Share

Demi Mama

Penulis: Risma Dewi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Maaa .... jangan ngomong macam-macam dulu. Kita ke rumah sakit aja, ya? Sepertinya tekanan sama kolesterol naik lagi," ucap Hanan sambil menyentuh tangan ibunya di balik selimut.

"Harus berapa kali kubilang, jangan perdulikan Ma-maa!" ucap Bu Ratih dengan  suara lemas dari dalam selimut tebal.  Tubuhnya menggigil. Seperti orang meriang. Bu Ratih mengeluarkan wajahnya yang basah oleh keringat dari balik selimut. 

"Maaa .... mama ko keringatan tapi menggigil?" suara Hanan cemas.

"Enggak apa-apa Mas ... itu berarti ibu meriang. Sekarang keringatnya sudah keluar biasa lebih nyaman. Mending Mas cepat cari tahu dimana desa orang tua Malilah, biar cepat di bawa kesini. Kasihan Maaaas! Tiap malam menggigau manggil Mbak Lila sambil nangis-nangis. Kasian juga ini nangis-nangis," ucap Bik Timah sambil menepuk-nepuk pundak Arumi yang tak mau diam dalam gendongannya. 

Hanan diam, menatap ibunya yang terus menggigil lalu beralih menatap Arumi yang

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Wanita Penjual ASI   Tambahan Sekutu

    Bik Timah bergegas membawa kunci kamar Hanan dan membukanya."Bik! Kenapa saya dikunci dari luar? Saya kok tumben tidur enggak ingat apa-apa ya? Arumi mana?" tanya Malilah begitu kepala Bik Timah menyembul."Eh, ehm ... itu Mbak, di kamar ibu," ucap Bik Timah bingung juga karena tak ada persiapan jawaban.Malilah langsung mencari Arumi. Arumi langsung tertawa riang melihat Malilah."Arumi ... sayaang. Maaf sayang ...." Malilah langsung mengambilnya."Saya masih pagi kok udah tidur gak ingat-ingat ya? Bawaannya ngantuuk aja dari tadi. Hoooaaaamm," Malilah menguap lagi."Eh, iya. Kenapa saya di kunci dalam kamar, Bu?" tanya Malilah tiba-tiba."Eemmm .... itu, enggak apa-apa. Biar kamu pulas aja tidurnya. Iyakan Bik?" Bu Ratih menyikut Bik Timah."Ho-oh ... Ho-oh. Bener. Nanti kalau masih ngantuk tidur lagi aja. Nanti saya temani Arumi main di kamarnya Mbak," ucap Bik Timah menawarkan diri.

  • Wanita Penjual ASI   Lamaran yang Membingungkan

    Desa Sepaku.Lumayan lama Hanan mencari alamat rumah Malilah. Sebenarnya ia sudah pusing. Akses jalan Desa Sepaku yang di gadang-gadang akan menjadi ibukota entah di tahun berapa itu memang rusak parah dan meliuk-liuk tajam membuat Hanan berkali-kali menghentikan kendaraan karena mual. Setelah bertanya kesana-kamari, akhirnya Hanan di antar oleh seseorang yang baik hati sampai tujuan."Assalamu'alaikum," ucap Hanan sambil menengok ke kiri dan ke kanan, karena suasana sangat sepi."Walaikumsallam."Kriiieeeeet.Pintu rumah sederhana itu berderit, seorang wanita dan seorang lelaki berusia kisaran 50-55 tahun keluar bersamaan. Mereka berdua menatap Hanan lekat."Permisi Pak, Bu ... benar ini rumah orang tua Malilah?"Keduanya saling pandang kemudian mengangguk."Apa Malilah ada pulang ke sini? Soalnya ... sudah tiga hari dia menghilang dari rumah?" tanya Hanan langsung."Oooh! Kamu ya! Benar-

  • Wanita Penjual ASI   Sambutan Bu Ratih

    Berdosa banget jika Hanan berkata istrinya sudah mati. Tapi, untuk mengatakan bahwa ia cerai hidup juga berat, karena khawatir menjadi talak Lafaz Kinayah (tidak tegas) yaitu lafaz yang mengandung kemungkinan makna talak dan makna selain talak."Kami ... sudah lama ... pisang ranjang, Bu. Tapi ... semuanya masih dalam proses karena ada hal yang harus di tunggu. Tapi Malilah mengetahui semuanya. Kami ...sudah sepakat menikah karena dia terlanjur sayang sama Arumi anak saya yang ia asuh sejak umur dua bulan. Selain itu, untuk menghindari fitnah juga bila kami ingin membawa Arumi keluar bersama untuk mencari keperluannya. Kalau ibu kandungnya, memang sudah tak mau mengurus anak saya lagi Pak, Bu," sahut Hanan terpaksa mencampur kenyataan dengan sedikit kebohongan.Pak Cip dan Bu Wid saling pandang."Jadi, bagaimana Pak? Bu? Apa lamaran saya di terima?" tanya Hanan tak sabar."Kalau kami terima, Malilah ternyata enggak mau, bagaimana?" tanya Pak C

