Waktu tinggal beberapa jam lagi menuju kejutan ulang tahun Nayla. Namun tiba-tiba di tengah suasana romantis mereka yang kini masih di bianglala, Elvan mendapat telepon dari nomor yang tidak dikenal. Awalnya ia mengabaikan, tapi karena tiga kali ditelepon membuat Elvan jadi merasa curiga.“Siapa yang menelepon? Coba angkat saja. Siapa tahu orang penting, kah? Cepatlah," suruh Nayla yang menyadari Elvan berulang kali mematikan ponsel ketika ada panggilan masuk.Elvan menghela napas lelah. Sedikit kesal juga karena menganggu aktivitasnya dengan Nayla. "Nomor tidak dikenal. Tapi baiklah, aku coba akan mengangkatnya.”Akhirnya Elvan mengangkat telepon itu. Dalam beberapa detik ketika mendengar suara seseorang di seberang sana, Elvan masih belum bisa mencerna apa yang terjadi. Bahkan saat panggilan sudah berakhir, Elvan masih belum bisa berkata-kata. Jantungnya seperti terhenti.“Ada apa? Kenapa wajahmu pucat begitu?” Nayla tiba-tiba khawatir karena ekspresi Elvan mendadak tegang. “Hei, b
Nayla dan Elvan tidur di luar ruangan. Dengan kepala Elvan ada di pangkuan Nayla. Ketika pagi tiba, Nayla terbangun oleh suara berisik. Ketika ia membuka mata Nayla melihat beberapa dokter sedang berdiri tidak jauh darinya. Nayla seketika kebingungan, tapi perasaannya tidak enak dan semakin cemas.“Apa yang terjadi? Aku harap dugaanku tidak benar," gumam Nayla lalu menepuk pipi Elvan untuk membuatnya bangun. “Bangun, El. Ini sudah pagi," ucap Nayla sekali lagi, yang membuat Elvan akhirnya mengerjap-ngerjap dan membuka mata.Seketika Elvan bangun dan duduk. Saat sudah sadar sepenuhnya, ia bingung melihat beberapa dokter berjalan mendekati mereka. Jantungnya mulai berdetak lebih cepat. “Ada apa, Nay?” tanya Elvan, menoleh pada Nayla yang terlihat kebingungan.Nayla menggeleng secara spontan. "Aku juga tidak tahu, El."“Maaf sebelumnya, apakah kalian anaknya?” tanya salah satu dokter itu yang sekarang berdiri hadapan Elvan. “Saya putranya, Dok. Bagaimana keadaan papa saya? Apa operasi
Nayla melihat sekeliling rumah Elvan yang rapi. Ia tak menyangka padahal tidak ada perempuan yang tinggal bersama mereka. Padahal ia pikir Elvan bukan tipe lelaki yang repot-repot merapikan barang. Tapi sepertinya sekarang Nayla harus membuang pikiran itu.“Aku akan memasak, ya. Aku tidak ingin kamu mengabaikan perutmu yang lapar, El," kata Nayla mengajukan diri. Ia segera bergegas menuju dapur.Elvan duduk di ruang tamu dan tak memedulikan perkataan Nayla. Ia membicarakan gadis itu berbuat sesukanya. Ia sangat lelah. Semua tubuh dan pikirannya perlu ketenangan. Ketika Elvan baru memejamkan mata, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu. Elvan jadi membuka lagi matanya. Dan setelah tahu siapa orang di depan rumahnya itu, Elvan langsung berdiri. Ia menatap mamanya dengan tajam.“Kenapa Anda ke sini?” tanya Elvan menahan rasa kesal. Tatapannya berubah dingin.“Elvan?” sapa Laras tersenyum hangat. Ia berjalan mendekati putranya.“Papa saya sudah meninggal, saya rasa Anda sudah tahu. Jadi sila
