“Brengsek!” Jeremy memukul meja kerjanya penuh kekalutan dan emosi, dirinya baru saja menerima informasi tentang apa yang telah terjadi antara Earl, Alle dan Vale. Bom waktu itu akhirnya meledak, dia tidak peduli dengan apapun kecuali Alle, wanita itu yang paling terluka dan dirugikan di sini.Dengan tergesa Jeremy segera menghubungi nomor Alle, namun wanita itu tidak menjawab panggilannya sama sekali. Sekali dua kali namun panggilannya masih belum juga diangkat. Hingga panggilan yang ke enam, Jeremy akhirnya menghela napas lega karena mendengar suara wanita itu.“Allexa,” panggilnya dengan nada penuh kelegaan.“Hai, Jer. Ada apa?” Tanya wanita itu begitu santai, yang membuat Jeremy menahan diri untuk tidak berteriak karena rasa khawatir.“Kau baik-baik saja? Di mana sekarang? Kenapa tidak mengatakan apapun padaku, Xa. Aku khawatir setengah mati.” Jeremy mengerang frustasi namun ketakutannya dibalas oleh tawa ringan oleh Allexa.“Allexa, tidak ada yang lucu sama sekali. Kau baik-baik
“Apa yang kau lakukan Valeria?!” Earl berteriak saat Valeria tiba-tiba menyodorkan surat cerai dengan Alle yang sudah tanda tangan di sana. “Kau masih bertanya? Aku mengurus semuanya untukmu, Earl! Sekarang tinggal kita mengurus pernikahan kita.” Valeria tidak kalah emosi. Earl begitu sulit dihubungi akhir-akhir ini, sejak semuanya meledak. Pria itu begitu sulit untuk dijangkau.“Bisa kau memberiku waktu untuk semua ini, Vale? Aku butuh waktu, untuk mengerti dan menerima semua ini. Kehilangan Alle atas apa yang dilakukan wanita itu, hubungan kita, dan semua ini. Aku butuh waktu untuk menenangkan diri.” Earl menatapnya frustasi, namun mendengar itu Valeria justru mendecih kesal.“Earl! Seharusnya kau bahagia dengan semua ini! Menenangkan diri? Untuk apa?! Kita bisa memiliki jalan yang mulus menuju pernikahan, seperti yang kita impikan selama ini. Seharusnya kau sangat bahagia seperti yang aku rasakan! Apa katamu? Kehilangan Alle? Kau merasa kehilangan?! Kau tidak mencintainya kan, Ear
Alle terbangun saat mendengar ketukan pintu yang cukup nyaring di pagi hari. Wanita itu mengerjap dan dengan segera beranjak untuk membuka pintu.“Jeremy? Kau datang lagi?” Alle terkejut saat melihat Jeremy kembali datang dengan berbagai sayur dan buah juga daging seperti yang biasa pria itu bawa setiap ke sini. Pria itu langsung masuk dan hanya membalas keterkejutan Alle dengan senyum lebarnya. Menuju dapur dan membuka kulkas untuk menata semua belanjaan itu. Alle mengikutinya dari belakang, merasa terharu juga bersalah karena dia selalu membuat Jeremy repot.Sudah hampir dua bulan sejak dirinya tinggal di Swiss. Dia menemukan kedamaian dan ketenangan walau terkadang kesepian dan kesedihan itu ia rasakan. Usia kandungannya sudah tiga belas minggu, sudah tiga bulan lewat satu bulan. Dia bahagia dan bersyukur untuk setiap detik yang berhasil ia lewati. Kenyataan tentang penyakit yang baru ia ketahui saat dirinya baru tiba di sini nyatanya tidak membuatnya larut dalam kesedihan, karena
