Pertemuan selesai, Nyonya Wina dan suaminya segera pulang ke rumah. Mereka khawatir jika meninggalkan Adel terlalu lama. Adel adalah anak yang selalu membangkang, ia takut jika putrinya itu akan berbuat nekat. Bisa saja ia kabur lewat jendela atau mungkin melakukan hal yang lebih buruk lagi.
"Mbok, dimana Adel?" tanya Nyonya Wina saat tiba di rumahnya.
"Non Adel dari tadi di dalam kamar, Nyah! Sejak Tuan dan Nyonya pergi' Non Adel tidak keluar kamar sama sekali," jawab si Mbok.
"Baguslah! Berarti anak itu sudah menyadari kesalahannya," ucap Nyonya Wina, ia pun segera menyusul suaminya ke kamar.
**
Sedangkan jauh diluar sana, Anton tengah kebingungan karena tidak bisa men
Anton menarik nafas panjang, ia bingung harus bagaimana. Anton hafal betul karakter mantan istrinya itu seperti apa. Nisa adalah wanita yang selalu ingin diprioritaskan, dia selalu ingin jadi nomor satu dalam hidup Anton, tidak peduli dengan statusnya yang sudah bukan lagi istrinya."Biar sajalah, paling Nisa hanya kesal sesaat, ntar juga dia stabil lagi! Lagi pula, tidak mungkin aku mengecewakan Ayah. Dia sudah wanti-wanti agar aku hadir dalam jamuan itu," gumam Anton dalam hati.*Jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, sudah waktunya Anton untuk pulang. Semua pekerjaannya sudah selesai. Tumpukan kertas yang tadi berserakan kini sudah tertata rapi di map nya masing-masing.Sepanjang perjalanan pulang Anton masih
Usai pertemuan itu Adel dan keluarganya pun kembali ke rumah mereka, sepanjang jalan gadis itu terus saja protes dengan keputusan orang tuanya yang dinilai tidak adil."Sudahlah, Del. Kamu itu tidak akan rugi menikah dengan Anton! Selain baik, dia itu tampan dan juga mapan! Memangnya kamu mau cari calon suami yang seperti apa' sih? Udah dipilihkan yang sempurna' masih saja protes!" ucap Nyonya Wina."Tapi Mah, Adel belum siap nikah! Adel masih pengen ngejar cita-cita Adel dulu. Masa depanku masih panjang, Mah! Masa iya mama dan papa tega ngerampas impian anaknya,""Bukan ngerampas Adel, tapi menjamin masa depan yang terbaik untuk kamu! Walaupun kamu tidak menikah dengan Anton, mama dan papa tidak akan mengizinkan kamu mengejar cita-citamu menjadi seorang model!"
Adel pun bergegas ke kamar mandi, meninggalkan ibunya yang dilanda kesal atas ulahnya. Nyonya Wina keluar dari kamar Adel. Ia memanggil si Mbok untuk membereskan baju yang berserakan di lantai. Wanita paruh baya itu pun mengangguk mengiyakan dan segera menaiki anak tangga menuju kamar anak majikannya itu.Nyonya Wina berjalan menuju ruang keluarga. Belum sempat ia mendaratkan bokongnya di atas sofa, bell pun berbunyi. Wanita yang selalu berpenampilan elegan itu pun kembali bangkit dan bergegas membuka pintu. Dan benar saja dugaannya. Anton sudah berdiri di depan pintu untuk menjemput Adel."Eh, Nak Anton, ayo masuk!" Ajaknya."Iya, Tante, terima kasih!" Sahut Anton. Mereka pun duduk diruang tamu."Nak Anton tu
Di tengah percakapan mereka, Adel pun datang menghampiri dan sontak membuat Anton terperangah. Bukan karena kecantikannya yang paripurna seperti yang dikatakan Nyonya Wina. Namun, karena bekas noda eyeliner yang masih menempel di area matanya. Anton berusaha menutup mulutnya untuk menahan tawa. Ini benar-benar diluar dugaan, dia pikir gadis ini akan keluar dengan penampilannya yang sempurna seperti biasanya.'sepertinya nih cewek butuh piknik,' gumam Anton dalam hati.Nyonya Wina yang melihat penampilan Adel yang tak karuan pun merasa malu. Terlebih dia sudah menggadang-gadang kecantikan anaknya di hadapan Anton.Berulang kali Nyonya Wina mencoba memberi isyarat pada Adel. Namun, Adel sama sekali tidak mengerti maksud isyarat sang ibu."Apaan' sih, Mah?" tanya Adel saat Nyonya Wina memberi kode untuk wajahnya yang masih terlihat cemong."E-enggak apa-apa, ko!" jawabnya bingung.'Astaga ini anak!! Ko bisa kayak gini? Di kasih waktu dua