Dua hari kemudian, Elvan juga sudah dua hari tidak bekerja karena izin cuti. Beruntung si bos orang yang baik, sehingga tidak mempersalahkan Elvan ingin cuti hingga berapa hari karena tahu Elvan baru saja berduka. Kini Elvan di kamar, tiba-tiba hatinya ingin bekerja. Ia sudah mulai ingin melanjutkan hidup. Elvan merasa ia tidak ada gunanya jika terus malas dan meratapi nasib. Walaupun sebenarnya ia masih belum merelakan kepergian ayahnya yang sangat cepat. Elvan keluar dari kamar, Nayla yang menonton televisi terkejut karena Elvan berpakaian rapi. Padahal tadi pagi sudah dibangunkan dari tidur.“Kamu ingin ke mana, El? Apa mungkin kamu akan berangkat bekerja?” tanya Nayla yang langsung berdiri menghampiri Elvan. Elvan hanya mengangguk, dengan wajah dingin. Membuat Nayla langsung melotot dan buru-buru mencegahnya untuk membuka pintu rumah. Nalurinya mengatakan jika Elvan tidak boleh keluar ke mana pun.“Tidak boleh. Kamu masih izin cuti, El. Kamu juga belum siap untuk bekerja. Tolon
Nayla kesusahan untuk membawa Elvan ke kamar, tapi ia tidak ada cara lain karena jika dibiarkan di ruang tamu tempatnya tidak nyaman dan pasti Elvan tidak bisa tidur. Walaupun Nayla tahu perbuatan Elvan sangat salah, tapi ia tetap mengkhawatirkan kesehatannya. Akhirnya dengan susah payah Nayla memapah Elvan pelan-pelan. Beruntungnya letak kamar Elvan di depan ruang tamu, hanya dibatasi dinding. Sehingga ia bisa mengatasi kesulitannya. Setidaknya selama beberapa langkah. “Aku tidak mengira badannya sangat berat, padahal dia tidak terlihat gemuk. Apa karena dia berotot, ya?” gumam Nayla menebak. Nayla kemudian berdecak kecil. Tubuh Elvan sangat di luar dugaannya. Memang tidak terlihat gendut, tapi tetap saja berat. “Astaga, aku merasa tidak bergerak sedikit pun. Rasanya seperti membawa batu raksasa.”“Tapi tidak apa-apa, ini memang tugasku. Dulu dia yang membantuku untuk sembuh, dan sekarang saatnya aku membalas kebaikannya," ucap Nayla memberikan semangat pada dirinya sendiri. Ia te
"Kenapa kamu bicara begitu? Jangan, El. Aku tidak mau. Aku tidak mau jauh darimu. Itu adalah saran yang buruk," tolak Nayla seketika menggeleng. Ia menggertakkan gigi, menahan kekesalan yang tertahan.Elvan menghela napas panjang, ia sebenarnya juga ragu dengan keputusannya. "Tapi aku akan menyakitimu jika kamu terus di sisiku. Aku masih belum bisa tenang. Aku belum bisa kembali seperti dulu.”“Bagaimana caranya? Bagaimana cara kamu menyakitimu? Itu mustahil, El. Aku tidak terluka di dekatmu. Meskipun kamu berubah dingin dan cuek, aku tidak masalah. Atat kamu tiba-tiba jadi pemarah, aku juga tidak merasa terluka," jelas Nayla merasa kesal. Itu pemikiran yang salah. Padahal Elvan tidak menyakitinya. Dan Nayla juga tidak merasa terluka di dekat Elvan.“Jika kamu memang takut akan menyakitimu, maka kamu harus membiarkanku membantu untuk menyembuhkannmu. Aku justru akan terluka jika kamu memintaku untuk menjauhimu, Elvan," lanjut Nayla sangat kesal, kini ia menunjukkan eksistensi marah. T
Air mata Nayla langsung jatuh ketika mendengar suara Clara. Ia bahkan tidak menyapa gadis itu di seberang telepon dan justru membiarkan dirinya menangis dengan deras. Seolah semua luka yang selama ini Nayla tahan akhirnya tumpah dan tidak bisa lagi ia tahan.Jika Clara ada di depannya, pasti Nayla akan langsung memeluknya erat. Tapi yang bisa Nayla lakukan sekarang hanya menangis karena Clara tidak ada di dekatnya. Karena gadis itu jauh darinya.“Clara, maafkan aku ....” Nayla berucap dengan pelan dan lirih. Dadanya masih terasa sesak.Walaupun tidak mengatakan apapun, tapi Nayla kini bisa mendengar suara tangisan di seberang telepon. Itu suara Clara yang sepertinya ikut menangis. Benar. Memang gadis itu selalu tidak bisa menahan diri jika mendengar Nayla menangis.Setelah beberapa saat, ketika Nayla mulai tenang, ia bergegas ke ruang tamu dan duduk sendirian di tengah suasana yang hening. Nayla juga sudah tidak mendengar Clara menangis lagi. Kini mereka sejenak terdiam.“Halo, Ra. Ba
