Di dalam restoran tampak sangat ramai oleh orang-orang dengan penampilan memukau. Sangat wajar, malam ini restoran dipesan khusus untuk acara makan malam bersama orang-orang eliet, para CEO, pengusaha sukses, juga orang-orang dengan karier cemerlang. Sekurang-kurangnya, karyawan yang turut dalam acara adalah para manajer.Dari sekian banyak tamu undangan, terlihat seorang gadis duduk sendiri saja. Dengan kulitnya yang putih bersih, gaun merah yang dikenakan membuatnya terlihat lebih bersinar. Sesekali dia menengok ke arah pintu, seperti sedang menunggu sesuatu. Lantas, dia mengembuskan napas ketika yang dicari tidak juga terlihat.“Hei!” sapa seorang perempuan lain sambil menepuk pelan pundak gadis cantik yang kesepian.“Celine?! Ya ampun! kamu ngagetin aja!” Gadis cantik itu langsung berdiri dan memeluk orang yang mengejutkannya, juga tak lupa untuk melakukan cium pipi kanan dan kiri.Celine adalah teman sekelas Siska saat kuliah di luar negeri. Mereka tinggal di tempat yang sama sel
Sebagai teman, Celine ingin menguatkan dan menghibur Siska. Maka, dia pun berkata, “Sis, coba deh kamu pikirkan. Robert itu idola semua cewek di kelas kita. Tapi dia nakasir berat sama kamu. Udah diputusin juga masih ngejar kamu.”“Aku nggak peduli. Cinta itu buta Cel. And now, he make me blind (Dan sekarang dia bikin aku buta).”“Iya, aku ngerti. Maksudku, jika Robert saja seperti itu, artinya, kamu itu sangat sempurna. Kamu tahu nggak, sejak tadi ada banyak cowok merhatiin kamu. Tapi mereka kayaknya minder buat duduk di sini karena kamu tuh kelewat cantik.”“Beneran?”“Iyalah! Kalau mantanmu sekarang sayang sama istrinya, ya wajarlah. ‘Kan selama ini mereka udah bersama, istrinya hamil lagi. Tapi, waktu bisa mengubah apa pun.”“Maksudmu?”“Kamu tahu gimana istrinya mantanmu itu? Dia cantik, biasa, jelek, menarik, atau apalah.”Siska mengangguk. “Dia biasa banget. Ibu dan adiknya mantanku juga benci banget sama dia. Kalau adik mantanku bilangnya, dia itu kampungan, dan setelah aku ke
Waktu seperti terhenti ketika Aji dan Retno memasuki restoran. Mereka seolah menyihir semua orang untuk mengabaikan segala hal dan hanya fokus menatap keduanya.“Apa mereka pasangan dari surga?”“Laki-laki dan perempuan itu sangat ... memukau.”“Mereka pasangan yang sempurna.”"Ya Tuhan, bisakah aku mendapatkan pasangan sesempurna itu?"Dan masih banyak lagi kalimat-kalimat pujian bernada sama, tanpa sadar terlontar dari mulut orang-orang yang terkesima dengan penampilan Aji dan istrinya.Sudah barang tentu reaksi positif tersebut membuat Siska mendengkus kesal. Dia membiarkan Aji mengajak istrinya datang ke acara itu hanya karena ingin mempermalukan Retno yang sehari-hari berpenampilan kelewat biasa. Lalu, mengapa malam ini mendadak Retno seperti seorang putri? Sangat konyol! Ini jelas bukan dongeng Cinderela.“Sis, kalau dia adalah istri mantanmu, maka akan sangat berat bagimu untuk mendapatkan kembali mantanmu itu. Dia sungguh saingan yang sangat kuat. Lihatlah, wajah dan tubuhnya