Setelah tiga puluh menit perjalanan, akhirnya mereka pun sampai di art shop megah dengan nuansa eropa milik Tante Sonya.Wanita yang sebaya dengan Nyonya Wina itu pun menyambut kedua calon pengantin itu dengan sangat ramah."Akhirnya kalian datang juga! Tante pikir' kalian berdua tidak jadi datang! Ayo masuk!" ajak Tante Sonya pada Anton dan Adel."Maaf, Tante' barusan di jalannya macet, jadi kita berdua telat' deh! Maaf ya, Tan' sudah membuat Tante menunggu!" jawab Adel berbohong."Oh ya? Macet? Ko' tumben sekali ya, biasanya kalau jam segini lengang deh!" sahut Tante Sonya tidak percaya.Seketika Adel pun menoleh ke arah Anton dan memberi kode
"Kamu itu kenapa, sih' Del? Ko' jadi aneh kayak gini? Perasaan tadi baik-baik saja? Memangnya salah saya apa?" tanya Anton setelah beberapa saat mereka terdiam. "Lo pikir aja sendiri salah Lo apa?" jawab Adel ketus. Ia melipat kedua tangannya di dada. "Saya ngerasa tidak punya salah, dari tadi' kan kita baik-baik saja! Kamu aja yang tiba-tiba sewot terus ngamuk-ngamuk kayak anak kecil!" "Lo pikir' gue ngamuk nggak ada sebabnya, hah? Introspeksi dong Lo! Biar lo tau' kesalahan lo itu dimana?" Anton melirik Adel yang tengah kesal, wajahnya tampak terlihat lucu dan menggemaskan di saat cemberut. Membuat Anton tak tahan ingin mencubit pipi ranumnya. Namun, mana mungkin Anton melakukan itu. Ia tidak berani
Dua jam sudah Adel mengerjakan tugas rangkumannya. Pekerjaan melelahkan itu pun akhirnya selesai juga."Nih rangkumannya!" ucap Adel menyodorkan beberapa lembar berkas ke hadapan Anton."Sudah selesai semuanya, kan?" tanya Anton memastikan. Matanya menoleh ke arah wanita yang berdiri di hadapannya itu"Ya sudahlah, kalau belum nggak mungkin gue kasih ke elo! Uda cepet lo periksa!" jawab Adel ketus. Gadis dengan blazer warna hitam itu menarik kursi dan duduk tepat di hadapan Anton."Bagus! Semuanya sudah sesuai dengan isi presentasi saya!" ucap Anton setelah mengecek kertas-kertas itu.Kring! Kring!Ponsel
"What? Ikut?" tanya Anton terkejut."Iya! Gue ikut lo ke rumah mantan istri lo itu!""Kamu jangan aneh-aneh, Del! Untuk apa kamu ikut? Kampung halaman Nisa itu jauh, lagipula' rumah kamu udah dekat, sebentar lagi kita juga sampai! Kamu jangan macem-macem,""Gue nggak macem-macem, ko! Gue cuma mau ikut sama lo! Udah itu aja!""Tapi, Del! Mau ngapain kamu disana? Aku kesana bukan mau liburan, tapi mau menyelesaikan urusan penting! Ini urgent' Del. Sudahlah jangan ngaco! Ada-ada aja kamu nih," ucap Anton. Ia sama sekali tidak menanggapi keinginan Adel dengan serius.Anton terus mempercepat laju mobilnya, ia harus segera tiba di rumah Adel. Pikirann
Hallo semuanya 🥰🥰 Akhirnya setelah penantian dan proses yang cukup lama. Novel Vonis mandul ditengah kehamilan istriku atau disingkat menjadi (VMDKI) Ending juga 🥳🥳🥳Pertama-tama Saya mengucapkan terimakasih pada Tuhan Yang Maha Esa dan juga kepada Keluarga besar saya yang telah mendukung saya menjadi seorang Penulis. Dan yang paling spesial adalah terimakasih saya kepada seluruh pembaca setia novel VMDKI yang mengikuti novel ini dari awal terbit sampai tamat. 200 bab bukanlah jumlah yang sedikit, dan tentunya banyak diantara kalian semua yang sudah menghabiskan dana untuk membaca novel ini. Saya mohon maaf telah membuat kalian menghabiskan uang jajan atau bahkan uang dapur kalian untuk cerita ini. Semoga kalian bisa mendapat ganti yang berlipat ganda, semoga selalu di beri kesehatan, dan di lancarkan rezekinya. Mohon maaf jika masih banyak kekurangan dan Typo di dalam Novel ini. Jika berkenan yuk, baca juga novel ottor yang lainnya. *Yang suka dr
