"Sayang, ayo kita berangkat! Apa kamu sudah siap?" ajak Rizky kepada sang istri. Mereka kini sudah dalam perjalanan menuju perusahaan. Rizky dan Inara tak lagi menutupi hubungan mereka. Mereka sudah terang-terangan menunjukkan kepada semua orang, kalau mereka adalah pasangan kekasih, dan akan segera menikah. "Aku sudah tak sabar menanti datangnya kehancuran Bram," ucap Rizky. "Iya, aku pun berharap seperti. Sudah lama aku nantikan itu," sahut Inara.Jika tak ada halangan. Hari ini Pak Susilo akan kembali ke Indonesia. Rizky berharap, kepulangannya tak ditunda lagi. Inara dan Rizky baru sampai di kantor. Mereka langsung menuju ruangan. Hubungan mereka kini menjadi trending topik pembicaraan di perusahaan itu. Tim kepolisian yang menjemput Rizky sudah sampai di perusahaan Rizky. Suasana perusahaan menjadi heboh, karena kedatangan tim kepolisian yang akan menjemput bosnya. Sang resepsionis langsung menghubungi Inara, untuk memberitahu kalau di lobby ada tim kepolisian ingin menjempu
"Assalamu'alaikum," Pak Susilo mengucap salam. Dia memang sengaja mengucap salam, agar sang anak nantinya akan terkejut mendengar suaranya. Benar saja, dugaannya benar. Bram langsung menengok ke belakang, saat mendengar suara yang tak asing baginya. Alangkah terkejutnya Bram saat dia membalikkan tubuhnya, dan melihat sang papi berada di hadapannya. Dia sampai mengucek-ngucek matanya, seakan tak percaya. Jantung Bram seakan ingin melompat dari tempatnya. Tubuhnya sampai gemetar, merasa ketakutan. Wajahnya berubah pucat seketika. "Papi?" ucap Bram dengan suara bergetar. Pak Susilo tersenyum sinis. "Kenapa? Pasti kamu tak percaya 'kan, kalau papi kamu ternyata masih hidup. Pasti selama ini kamu mengira, kalau aku sudah meninggalkan dunia," sahut Pak Susilo ketus. Lidah Bram terasa kelu seketika. Dia tak mampu berkata-kata. Terlihat sekali kalau dia begitu syok. Bram berlutut di kaki sang papi untuk meminta maaf, atas perbuatan yang dia lakukan selama ini kepada papinya. Dia juga
Tak ada lagi yang kini bisa Bram lakukan. Bram terbaring lemah tak berdaya, di ranjang rumah sakit. Dia tak memiliki kaki, keduanya sudah diamputasi.Saat dia tersadar pun, dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dia harus mendekam di penjara. Bram masih mengalami koma, belum sadarkan diri. Dia juga dalam pengawasan tim kepolisian, selama dia di rumah sakit. "Ya Tuhan, aku mohon sembuhkanlah anakku."Hal buruk bukan hanya dirasakan Bram, tetapi dirasakan juga oleh Mami Diana. Mantan suaminya, bersikap tegas padanya. Kini dia harus menikmati masa tuanya di dalam jeruji. Padahal saat ini, dia sedang mengalami kelumpuhan. Mami Diana tampak meneteskan air matanya, karena tak bisa bertemu anaknya. Dia merasa sedih, tak bisa merawat anaknya.Berbeda halnya dengan Mami Diana dan Bram yang sedang mendapatkan balasan atas perbuatannya. Inara justru sedang berada di Bali bersama Rizky. Mereka sedang menikmati bulan madu mereka. "Akhirnya, kita bisa hidup bahagia berdua. I love you," u