Earl melonggarkan dasi yang terasa mencekiknya seharian ini, dia baru saja tiba di Hamburg setelah perjalanan bisnisnya di Hongkong dua minggu, lalu dilanjutkan ke China dan terakhir Jepang, bisnisnya di wilayah Asia sedang mengalami peningkatan yang cukup signifikan dan membuatnya sangat sibuk. Pria itu benar-benar terlihat gila kerja, bahkan semua pesan Vale yang terus bertanya kapan kepulangannya untuk mengurus pernikahan mereka hanya dijawab sekadarnya oleh Earl dengan janji-janji yang hanya omong kosong.Hidup pria itu kini hanya tentang bekerja, bekerja dan bekerja. Dia tengah menghindari sesuatu, namun seolah enggan untuk mengakuinya. Perasaan yang dia rasakan justru berbanding terbalik dengan yang seharusnya. Dia merasa hampa, kehilangan All benar-benar menyakitkan, namun seharusnya dia bahagia, karena hubungannya dengan Vale akan berjalan mulus, wanita itu bahkan sudah menyusun tentang pernikahan mereka dan sibuk sendiri. Namun, yang Earl rasakan hanya kehampaan yang tiada ak
Alle terbangun dua jam kemudian, wanita itu tampak berpikir, apakah kejadian dia melihat Earl datang dan mengetahui kehamilanya hanyalah mimpi semata? Perutnya yang terasa lapar membuat dia memilih beranjak dari ranjangnya, namun saat membuka pintu kamarnya dia melihat sebuah koper besar teronggok di dekat sofa. Lalu saat langkahnya menuju dapur dia melihat Earl tengah membuat sesuatu di sana. Pria itu memasak? Alle mengernyit keningnya bingung, sadar juga jika yang tadi bukanlah mimpi semata.Earl yang menyadari kedatangannya, menatapnya sekilas lalu fokus kembali pada kegiatannya. “Makanlah, kau terlihat begitu kurus untuk ukuran wanita hamil. Aku tidak ingin terjadi sesuatu pada bayiku.” Tau-tau Earl sudah menyiapkan semangkuk nasi juga sup daging dengan berbagai sayur-mayur yang sangat menyehatkan. “Tidak perlu berpikir macam-macam! Aku hanya ingin memastikan anakku sehat dan tumbuh dengan baik! Kita hanya dua orang asing yang terpaksa terikat karena bayi kita.” Ucap Earl begitu
“Brengsek!! Apa yang kau lakukan di sini, bastard?!” Jeremy berteriak penuh emosi, tatapannya nyalang, membuat Alle yang mendengar teriakan langsung berlari menuju sumber suara.Earl yang tidak terima langsung memberikan pukulan balik pada pria itu, berkali-kali. Jeremy kembali membalasnya dan perkelahian itu tidak bisa diindahkan. Keduanya saling baku hantam seolah melampiaskan semua emosi yang mereka tahan selama ini.“Ya Tuhan! Stop! Apa yang kalian lakukan?! Stop!!” Teriakan Alle nyatanya tidak digubris oleh keduanya yang masih terlibat baku hantam. Alle ingin melerai namun dirinya cukup waras untuk tidak berada di antara kedua orang yang kesetanan. Tau-tau dirinya yang terkena pukulan. Alle lalu mengambil vas kaca di dekatnya, membantingnya dengan keras di lantai hingga menimbulkan bunyi yang memekakkan telinga. Membuat kedua pria itu berhenti dan menatap Alle seolah baru tersadar. Alle menatap keduanya dengan kecewa. “Rumahku bukan arena tinju!” Alle berteriak, membuat Jeremy
Alle terjaga pukul dua pagi, lagi-lagi dia terbangun dengan melihat punggung Earl yang begitu kokoh, tengah sibuk dengan laptopnya, melihat itu membuatnya semakin merasa bersalah. Dia lalu pelan-pelan beranjak dan mendekat pada Earl, membuat pria itu tersadar dan menatapnya penuh tanya. Sudah dua minggu sejak Earl datang dan pria itu selalu mengerjakan pekerjaannya dari Swiss, hari-harinya begitu sibuk dengan berkutat di depan laptop atau menerima dan melakukan banyak panggilan .“Ada apa? Ada yang kau inginkan? Kau lapar?” Tanya Earl yang beranjak dari duduknya, membuat Alle menggeleng dan tersenyum tipis, Earl menunjukkan kekhawatirannya dan Alle bahagia dengan perhatian kecil itu walaupun dia tau semua yang pria itu lakukan hanya karena bayinya.“Tidak apa-apa. Earl, aku melihatmu begitu kesulitan menghandle pekerjaanmu hingga melihatmu bekerja sepanjang hari bahkan hingga tengah malam. Kumohon kembalilah ke Jerman, kau bisa mengunjungi bayi kita setiap weekend, atau kita bisa mela
