Kartika yang sedang memeluk tubuh Widya, kini tatapannya teralihkan pada Hana yang mematung di tempatnya. Dia melepaskan pelukannya di tubuh sang ibu, kemudian melangkah mendekati adik tirinya.“Hana,” sapa Kartika dengan senyuman.“Hai.” Hana membalas sapaan Kartika dengan canggung, sehingga hanya satu kata yang berhasil dia ucapkan.“Aku senang ternyata aku memiliki saudara. Selama ini aku merasa sebatang kara di dunia ini. Tapi, semalam Mas Rafli mengatakan kalau Andhika Barata mencari tahu tentang diriku. Aku lantas antusias menunggu siapa yang akan datang kemari. Ternyata papa yang datang lebih dulu dan bercerita tentang kedua kakakku. Lalu bercerita juga kalau kamu adalah adikku. Aku senang sekali Hana,” ucap Katika. Dia lalu tanpa ragu lagi memeluk tubuh Hana dengan erat.Hana yang awalnya tak memberikan respons apa pun pada saudara tirinya itu, kini perlahan mulai membalas pelukan Kartika.Cukup lama dua wanita cantik yang berbeda ayah itu saling memeluk. Membuat Widya terseny
Aryo menghembuskan napas kasar. Dia pun memijat pelipisnya yang terasa sakit. Dadanya terasa sesak sekarang karena semua orang kini tengah menghakiminya.“Aku bukannya egois, tapi aku ingin melepas rindu pada anakku yang baru saya kutemukan. Lebih dari dua puluh tahun aku berpisah dengannya, dan saat sekarang bertemu apa salah kalau aku ingin menghabiskan waktu bersamanya? Kalau soal Aluna, aku dan orang tuanya Raka sudah membuat kesepakatan perihal hari pernikahan anak-anak kami. Jadi aku pikir, kalau undangan makan siang kali ini hanya sekedar bersilaturahmi saja. Aku nggak bermaksud menyakiti hati Aluna. Aku sangat sayang sama dia, sungguh. Mana ada orang tua yang nggak sayang pada darah dagingnya sendiri,” ucap Aryo.“Tapi, tindakan kamu barusan sudah membuat hati Aluna terluka. Imbasnya nanti ke Kartika. Kalau aku sih nggak masalah. Aku sudah nggak ada hubungannya sama kamu kok. Andaikan nanti dia tahu kalau aku adalah ibunya Kartika, ya biar saja. Memang kenyataannya seperti itu
Widya dan Kartika kini tengah duduk di kursi tunggu di UGD. Mereka menunggu dokter selesai melakukan pemeriksaan pada Aryo.“Ma, apa Mama nggak memberitahu Hana tentang kondisi Papa saat ini?” tanya Kartika.“Untuk apa?”“Ck, Mama. Hana kan istrinya Kak Dhika. Mama memberitahu Hana, secara nggak langsung memberitahu Kak Dhika dan Kak Aluna juga. Mereka kan sedang bersama sekarang. Sedang makan siang dengan calon mertuanya Kak Aluna. Mereka berdua harus tahu tentang kondisi Papa. Mereka kan anaknya juga. Nanti kalau ada sesuatu dan kita diam-diam saja, malah kita disalahkan. Tapi, semoga tak terjadi hal yang buruk pada Papa,” sahut Kartika.Widya tampak menimbang permintaan anaknya itu. Jujur saja kalau dia enggan memberitahu kondisi Aryo. Dia tak mau dikira peduli pada lelaki itu. Sudah cukup tudingan pedas dia terima selama ini, karena masa lalunya bersama dengan Aryo.“Kamu saja yang menghubungi Hana, ya. Mama nggak mau kalau Hana berpikiran macam-macam pada Mama.”“Memangnya Hana m