  • Wanita Penjual ASI   Mendadak Grogi

    "Ma ... kenalin ini Pak Cip dan Bu Wid orang tuanya Malilah. Malilahnya mana?" ucap Hanan buru-buru sebelum ibunya mengomel."Eh, i-iya. Saya ... orang tuanya Hanan. Ratih," ucapnya mendadak ramah menyodorkan tangan begitu menyadari sudah berhadapan dengan calon besan."Mari masuk, Pak ... Bu. Tunggu sebentar. Biiiik! Siapkan makanan," ucap Bu Ratih sembari meninggalkan mereka masuk.Pak Cip dan Bu Wid duduk di ruang tamu. Hanan langsung menuju ke kamarnya ingin meregang otot dan menetralkan otaknya yang kusut karena terlalu banyak berpikir mendadak kemaren."Atagfirullahal'adzim," ucap Hanan begitu masuk kamar. Hampir saja imannya runtuh seketika melihat pemandangan dalam kamar.Pemandangan yang sangat menantang. Arumi dan Malilah sama-sama tertidur miring saling berhadapan. Sebelah bukit kembar Malilah masih menggantung keluar dari bungkusnya. Belum lagi dasternya yang tersingkap memperlihatkan kulit mulus yang membuat dar

  • Wanita Penjual ASI   Diam-Diam Saaah!

    Setelah mandi, Malilah bingung mau memakai baju apa. Sebentar lagi Pak Penghulu akan datang. Tidak ada orang lain selain Bu Ratih, Bik Timah, kedua orang tua Malilah, Pak Seno dan Bu Seno yang menunggu Pak Penghulu dan saksi yang sudah dibayar oleh Bu Ratih. Untuk saksi, Bu Ratih meminta bantuan Penghulu. Bu Ratih enggan memanggil tetangga karena pernikahan memang dilaksanakan secara diam-diam."Malilah, sini!" Bu Ratih membawanya ke kamar."Kamu pakai ini ya? Ibu ingin sekali kamu memakai baju ini saat menikah," ucap Bu Ratih menyodorkan kebaya terusan berwarna putih. Walaupun kebaya lama tapi terkesan mewah dan elegan. Mungkin karena keindahannya yang sedap dipandang mata."Baju siapa ini, Bu?" tanya Malilah sambil memasang ke tubuhnya."Ini kebaya Ibu, waktu menikah dengan Papanya Hanan dulu. Masih ibu simpan. Ibu ingin mengenang saat ibu menikah dulu. Kamu enggak keberatan, kan?"Malilah menatap wajah Bu Ratih lalu

  • Wanita Penjual ASI   Hanya Demi Arumi

    Malam harinya, semua orang sudah menuju peraduan masing-masing. Kedua orang tua Malilah tidur di kamar yang biasanya di pakai Bik Timah. Bik Timah sendiri memilih tidur di kamar belakang yang sudah dibersihkan. Kamar itu dulunya memang kamar untuk pembantu mereka.Malilah membawa Arumi ke kamar ragu-ragu. Ia melihat Hanan sedang menatap isi lemarinya."Bukan aku yang pindahin. Ibu sa-ma Bik Timah," ucap Malilah ragu-ragu takut Hanan marah karena lemari Fania berisi baju-bajunya. Ternyata Hanan diam saja, tak menggubris kembali menutup pintu lemari."Lila ... duduk dulu sini, aku mau ngomong," ucap Hanan sambil menepuk kasur di sebelahnya.Malilah mendekat ragu-ragu. Ia duduk dengan mengambil jarak. Arumi sedang asik bermain di lantai."Sini! Jangan jauh-jauh. Kita sudah sah, kok!" ucap Hanan membuat perasaan Malilah deg-degan. Melihat Malilah diam saja, Hanan beringsut mendekat."Apa ... kamu terpaksa menikah dengan a