"Aku tidak peduli!! Aku tidak peduli apakah wanita itu hamil bahkan mati sekalipun!! Aku tidak ingin kau bertemu lagi dengannya!!Arghhh!!" Vale berteriak dengan emosi yang tak terbendung lagi. Dia membanting semua benda yang ada di dekatnya. Dia membenci fakta jika dia kalah lagi dari Allexa. Wanita itu memiliki kunci yang akan membuatnya terikat seumur hidup dengan Earl."Aku akan bunuh diri jika kau berani menemuinya lagi, Earl! Aku tidak main-main dengan ucapanku!!" Vale kembali meraung keras dan menumpahkan segala emosinya, membuat Earl sedikit kesulitan untuk menenangkan wanita itu, dia berusaha untuk memeluk Vale walau mendapat penolakan keras dari Vale."Sayang, Valeria. Tenang dulu, kita bicarakan ini baik-baik ya, aku tidak ingin kau emosi seperti ini." Earl berusaha untuk memeluknya. Dia merasakan Valeria terus memberontak dengan memukul-mukul dadanya."Aku serius, Earl!! Aku akan mati jika kau menemuinya lagi!! Kau harus berjanji untuk berhenti menemuinya dan menganggapnya
Langit terlihat begitu mendung, seolah memahami perasaan seorang pria yang hatinya masih diselimuti duka sejak tiga bulan yang lalu. Rasanya semua masih terasa seperti mimpi, rasanya semua terlalu cepat dan tiba-tiba namun terasa begitu menyakitkan hingga ke tulang.Kehilangan Alle meninggalkan luka mendalam yang tidak akan pernah sembuh untuk pria itu, air matanya selalu jatuh setiap memikirkan wanita yang telah meninggalkan dunia ini dan mengakhiri rasa sakit dalam hidupnya.Hatinya masih terasa begitu sakit seperti diremas dengan begitu kuat setiap teringat ekspresi kesakitan Alle di hari terakhir mereka bertemu, hari terakhir mereka berbicara, sebelum Alle dilarikan ke rumah sakit dan akhirnya pergi melepaskan semua sakit yang dia rasakan.Earl menyentuh dadanya yang terasa begitu menyesakkan dan membuatnya kesulitan bernapas. Dia tidak pernah membayangkan ini terjadi dalam hidupnya, kehilangan Alle untuk selama-lamanya tidak pernah ada dalam pikirannya, namun Tuhan seolah menampar
Pukulan demi pukulan Earl dapatkan dari Axel yang begitu membabi buta dengan emosinya. Mereka semua sudah berkumpul di depan ICU, menunggu dokter yang masih menangani Alle.“Berani-beraninya kau menunjukkan wajahmu di sini! Bajingan! Kau manusia paling biadab!” Axel kembali memberikan pukulannya, wajah Earl sudah babak belur, bibirnya berdarah, lebam di beberapa bagian, namun pria itu tidak melawan, tubuhnya memang di sana, namun pikirannya kacau mengingat bagaimana Alle yang sekarat di depannya dengan bibir dan hidung yang berlumur darah, persis seperti yang ada di mimpinya, hal itu membuat tubuhnya menggigil dengan ketakutan yang semakin menggelayutinya.“Axel! Berhenti! Kau membuat keributan! Kau pikir Alle akan senang melihatnya?! Adikmu sedang berjuang antara hidup dan mati! Apa yang kau lakukan?!” Kern mengambil tindakan, menarik Axel untuk mundur dan memberikan tatapan nyalangnya.“Tahan emosimu, tidak ada yang lebih penting dari pada Alle sekarang.” Ucap Kern lagi membuat napa
