POV kayla. Kalau tidak, Bang Dafa atau Risa sudah tahu ini dan aku tidak mau kalau mereka makin banyak pertanyaan. Bisa gagal semuanya. Semoga saja benar aku yang sudah lupa. Gegas aku buka lemariku dan kucek semuanya. Berantakan sekali baju-baju ini, tapi tidak ada yang hilang. Perhiasanku aman, dokumen-dokumen penting pun aman. Hanya ijazah dan surat izin klinik saja si, tapi ini aman di tempatnya. Lalu siapa yang mengacak-acak lemariku? Di sini memang tidak ada uang aku simpan, tapi ada perhiasan satu set lengkap kalau itu maling pasti ini dibawa kabur. Risa! Atau Kak Siwi? Kulihat ke pintu kuncinya pun aman tidak ada tanda-tanda dirusak berarti dia masuk kamarku dengan leluasa. Siapa yang punya kunci kamarku lagi selain aku? Apa Bang Dafa? Tapi untuk apa? Kalau iya, untuk apa Bang Dafa melakukan ini? Apa dia curiga padaku? Tunggu dulu aku harus mengecek semua sela di kamarku ini jangan sampai aku meninggalkan jejak yang mengarah dan menjadikanku tersangka. Kututup kembali pin
POV Kayla. Kumatikan telepon dan segera mengnonaktifkannya. Malas aku kalau disuruh-suruh begini. Azan Maghrib sudah berkumandang aku yakin Kak Siwi sudah selesai proses masak rendangnya tinggal nunggu matangnya saja. Setelah ini aku akan ke sana. Surat rumah ini tidak bisa aku simpan di sini. Rasanya tidak aman. Aku akan pulang ke rumah ibuku untuk menyimpannya. Ini saja kamarku sudah diacak-acak entah oleh siapa kalau sampai ini ditemukan orang lain pasti akan terjadi keributan. Emak kan, bikin sertifikat ini anak-anaknya tidak ada yang tahu. âKay! Kayla!â Nah, kan, baru saja beres salat sudah ada yang manggil lagi sampai gedor-gedor jendela kamarku. Aku abaikan saja dan lebih baik nyantai di kamar. Rebahan dan menyusun rencana esok hari. âKayla! Duh, ke manalah itu orang perginya. Lampu rumah tidak dihidupkan sudah seperti gudang saja. Mana aku sendirian lagi di rumah emak. Benar-benar itu anak ngerjain aku banget!â gerutu Kak Siwi. Rupanya dia takut. Dasar sudah emak-emak
POV Kayla. Hufft sesak sekali rasanya dada ini jika ingat semuanya. Aku sudah berusaha menghapus jejak itu dari otak dan hatiku, tapi hingga kini aku tidak berhasil. Aku yang lumpuh karena perbuatan juragan yang tidak lain bapak mertuaku sendiri dan di depan mata kepalaku pula ke dua orang tuaku dibantai habis-habisan. Jika itu terjadi pada hidup orang lain pasti mereka tidak akan bisa berdiri tegak sampai dewasa seperti aku. Nenek bilang, perang itu menang kalah jadi abu dan arang, tapi entah kenapa pokoknya aku harus membalaskan rasa sakit hatiku. Aku harus bisa membuat juragan paham bahwa yang namanya perbuatan baik buruknya pasti akan ada balasannya. Jika menunggu azab dari Tuhan terlalu lama baginya. Bayangkan saja sudah 20 tahun lebih dia tetap bisa hidup dengan bebas dan juga enak. Sedang aku tersiksa lahir batin. Kalau tidak aku balas, anak keturunannya bisa-bisa mewarisi perbuatannya. Uang memang bukan segalanya, tapi dengan uang segalanya bisa dibeli dan itulah yang terj
POV Kayla. âSiapa mereka, Mak?â tanyaku sok polos. âKaâmu beneran dapat foto ini dari tumpukan baju, Mak?â Aku mengangguk. âIni, siapa Mak, kok, sepertinya Emak kaget gitu? Apa saudara Emak?â âO, iâni, Emak tidak tahu, Kay. Kenapa bisa ada di lemari baju, Mak?â kata Mak lagi. Bola matanya tidak fokus, tangannya gemetaran. Kusentuh tangan tua yang sedang tremor itu. Dingin karena berkeringat. Hem, emak baru Kutunjukkan foto ini saja sudah seperti melihat malaikat pencabut nyawa. Apalagi kalau sampai tahu bahwa bocah perempuan di foto itu adalah aku. Mungkin akan langsung terkena serangan jantung. âNanti aku tanyakan pada Bapak, ya, Mak?â Mak langsung menggeleng. âJaângan, Kay. Itu barangkali foto saudara adik iparnya Emak yang tertinggal. Emak ingat dulu dia pernah cari-cari foto, tapi tidak ketemu,â jawab Mak ketakutan. âTapi, Mak, coba lihat deh, ada tulisannya di balik foto ini.â Emak hendak merebut foto di tanganku, tapi kalah cepat denganku yang menarik foto itu. âAâpa b