  • Wanita Penjual ASI   Ketakutan Malilah

    Hanan duduk. Mengusap wajahnya kasar. Kenapa rasanya ia ingin marah pada Fania karena membuatnya menyakiti persaan Malilah. Padahal di sini dialah penghianatnya. Menyadari Hanan duduk, Malilah ikut duduk. Hanan melangkah keluar kamar meninggalkan Malilah."Marahkah dia?" pikir Malilah sambil ikut keluar merasa bersalah. Ia melihat Hanan meraih gelas lalu menyendok gula. Sepertinya ia ingin membuat kopi."Sini. Aku buatkan," ucap Malilah mengambil alih sendoknya namun Hanan menolak."Enggak perlu. Aku menikahimu pun hanya demi Arumi! Jadi kamu enggak perlu sibuk mengurus kebutuhanku. Asal kamu tahu! Aku pun menikahimu hanya demi Mama!" ucap Hanan dengan nada ketus.Malilah terdiam, dan kembali ke kamar sambil menangis. Aneh memang. Dulu ia bahkan biasa mendengar Hanan bicara ketus, dan menghinanya saat pertama datang. Tapi ia tak pernah merasa sakit, sesakit mendengar ucapan Hanan barusan.Hanan membawa kopinya ke kamar

  • Wanita Penjual ASI   Kecurigaan Fania

    Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Hanan sudah bangun dan duduk di meja makan. Sebulan ia tak merasakan makan yang nyaman. Bu Ratih yang tak mau kalah semangat dari tadi juga sudah bangun membantu Bik Timah di dapur."Arumi dah bangun?" tanya Bu Ratih. Hanan mengangguk. Bu Ratih ke kamar mereka."Sini Arumi. Kamu sarapan dulu, panggil Bapak sama Ibumu sekalian," perintah Bu Ratih.Malilah mengangguk langsung menyerahkan Arumi. Bu Ratih menatapnya sedikit aneh."Kamu lagi datang bulan apa?" tanya Bu Ratih tiba-tiba."Ehm, i-iya Bu," sahut Malilah menyadari Bu Ratih memperhatikan rambutnya yang kering."Heeem!" ucap Bu Ratih seperti sangsi. Malilah cepat-cepat meninggalkan kamar sebelum Bu Ratih curiga. Ia memanggil kedua orang tuanya terlebih dahulu untuk sarapan bersama."Hanan, Malilah ... Bapak sam Ibu nanti mau liat-liat rumah lama, sebelum kembali ke desa," ucap Pak Cip."Loh, Bapak

Bab terbaru

  • Wanita Penjual ASI   Tentang Rasa Nyaman (Ending)

    "Kamu belum datang bulan lagi, Mah?" tanya Hanan suatu malam. Malilah mengangguk."Kita cek lagi, ya? Kita ke Dokter lagi?"Malilah menggeleng. Udah beberapa kali dalam setahun terakhir ia kecewa karena sempat telat hampir seminggu, namun saat di cek hasilnya negatif dan menurut dokter hanya pengaruh hormon makanya sering telat. Benar saja, beberapa hari setelah periksa, tamu bulanannya datang kembali."Ya sudah kalau enggak mau. Enggak usah sedih gitu," ucap Hanan menghibur. Malilah masih saja murung."His, kenapa sih? Kok cemberut gitu. Kalo memang waktunya di kasih, ya pasti di kasih," Hanan tak tega melihat Malilah bersedih."Kalo enggak dikasih-kasih gimana, kamu bakal kawin lagi enggak?" tanya Malilah sambil mendongak."Kawin lagi lah, kalau boleh. Awwww" jawab Hanan meringis karena cubitan Malilah sudah melayang di lengannya. Hanan kemudian tertawa melihat Malilah malah menangis."Kamu kok jadi cen

  • Wanita Penjual ASI   Jumpa Mantan Mertua

    Waktu berlalu dengan cepat. Arumi kini berusia kurang sedikit lagi tiga tahun."Amaaa ... tupah!" ucap bocah manis yang sedang meminum susu di dalam gelas."Nah ... nah ... nah .... apa nenek bilang, tumpah lagi kan? Makanya kalau makan atau minum itu sambil duduk. Jangan sambil jalan," sahut Bu Ratih sambil berdiri meraih kain lap dan membersihkan susu Arumi yang tertumpah."Lagi susunya?" tawar Malilah sembari bertanya. Arumi menggeleng."Maaa ... mau dalan-dalan," Arumi mengalungkan tangan di leher Malilah."Mau jalan kemana sihh?" tanya Malilah. Bukannya menjawab, Arumi malah merengek sambil mengeratkan tangan di leher Malilah." Ayo kita bilang dulu sama Papa. Kalau Papa mau, kita berangkat ya," ucap Malilah menggendong Arumi mencari Hanan."Nah, itu Papa ...."Malilah menurunkan Arumi dari gendongan."Kenapaa?" tanya Hanan melihat Arumi menyembunyikan wajah.

