POV. Sakha Aku memeluk istri yang kurindui, namun kusakiti hampir tujuh tahun ini. Kulihat air mata di pipinya yang lebih tirus dari sebulan yang lalu. Kupeluk erat. Melepaskan kerinduan dan kumohonkan maaf atas kesakitan yang telah kutorehkan di hatinya. Kukecup seluruh wajahnya, mata, pipi, dan kecupan lama kuberikan di bibirnya yang sedikit pucat. Kuciumi perutnya yang membola. Ada anak kami di dalam sana. Anak yang kami rindukan kehadirannya tujuh tahun ini. Aku memeluknya di dalam rumah kecil yang tak lebih besar dari kamar tidur kami. Kamar tidur yang lebih sering ditiduri olehnya seorang diri. Tak ingin kulepaskan pelukan ini, namun tubuh itu berusaha menggeliat melepaskan diri. Sungguh dia tak pernah melepaskan diri dariku sebelumnya. Aku mendadak takut! “Apa mas sudah mengurus surat cerai?” suaranya, pelan namun bagai petir di telingaku. “Ra..., mas nggak akan mengurus surat cerai.” Tercekat suaraku. “kenapa? kasihan yang sudah lama nunggu mas.” Kulihat wajah wanita
Pov. AndiraHatiku bertalu melihatnya, pria itu, suamiku. Masihkah boleh aku menyebutnya sebagai lelakiku?Kulihat gurat kesedihan dan penyesalan di wajahnya.Raganya tampak lebih kurus dan rupanya nampak tak terurus.Raga yang setahun di awal pernikahan selalu memberikan kehangatan dan kenyamanan pada ragaku.Raga yang begitu menawan dengan rupa yang rupawan.Debaran di hatiku selalu beriak bila dia mendekatiku.Namun seketika aku sakit, kecewa bahkan hampir mati rasa saat kuingat raga yang dulu hanya untukku telah dibaginya untuk wanita lain.Menghangatkan ranjang di rumah lain namun membiarkan ranjang kami dingin, nyaris beku.Waktunya lebih banyak dengan perempuan itu dibanding aku.Bukan hanya beberapa hari namun bertahun.Seperti akar pohon yang merusak bangunan, begitu pula hati ini, nyaris hancur berkeping karna luka pengkhianatan yang berakar.“Mas pulang dong”, pesanku suatu malam, namun tak terbaca dan tak terbalas.Puluhan kali gawaiku memanggil nomornya, namun hening tanp
Andira berdiri di trotoar yang tak jauh dari puskesmas, dia baru saja memeriksakan kehamilannya yang sudah memasuki usia tujuh bulan.Tadi dokter memberitahukan jenis kelamin calon bayinya saat di USG.Calon bayinya laki – laki. Hamdalah diucap berulang kali oleh Andira saat mengetahuinya.Andira melambaikan tangan pada angkutan umum yang lewat dan naik saat angkot berwarna biru berhenti di depannya.Mirwan melajukan motor matic hitamnya saat melihat angkutan umum tadi sudah melaju membawa Andira pulang.Tanpa disadari Andira, sedari tadi pak guru yang juga ayah dari murid mengajinya itu menungguinya di seberang jalan sana sampai angkot datang.Mirwan memastikan Andira pulang dengan selamat.🍃Sejak mengetahui tempat tinggal Andira, Sakha pun tak pernah absen untuk datang menemuinya.Setiap sore sepulang kerja dia akan pulang ke rumah kecil milik bu Juriah yang di tempati istrinya.Datang dan membujuk Andira untuk kembali tinggal bersamanya namun selalu di tolak Andira.Biasanya Sakh