POV Susanti đ¸đ¸đ¸ Kemarin pagi sampai rumah aku langsung disambut haru oleh orang tuaku dan juga adik-adikku. Kemarin aku diantar anak buah Mas Fawas. Aku belum bertemu keluarga Mas Fawas karena mereka pun sangat panik melihat keadaan Mas Fawas. Alhamdulillah aku sampai rumah dengan selamat. Meski di jalan aku bertengkar lagi dengan Mas Fawas, heran lagi sekarat kok, masih ingat sama aku ya, aku marahin lagi dia. Kutabok mulutnya. Eh, herannya kok, anak buahnya Mas Fawas tidak ada yang melerai saat kami ribut hanya si Roy saja yang ikut-ikutan membela Mas Fawas. Tapi, aku puas juga bisa mukul Roy sampai jontor bibirnya. Biar dia tahu rasa biar tidak selalu ikut campur urusan orang lain. "Assalamualaikum ... Susantiku yang baik hati." Kubaca selembar surat yang ada di meja kamarku. Hem, manis sekali pembukaannya, sepertinya bau-bau tidak enak nih, dasar Mbak Fatki ... tinggal bilang langsung saja pakai surat-surat segala. "Jika surat ini sudah berada di tanganmu itu berarti a
POV Susanti. Oo, jadi mereka tahu aku nyuruh-nyuruh Mas Fawas? Eh, tapi apa ini tidak merusak imageku, ya? Apalagi aku sudah melukai Mas Fawas sampai berdarah. Duh, bagian ini tahu atau tidak, ya? Susah juga ternyata hidup dalam lingkaran Sultan, dalam keadaan apa pun diawasi seperti ada kamera hidup. Akan tetapi jujur aku pun sangat puas bisa mengerjai Mas Fawas. Sebenarnya aku melakukan itu pun karena tidak disengaja. Mungkin kalau aku tidak haid, aku tidak menyuruh Mas Fawas seperti itu. Memang, ya, segala sesuatu pasti ada hikmahnya. Aku haid hikmahnya bisa jadiin Mas Fawas sang Sultan Mega Property sebagai anak buahku sementara waktu. Benar kata Mbak Fatki ternyata aku ini hebat. Prestasi membanggakan sebagai asisten dia. âKamu tahu Susanti, bahkan keluarga Mas Fawas pun tidak menyangkanya. Mereka sangat heran pada kelakuan kamu. Setelah mengirimkan video kamu sedang makan mie instan, aku langsung menulis surat ini untuk kamu karena kami harus segera berangkat. Susanti, bukalah
POV Susanti. Emak ini enggak ngerti banget anaknya sedang bahagia. Baru juga pulang dari diculik sudah dimarah-marah begitu. Aku jadi curiga kalau aku ini bukan anak kandung emak, deh! Eh, tapi kok, aku mirip banget sama emak. Sama-sama pesek dan juga cantik. âEyalah, ini bocah gendeng! Dibilangin baik-baik kok, malah senyum-senyum tidak jelas begitu! Apa kamu kesambet jin alas itu! Jangan buat Makmu ini khawatir Susanti! Kamu masih gadis, masih muda, kalau sampai kamu kesambet jin alas itu bisa hilang harapan Makmu ini pindah dari rumah ini ke rumah kita yang bagus nanti!â seru emak. Diusap-usapnya wajahku pakai tangan emak yang kasar itu. Ya, ampun emak takut kehilangan anak gara-gara takut tidak jadi pindahan ke rumah yang baru. Jahat sekali! âMak, ih, apaan sih, jahat banget! Masa takut kita enggak bisa pindah! Emak enggak sayang sama aku, ya? Jangan-jangan firsatku benar kalau aku ini bukan anak kandung Emak?â kataku kesal. Kutepis tangan emak agar menjauh dari wajahku yang s
POV Susanti. âMak, terima kasih, ya, sudah jadi ibu terbaik di dunia ini untukku. Aku sayang Emak.â âEmak juga sayang kamu, Nak. Sudah sana mandi. Tadi Mbak Wulan telepon Emak katanya mau jemput kamu.â âLoh, kok, memang Mbak Wulan tahu nomor HP Emak?â tanyaku heran. Aku sebenarnya malas kalau berurusan dengan Mas Fawas lagi. Pasti itu orang bakalan menyusahkan. âYa, tahu, waktu kamu kemarin disandera itu keluarga Mbak Wulan ke sini dan minta nomor HP Emak. Sering telepon Emak juga kasih semangat ke Emak dan meyakinkan Emak bahwa kamu baik-baik saja. Mereka juga minta maaf sama Emak. Itu sembako satu ruangan kamar adikmu ya, dari keluarga Mbak Wulan. Alhamdulillah rezeki, San. Jadi uang kita bisa untuk bayar angsuran rumahmu.â Kupeluk emak lagi. Ya, Allah ... bahkan mereka peduli pada keluargaku sampai ngasih sembako seperti mau buka warung. âKapan Mbak Wulan teleponnya, Mak?â âTadi ini belum lama. Mak langsung nyamperin kamu ke kamar. Eh, kamu lagi loncat-loncat.â âKata Emak, a