"Sayang, kamu kenapa?" tanya Rizky kepada sang istri. Rizky dan Inara saat ini masih di Bali. Mereka masih menikmati bulan madu mereka. Ini ketiga kalinya Inara memuntahkan isi perutnya. Tubuhnya sampai lemas. Wajahnya terlihat pucat. "Entahlah. Aku juga gak mengerti. Mungkin aku masuk angin. Setiap malam, kamu tak pernah mengizinkan aku memakai pakaian," jawab Inara."Iya. Maafkan aku ya! Ya sudah, kita ke dokter yuk! Aku tak tega melihat kamu seperti ini," Rizky mengajak sang istri untuk berobat. Namun, Inara menolaknya. Dia yakin, kalau nantinya dia akan sehat. Dirinya hanya butuh beristirahat. "Ya sudah, kalau kamu tak mau. Tapi, jika nanti seperti ini lagi. Aku tak mau mendengar penolakan kamu lagi ya," ucap Rizky dan Inara mengiyakan. Inara kini sudah membaringkan tubuhnya di ranjang. Rizky membuatkan teh manis hangat untuk istrinya. Berharap kondisi sang istri akan membaik. "Ayo diminum dulu tehnya!" titah Rizky sambil memberikan gelas itu kepada sang istri. Inara bangki
"Pokoknya, aku ingin kamu makan yang banyak, dan gak boleh stres! Jangan khawatir, satu persatu permasalahan kita sudah selesai. Hanya satu lagi, yaitu restu orang tuaku. Tapi, aku yakin. Kali ini mereka pasti tak akan menolaknya. Karena kondisi kamu saat ini sedang hamil calon cucu mereka," ucap Rizky kepada sang istri. "Semoga saja. Jika tidak, kasihan anak kita," sahut Inara.Besok mereka akan kembali ke Jakarta, pulang dari berbulan madu. Kini mereka sudah mendapatkan kado yang istimewa. Beberapa bulan lagi, mereka akan menjadi orang tua. "Ya sudah, kita tidur yuk! Besok masih ada waktu untuk jalan-jalan sekitar hotel. Setelah itu, kita langsung siap-siap kembali ke Jakarta," ucap Rizky kepada Inara . Inara menganggukkan kepalanya, tanda dia setuju. Perlahan kedua mata mereka terpejam, sampai akhirnya mereka tertidur sambil berpelukan. Inara merasa nyaman tidur di dalam pelukan sang suami. Mereka telah bahagia. Kini penderitaan justru dirasakan Mami Diana. Kondisinya begitu m
Perlahan Bram membuka matanya. Dia meringis menahan rasa sakit di kepalanya. Pandangannya kini mengarah sekeliling ruangan di mana dia berada. "Ternyata, aku masih hidup," ucapnya. Saat pandangannya mengarah ke arah selang infus di tangannya. Lama kelamaan dia tersadar, ada yang berbeda dengan kakinya. Dia buka selimut yang menutupi tubuhnya secara perlahan. "Tidak ... Kemana kakiku?"Bram begitu histeris. "Mengapa aku tak mati saja? Tak ada gunanya juga aku hidup," Bram berteriak-teriak. Sang perawat akhirnya mendengar suara Bram. Mereka langsung menghampiri Bram. "Tolong bapak tenang dulu! Kasihan pasien yang lain," ucap sang perawat. "Gimana saja bisa tenang? Kemana kedua kaki saya? Tubuh saya pun tak bisa digerakkan," sahut Bram. Dia tak menerima kenyataan. "Sabar ya Pak, dokter akan menjelaskan semuanya kepada bapak," jawab sang perawat. Dokter jaga akhirnya datang menghampiri Bram. Dia hendak memeriksa kondisi Bram saat ini. "Sebenarnya, apa yang terjadi pada saya? Me
"Sayang, kamu istirahat saja ya di rumah! Kalau mau ke rumah mama gak apa-apa. Tapi, jangan menginap ya! Aku gak mau jauh dari kamu," ucap Rizky kepada istrinya. Inara menganggukkan kepalanya, tanda mengiyakan ucapan suaminya. Rizky pamit berangkat. Inara langsung mencium tangan suaminya, dan mengantarkan suaminya sampai depan pintu. "Semoga saja rumah tanggaku dengan suamiku, berjalan lancar. Sampai maut memisahkan kamu," ucap Inara dalam hati. Lamunannya terhenti, karena mendengar suara ketukan pintu. Hingga akhirnya Inara bergegas untuk membuka pintu. Alangkah terkejutnya dia saat melihat papinya Rizky menatapnya dengan tatapan tajam berdiri di hadapannya. "Saya minta sama kamu, tinggalkan anak saya! Saya tak sudi memiliki menantu seperti kamu. Kamu tak pantas untuk anak saya!" usir Papinya Rizky dengan sombongnya kepada Inara.