“Istrimu yang mengajariku, Aji. Sejak dari rumahmu tempo hari, aku menjadi hobi bercanda. Itu sangat ... menyenangkan rupanya. Sekarang aku mengerti kenapa Retno suka bergurau.” Siska pun menatap lekat ke depan.Dari tempat duduk Aji, pemandangan dua wanita yang berbalas tatapan tajam itu terlihat sangat menakutkan. Imajinasi lelaki itu mulai berlebihan, kalau-kalau di depannya terjadi perang dunia; piring dan gelas terlempar, segala barang di atas meja berserakan karena telapaknya ditarik paksa, lalu jambakan demi jambakan, sampai dengan saling memberikan tamparan keras.Plak!Aji memejamkan mata erat. ‘Ya Tuhan, jangan biarkan wanita-wanita ini mengacaukan dunia,’ batin Aji dengan detak jantung secepat kereta ekspres.’“Di mana kelakarmu, Retno? Kenapa dengan penampilan menawan ini selera humormu malah hilang? Apa sekarang, bercanda bukan lagi menjadi hobimu? Sayang sekali!"Retno tidak menggubris. Dia malah mengangkat tangan, meminta seorang pelayan untuk membuatkan segelas jus. Di
Terlintas niat busuk di kepala Siska. Dia tersenyum miring sebelum menjawab, “Maaf ya Retno, aku hanya menerjemahkan apa yang dikatakan lelaki ini saja. Katanya, kamu sangat kampungan. Penampilanmu sangat buruk. Dia menyarankan agar kamu mengganti semuanya. Gaunmu, model rambutmu, riasanmu, sepatumu, dan semuanya.” “Benarkah?” Kedua alis Retno bertaut hampir menyatu. “Tapi kenapa dia malah tersenyum? Aku tidak melihat ekspresi mencela di wajahnya. Senyumnya sangat tulus, seperti orang memuji.” “Itulah, mereka orang luar kalau mengkritik selalu disampaikan dengan sopan dan santun karena memang ya tujuannya baik, untuk mengingatkanmu supaya lain kali tidak berpenampilan seperti ini lagi.” Siska melanjutkan kebohongannya. “Begitu ya?” Retno masih terlihat ragu. “Iya dong. Aku sendiri merasa kalau penampilanmu yang sederhana seperti saat kamu berada di rumah itu lebih bagus lho Ret. Terlihat lebih dewasa, anggun, dan bijak banget. Ya pokoknya memancarkan aura yang positif dan menenangk
“Mainlah ke rumahku saat senggang.”Aji pun beranjak setelah memeluk temannya. Jujur saja, sepanjang obrolan tadi, jantung lelaki itu berdetak sangat cepat karena memikirkan sang istri yang duduk satu meja dengan mantan pacarnya.‘Semoga mereka tidak berperang,’ batin Aji usai menghela napas panjang.Tak lama berselang, Aji telah sampai di meja nomor tujuh, tempat dia, istrinya, dan mantanya duduk bersama tadi. Sebuah senyum terkembang di wajahnya melihat penampilan dua perempuan di meja itu masih sama persis seperti saat sebelum dia pergi ke toilet.‘Syukurlah, sepertinya semua aman terkendali,’ batinnya sambil duduk dengan senyum lega.Jika Retno membalasnya dengan senyum pula, tidak demikian dengan Siska yang berbicara dengan nada protes dan manja.“Aji, kamu dari mana saja sih? Lama banget. Ditungguin dari tadi tauk!” Siska meraih tangan Aji yang berada di atas meja.Dengan cepat Aji menarik tangannya. Dia menoleh sesaat pada Retno untuk melihat ekspresi wajahnya. “Eh, maaf, tadi
Pelipis Retno berkedut. Dia sepertinya tidak menduga jika mantan pacar suaminya itu ses*ngong ini. Akan tetapi, seperti biasa, dia tetap tenang, tanpa mengatakan apa pun.“Ehehehe, istriku sedang hamil Sis, jadi sangat bagus kalau minum jus buah. Bukan begitu, Sayang?” Aji bermaksud untuk membela sang istri.Akan tetapi, Retno justru berpikir lain. Dia mengangkat tangannya untuk memanggil pelayan lagi. Lalu dia mengulangi pesanannya, meminta segelas jus mangga.Setelah pelayan pergi, Retno memandang Siska. “Aku sangat bersyukur bisa menemukan penjual jus mangga dengan mudah, bahkan di pinggir-pinggir jalan pun banyak. Seperti kata Siska, hanya dengan uang lima ribu, jus yang segar sudah bisa dinikmati. Aku tidak bisa membayangkan jika jus seperti ini hanya tersedia di Skygarden Paradise.” Dia menoleh pada sang suami. “Bayangkan Sayang, betapa menderitanya aku, bahkan meski kamu membawa uang sekoper, aku belum bisa menikmati segelas jus mangga.”Aji tertawa lagi. Ternyata melihat dua p
