menolak Lamaranku 53"Aku nggak mau pulang, Bu. Aku ingin tetap di sini. Belahan jiwaku ada disini, tidak mungkin aku pergi meninggalkannya begitu saja." Aku menunduk. "Aku merasa seperti pengecut jika pulang meninggalkan suamiku di sini dalam keadaan koma. Aku ingin dia melihat aku yang pertama kali saat ia sadar nanti." "Citra, kamu harus pulang. Kasihan anak kamu. Kamu juga perlu istirahat. Percayalah, Malik pasti akan baik-baik saja. Kalau dia sadar, Ibu pasti akan segera hubungi kamu," kata ibu mertua mengusap pundakku dengan lembut. Wanita yang beberapa saat yang lalu sempat pingsan setelah mendengar berita mengenai musibah yang menimpa anaknya tersenyum dan mengangguk padaku untuk memberi isyarat agar aku mau menerima tawaran Vira. "Semua ini salahku, Bu. Seandainya aku tidak memaksa Mas Malik untuk mengantarku beli es buah, pasti tidak akan seperti ini keadaannya." Ibu mertua mengulurkan tangan lalu mendekatkan telunjuk di bibirku. "Ssst, jangan bilang sepert
Wanita yang Menolak Lamaranku 52Es buah di tanganku terlepas melihat Mas Malik tertabrak mobil karena menyelamatkan Vira dan Elang yang akan ditabrak mobil dengan cara mendorong mereka ke tepi jalan. Ia terpental hingga membentur aspal. Sedangkan mobil yang menabraknya langsung tancap gas, tidak peduli dengan orang yang sudah ditabraknya. Aku tidak peduli, yang ada di pikiranku saat ini hanya satu yaitu keselamatan Mas Malik. Mengenai si penabrak bisa diurus nanti. Semua terjadi begitu cepat. Aku berlari dan menjerit histeris memanggil namanya yang sudah tergeletak di jalan. Entah apa yang ada di pikirannya sehingga ia memutuskan membahayakan diri sendiri seperti ini demi orang lain. Apakah ia tidak tahu kalau aku begitu membutuhkannya. Suasana jalan yang tadinya rame lancar mendadak macet karena adanya kecelakaan ini.Aku berlari tanpa mempedulikan perutku yang besar ini. Kakiku terasa ringan seolah tidak membawa ada apa-apa di perutku ini. Vira dan Elang masih terjerembab di pin
Wanita yang Menolak Lamaranku 51Ibu terlihat lebih segar daripada dulu saat aku berkunjung ke rumah. Tubuhnya juga sedikit lebih berisi, wajahnya cerah, tidak pucat lagi. Pun dengan bapak, lelaki yang merupakan cinta pertamaku itu terlihat gagah di usianya yang sudah tidak lagi muda. Saat bapak dan ibu datang, aku sedang makan dan kali ini aku makan dengan lauk telur rebus plus oseng labu. Lidah ini memang sudah terbiasa mengecap makanan sederhana tapi jangan ditanya nikmatnya luar biasa.Awalnya mau berangkat ke rumah ibu, tetapi ibu mertua meminta kami untuk makan dulu. Iya, sejak aku hamil, wanita yang sudah melahirkan suamiku itu paling cerewet mengenai urusan makan dan nggak boleh makan sembarangan. "Kamu makan menggunakan alas cobek seperti ini, sedangkan yang lain menggunakan piring?" tanya ibu.Tepuk jidat. Kalau diperhatikan sekilas, aku memang seperti dibedakan di rumah ini. Yang lain makan memakai piring dan aku cukup dengan cobek saja. Kesannya aku adalah menantu yang t
Wanita yang Menolak Lamaranku 50Aku tertegun melihat wanita yang dulu selalu tampil cantik meski usianya sudah tidak muda lagi itu kini terlihat pucat. Tubuh yang dulu segar dan seksi ini kurus bahkan bisa dibilang sangat kurus, matanya juga cekung. Nyesek rasanya aku melihat ini.Wanita yang saat terakhir kali melihatnya ia memintaku untuk berpisah dengan suamiku ini terlihat sangat memprihatinkan.Tatapannya menerawang dan kosong. Ia sedang merobek-robek kertas dan membuangnya secara asal. "Bu?" Lidahku terasa kelu. Ia hanya menoleh sebentar lalu membuang muka, seolah tidak ingin melihat anaknya ini. "Apa yang terjadi dengan Ibu, Pak?" tanyaku beralih menatap bapak yang sepertinya juga tidak senang melihat kedatanganku. Aku pikir kedatanganku ini akan disambut dengan riang gembira dan mendapat pelukan hangat, tetapi ternyata aku salah. Mereka berdua bahkan cuek dan sinar matanya tidak memancarkan kerinduan. "Kamu senang melihat ibumu seperti ini, hah?" tanya bapak dengan nada t
Wanita yang menolak lamaran ku 49"Sini biar Ibu saja yang nyapu." Ibu mengambil alih sapu ijuk dari tanganku. Aku tersenyum dan dengan senang hati memberikan sapu itu. Tetapi bukan berarti aku bisa duduk ongkang-ongkang kaki karena masih ada pekerjaan yang menunggu selain menyapu. "Eh nggak jadi, Cit. Wanita hamil kalau nyapu nggak boleh berhenti di tengah jalan kalau nggak mau susah saat melahirkan. Nih, Ibu balikin!" kata Ibu. "Apa bisa begitu, Bu?" "Jelas, wanita hamil itu kalau melakukan suatu nggak boleh setengah-setengah alias harus sampai tuntas. Lagian kalau hanya menyapu juga nggak akan kecapekan, yang penting pelan-pelan aja. Nggak usah ngoyo. Ibu mau masak aja biar nanti saat kamu sudah selesai nyapu sudah ada makanan yang siap untuk disantap," kata ibu mertua. Aku tersenyum karena merasa diperhatikan olehnya. Meskipun ia tidak membelai-belai atau memberikan apa yang kumau, tetapi aku tahu kalau dia sayang padaku. "Kenapa senyum-senyum? Nggak usah GR. Aku tuh sayang
Wanita yang Menolak Lamaranku 48 PoV Citra"Kenapa Ibu tidak membiarkan Mas Malik untuk menikahi Tania yang orang kaya, Bu?" tanyaku setelah Tania pergi. Ia pasti sangat kecewa karena usahanya untuk merayu Mas Malik tidak berhasil. Sedari tadi aku sudah mempersiapkan mental jika ada kemungkinan buruk yang terjadi. Aku pikir ibu akan membujuk Mas Malik agar mau menerima Tania sebagai istri dan menceraikan aku begitu saja. Iya, ibu mana yang tidak mau anaknya punya istri kaya dan langsung diangkat menjadi manager? Apalagi Tania juga menjanjikan sesuatu yang sangat manis dan tidak akan didapatkan jika Mas Malik masih punya istri aku. Ibu mertua yang selama ini seolah tidak pernah menunjukkan wajah yang bersahabat denganku ternyata tidak seburuk yang kukira. Ia sayang padaku sebagai menantu dan hari ini ia sudah menunjukkan buktinya. "Memangnya kamu mau Malik nikah sama Tania dan menceraikan kamu?" Ibu balik tanya. Aku menggeleng dan meringis. Pertanyaan yang aneh, mana ada wanita y