  • Wanita Penjual ASI   Pelajaran Berharga

    Hanan kemudian berlari keluar menuju kamar Arumi. Ia mencari baju Fania yang masih baru, dibeli saat tubuhnya agak melar setelah melahirkan Arumi. Ia kembali ke kamar dan menyodorkan baju Fania."Inih, boleh dipake tapi batasnya sampe Arumi tidur aja," goda Hanan lagi.Malilah mendelik mendengar ucapan Hanan, namun akhirnya lega, karena akhirnya bisa keluar dari kamar. Setelah salat magrib, ia langsung menyediakan makan malam untuk keluarga besar mereka.***Jam sembilan malam. Arumi malah asik bermain di lantai. Matanya masih saja segar bugar padahal Hanan sudah gelisah. Malilah pura-pura tak melihat kegelisahan Hanan, asik menemani Arumi main."Tadi Arumi tidurnya lama, ya?" tanya Hanan. Malilah mengangguk."Tadi kamu datang sore, dia baru bangun tidur, tuh," jawab Fania."Pantesan," jawab Hanan dengan raut kecewa. Malilah jadi tak tega melihatnya. Ia langsung naik ke ranjang dan mendekat.

  • Wanita Penjual ASI   Ditangkap

    "Mana buktinya anak saya melakukan kejahatan? Mana?" tanya Pak Irman begitu selesai membaca surat perintah penangkapan, saat Fania dijemput oleh pihak yang berwajib beberapa hari setelah Hanan melaporkannya."Nanti, akan dibuktikan di kantor, Pak. Makanya anak bapak dibawa ke kantor untuk proses selanjutnya," jawab Pak Polisi."Kalau anak saya terbukti tidak bersalah, saya akan tuntut kalian semua!" kecam Pak Irman berang. Bu Heni tak bisa melawan lagi. Ia menangis sejadi-jadinya ketika pihak kepolisian membawa Fania untuk diintrogasi.Memasuki kantor polisi, Hanan yang sejak tadi sudah menunggu langsung berdiri melihat Fania masuk dengan caci maki dan sumpah serapah dari mulutnya. Pak Irman pun menatapnya tak kalah tajam. Mereka tahu Hanan adalah orang yang melapor.Fania menampik semua pertanyaan yang diajukan padanya. Ia bersikeras tidak pernah terlibat dengan kasus kehilangan seseorang apalagi pembunuhan.Namun begitu rekaman

  • Wanita Penjual ASI   Fania POV

    Aku surprise sekali melihat perlakuan Hanan pada Malilah. Kenapa dia bersikap manis pada Malilah sementara padaku dia sering ketus? Aku tidak bisa terima ini. Wanita itu harus disingkirkan bagaimanapun caranya.Malilah yang lugu, mengiraku benar-benar bersikap baik padanya. Demi apa? Aku hanya mencari informasi tentang suamimya. Saat aku tahu, aku mengajak pria bernama Dimas itu bertemu."Apa keperluanmu?" tanya Dimas."Bawa istrimu itu keluar dari rumahku. Kamu tahu? Di sana dia selalu berduaan dengan Hanan! Kadang Hanan pun tidur di ranjangnya!" jawabku memanas-manasi.Kulihat ia terpancing dan mulai geram. Tapi, sesaat kemudian kemarahannya kembali mengendor."Aku enggak berani ketemu mertuamu yang ganas itu," sahut Dimas.Setelah kutanya, ternyata dia pernah bermasalah soal uang. Jumlahnya tidak seberapa sih, bagi aku. Aku bahkan memberinya tiga kali lipat dari jumlah utangnya, dengan syarat dia harus membaw

  • Wanita Penjual ASI   Siapa Dia?