Mendengar Retno mengulangi ucapan yang sangat konyol itu, Siska mencondongkan tubuhnya ke depan. Dia meletakkan kedua tangan di atas meja, lantas menyangga dagunya dengan tangan kanan. Terdengar embusan napas panjang darinya, yang disusul dengan senyum lebar. “Baiklah, karena sepertinya kamu sangat ingin ‘membahagiakanku’, lakukan saja Retno. Aku jadi semakin tidak sabar untuk melihat kebaikanmu Retno. Yang terpenting, aku harap kamu tidak memaksakan diri, DAN tidak menyalahkanku jika nanti merasa sangat malu.” Aji menelan ludah. Dia masih tidak mengerti ketika istrinya menawarkan hal mustahil itu lagi. Meski Siska, bahkan juga tamu lainnya sudah menertawakan Retno, dia merasa istrinya itu justru menjadi semakin serius dengan perkataannya. Maka, tidak heran jika dalam hatinya, Aji kembali bertanya-tanya, ‘Sayang, bagaimana kamu akan menyelamatkan diri dari rasa malu sekarang? Orang-orang pasti akan menertawakanmu lagi.’ Sejujurnya, Aji berpikir demikian bukan lantaran dia tidak per
Mengira Retno akan berbuat macam-macam padanya, jelas Mayang merasa terintimidasi. Wajahnya yang pucat semakin pucat karena takut menantu yang tersakiti akan membalaskan dendam. Keringat sampai keluar membasahi keningnya atas bayangan buruk yang terlintas di kepalanya. Menyadari ekspresi ketakutan yang ditunjukkan mertuanya, Retno bertanya untuk memastikan. "Mama kenapa? Mama takut padaku?" Mayang ingin sekali kabur dari kamarnya, tetapi itu mustahil dilakukan. Jangankan berlari atau beranjak dari ranjang, duduk saja dia tak bisa. "Mama, kata dokter, Mama harus makan dan minum obat teratur. Aku sudah membuat sup ayam kesukaan Mama. Aku akan menyuapi Mama." Retno menyendok sup untuk diberikan pada Mayang. Dia benar-benar membuat Mayang ketakutan karena mengira ada racun atau zat berbahaya dalam sup tersebut. Dalam hati Mayang memaki dirinya sendiri karena memiliki tangan yang tidak berguna. Ingin rasanya Mayang menepis mangkuk di tangan Retno hingga terjatuh dan supnya tumpah semu
"Halo, dengan siapa ini?""Sa-saya, Paijo Mbak. Itu, sopir barunya Nyonya."Retno mengerutkan kening. "Nyonya?""Anu, itu, maksud saya, Bu Mayang.""Ya, Pak, saya menantunya. Ada apa?" ucap Retno setelah terdiam beberapa saat."Oh, menantunya, bukan anaknya ya. Itu Mbak, Nyonya pingsan. Saya sudah telepon dokter, tapi belum datang. Saya telepon Mbak karena semalam Nyonya sempat minta untuk diteleponkan, tapi tidak jadi. Jika Mbak tidak repot, tolong datang ke rumah Nyonya, ya Mbak.""Aku sudah di depan Pak Paijo. Bapak tunggu di kamar Mama saja."Retno menutup telepon masih dengan jantung berdetak cepat. "Ada apa, Sayang?""Mama pingsan, Mas."Retno dan Aji turun dari mobil mereka yang telah terparkir di halaman rumah Mayang. Aji menggandeng istrinya untuk jalan bersama ke dalam rumah.Namun, saat berada di depan pintu utama, Aji sempat berhenti. Hal buruk yang pernah terjadi di rumah itu terlintas di kepalanya. Bayangan itu buyar setelah dia mendengar suara Retno yang mengajaknya se