***Setelah pertemuan itu mereka tidak lagi bertemu sampai acara pernikahan tiba. Anton dan Adelia hanya berkomunikasi lewat telepon dan watsap. Hari terus berganti, kedua keluarga semakin sibuk mempersiapkan acara sakral itu. Mereka ingin acara itu menjadi pernikahan termewah di Jakarta. Malam ini kedua keluarga mengadakan pertemuan tertutup. Dua pasangan paruh baya itu mengadakan jamuan di sebuah restoran VVIP untuk membahas persiapan pesta yang akan digelar besok. Mereka ingin memastikan jika semua persiapan sudah seratus persen. "Syukurlah jika semuanya sudah siap, saya sangat lega mendengarnya! Ini adalah momen spesial untuk kami," ucap Tuan Romy lega. "Iya, Pak. Kami pun begitu, rasanya tidak sabar untuk menunggu hari esok," jawab Pak Tio. "Kalau begitu, kita akhiri saja pertemuan ini, sepertinya sudah malam juga, sudah waktunya kita istirahat agar besok pagi tidak terlambat," ucapnya. Mereka p
***Dengan wajah memerah, Anton keluar dari minimarket membawa bungkusan berwarna merah muda itu. "Sial! Gara-gara Adel, aku jadi di ketawain anak-anak ABG tadi, mana jadi bahan olok-olokkan mereka lagi," cetus Anton menutup pintu mobilnya dengan kesal."Lagian, ngapain juga tuh kasir banyak tanya, pake acara nawarin merek lain segala lagi, memang dia pikir' saya ngerti apa dengan merek-merek pembalut? Aneh-aneh aja tuh orang," Anton menyalakan mesin mobilnya dan pergi meninggalkan minimarket berlogo merah kuning itu.Sesampainya di rumah Adel, Anton pun langsung masuk ke dalam rumah yang tidak di kunci itu sesuai perintah Adel saat ia menelpon."Adel! Kamu dimana?""Gue di kamar! Lo sini aja! Gue nggak bisa turun nih," teriak Adel menyahut dari kejauhan."Jangan bercanda dong, Del! Di rumah kamu nggak ada siapa-siapa, ntar kalau tiba-tiba Papa dan Mama kamu datang dan melihat saya ada di k
🍀🍀🍀"Ibu langsung istirahat saja! Ibu pasti capek, kan? Barang-barangnya biar si Mbok dan Sulis yang urus!" ucap Anton saat mereka tiba di rumah sang Ayah. Wanita paruh baya itu pun mengangguk dan menuruti seruan anaknya. Sedangkan Anton segera masuk ke dalam kamarnya, ia pun merasa lelah setelah membantu memindahkan barang-barang ibunya.Kring! Kring! Ponsel Anton berdering, dengan cepat ia mengangkat panggilan masuk dari Lilis. "Halo, assalamualaikum' Mbak,""Waalaikumsalam, Mas. Maaf mengganggu, saya hanya ingin mengucapkan terimakasih atas paket yang dikirim mas Anton. Anak-anak senang sekali, Mas,""Syukurlah kalau paketnya sudah sampai, Mbak. Semoga Fadlan dan Aqila menyukainya," ucap Anton lega. Tiga hari lalu Anton mengirim perlengkapan sekolah untuk kedua adik iparnya itu. Mulai dari baju seragam, sepatu, tas dan perlengkapan lainnya. "Suka banget, Mas. Dari tadi mereka nggak sabar ingin bilang terima
🍀🍀🍀Satu minggu sebelum pernikahan Anton di gelar, Tuan Romy dan Bu Minah pun melangsungkan acara pernikahan mereka di kediaman Tuan Romy, acaranya berlangsung khidmat dan sederhana sesuai permintaan Bu Aminah. Hanya kerabat dan orang-orang terdekat mereka yang menghadiri acara tersebut. Bu Aminah tampak begitu cantik dengan balutan kebaya Jawa, begitupun dengan Tuan Romy, pria lima puluh dua tahun itu tampak gagah dengan busana adat dan juga blangkon khas Jawa yang ia kenakanan. Pasangan paruh baya itu pun duduk di depan penghulu. "Bagaimana Pak Romy, sudah siap?" tanya penghulu itu memastikan. Tuan Romy pun langsung mengangguk yakin. Anton dan kekasihnya duduk di sebelah mereka, menyaksikan betapa sakralnya ijab kabul yang diucapkan sang Ayah. Suasana hening sejenak saat Tuan Romy dengan lugas dan lancar mengucapkan ijab kabul dengan satu tarikan nafas."Bagaimana saksi? Sah?" tanya penghulu memastikan."Sah!"