Malam hari, setelah pulang kerja Elvan sangat lelah dan membutuhkan sesuatu untuk meredakan sakit di kepalanya. Hati Elvan masih tidak bahagia entah kenapa. Dan ia bingung, ia membutuhkan sesuatu untuk membuatnya sedikit lebih tenang. Tentu saja walaupun caranya memang salah. Karena sekarang Elvan sudah masuk ke dalam bar yang akhir-akhir ini menjadi favoritnya. Bar yang selalu ia kunjungi ketika masih menjadi orang yang salah. Ketika saat itu Elvan masih belum menemukan ketenangan.Elvan dengan wajahnya yang tanpa ekspresi itu langsung memanggil bartender untuk memesan minum. Elvan sudah mendapatkan sofa yang nyaman di sana. Tanpa ada perempuan yang bisa saja mengganggunya. “Silakan menikmati malam yang indah ini, saya permisi dulu," ucap bartender yang tampan dan muda itu.Elvan tak menjawab ucapan bartender yang ramah. Ia segera meneguk alkoholnya lalu menghela napas panjang. Rasanya tidak enak, tapi cukup membuat kepalanya sedikit membaik.Setidaknya untuk saat ini. Dan Elvan se
Beberapa bulan kemudian, Nayla tiba-tiba merasa mual yang tak biasa. Elvan yang waspada segera menyembunyikan kekhawatirannya di balik senyum yang hangat. Ia sudah bisa menebak bahwa kabar baik akan datang.Meskipun begitu hati Elvan tak bisa menahan kecemasan yang berkobar di dalamnya. Akhirnya Elvan memutuskan pergi ke dokter untuk memastikan kondisi Nayla. Elvan berharap Nayla tetap sehat dan baik-baik saja tanpa ada masalah.Di sebuah ruangan, suasana gelisah terasa semakin nyata di antara mereka berdua. Elvan menggenggam erat tangan Nayla, memberikan dukungan dan kehangatan dalam ketidakpastian yang mereka hadapi bersama. Ketika hasil tes keluar, keheningan yang tegang memenuhi ruangan itu. Jantung mereka sama-sama berdegup kencang untuk menunggu detik-detik yang akan datang.Ketika hasilnya sudah keluar, Nayla menatap Elvan dengan mata berbinar, sebelum akhirnya ia meneteskan air mata kebahagiaan. “Aku hamil, Elvan,” ucap Nayla dengan suara bergetar.Elvan tersentak oleh kabar b
Elvan dan Nayla memilih untuk hidup sederhana dalam rumah mereka yang indah. Walaupun begitu mereka tetap bisa menemukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil, seperti berbagi senyuman di setiap pagi, berjalan-jalan di taman, dan menikmati waktu bersama tanpa banyak kemewahan yang membutuhkan. Nayla merasa senang bisa hidup bersama Elvan tanpa banyak sesuatu yang mewah. Nayla sangat bahagia karena rumah mereka penuh dengan canda tawa dan kasih sayang, sehingga selalu menciptakan suasana hangat dan damai di setiap sudutnya. Nayla merasa jika ia akan selalu bahagia. Nayla jadi yakin bahwa ia tidak akan pernah merasa menderita dan terluka jika hidup bersama Elvan.Berbeda dengan di masa lalu, walaupun mereka berasal dari keluarga yang penuh masalah, tapi mereka tidak ingin di masa depan mereka melakukan hal yang sama seperti orang tua masing-masing. Nayla akan berjanji jika suatu saat ia dan Elvan mempunyai anak, Nayla tidak akan membuat mereka merasakan apa yang ia rasakan di masa lalu. Nayl