Kern membuka pintu itu dengan raut tenang, bahkan setelah melihat siapa tamu tak diundang yang datang ke rumah putrinya.Melihat bagaimana berantakannya penampilan Earl, kacaunya wajah pria itu dan tatapannya yang menunjukkan penuh sesal dan juga terluka seolah menyeret Kern pada masa lalu di mana dia juga pernah merasakan semua itu.Tau-tau Earl langsung berlutut di depannya. Menatapnya dengan sorot mata nanar dan air mata.“Aku tau aku begitu hina untuk datang ke sini. Tapi kumohon … Ijinkan aku bertemu dengan Allexa… Tolong … Kau boleh menghajarku setelah ini. Tapi tolong biarkan aku bertemu Allexa, ada … ada hal sangat penting yang ingin aku sampaikan. Kumohon.” Earl bukan lagi hanya berlutut namun kini sudah bersujud di kaki Kern.Kern masih bergeming, tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Melihat betapa putus asanya Earl yang terlihat hampir gila, dia yakin pria itu telah mengetahui semua yang terjadi pada Alle termasuk keadaannya. Sekali lagi kelebatan masa lalu bagaimana diriny
Langkah pria paruh baya itu begitu berat memasuki kamarnya, membawakan sarapan juga susu ibu hamil untuk putri tercintanya yang begitu malang.Mengingat-ngingat kembali bagaimana dia yang dulu begitu kejam menyakiti fisik dan batin istrinya, mungkin ini karma untuknya, melihat putrinya disakiti oleh pria yang dicintainya, ternyata menikamnya begitu dalam.Kern mengusap air mata yang membasahi wajahnya sesaat sebelum memasuki kamar Alle. Dia menatap dalam pintu di depannya dan menekan dadanya yang begitu sesak, mencoba menarik kedua sudut bibirnya untuk memberikan senyum terbaiknya.Jeslyn dilarikan ke rumah sakit dua hari yang lalu, terlalu stress dan kelelahan, wanita itu tidak sanggup menanggung beban luka melihat penderitaan Alle, dia selalu menangis setiap malam hingga membuatnya jatuh sakit.Dia dan Axel bergantian untuk menjaga Jeslyn dan Alle, pagi ini Axel yang menemani Jeslyn di rumah sakit, sedang dia menemani Alle.Kern menekan handle pintu kamar Alle dan melihat Alle yang
Hari-harinya semakin kacau untuk pria itu dan dia masih berusaha untuk mengendalikan perasaannya yang semakin tak terkontrol di mana hatinya terus berteriak memanggil nama Alle dan tiada hari tanpa kegelisahan yang melingkupinya.Padahal pernikahannya semakin dekat, namun kini dia bahkan tidak peduli lagi dengan itu, menyerahkan semuanya pada Valeria dan justru sibuk untuk menangani masalah hatinya. Dia tau sesuatu yang salah telah terjadi.Di saat dia telah yakin dengan pilihannya dan terus mengabaikan perasaannya tentang Alle dengan pikiran jika semua yang dia rasakan pada Alle hanya rasa bersalah, namun yang terjadi justru sebaliknya.Dia merasa hampir gila tidak bersama wanita itu, hidupnya terasa begitu sengsara dan penuh kegundahan, dia terus memimpikan Alle seperti alam bawah sadarnya ingin menyadarkan betapa dia merindukan Alle.Bahkan pikirannya tanpa terkendali terus mengingat memori-memori saat mereka bersama. Semua itu semakin membuat Earl kacau dan dalam rentang waktu itu
Di tengah malam yang begitu sunyi, langkahnya terdengar gusar dan tergesa-gesa, membuat bunyinya menggema di lorong rumah sakit yang begitu sepi.Pikirannya penuh dengan pertanyaan, Mommy-nya bukan orang yang bisa sakit dengan mudah, apalagi sampai masuk rumah sakit.“Daddy … Bagaimana keadaan Mommy?” Tanya Earl begitu memasuki ruang rawat Jennie dan melihat Edward begitu kacau, menggenggam tangan Jennie yang masih memejamkan matanya.Edward menatapnya kecewa dan penuh luka, membuat Earl terpaku beberapa saat dan mencoba memahami keadaan.“Stress, tekanan darahnya tinggi dan membuatnya collapse, jika tekanannya terus tinggi dia bisa terkena stroke ringan.” Ucap Edward dengan nada dinginnya dan membuat Earl terkejut bukan main.“Apa …? Bagaimana bisa, Dad? Apa yang membuat Mommy stress?” Tanya Earl benar-benar tidak mengerti dan itu berhasil memancing emosi Edward.Pria tua itu langsung menarik kerah baju Earl dan membawanya keluar dari ruang rawat Jennie, lalu tanpa aba-aba lagi dia la