Mami Diana terkena serangan jantung, dan harus dilarikan ke rumah sakit. Saat itu dia tak sadarkan diri. Tim medis berusaha melakukan pertolongan. Kondisinya kritis. Pihak kepolisian sudah menghubungi Pak Susilo, untuk memberitahu kalau Mami Diana berada di rumah sakit. Papi Susilo akan datang ke sana. Mendengar mantan istrinya kritis, dia menjadi tak tega. Sama halnya dengan Papi Susilo, Bram pun sudah diberi tahu. Dia memohon, untuk dipertemukan dengan sang Mami. Saat ini Bram. masih berada di rumah sakit. Pihak kepolisian akhirnya menuruti permintaannya. Bram diperbolehkan melihat sang Mami. "Aku mohon tolong selamatkan mamiku!" Pinta Bram. Saat ini dia sudah berada di ruangan sang Mami berada. Dia genggam tangan sang Mami dengan erat. Bram terlihat meneteskan air matanya. Dia begitu sedih. Tak mampu membendung perasaan hatinya. Mereka pantas mendapatkan balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dulu kepada Inara, Papi Susilo, dan juga kepada orang tua Inara. "Ma, bangun! Br
"Mengapa kamu ada di kamar saya? Dasar pembantu tak tahu diri. Kamu sengaja ya mengambil kesempatan, di saat istri saya sedang tak ada?" Gio berkata sinis. "Saya ini korban Bapak. Bapak yang memaksa saya untuk melakukan. Bapak sudah melecehkan saya," sahut Monika terisak tangis. Dia berakting, seolah dia pihak yang dirugikan. "Bapak mabuk saat pulang ke rumah, dan bapak memaksa saya karena mengira saya adalah Bu Sita," jelas Monika membuat Gio merasa tersudut. "Baiklah, saya akan bayar uang tutup mulut untuk kamu. Anggap saja, semalam saya habis menyewa kamu. Jangan pernah katakan pada siapapun, apa yang terjadi pada kita! Anggap semua gak pernah terjadi diantara kita," ucap Gio sombong. Dia mengusir Monika dari kamarnya. Gio mengerutuki kebodohannya. Bisa-bisanya dia melakukan dengan seorang pembantu. "Kalau saya nanti hamil gimana Pak? Semalam, Bapak melakukannya tidak hanya satu kali. Bapak juga membuangnya di dalam," Monika berkata. "Tak perlu khawatir! Istri saya dan selin
"Jawab Mas! Aku ingin dengar kejujuran kamu," Sita memaksa suaminya menjawab. Gio terlihat hanya diam. Namun, merasa gusar. Namanya bangkai yang ditutupi, pada akhirnya akan terbongkar. Sita terlihat kecewa di benar-benar syok, tak percaya suaminya akan selingkuh darinya. Sita menangis. Dia sudah tak sanggup menahan air matanya lagi. Wanita mana yang tak merasa sakit, saat mengetahui suami tercintanya ternyata bermain api di belakangnya. "Kalau Mas tak menjawab, berarti benar. Mas selingkuh. Aku ingin kita cerai," ucap Sita tegas. Meskipun selama ini suaminya selalu memberikan kemewahan. Dia tetap manusia biasa yang memiliki hati dan perasaan. Dia merasa tak terima. Melihat sang istri memasukkan barang-barangnya, Gio terlihat panik. Dia langsung beranjak turun menghampiri istrinya. Kemudian memeluknya dari belakang. "Aku mohon, maafkan aku! Aku khilaf. Aku janji tak akan mengulanginya lagi. Aku cinta sama kamu," Gio memohon agar Sita mau memaafkan dirinya. Sita membalikkan tubu