***Satu minggu setelah perdebatan itu, suasana kembali mencair. Bu Minah berusaha untuk menghilangkan kebenciannya kepada Jannah. Bagaimanapun anak itu memang tidak berdosa. Tidak mungkin ia harus menanggung beban atas perbuatan keji yang dilakukan kedua orang tuanya. Bu Minah berusaha meyakinkan dirinya, meski itu tidak semudah yang dipikirkan. Tapi ia yakin, lambat laun rasa sayang itu akan tumbuh dengan sendirinya. Kring! Kring! Dering ponselnya berbunyi. Nama Tuan Romy terpampang di layar. Dengan antusias Bu Minah segera menggeser tombol hijau dan berbicara dengan pria yang kini kembali mengisi kekosongan hatinya. "Halo, Mas. Sudah berangkat?" tanya Bu Minah saat seseorang memanggil namanya. "Sudah, Minah. Ini Mas sudah di jalan, sebentar lagi sampai. Kamu sudah siap' kan?" "Sudah, Mas. Saya tunggu di luar ya, biar kita langsung berangkat," Sahutnya sebelum memutus panggilan. Hari
Sore menjelang malam, mereka pun tiba di Jakarta. Setelah mengantar Adel sampai ke rumahnya, Anton pun bergegas pulang. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat Bu Minah ada di rumah sang Ayah dan menyambut dirinya dengan wajah tak bersahabat."Ibu? Sejak kapan ibu disini?" tanya Anton meraih tangan ibunya dan menciumnya takzim."Kamu dari mana saja Anton? Kenapa nomormu tidak bisa dihubungi?" tanya Bu Minah menatap tajam Anak sulungnya itu. Melihat raut wajah ibunya yang kesal, Anton pun bingung harus menjawab apa. "Kenapa diam saja Anton? Kamu tidak dengar apa yang ibu tanyakan?! Kamu dari mana saja? Kenapa pergi tidak pamit sama ibu?""Maaf kan Anton, Bu. Anton … Anton ada urusan,""Urusan? Urusan apa? Mengurus wanita jalang itu maksudmu?! Jawab Anton! Benarkan apa yang ibu katakan?" Mendengar cercaran pertanyaan dari ibunya, Anton pun hanya bisa mengangguk mengiyakan. Ia tidak mungkin berdebat dengan sang ibu d
Mereka bertiga pun akhirnya memutuskan untuk pulang, Anton dan Adel mengantar Lilis terlebih dahulu sebelum mereka berdua kembali ke Jakarta. "Terimakasih, ya' Mas Anton, maaf sudah terlalu banyak merepotkan," ucap Lilis saat mereka tiba di rumahnya. "Tidak apa, Mbak. Itu sudah menjadi tanggung jawab saya. Kalau begitu saya pamit dulu' ya, Mbak. Salam pada anak-anak," "Baik, Mas. Nanti saya sampaikan salam dari Mas Anton pada Qila dan Fadlan jika mereka sudah pulang dari sekolah. Mas Anton dan Mbak Adel hati-hati di jalan," sahut Lilis dan segera di anggukan oleh Anton maupun Adel. Dua sejoli itu pun akhirnya pergi meninggalkan kampung halaman Nisa.Tidak bisa dipungkiri, di kampung ini Anton sempat menjadi bagian dari keluarga besar Abah dan Emak. Kenangan masa lalu yang indah sempat terukir, walau hanya sesaat."Anton? Lo kenapa' sih? Ko malah ngelamun? Ayo jalan!" ucap Adel menegur kekasihnya yang masih dudu
"E-elo … nggak sedang bohongin gue kan?" tanya Adel terbata. Seketika ada perasaan bersalah karena telah menuduhnya yang tidak-tidak. "Untuk apa saya bohongin kamu, Del? Apa untungnya buat saya?" sahut Anton membuang nafas kasar. Ia tidak menyangka jika gadisnya itu bisa berpikiran buruk terhadapnya. "Lebih baik' sekarang kamu balik ke Jakarta! Kamu kesini diantar Pak Amin' kan? Biar saya bilang sama Pak Amin untuk bawa kamu pulang ke Jakarta," ucap Anton. Ia pun berjalan menuju mobil hendak menghampiri sang supir. Namun, seketika tangan Adel menghadangnya. "Gue nggak mau balik! Gue mau disini nemenin lo!" ujar Adel yakin."Tapi, Del! Disini saya repot dengan urusan Nisa. Saya tidak mungkin bisa jagain kamu! Dari pada nantinya kamu kesal, lebih baik kamu pulang. Jika urusan disini selesai, saya akan segera menyusul kamu ke Jakarta!" "Pokoknya gue nggak mau balik! Gue tidak akan kembali ke Jakarta tanpa lo! Gue mau nemenin lo sampai semua urusan