Andhika yang lalu gelagat adiknya akan murka, segera merangkul pundak Aluna. Dia mengajak Aluna duduk di sofa. Hana dan Kartika pun mengikuti mereka, duduk di sofa juga.“Luna, dengarkan penjelasan Kakak. Jangan emosi dulu, ya. Hana dan Kartika, juga bersaudara. Sama seperti kita, Lun. Kartika adalah kakak tiri Hana. Dia baru tahu perihal ini dariku kemarin. Lalu dia memberitahu ibunya dan mengantarkannya ke rumah Kartika. Makanya Hana tahu bagaimana papa tadi bereaksi ketika kamu video call,” papar Andhika hati-hati. Namun, ada kebohongan sedikit perihal Hana yang mengetahui masa lalu orang tuanya. Andhika sengaja tak memberitahu Aluna, kalau Hana sudah tahu saat masih di Singapura. Dia lakukan itu agar meredam emosi sang adik.“Apa? Ja-jadi maksud Kak Dhika, ibunya Hana itu....dulunya istri siri Papa? Si pelakor itu ternyata ibu mertua Kakak, iya?” cecar Aluna dengan tatapan tak percaya pada Andhika dan juga Hana secara bergantian. Matanya pun berkaca-kaca karena dia kesal saat ini
Ucapan Kartika yang melirih rupanya membuat Andhika maupun Aluna trenyuh. Begitu juga dengan Hana.Andhika dan Aluna secara bersamaan menatap Kartika, yang juga sedang menatap keduanya dengan tatapan sendu.Andhika lalu tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Dia lalu berdiri seraya berkata dengan kedua tangan yang terentang lebar, “Kemarilah kalian berdua! Kalian berdua adalah adikku. Jadi aku ingin memeluk kalian secara bersamaan.”Tanpa dikomando lagi, Aluna maupun Kartika lantas menghambur ke pelukan Andhika. Tak terasa, kedua wanita itu pun saling meneteskan air mata. Meski dengan alasan yang berbeda. Aluna meneteskan air mata, untuk mengeluarkan segala kekesalan hatinya yang selama ini dia simpan di hati. Sedang kartika meneteskan air mata, karena bahagia bahwa Andhika bersedia menerima dirinya sebagai adik.Setelah beberapa detik mereka saling berangkulan, Andhika melonggarkan pelukannya. Dia lalu menatap kedua adiknya secara bergantian.“Sekarang saatnya bagi kalian berdua untu
Hana menghela napas panjang dan merotasi matanya. Dia mendekati ibunya dan berbisik.“Jangan menghindar, Bu. Hadapi semuanya ini. Jangan takut, ya.”Akhirnya Widya mengangguk dan berusaha tenang duduk di sofa sambil memangku Ares.Tak lama, Aluna sudah tiba di ruang keluarga bersama dengan Raka. Langkahnya tiba-tiba terhenti ketika melihat Widya duduk di sofa dengan Ares berada di atas pangkuannya.“Halo, Ares,” sapa Raka ceria.Raka melangkah mendekati Widya, seraya mengangsurkan kedua tangannya pada bayi berusia empat bulan itu.“Om nya mau gendong Ares itu. Anteng ya sama Om,” ucap Widya pada cucunya. Dia lalu menyerahkan Ares pada Raka.“Terima kasih, Nek. Eh, betul kan kalau saya panggil Nek?” tanya Raka, yang membuat Hana tertawa.“Kamu ini ada-ada saja sih, Raka. Sudah jelas kalau neneknya Ares, masih tanya juga,” celetuk Hana.“Barangkali saja salah, Kak. Iya nggak, Lun?” sahut Raka seraya mengalihkan tatapan pada gadisnya. Sedangkan yang ditatap tak memberikan respons apa-apa
Aluna melangkah cepat menuju ke ranjang perawatan, dan langsung menghambur ke pelukan Aryo. “Papa.” Aluna berkata sambil terisak di pelukan papanya. “Anakku, maafkan Papa yang telah berulang kali membuat kamu kecewa.” Aryo berkata dengan suara bergetar dan kedua kelopak mata yang berkaca-kaca. Dia mengusap rambut Aluna dengan lembut dan mengecup kening anak gadisnya itu. “Aku juga minta maaf ya, Pa. Selama ini aku banyak sekali membangkang sama Papa. Maafkan aku, supaya nggak jadi anak yang durhaka,” ucap Aluna lirih, setelah dia melepaskan diri dari pelukan sang papa. Aryo menggeleng. “Nggak, Sayang. Kamu dan Andhika nggak salah. Semua ini kesalahan Papa, yang egois dan nggak bisa fleksibel dalam pembagian waktu Papa untuk kalian saat itu. Maafkan Papa ya, Sayang.” Aluna menganggukkan kepalanya dan mencium punggung tangan Aryo dengan takzim. Setelah itu, dia hapus air mata Aryo yang menetes di pipi yang mulai keriput. Selanjutnya, dia kecup kedua pipi sang papa secara bergantian