Belum sampai Mawar menuntaskan ucapannya, Retno telah memotong dengan berkata, "Jika aku datang sebagai seorang ibu, aku pasti sudah tertawa melihat orang yang pernah memasukkan obat penggugur kandungan di minumanku dipenjara. Jika aku datang sebagai seorang istri yang hendak dipisahkan dari suaminya dengan intrik menjijikkan, aku pasti menambah penderitaanmu dengan memberikan sumpah serapah bahkan tamparan." Mawar terdiam. Dia jelas masih sangat ingat pada apa yang dilakukan ke Retno. "Apa kamu melihatku melakukan itu?" Mawar masih diam meski dalam hati dia menjawab, 'tidak'. Alih-alih menunjukkan rasa senang atau puas melihat dirinya dipenjara, Mawar justru melihat kecemasan dan kesedihan di wajah kakak iparnya itu, sorot mata dan raut muka yang dia harapkan ditunjukkan Aji kemarin. Retno menghela napas panjang. "Aku tidak akan lupa bahwa suamiku adalah kakakmu. Itu artinya, kamu adikku juga. Walau aku berharap memiliki adik yang lebih baik, aku tidak bisa menolak kekurangan dari
Setelah semalam Retno berhasil meyakinkan Aji, pagi-pagi sekali keduanya tampak telah meninggalkan rumah. Mereka pergi berdua dengan mengendarai sebuah mobil. Aji sendiri yang menyetir mobil tersebut.Tak lama kemudian mereka sampai di tempat yang dituju. Jika Aji terlihat mengembuskan napas panjang, Retno tampak tersenyum."Ayo kita turun, Mas," ajak Retno sambil memegang tangan Aji yang masih berada di kemudi.Dengan wajah cemas Aji menjawab, "Sayang, aku minta maaf. Tapi tampaknya aku akan menunggumu di sini saja.""Kamu tidak ikut masuk saja, Mas?""Aku sudah bertemu dengannya kemarin. Sampai sekarang aku masih belum bisa melupakan wajahnya. Jadi, aku pikir sebaiknya aku menjaga agar tidak bertemu dengannya lagi untuk sementara waktu sampai ya ... aku merasa siap." Aji memaksa untuk tersenyum.Tepat sekali, Retno dan Aji memang pergi ke kantor polisi tempat di mana Mawar di penjara sementara hingga proses persidangannya dilangsungkan.Meski awalnya Aji mencemaskan Retno jika menem
Sepulangnya Aji dari kantor polisi, tidak dipungkiri ada keresahan di hatinya. Jika ditanya apakah dia marah dan kecewa pada Mawar atau tidak, jelas sudah jawabannya. Sejatinya Aji begitu murka hingga tangannya bergetar sampai sekarang. Dia tidak habis pikir dengan jalan pikiran adik perempuannya itu.Tapi, Aji mencoba untuk tidak terlalu pusing akan hal tersebut. Dia hanya ingin fokus pada keluarga kecilnya. Dan untuk itu, Aji akan merahasiakan kabar buruk tentang Mawar dari istrinya. Dia tidak ingin Retno menjadi khawatir karena ini. Bahkan sebelum masalah besar itu menimpa, Retno sudah mencemaskan ibu dan adiknya. Tidak tahu bagaimana perasaan Retno jika Mawar dipenjara karena menjadi pengguna dan pengedar narkoba.‘Aku harus bersikap seolah semua baik-baik saja. Dan keluarga kecilku memang baik-baik saja. Jadi Aji, kamu harus tenang.’ Aji berbicara pada dirinya sendiri tanpa suara. Aji sudah berdiri di depan pintu beberapa menit lalu sekadar untuk menyiapkan diri, supaya Retno ti
“Tolong Pak, Bu, lepaskan aku. Aku tidak salah. Semua barang haram itu punya pacarku.” Mawar merengek sambil memegangi jeruji besi. Tidak ada respons dari polisi yang berjaga hingga membuat Mawar frustrasi.“Pak, Bu, aku hanya korban. Aku tidak tahu apa-apa. Tolong lepaskan aku.” Dia memohon lagi.“Jangan berisik! Semua bukti sudah jelas. Kamu tidak bisa mengelak lagi. Kamu pasti akan dipenjara. Dan jika kamu tidak kooperatif dengan kami, saya pastikan kamu akan mendapat hukuman lebih lama. Orang-orang sepertimu adalah sampah yang merusak saja!” Polisi wanita yang sejak tadi mencoba tuli, pada akhirnya kehilangan kesabaran juga.“Bagaimana reaksi keluarganya?” tanya polisi lainnya pada polwan itu.“Ibunya tidak bisa datang karena terkena stroke. Menurut penuturan sopirnya, tubuhnya tidak bisa digerakkan, hanya bisa berbicara, itupun tidak jelas.”“Apa?” lirih Mawar mendengar kabar buruk tentang sang mama. Seketika kakinya terasa lemas hingga dia terduduk bersandar di jeruji besi. Bu
