POV Susanti. “Wah, Susanti bakalan naik derajat, nih,” katanya lagi.Herannya aku biasa saja tidak ada niatan untuk membalas nyinyiran tetangga padahal biasanya aku tidak begini.“Subhanallah ... cantik sekali kamu, Mbak?” puji Mbak Wulan.“Iya, dong, hasil MUA profesional,” jawabku.“Hilih, begitu kok, cantik terus yang jelek seperti apa?” sahut Mas Fawas.“Seperti kamu!” jawabku dan Mbak Wulan kompak.“Sana, Mas, ih, kamu itu nimbrung saja sama perempuan. Kamu mau dekat-dekat Mbak Susanti terus, ya?” ledek Mbak Wulan.“Apaan, sih, enggak banget! Mau pindah ke mana lagi! Sudah tidak muat ini tempatnya di depan sudah penuh,” jawab Mas Fawas ketus.Iya, sih, benar juga. Di depan penuh. Orang Mas Ilham bawa rombongan banyak sih, aku kira hanya keluarga inti saja.“Ya, maklum saja rumah tipe SSS,” sahutku.“Enggak apa-apa Mbak. Dasar si, Mas Fawas aja mulutnya rombeng!” kata Mbak Wulan lagi.Ustaz yang dibawa keluarga Mas Ilham menjadi perantara proses ta’aruf ini.Banyak nasihat dari
POV Susanti. Jujur saja Malam ini aku tidak bisa tidur karena memikirkan pertemuan besok dengan Mas Ilham. Aku penasaran apa yang akan dikatakan Mas Ilham. Sepertinya sangat-sangat penting, jika ingin menyangkut masa depan kami tentu saja aku akan menyetujui apa pun nanti yang akan dibicarakan olehnya, tapi jika ini tentang orang lain maka dengan tegas aku akan mengatakan tidak!Kupandangi foto profil WA Mas Ilham. Ya, Allah, dia memang benar-benar ganteng dan terlihat perfect tidak ada kekurangan apa pun apalagi dia seorang pria dewasa yang mapan, santun, dan dididik dengan background agama yang kuat tak jarang pasti banyak sekali wanita yang hanya melihat covernya saja sudah bisa jatuh cinta, tapi herannya kenapa banyak yang membatalkan menikah dengan Mas Ilham apa hanya karena Mas Ilham orang yang tunarungu? Bukankah semua manusia yang ada di dunia ini tidak ada yang sempurna atau memang karena takdir Tuhan yang hendak mempertemukan aku dengan Mas Ilham sehingga acara ta'aruf yan
POV Susanti. Dalam sujudku, aku berharap doaku bisa tembus ke pintu langit dan Allah benar-benar menginginkan apa yang aku minta atau pun setidaknya memberikan yang terbaik untukku menurut-NYA kenapa aku tahu apa yang menjadi inginku belum tentu itu yang terbaik menurut Allah, tapi kalau itu sudah ketentuan Allah pasti itu sudah yang terbaik untukku.Tiba-tiba Mak memelukku dari belakang saat aku sudah selesai salat. Hatiku jadi makin terenyuh kenapa Mak tiba-tiba sore romantis ini padaku? Biasanya Mak selalu memarahiku, meski aku tahu sih, marahnya itu adalah tanda sayangnya padaku, tapi jujur saja ini adalah pertama kalinya Mak bersikap sok manis padaku.“Susanti sebenarnya emak ini masih belum bisa melepasmu pergi menjadi seorang istri karena menurut Mak, kamu masih sangat kecil dan labil apalagi calon suamimu itu benar-benar orang kaya raya. Mak takut seperti di sinetron Indosiram itu . Kamu dijadikan babu di sana ya, memang sih awal-awalnya datang ke sini baik-baik bersikap man
POV Susanti. Tunggu dulu kok Mas Ilham sampai tahu aku enggak bisa tidur padahal kan, aku tidak bilang padanya? Ah pasti lagi-lagi Mak ini yang bilang sama Mas Ilham. Akan benar-benar merasa ge-er sekali sampai aku pikirkan begini.“Iya, Mak?” Kusapa Mas Ilham dan juga Pak Ustaz lalu aku duduk di samping bapak.“Mbak Susanti Maaf ya sudah mengganggu istirahatnya dan maaf sekali pagi-pagi begini aku sudah datang ke sini karena memang keadaannya yang memaksaku berbuat seperti ini tadi aku sudah bicara dengan Bapak dan juga Mak kamu. Mereka menyerahkan sepenuhnya kepada Mbak Susanti,” kata Mas Ilham memulai pembicaraan kami.Aduh kenapa bisa begini memangnya Mas Ilham dengan Mak sudah membicarakan apa? Kok, sampai-sampai aku yang harus memberikan keputusan jangan-jangan memang sesuatu yang sangat penting dan juga genting?“Iya, Mas karena memang kan, ini tentang aku dan juga Mas Ilham, jadi orang tua memutuskan semuanya padaku. Kalau mereka yang memutuskan berarti bukan tentang aku dan