Semenjak Aluna menikah dan tinggal bersama dengan sang suami, Aryo tinggal sendiri di rumahnya. Pria itu hanya ditemani oleh asisten rumah tangga, sopir dan penjaga rumahnya. Membuat Aryo merasa kesepian. Kadang kala dia menginap di rumah Andhika. Dia ingin menginap di rumah Aluna maupun Kartika, tapi dirinya merasa sungkan. Aryo lebih nyaman menginap di rumah anak laki-lakinya. Hal itu membuat Aluna maupun Kartika secara bergantian mengunjungi ayah mereka.Seperti hari ini, Kartika datang berkunjung setelah pulang dari bekerja di rumah sakit.“Kenapa kamu masih bekerja, Tika? Apa uang suami kamu nggak cukup untuk biaya hidup kamu?” tanya Aryo ketika mereka sedang berbincang di taman belakang sambil minum teh di sore hari.“Mas Rafli memang sudah berulang kali menyuruhku berhenti bekerja, Pa. Tapi aku keberatan, karena aku masih menikmati pekerjaanku merawat orang-orang di rumah sakit,” sahut Tika kalem.“Kalau begitu, jadilah perawat Papa. Apa kamu masih keberatan juga kalau harus me
Andhika dan Hana sontak menoleh ke arah sumber suara. Tampak seorang pria sebaya dengan Andhika kini tengah melangkah serta tersenyum pada Andhika.“Siapa dia, Mas?” bisik Hana.“Dia Sakti. Teman semasa SMA yang berselingkuh dengan Devy,” sahut Andhika datar.Hana hanya manggut-manggut dan memperhatikan perubahan ekspresi sang suami.Rahang Andhika mengeras. Tampak jelas kalau kini dia sedang menahan emosinya. Terbayang masa lalu Sakti bersama dengan Devy yang mengkhianatinya.“Dhika, apa kabar?” sapa sakti ketika dirinya sudah berada di hadapan Andhika.“Kabarku baik, alhamdulillah,” sahut Andhika datar.Sakti yang paham dengan sikap Andhika yang dingin padanya, kini tersenyum canggung.“Aku tahu kamu mau makan malam ke restoran itu. Tapi, bisakah kita bicara sebentar saja. Aku mau...minta maaf padamu,” ucap Sakti agak grogi.Andhika menghela napas panjang. Dia tersenyum samar kala mendengar permintaan maaf yang baru saja Sakti ucapkan. Baru sekarang pria itu minta maaf. Ke mana saja
Aryo lalu mendekati Widya seraya berkata, “Aku akan mencarinya. Aku akan lapor ke polisi. Kamu tenang saja, ya.”“Aku ikut ke kantor polisi, karena aku yang mendapat kabar dari sekolah kalau Tika dijemput oleh seseorang yang mengaku masih keluarga,” sahut Widya setelah dapat menghentikan isak tangisnya. Dia lalu melirik ke arah Wiryo.Aryo yang paham akan lirikan Widya, menoleh pada mertuanya. Dia menatap Wiryo seraya berkata, “Apa Ayah yang menyuruh seseorang untuk menjemput anak kami di sekolahnya?”Wiryo terkekeh mendengar ucapan Aryo. “Buat apa aku melakukan hal itu? Urusanku adalah mengamankan aset perusahaan milik anakku, yang otomatis adalah milik kedua cucuku. Selain itu juga, kamu adalah suami anakku. Jadi aku berusaha untuk mengembalikan posisi kamu seperti semula, sebagai suami Lestari satu-satunya. Jadi setelah kamu menceraikan perempuan ini, dan menyuruhnya pergi dari sini, maka selesai sudah urusanku. Masalah anak kalian, aku sama sekali nggak tahu menahu.”Jawaban Wiryo