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.âAbang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. âKamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!â usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu âkan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.âCepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!â usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.âLepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!â bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.âKamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!â Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.âDasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!â teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja âtoh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. âWah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!â kata Kak Siwi lagi. âKalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,â jawabku. Kak Siwi bengong.âDasar nggak waras! LAWANG!â umpat Kak Siwi.âKok, orang gila ngatain gila, sih!â kataku lagi.âDiam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!ââEnggak takut! Lakuin aja kalau bisa,â jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.âMak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. âHalo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,â sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.âEh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?â kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.âApa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!â protesku.âAku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!â jawabnya.âOh ... iya? Yakin?â jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.âAww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!â jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.âDuh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!â ucapku.âEmph! Emph!â Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.âKenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. âOo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!ââDokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!ââNamanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!ââAmit-amit naâuzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.ââSekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!ââIya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!ââPelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!ââIya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!ââIya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!ââJangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!ââPendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!ââMakanya itu harus belajar adab juga.ââDokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. âKurang ajar kamu, ya, Kayla!â Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.âAww! Sakit-sakit! Lepaskan!â teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.âMbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!â seru para suster.âRasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,â makiku pada Risa.âKamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!â Risa masih saja playing victim.âOoh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!â kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.âAww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!â teri
POV Kayla. âKayla, tolong panggil suster untuk membantuku!â pinta Bang Daffa.âMales, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!â tolakku sinis.âAstaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!â pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.âNah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!â seruku.âKayla, cepat bantu sini! Tolong ini!â pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.âApaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,â jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.âDasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. âPak, hei jangan mati dulu!â seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.âPaaakk!â Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.âPak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?âKulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p