Gio sudah terbangun, dan tak melihat sang istri di kamarnya. "Kemana dia?" Gio berkata. Dia memilih untuk mandi dahulu, sebelum mencari keberadaan sang istri. Kemarin-kemarin, dia kurang tidur. Hingga baru sekarang dia merasa lemas. Dia kerap berolahraga ranjang, selama bersama Liana kemarin. Kini dia sudah merasa lebih segar. Gio langsung keluar dari kamar dan mencari keberadaan sang istri. Namun, di luar pun sang istri tak ada. "Kemana Ibu?" Tanya Gio kepada Monika. Dia masih saja bersikap dingin kepada Monika. "Ibu pergi lagi, Pak. Tak lama Bapak pulang," jawab Monika. Tanpa berbasa-basi lagi, Gio langsung kembali ke kamar lagi. "Sepertinya, Sita sangat marah. Tak biasanya dia seperti itu."Gio mencoba menghubungi sang istri melalui ponsel pintarnya. Namun, berkali-kali dia menghubungi sang istri. Sang istri tak mengangkatnya. "Si*al! Berani-beraninya dia mengabaikan telepon dariku," umpat Gio. Wajah Gio terlihat sangat kesal. Selama ini, sang istri tak pernah berani bersik
Setelah di rawat selama tiga hari, hari ini Inara dan kedua anaknya sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Kondisi Inara sudah membaik, hanya tinggal pemulihan saja. Rizky sudah mengurus administrasi kepulangan sang istri. "Sekarang, kita sudah boleh pulang," ujar Rizky kepada sang istri. Inara tampak sumringah. Akhirnya, dia bisa merasakan tidur nyenyak di rumah. Meskipun dia di rawat di ruang eksekutif, tetap saja lebih nyaman tidur di kasur empuk di rumah. "Apa semua sudah dibawa? Tak ada yang ketinggalan lagi?" Tanya Rizky kepada baby sister kedua anaknya. "Sudah, Pak," jawab salah seorang baby sister. Rizky sudah menyiapkan kursi roda, untuk sang istri turun nanti ke lobby. Dia khawatir sang istri belum kuat berjalan. "Sudah mas, aku jalan saja! Aku kuat kok, Mas. Mas gak usah khawatir," ucap Inara menyakinkan. "Gak apa-apa. Kamu duduk di sini aja, biar mas dorong," Rizky berkata. Rizky mempekerjakan dua orang baby sister untuk membantu sang istri, mengurus kedua anaknya. Di
Suasana tampak tegang, Inara dan Rizky kini sudah berada di ruang operasi. Sejak tadi Rizky menggenggam tangan istrinya erat, menguatkannya. "Jangan tegang ya! Ada mas di samping kamu," bisik Rizky dan Inara tampak menganggukkan kepalanya lemah. Operasi mulai berjalan. Rizky dapat melihat perjuangan sang istri, untuk melahirkan kedua buah hatinya. Sejak tadi dia tak melepas genggamannya, dan membisikkan kata-kata cinta untuk menguatkan istrinya. Suara penuh haru, saat satu persatu anak mereka terlahir ke dunia. Suara tangis kedua anak mereka terdengar. Rizky sampai meneteskan air matanya. Mereka kini sudah menjadi orang tua. "Selamat ya Sayang, kamu sudah menjadi seorang ibu. Alhamdulillah anak kita terlahir dengan selamat, sehat, dan tanpa kurang satupun. I love you," Rizky membisikkannya di telinga istrinya. Dokter meletakkan bayi mereka secara bergantian, di dada Inara untuk dilakukan inisiasi dini. Setelah selesai, kedua bayi mungil itu diambil kembali untuk dibersihkan. Sete
"Mas—" Ucapannya terhenti. Inara mengurungkan niatnya untuk bicara. "Kenapa? Kok berhenti ngomongnya?" Rizky bertanya lembut kepada sang istri. Bukannya menjawab, Inara justru menatapnya lekat. Rizky menautkan alisnya, seolah bertanya gerangan apa yang ingin istrinya katakan. "Kalau umur aku gak panjang gimana? Apa kamu akan menikah kembali dengan wanita lain? Mencari ibu sambung untuk kedua anak kita," akhirnya Inara mengungkapnya. Mendengar penuturan sang istri, Rizky merasa tak suka. "Aku gak suka kamu bicara seperti itu. Sampai kapanpun hanya kamu istri aku dan ibu Anak-anak kita. Kamu harus ingat perjuangan cinta kita sampai ke titik sekarang ini. Kita sama-sama berat melewatinya. Udah ya, jangan bicara seperti itu! Kita berdoa, semoga operasi sesar kamu besok berjalan lancar. Kamu dan kedua anak kita selamat dan sehat. Kita bisa berkumpul bersama," ucap Rizky panjang lebar. Inara terdiam. Perasaannya menjelang persalinan, semakin deg-degan. Dia khawatir, nyawanya tak tertol