“Jadi kapan saya dan ibu saya bisa datang melamar Nasria bu,” Rasyid berbicara serius dengan bu Juriah di ruang tamu. Sementara Nasria yang di dapur bisa mendengar pembicaraan mereka, merasa panas dingin sendiri.“Dari, nak Rasyid saja dan keluarga, ibu sama Nas siap nunggu saja nak, tapi apa nak Rasyid sudah yakin dengan memilih Nasria? masalahnya keadaan kami seperti ini nak. Mungkin sangat jauh dibawah kehidupan nak Rasyid.” Bu Juriah memastikan lagi perasaan cakon menantunya ini.“Insya Allah siap bu, saya dan ibu juga bukan keluarga yang kaya raya bu, saya pun sudah yatim bu.” Jawab Rasyid tenang.“Apa nak Rasyid bisa berjanji menjaga perasaan putri ibu, dan tidak melakukan hal tak terpuji seperti suami nak Andira?”“InsyaAllah bu, saya akan menjaga Nasria dan mencintainya bu.”ucap Rasyid mantap.“api Nasria ini bawel dan suka ngorok nak,” bu Juriah membuka aib anaknya di depan Rasyid.Nasria yang mendengar menepuk jidatnya kuat – kuat.‘Ngapain sih ibu sebutin yang itu’ gerutu
Andira tidur dengan lelapnya, bersamaan turunnya hujan yang semakin deras membasahi padi yang mulai menguning siap dipanen.Di belakangnya Sakha mengusap punggung istrinya itu.Benar, tadi Sakha datang selepas isya, membawa roti kering, beberapa macam cemilan dan empat porsi sate ayam kesukaan istrinya.Sate yang dibawa pun di bagi untuk bu Juriah dan Nasria.Betapa bahagia tadi dirinya saat diizinkan datang menginap oleh bu Juriah.Meskipun Nasria memandang tak suka padanya.“Ibu tak berhak melarang nak, dan Andira masih istrimu. Ibu berharap yang terbaik untuk keluarga kalian, namun nak Sakha jangan memaksa nak Andira bila sekiranya maaf berat diberi. Ibu minta maaf namun kesalahan, nak Sakha tak main – main mengguris hati,nak Andira.” ucap bu Juriah tadi sebelum dirinya pulang.“Kenapa harus nginap sih, biasanya kan memang Andira dibiarin sendiri di rumah kalian,” kata – kata Nasria menohoknya tadi. Namun bu Juriah segera menegur putrinya itu.Namun Sakha tak marah, dia siap dan p
“Sayang, anak yang tadi itu kayanya dekat banget sama sayang.” Sakha tak tahan dengan rasa penasarannya. Didekatinya Andira yang sedang mencuci beberapa piring kotor bekas makan mereka berdua tadi. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Acara pengajian tujuh bulanan Andira sudah selesai dari tadi siang. Semua tamu dan kerabat sudah pulang. Bahkan ibu Marwiah tadi ikut pulang dengan Rasyid. Hanya Sakha yang belum mau pulang bahkan tak ingin pulang rasanya. “Ia namanya Irina.” Jawab Andira singkat. Tangannya masih sibuk membilas piring yang sudah disabuni. “Koq yang datang ayahnya?, mas nggak liat dia sama ibunya tadi.” “Ibunya sudah meninggal.” jawab Indira pelan. Sakha tertegun sesaat, rasa was-was menghampiri benaknya Andira yang melihatnya, merasa hera., namun tak memperdulikan. “Kamu kenapa nggak pulang mas?” Andira bertanya sambil mengeringkan tangannya pada lap bersih yang di gantung Andira dekat tempat cucian piring. Sakha mendekati Andira, memeluk sebentar. “Ma