POV Susanti. “Bagaimana Mbak Susanti? Apakah Mbak Susanti setuju untuk mau menungguku kembali atau kita melaksanakan ijab terlebih dahulu? Sejujurnya Mbak, ini pun berat bagiku, tapi ini juga demi masa depan kita karena apa yang aku lakukan ini pasti nantinya akan untuk keluargaku juga anak dan istriku. Oleh karena itu aku memutuskan untuk menyelesaikan studiku ini terlebih dahulu, tapi sekali lagi jika Mbak Susanti tidak mampu menungguku dan mungkin ada laki-laki lain yang lebih dariku Mbak bebas memutuskannya. Mungkin kita memang tidak berjodoh. Meskipun sakit menerimanya, tapi aku akan berusaha untuk tegar.”“Mas Ilham butuh jawabanku sekarang atau nanti?” tanyaku.“Ya, sekarang dong, Mbak masa tahun depan kan, memang aku harus perginya besok,” jawab Mas Ilham.“Memang semua keperluan Mas Ilham yang menyangkut pendidikan Mas Ilham sudah selesai dan sudah lengkap?”“Alhamdulillah sudah Mbak Susanti. Karena memang sebelumnya kan, aku memang berniat untuk melanjutkan pendidikan lagi
POV Kayla.“Kayla! Apa yang kamu lakukan itu Mak susah nafas kenapa enggak kamu kasih selang oksigennya!” Ternyata Kak Siwi datang tepat waktu. Sial Rencanaku hampir saja berhasil membuat Mak mertuaku sekarat hilang dari bumi ini.“Apaan sih, Kak? Aku tuh lagi telepon orang. Kakak ini ganggu saja!” jawabku asal, meski sebenarnya aku agak sedikit ketakutan jika semuanya terbongkar. Kalau sudah begitu maka satu-satunya jalan adalah aku akan membongkar semua rahasia itu di depan Mak dan juga bapak“Kamu itu yang apaan, Kay! Ini Mak susah napas malah kamu diam saja di situ main HP!” ucapnya seraya memakaikan selang oksigen pada Mak, lalu berteriak memanggil suster. Seketika kehebohan terjadi di ruangan ini.Setelah selang oksigen terpasang dengan pas dan Mak sudah tidak kesusahan bernafas lagi suster dan dokter kembali.“Kayla, maksud kamu apa? Aku mergokin kamu begini tidak hanya kali ini ya, Kay! Kemarin juga ya, kamu biarkan Mak membenturkan kepalanya sendiri ke dinding, sekarang kam
POV Kayla. “Oh, ya, Mak satu lagi Terima kasih sudah memberikan rumah itu dengan cuma-cuma padaku. Ya, anggap saja itu sebagai hadiah yang benar-benar Emak berikan secara tulus padaku dan aku yakin sekali pasti sekarang Emak sudah merasa sangat menyesal karena memberikan rumah itu padaku dan anggap saja itu sebagai gantinya karena aku sudah meninggalkan rumahku yang dulu hingga orang-orang kampung sini menganggapnya sebagai rumah hantu. Oh, ya, Mak, andai aku menjelaskan semua ini kepada anak-anak Mak, pasti hati mereka juga akan sedih sekaligus terkejut karena memiliki ke dua orang tua pembunuh. Bukan hanya satu orang yang dibunuh, tapi dua dan juga masa depanku yang sudah suami Emak hancurkan. Aku tahu sih, tidak gampang anak-anak untuk percaya dengan apa yang akan aku katakan pada mereka, tapi bukti cukup kuat saksi cukup kuat. Aku adalah saksi hidup itu dan aku punya bukti-bukti lain yang mengarah pada kejahatan Emak dan juga bapak. Selamat menikmati masa tua Emak dengan rasa wa
POV Kayla. Bang Daffa langsung memeluk emak. Baru kali ini aku melihatnya menangis mungkin saking tidak teganya melihat keadaan Mak, jadi Bang Dafa pun ikut menangis aku jadi tidak sabar untuk membongkar semua rahasia Emak dan juga bapak pada anak-anaknya.“Mak, tenang Mak, tenang ada aku di sini jangan takut lagi. Percayalah Emak pasti akan sembuh. Aku akan lakukan yang terbaik untuk emak agar Emak cepat bisa pulang begitu pun dengan bapak. Maafkan aku ya, Mak, yang tidak bisa menjaga Emak dengan baik. Benar kata Kayla mungkin Emak hanya ingin dijaga oleh anak-anak. Aku tahu Kayla pun capek menjaga Emak di sini. Sekali lagi maafkan aku ya Mak,” ucap Bang Dafa.“Mas, kok, kamu sekarang jadi belain Kayla, sih! Kamu tahu, kan, tadi Kak Siwi telepon kita tuh nangis-nangis menceritakan semuanya. Aku jadi curiga deh, jangan-jangan Kayla ini memang berniat jahat kepada Emak,” sahut Risa. Rupanya dia tidak terima jika Bang Daffa membelaku.“Sudah, deh, kalian berdua itu enggak usah banyak b