Jika di rumah sakit Retno menjalani pemeriksaan kandungan dengan perasaan yang buruk, karena tidak bisa mengabaikan apa yang dia lihat di jalan, di rumahnya hal yang benar-benar buruk tengah menimpa Mayang. Wanita malang itu ditemukan pingsan di kamar mandi oleh sopirnya.Si sopir yang panik langsung menelepon dokter pribadi sang majikan setelah membopongnya ke kamar tidur. Naasnya, walau kini Mayang telah siuman, dia merasa seluruh tubuhnya kaku. Sekuat tenaga dia berusaha untuk menggerakkan kakinya, tapi tidak bisa. Mayang juga mengerahkan seluruh kekuatannya hanya demi mengangkat tangannya. Namun, jangankan untuk itu, sekadar menggerakkan jari-jemarinya saja dia tidak mampu.“Kenapa kamu diam saja? Cepat telepon dokter! Apa kamu menunggu aku mati dulu baru meminta bantuan?” Mayang yang panik meluapkan emosinya pada si sopir. Tetapi, bicaranya tidak begitu jelas karena mulutnya pun tidak bisa digerakkan dengan leluasa sebagaimana sebelum dia terjatuh di kamar mandi.“Bagaimana Nyony
Setelah sarapan bersama, Retno berpisah dari Aji karena perbedaan agenda. Retno ada jadwal untuk memeriksakan kandungannya di rumah sakit, sedangkan Aji tidak bisa menemani sang istri karena ada pertemuan penting dengan calon klien yang hendak menyewa restoran untuk rapat bulanan asosiasi para pengusaha setempat.Kini, dengan diantar seorang sopir dan ditemani asisten rumah tangga, Retno dalam perjalanan ke rumah sakit. Dia masih belum bisa melepaskan bayang-bayang mertua dalam pikirannya. Entahlah, tapi dia merasa mertuanya sedang tidak baik-baik saja.‘Apa aku telepon Mama saja?’ Retno bertanya pada dirinya sendiri. Dia memandangi layar ponselnya yang menampilkan nomor telepon Mayang lengkap dengan potretnya bersama Mawar dan Aji.Menyaksikan senyum sang mertua, hati Retno menjadi gusar. Pasalnya, ketika masih tinggal di rumah Mayang, dialah orang yang merawat wanita paruh baya itu. Retno tahu pasti bagaimana kondisi kesehatan sang mertua. Dia khawatir, keributan yang terjadi akan b
Mayang menarik napas panjang sebelum menjawab, “Santi, maaf ya, sepertinya aku belum bisa bantu kamu.”“Lho, memangnya kenapa kamu tidak mau bantu aku, Mbak?”“Bukannya aku tidak mau membantu, tapi aku tidak bisa, San. Kamu tahu sendiri hubunganku dengan Aji dan Retno tidak baik. Tapi Santi, aku akan usaha bantu kamu. Kamu bisa memakai tabunganku dulu.”Santi tertawa. “Mbak, memangnya berapa tabunganmu? Biarpun kamu memberikan semua tabunganku, itu tidak akan cukup meski hanya untuk bayar catering. Aku nggak nyangka kamu egois banget, Mbak. Ketika kamu memerlukan bantuan, aku selalu menyanggupi bahkan melakukan lebih dari yang kamu minta. Aku tidak pernah punya masalah dengan Retno, tapi aku membencinya setengah mati dan bersikap buruk padanya setiap saat hanya karena kamu benci pada menantumu. Jika bukan karena kamu, tentu sekarang hubunganku dengan Retno dan Aji baik-baik saja. Semua rusak karena kamu, Mbak!”“Aku minta maaf, San. Aku benar-benar tidak bermaksud begitu. Aku juga san