"Sayang, sepertinya aku besok harus berangkat ke Yogyakarta untuk beberapa hari. Ada pekerjaan yang gak bisa aku tinggalkan," ucap Gio yang kini masih memeluk istrinya. Sita memiliki wajah yang cantik. Dia juga memiliki body dan juga kulitnya yang putih mulus. Tentu saja Gio tak sembarangan memilih seorang istri. "Jadi, aku di tinggal lagi?" Sita terlihat kesal, memanyunkan bibirnya. Lagi-lagi dia harus di tinggal kembali. Padahal, baru hari ini suaminya pulang, dan besok harus pergi lagi meninggalkan dia. "Sabar ya, Sayang! Seperti biasa, aku tak akan lama ke sananya. Setelah urusan selesai, aku akan segera pulang. Aku pun tak akan kuat berpisah dengan kamu," rayu Gio. "Sebagai permintaan maaf aku. Aku akan memberikan kamu uang 100 juta. Kamu bisa gunakan uang itu, untuk shopping atau apapun. Bebas terserah yang kamu mau," ucap Gio lagi. Tentu saja mata Sita langsung berbinar-binar mendengarnya. Dia merasa senang, karena suaminya akan memberikan dia uang, untuk membeli yang dia
"Kapan gue bisa hidup enak lagi sih? Cape gue hidup susah terus," gerutu Monika. Setelah diusir dari rumah Arsyila, kini Monika bekerja menjadi ART di tempat lain. "Monika," teriak sang majikan. "Bisa gak sih, gak usah teriak-teriak. Mentang-mentang orang kaya, sombong banget," umpat Monika dalam hati. Dia tak ingat dirinya dulu. Begitu sombongnya dia. Bahkan dia dulu begitu menghina Inara, dengan sebutan "orang kampung." "Ya Nyonya, sebentar," sahut Monika. Dia pun langsung lari menghampiri majikannya. Jika dia tak segera mendatangi majikannya itu, pastinya Sita akan mengomel padanya. Kini Monika sudah berdiri di hadapan sang majikan. Sita menatapnya tajam. "Ada apa ya Nyonya, memanggil saya?" tanya Monika dengan wajah menunduk. "Kamu tanya ada apa? Ini baju saya kenapa bisa begini? Kamu itu bisa kerja gak sih? Kalau memang gak bisa. Lebih baik kamu saya pecat. Saya butuh pembantu yang berpengalaman," ucap Sita sombong.Monika dibuat tak berdaya. Mungkin, ini balasan untuknya.
Baik Rizky maupun Inara sudah terlihat bersiap-siap untuk berangkat ke rumah sakit. Rizky memilih menunggu sang istri, di depan ruang TV. Setelah selesai memakai hijabnya, Inara berjalan keluar menghampiri suaminya. "Ayo Mas, kita berangkat sekarang!" Inara mengajak sang suami. Dia langsung keluar bersama. Rizky meminta sang supir mengantarkan mereka ke rumah sakit. Kini mereka sudah dalam perjalanan menuju rumah sakit. Kali ini Rizky memilih menggunakan supir pribadi. "Semoga, kedua anak kita dalam keadaan sehat. Aku khawatir sekali," Rizky membuka pembicaraan. "Aamiin. Aku juga berharap demikian, Mas," sahut Inara.Mobil yang membawa mereka sudah sampai di rumah sakit. Rizky dan Inara turun di lobby rumah sakit, dan mereka langsung masuk ke dalam menuju tempat administrasi pendaftaran. "Kamu duduk aja di sana! Biar aku yang urus pendaftaran," ucap Rizky dan Inara mengiyakan. Inara langsung mencari tempat duduk, menunggu suaminya selesai mendaftar. Seperti biasanya, Rizky yang a