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.“Abang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. “Kamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!” usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu ‘kan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.“Cepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!” usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.“Lepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!” bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.“Kamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!” Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.“Dasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!” teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja ‘toh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. “Wah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!” kata Kak Siwi lagi. “Kalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,” jawabku. Kak Siwi bengong.“Dasar nggak waras! LAWANG!” umpat Kak Siwi.“Kok, orang gila ngatain gila, sih!” kataku lagi.“Diam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!”“Enggak takut! Lakuin aja kalau bisa,” jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.“Mak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. “Halo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,” sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.“Eh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?” kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.“Apa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!” protesku.“Aku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!” jawabnya.“Oh ... iya? Yakin?” jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.“Aww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!” jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.“Duh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!” ucapku.“Emph! Emph!” Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.“Kenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. “Oo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!”“Dokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!”“Namanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!”“Amit-amit na’uzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.”“Sekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!”“Iya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!”“Pelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!”“Iya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!”“Iya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!”“Jangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!”“Pendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!”“Makanya itu harus belajar adab juga.”“Dokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. “Kurang ajar kamu, ya, Kayla!” Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.“Aww! Sakit-sakit! Lepaskan!” teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.“Mbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!” seru para suster.“Rasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,” makiku pada Risa.“Kamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!” Risa masih saja playing victim.“Ooh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!” kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.“Aww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!” teri
POV Kayla. “Kayla, tolong panggil suster untuk membantuku!” pinta Bang Daffa.“Males, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!” tolakku sinis.“Astaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!” pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.“Nah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!” seruku.“Kayla, cepat bantu sini! Tolong ini!” pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.“Apaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,” jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.“Dasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. “Pak, hei jangan mati dulu!” seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.“Paaakk!” Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.“Pak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?”Kulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p