Beberapa hari setelah pernikahan mereka, Elvan mempersiapkan kejutan istimewa untuk Nayla. Dengan hati penuh cinta, Elvan mengajak Nayla untuk menutup matanya dan membawanya ke depan rumah baru yang ia beli dengan kerja kerasnya sendiri."Kamu membuatku berdebar-debar, El. Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan? Apa itu bisa membuatku menangis?" tanya Nayla tertawa geli ketika berjalan tertatih-tatih dengan Elvan di belakangnya dan menutup kedua matanya. "Ini rahasia, Nay. Tapi aku yakin bisa membuatmu tidak bisa berkata apa-apa," jawab Elvan tersenyum geli, ia menuntun Nayla untuk berjalan dengan hati-hati.Saat Nayla membuka mata, pandangan mata Nayla terpana melihat rumah sederhana namun modern yang disiapkan khusus untuk mereka berdua. Sorot mata Nayla pun bercahaya dalam kebahagiaan dan terkejut yang tak terkira. Benar kata Elvan, ia tidak bisa berkata-kata. Nayla melebarkan mata, sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan. Benar-benar merasa seperti mimpi.Namun, kejutan E
Berbulan-bulan berlalu sejak hubungan antara Elvan dan Nayla semakin erat, kini suasana di sekitar mereka penuh dengan kehangatan dan harapan baru. Hubungan mereka menjadi semakin tidak terpisahkan. Rasa sayang mereka juga bertambah dalam dan luas.Elvan telah berubah menjadi pribadi yang lebih peduli dan penuh kasih, akhirnya hari ini memutuskan untuk mengajak Nayla ke kantor agama dan melangsungkan pernikahan yang dinantikan oleh keduanya. Tanpa perlu kemewahan, mereka hanya berharap bisa segera terikat satu sama lain.Hari yang penuh makna itu pun tiba. Nayla dengan cahaya kebahagiaan yang bersinar dari matanya, memilih untuk berdandan sendiri dan menggunakan make up yang sederhana sebagai bentuk kehematan. Nayla juga tidak ingin membuang banyak uang hanya untuk penampilan heboh selama satu hari. Meskipun sederhana, kecantikan alami Nayla tetap bersinar sebagai cermin dari kebahagiaan dalam hatinya. Nayla tetap menawan dan sempurna di hari pernikahannya. Tidak ada yang bisa menand
Elvan akhirnya sembuh dari traumanya setelah berbulan-bulan perjuangan yang panjang. Dengan tekad dan dukungan yang tak kenal lelah, ia berhasil bangkit dari keterpurukannya. Elvan benar-benar sudah berubah kembali menjadi Elvan yang hangat dan penuh perhatian pada Nayla. Benar, hanya saat dengan Nayla.Setiap langkah kecil yang Elvan ambil menuju pemulihan menjadi bukti kekuatan dan keteguhan hatinya. Elvan benar-benar sudah kembali menjadi Elvan yang dulu. Menjadi Elvan yang tidak akan menyakiti Nayla dan membuatnya terluka.Berbagai upaya dan terapi yang Elvan jalani membantu meredakan beban traumanya dengan baik. Dukungan dari orang-orang terdekat, termasuk Nayla, memberikan kekuatan tambahan baginya. Elvan bisa melewati semuanya karena semangat yang diberikan Nayla selalu ampuh untuk mengatasi rasa bosannya ketika menjalani terapi.Karena dengan semangat yang membara, Elvan telah berhasil melawan ketakutan dan kegelisahan yang selama ini menghantuinya. Rasa cemas Elvan kini sudah
Hari yang berjalan seperti biasa. Nayla sedang mengerjakan tugas yang belum selesai. Dan beberapa menit lagi sudah tiba jam makan siang. Walaupun lelah, Nayla sebenarnya sangat menikmati pekerjaannya yang menyenangkan. Meski harus sedikit menguras pikiran dan otak karena jika ada sedikit kesalahan, maka bisa menjadi kesalahan yang fatal. Tapi akhirnya setelah berulang kali memeriksa, Nayla telah yakin dengan hasilnya, ia segera mengirim ke email lalu tepat setelah itu jam makan siang telah tiba.Ketika Nayla baru selesai membereskan mejanya, tiba-tiba ia mendapat telepon dari mama Elvan, Laras. Nayla terkejut karena sudah lama sekali mereka tidak berhubungan. Tapi Nayla segera mengangkat telepon itu agar wanita itu tidak lama menunggu. Ketika selesai bertelepon, Nayla cukup penasaran karena mama Elvan mengajaknya bertemu di kafe. Itu artinya mereka akan membicarakan sesuatu yang serius. Dan entah kenapa Nayla cukup berdebar-debar.“Ada apa, Nay? Apa kamu tidak ke kantin?” tanya sala