Wajah Aryo pun semakin pucat pasi mendengar ancaman dari ayah mertuanya. Dia lalu beranjak dari sofa dan bersimpuh di kaki sang mertua.“Ayah, maafkan aku. Maafkan atas kekhilafanku ini. Aku berjanji akan mengakhiri semua, asalkan jangan usik kehidupan adikku. Aku mohon Ayah,” ucap Aryo memelas.Wiryo tersenyum mendengar permohonan menantunya itu. Dia lalu berdiri karena tak sudi kakinya disentuh oleh pria macam Aryo, yang jelas telah membuatnya kecewa.“Apa kamu pikir aku akan percaya dengan perkataanmu ini, Aryo? Aku bukan orang bodoh yang bisa kamu bohongi untuk kedua kalinya. Kamu mau mengakhiri ini semua, maksudnya mau kamu ceraikan istri simpananmu itu? Apa bisa kamu menceraikannya? Sementara kamu tergila-gila sama dia, iya kan. Kalau kamu nggak tergila-gila, tentu nggak mungkin kamu selingkuh sampai menikahi perempuan itu. Semua yang kamu lakukan itu sudah terlalu jauh, Aryo, dan jujur aku sangat kecewa dan menyesal telah berbaik hati padamu dulu. Jadi salah satunya cara agar k
Sementara itu, Aryo yang tengah berada di apartemen tampak tak tenang. Semenjak kepergiannya dari rumah meninggalkan Lestari yang marah, dan Andhika yang menangis dengan kening yang berdarah, membuat rasa bersalah menyelimuti hati Aryo. Tiba-tiba rasa penyesalan hinggap di hatinya, karena dia tak menuruti permintaan anak sulungnya, anak kesayangannya.‘Dhika maafkan Papa ya, Nak,’ ucap Aryo dalam hati.Aryo memejamkan matanya dan menjambak rambutnya karena kesal pada dirinya sendiri. Ingin dia berteriak sekedar meringankan sesak di hati. Namun, dia tak ingin Widya mengetahui masalahnya.Widya yang baru saja meninabobokan Kartika, tercenung melihat Aryo yang tampak gusar di ruang tengah. Wanita itu melangkah menghampiri sang suami.“Ada apa, Mas?” tanya Widya dengan perlahan.Aryo membuka kelopak mata dan menggelengkan kepalanya. “Nggak ada apa-apa kok, Wid. Aku hanya pusing saja. Aku mau tidur saja sekarang. Mungkin dengan tidur, sakit kepalaku akan hilang.”Tak menunggu jawaban dari
Aryo sedikit tersentak mendengar pengakuan Widya. Namun, tak lama dia pun tersenyum karena sadar apa yang mereka lakukan selama ini akan membuahkan hasil.“Aku akan menikahi kamu. Tapi, aku nggak bisa menikahi kamu secara resmi.”“Lho, kenapa?” tanya Widya bingung. “Kamu ini ngakunya bujangan, Mas. Masak menikahi aku nggak menikah resmi sih? Atau...kamu sudah punya keluarga?”Aryo tampak sedikit gugup. Dia melihat wajah Widya yang menatapnya dengan penuh selidik.“Bu-bukan begitu, Widya. Tapi, aku ada ikatan dinas di kantorku yang melarang karyawannya untuk menikah dulu selama lima tahun. Nanti kalau ikatan dinas itu sudah selesai, aku akan meresmikan pernikahan kita. Jadi nanti kita menikah di Bogor saja, ya. Kalau di Jakarta nanti ada teman-temanku yang tahu. Bisa bahaya untuk karirku,” sahut Aryo berbohong. Tentu saja dia tak mau menikah di Jakarta, karena Lestari atau keluarga yang lainnya yang juga tinggal di Jakarta akan tahu. Aryo tak ingin itu terjadi.“Oh, ya sudah kalau begi
Aryo menghela napas panjang dan geleng-geleng kepala.“Aku nggak akan macam-macam, apalagi selingkuh, Tari,” ucap Aryo serius.“Aku hanya jaga-jaga saja, Mas. Aku lakukan ini demi anak kita. Kalau nanti kamu macam-macam, aku bisa mengambil tindakan tegas. Lalu aku pastikan kalau masa depan anakku juga aman. Aku berkata begini bukan sombong, tapi aku hanya mengambil tindakan yang tepat untuk anakku kelak,” sahut Lestari yang juga serius.Akhirnya pasangan suami istri itu berhasil mendirikan CV Barata yang bergerak di bidang kontraktor kecil-kecilan. Lestari sendiri yang menangani dibantu oleh empat orang karyawan. Sedangkan Aryo masih tetap bekerja sambil mencari klien untuk CV Barata. Bahkan Aryo pun mulai berani ikut tender proyek pendirian sekolah swasta. Proyek itu pun sukses. Dari situlah lambat laun CV Barata mulai dikenal orang. Hingga dua tahun pendirian badan usaha itu yang semula bernama CV Barata, kini berubah menjadi PT. Barata.Usaha mereka pun semakin maju pesat. Omsetnya