    "Ya ampun Bibik. Ngapain ngomong gitu. Bibik kan kesusahan gara-gara kami juga. Bibik boleh kok, kerja di sini sampaibkapan saja yang bibik mau. Selamanya juga boleh, itung-itung jadi teman berantemnya Mama. Soal perhiasan mah, enggak usah dipikirin. Enggak ada apa-apanya dibanding nyawa Bibik. Iyakan, Ma?" tanya Hanan tersenyum melirik Bu Ratih. Walau sempat mendelik karena ucapan Hanan soal teman berantem, Bu Ratih kemudian tersenyum dan mengangguk. Malilah pun tersenyum senang."Enggak ingat, Mas! Dia pakai masker sama kacamata hitam. Seingatku orangnya tinggi. Terus di tangannya, pas ngambil perhiasan, aku sempat liat ada tato naga gitulah, di sini. Kanan," ucap Bik Timah sambil mengusap punggung tangan kanannya."Tato elang?"Mata Malilah menyipit mendengar ucapan Bik Timah. Ia kemudian menatap Hanan. Keduanya mungkin memiliki kecurigaan pada orang yang sama. Tapi, bagaimana bisa?"Eh, iya Mas! Aduh, pas kejadian itu sengaja saya tinggali

  • Wanita Penjual ASI   Dia Kembali

    "Malilaaah, Arumi ...." ucap Hanan mendekat langsung mengangkat Arumi dan menciumnya. Bu Ratih berinisiatif untuk membawa Arumi keluar, dan membiarkan Hanan berbicara dari hati ke hati menenangkan Malilah."Sini sama Nenek," ucap Bu Ratih kemudian menenangkan Arumi di kamarnya."Malilah, jangan menyalahkan diri sendiri. Mereka enggak akan menganggapmu pelakor," ucap Hanan membawa Malilah berdiri dan bicara di ranjang Arumi."Bohong!" ucap Malilah menepis tangan Hanan."Malilah, jangan begini. Apa yang harus aku lakukan?" tanya Hanan bingung. Malilah menggeleng. Hanan meraih tisu dan mengusap air mata Malilah."Aku minta maaf! Aku minta maaf karena membawamu ke situasi sulit seperti saat ini," Hanan menyandarkan kepala Malilah di dadanya. Malilah masih menangis sesenggukan."Semuanya pasti akan membaik seiring waktu," ucap Hanan meyakinkan. Malilah perlahan mulai tenang."Bagaimana kalau ternyata aku

  • Wanita Penjual ASI   Pelakor Bermartabat

    Hanan mengambil kesempatan tersebut untuk menekan Fania lagi. Bu Heni dan Pak Irman tak bisa berbuat apa-apa untuk melepas Fania dari cengkraman Hanan."Katakan! Apa kepergian Bik Timah ada hubungannya dengan orang yang kamu temui kemaren?" tanya Hanan kasar."Aww, eng-gak. Sakit, Hanan!" sahut Fania meringis."Lalu siapa orang itu? Apa dia selingkuhan yang menghamilimu?" tuding Hanan lebih pedas lagi."Bu-kan, Hanan! Bukan! Aku enggak hamil! Aku enggak hamil! Iya! Aku enggak hamil!" ucap Fania tak tahan lagi dalam tekanan Hanan.Bu Ratih merasa menang karena dugaannya benar langsung menarik bibir, tersenyum mengejek pada Bu Heni dan Pak Irman yang mulai bungkam dan sedikit menunduk. Hanan lega untuh satu hal, tapi masih ada hal lain yang mengganjal."Liat, Heni! Cara apa yang kamu pakai untuk melakor puluhan tahun silam, juga dilakukan oleh anakmu! Bukankah dulu kamu dengan lantang berkata hamil di depan orang

  • Wanita Penjual ASI   Luka Lama

    Dalam sekejap angka di simbol mata sudah tampak di layar ponsel Fania. Ia tersenyum puas. Dari dalam Bu Ratih rupanya lebih dahulu keluar."Mau apa lagi kamu datang-datang ke sini? Bukankah kamu sudah diceraikan Hanan?" sambut Bu Ratih langsung gas."Oooh, iya. Kami cuma mau ketemu sama pelakor yang bikin Hanan ngebet ninggalin anakku. Itu dia!" ucap Bu Heni begitu Malilah keluar bersama Hanan yang sedang menggendong Arumi dari dalam."Hello, Miss Valak! Selamat ya! Kamu berhasil ngerebut suami dan anakku!" ucap Fania sambil mengarahkan kameranya ke wajah Malilah. Hanan menyerahkan Arumi pada ibunya. Di layar ponsel Fania sudah beberapa komentar hujatan yang ditujukan pada Malilah masuk.[Cantikkan juga istri sah][Hempas pelakor, Mbak][Hajar Mbak, aku dukung][Loh, ini kan pengasuh anaknya, bisanya ya?] Komentar dari salah satu orang yang kenal dengan keluarga mereka.[Kalau dilihat muka pelakornya lugu, ternyata ular!]

DMCA.com Protection Status