Elvan sedang merenung di meja kerjanya setelah pekerjaannya selesai. Ia masih memikirkan tentang hidupnya yang terasa tidak adil. Walaupun akhir-akhir ini sudah lebih baik, tapi Elvan belum sepenuhnya menerima takdirnya.Tiba-tiba salah satu teman kerja Elvan, yang bernama Jayendra, datang menghampirinya. Walaupun tidak kenal dekat, tapi Elvan sering makan siang bersamanya. Dan kini pria itu sudah ada di depannya.“Ada apa denganmu? Apa kamu membutuhkan tempat curhat?” tanya Jayendra dengan senyum geli. Kemudian menatap Elvan dan memicingkan mata.“Tidak perlu.” Elvan menatap lelaki itu sambil menghela napas. Suasana hatinya sedang tidak stabil.“Jangan begitu, aku tahu kamu sedang banyak pikiran. Jadi lebih baik ceritakan saja padaku. Apa kamu tidak ingin ke lantai paling atas di perusahaan ini?” ajak Jayendra secara tiba-tiba dengan antusias. Yang langsung membuat Elvan menoleh padanya.“Kenapa kamu mengajakku?” Elvan mengernyit heran. Karena ini pertama kalinya Jayendra cukup perha
Hari ini berjalan baik seperti biasa. Itu adalah bayangan Nayla pada awalnya sebelum tiba-tiba saat jam makan siang di kantor, ia dipanggil oleh temannya untuk bertemu seseorang yang sedang mencarinya. Perasaan Nayla langsung tidak enak karena seseorang itu bukanlah Elvan atau siapa pun. Nayla tahu karena hanya Elvan dan Clara yang tahu tempatnya bekerja. Dan benar saja, Nayla bertemu lagi dengan wanita yang kemarin. Wanita yang membuat Nayla semalaman tidak bisa tidur karena terus memikirkan pengakuannya.Naomi tampak tersenyum menyambut kedatangannya. Berbeda dengan Nayla yang mengepalkan tangan karena menahan kesal yang luar biasa. Nayla juga berusaha tetap tenang agar amarahnya tidak keluar. Setitik hatinya mengatakan untuk tidak membuat masalah dengan seseorang yang sebenarnya Nayla juga merindukan.“Kenapa Anda ke sini lagi? Bukankah Anda bilang tidak akan bertemu saya lagi setelah saya memberikan nomor telepon saya?” tanya Nayla tidak ingin basa-basi, ia memberikan tatapan taj
Siang ini Nayla sengaja makan siang di kafe karena bosan dengan suasana kantin di kantornya. Kebetulan ia juga ingin minum kopi agar tidak mengantuk saat bekerja. Walaupun di kantor sudah ada dapur untuk membuat kopi sendiri, tapi rasanya jelas berbeda jika membeli di kafe. Dan Nayla merindukan sensasi itu karena dulu saat bekerja di kafe ia jarang meminum kopi yang dijual.Ketika Nayla asyik berbincang dengan salah satu teman kantornya, seorang wanita tiba-tiba datang ke mejanya. Nayla terkejut karena wanita itu mengatakan sesuatu yang membuatnya nyaris tak bisa berkata-kata.“Apa benar kamu Nayla? Saya Naomi, ibu kandung kamu," ucap wanita yang kini duduk di depan Nayla. Aroma parfumnya yang wangi tercium ke hidung Nayla.Seketika itu mata Nayla melebar, nyaris tersedak air liurnya sendiri. “A–apa yang Anda katakan?”“Nay, aku pergi dulu, ya. Jangan lama-lama, nanti kamu dimarahi bos," kata teman Nayla yang merasa tidak berhak ikut campur. Ia berdiri dan tersenyum pada Nayla.“Ah,