Beberapa minggu kemudian, hubungan Aryo dan Lestari semakin akrab. Hal itu diketahui oleh orang tua mereka. Sehingga Wiryo dan Dirjo sepakat untuk segera melangsungkan pernikahan mereka.Aryo dan Lestari hanya menuruti keinginan orang tua mereka. Meskipun belum ada perasaan cinta di hati keduanya, namun kedua insan itu telah berkomitmen untuk saling menyayangi dan menghargai satu sama lain. Mereka juga sepakat akan membina rumah tangga dengan baik, sehingga bisa menjadikan rumah tangga mereka rukun dan tenteram.Lima bulan pasca pernikahan, Lestari telah lulus kuliah dengan predikat terbaik. Selain itu, dia juga telah mengandung anak Aryo. Hal itu tentu saja membuat pasangan suami istri sangat bahagia karena mendapat hadiah yang terindah dari Yang Maha Kuasa.“Alhamdulillah, di saat aku telah lulus kuliah, aku hamil,” ucap Lestari suatu malam ketika dia dan Aryo sudah berada di peraduan.“Iya, Tari. Aku sangat bahagia sekali. Kamu jaga ya kandungan kamu ini. Biar bayi kita tumbuh deng
Aryo hanya diam. Dia bingung dengan jawaban yang harus dia berikan pada kedua orang tuanya. Dia ingin menolak, tapi tak mau mengecewakan orang tuanya. Kalau dia menerima, itu bertentangan dengan hati nuraninya.“Nak, cinta itu bisa tumbuh setelah tinggal bersama nanti setelah kalian menikah. Dulu Bapak dan Ibu juga menikah tanpa adanya cinta. Tapi, pernikahan kami langgeng sampai sekarang,” ucap Narti-sang ibu, seolah tahu dilema yang Aryo rasakan saat ini.Aryo hanya menghela napas panjang. “Lalu bagaimana dengan Lestari sendiri? Apa dia bersedia punya suami kere seperti aku ini. Aku nggak bisa menjanjikan apa-apa untuk dia. Ya...hanya gajiku saja sebagai staf keuangan di perusahaan swasta, yang bisa aku berikan untuknya. Tentunya nggak seratus persen, karena aku juga ingin memberi uang untuk kalian. Aku ingin membantu perekonomian orang tua.”Dirjo dan Narti tersenyum mendengar penuturan anak sulung mereka.“Terima kasih kamu sudah punya niat baik untuk kami, Nak. Bapak yakin kalau
Semenjak Aluna menikah dan tinggal bersama dengan sang suami, Aryo tinggal sendiri di rumahnya. Pria itu hanya ditemani oleh asisten rumah tangga, sopir dan penjaga rumahnya. Membuat Aryo merasa kesepian. Kadang kala dia menginap di rumah Andhika. Dia ingin menginap di rumah Aluna maupun Kartika, tapi dirinya merasa sungkan. Aryo lebih nyaman menginap di rumah anak laki-lakinya. Hal itu membuat Aluna maupun Kartika secara bergantian mengunjungi ayah mereka.Seperti hari ini, Kartika datang berkunjung setelah pulang dari bekerja di rumah sakit.“Kenapa kamu masih bekerja, Tika? Apa uang suami kamu nggak cukup untuk biaya hidup kamu?” tanya Aryo ketika mereka sedang berbincang di taman belakang sambil minum teh di sore hari.“Mas Rafli memang sudah berulang kali menyuruhku berhenti bekerja, Pa. Tapi aku keberatan, karena aku masih menikmati pekerjaanku merawat orang-orang di rumah sakit,” sahut Tika kalem.“Kalau begitu, jadilah perawat Papa. Apa kamu masih keberatan juga kalau harus me