Kern menarik napasnya panjang sebelum memasuki kamar Alle. Dia telah membawakan sandwich juga susu ibu hamil untuk putrinya itu. Dia lalu membuka pelan pintunya dan mendapati Jeslyn yang sudah terjaga dan menatap Alle dengan tatapan sedih juga air mata yang membasahi wajah Jeslyn.“Sayang ….” Bisik Kern membuat Jeslyn tersenyum pedih. Kern meletakkan nampan berisi sarapan Alle itu di nakas samping ranjang. Lalu langkahnya beranjak menuju sisi ranjang yang lain untuk mendekat ke arah Jeslyn.“Putri kita … Putri kita ….” Jeslyn tidak sanggup melanjutkan kalimatnya karena suaranya kalah dengan isakannya, Kern lalu mendekap Jeslyn erat dan diam-diam menangis di balik punggung istrinya itu.“Aku tau … Kita akan menghadapi ini bersama, sayang. Alle akan sembuh dan melahirkan cucu kita dengan sehat. Dia putri kita yang kuat. Dia akan melewati ini semua bersama kita. Kita harus kuat untuknya.” Bisik Kern lalu mengurai pelukannya dan menangkup wajah Jeslyn untuk menghapus air matanya, memberika
“Allexa ….” Jantung Axel rasanya direnggut paksa entah untuk yang ke berapa sejak menginjakkan kakinya di Swiss, dia langsung beranjak dan bersimpuh di bawah Alle dan mengusap darah yang keluar dari hidung wanita itu.“Sayang … Apa yang terjadi?” Kern langsung membawa Alle dalam dekapannya dan memeriksa keadaan putrinya itu.“Kita ke rumah sakit sekarang.” Ucap Kern dengan tegasnya. Namun Alle langsung menahannya dan memberikan senyumnya di tengah sakit kepala yang mendera dan semakin terasa menyakitkan.“Daddy, aku baru saja pulang dari rumah sakit. Akan konyol jika aku kembali ke rumah sakit lagi.” Ucap Alle sedikit terkekeh, namun tidak dengan semua orang yang ada di sana terkecuali Jeremy yang diam-diam hatinya merepih pilu.“A…Apa …?” Jeslyn membekap mulutnya dan menggelengkan kepalanya tidak mengerti dengan tubuh yang panas dingin. Apa yang terjadi pada putrinya?“Apa … Apa maksudmu, sayang?” Kini Jennie yang bersuara dengan air mata yang berlinang di wajahnya. Rahasia apa lagi
Alle akhirnya diperbolehkan pulang, Jeremy dengan begitu perhatian membopong Alle untuk masuk ke mobilnya, memasangkan sabuk pengaman untuk Alle lalu berlari ke sisi kemudi dan melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit.“Jeremy, aku meminta Mommy dan Daddy datang, termasuk Axel, juga Mommy dan Daddy Earl. Kupikir … aku tidak ingin mengkhianati mereka dengan menyembunyikan ini lebih lama lagi. Aku juga ingin menceritakan tentang pernikahanku dari mulutku sendiri, bukan karena mereka yang mencari tau. Bagaimana pun, aku tidak ingin Mommy dan Daddy menyalahkan Earl sepenuhnya, padahal di sini aku juga menjadi antagonis yang memberi makan egoku karena rasa cintaku pada Earl.” Ucap Alle dengan air mata yang kembali menetes, mendengar itu membuat Jeremy langsung menggenggam tangan Alle.“Kapan mereka akan datang, Xa?” Tanya Jeremy membuat Alle tersenyum tipis, mungkin malam ini atau besok.Mereka tiba di rumah dan tepat sekali, Jeslyn, Kern, Axel, Jennie juga Edward sudah ada di depan rum