Sakha dan bu Marwiah masuk ke ruang perawatan setelah mengucap salam. Bu Marwiah langsung memeluk menantunya itu dan mengucap maaf sambil mencium pipi kiri kanan Andira. “Maafkan ibu nak, Sakha terlambat menjemput ibu.” Lalu diciuminya pipi menantunya itu. “Tak apa, bu.” jawab Andira, lemah Bu Marwiah berbinar bahagia melihat rupa cucunya. Cucu pertama yang dinanti – nanti beliau selama tujuh tahun pernikahan putranya. “Mukanya papa banget ini waktu kecil.” Ucap bu Marwiah sambil menggendong cucunya yang terpejam. Diciumi pipi mungil itu. Bu Marwiah lalu berbincang dengan bu juriah dan bu Norma. Beliau mengucap terima kasih banyak atas bantuan kedua ibu ini yang sudah membantu menantunya, sigap membawa Andira tadi ke puskesmas. “Terima kasih banyak, bu. Sudah membantu menantu saya.” Ucap bu Marwiah tulus. “Sudah tugas kami bu, lagian nak Andira sudah kami anggap anak sendiri.” Ucap bu Juriah juga penuh tulus. Lalu bu Juriah dan bu Norma pamit keluar. Mereka memberikan kesemp
“Maafin mas, kalau sayang merasa tak nyaman tadi atas kedatangan mereka.” Sakha mendekat ke Andira yang sudah siap berbaring. “Siapa mas, pak Derry atau kekasihmu? kalau kekasihmu jangan khawatir, aku nggak menyentuhnya sedikit pun. Bahkan aku yang mengalah kan?” “Ra, mas khawatirin kamu, bukan dia!” “Baru sekarang, mas khawatirin aku, dulu – dulu tak memikirkan perasaanku sedikit pun.” Kata – kata Andira sungguh menohok perasaan Sakha. “Ra, maafin mas!” Sakha berusaha meraih Andira kedalam pelukannya. Namun wanita ini menolak. “Simpan maafmu mas, aku ngantuk!” Lalu Andira berbaring memberi punggung pada sang suami. Sakha hanya bisa menghela nafas. Mungkin butuh waktu tujuh tahun juga agar Andira bisa memafkan dirinya. -- Andira melempar isi kado kedua yang di buka! kado berukuran kecil yang dibawa tamu – tamunya tadi. Kado yang diletakkan wanita itu tadi di sofa dengan senyum di bibir. Kado pertama berisi baju dan perlengkapan bayi. Namun kado yang kedua ini, mampu membakar
Sampai juga cerita Syamira mengenai kisah hidupnya yang berhubungan dengan Andira, mama sambung menantunya ini. Air mata Irina tadi jatuh saat mengetahui kejadian sebenarnya bertahun silam. Dulu yang ia ingat ia masih kecil saat guru mengajinya sudah bertambah menajdi dua, ada bunda Dira. Entah mengapa perasaanya selalu ingin dekat dengan bunda Dira saat itu.Meski akhirnya Andira menjadi ibu sambungnya, namun tak sekalipun Andira menceritakan pengalaman pahit hidupmnya pada anak-anaknya. Entah kepada ayahnya. Mungkin mama Andiranya menceritakan, sebab di awal-awal pernikahan mama Andira dan ayahnya, beberapa kali ia lihat wajah sembab Andira seperti habis menangis, dan pernah sekali ia melihatnya ayahnya memeluk, dan menenangkan mama Andira sewaktu petang di musim hujan beberapa tahun silam.Irina tak menyangka setega itu papa Sakha memperlakukan mamanya Andiranya dulu.Irina masih terisak di pembaringan saat Abian mendekati dirinya di pembaringan empuk mereka.“Sayang, sudah, kita d
Petang itu Syamira mengecek jumlah tabungannya, sudah diniatkan bersama suaminya insya Allah tahun depan dirinya akan mendaftar umroh bila tabungannya sudah cukup.“Assalamualaikum,” terdengar suara Hadi mengucap salam. Rupanya pria rupawan nan bijaksana itu baru saja pulang mengecek kesiapan panen hari rabu lusa.Syamira menyambut suaminya dengan senyum yang merekah, sudah 55 tahun namun tetap cantik dan ramping.Hadi masuk dan memeluk tubuh ramping milik istrinya itu.“Wangi, habis keramas ya,?”“ He em.”“ Tumben keramas sore, biasanya subuh.” Hadi menggoda Syamira sambil memainkan rambut istrinya.“Tadi siang ada yang bikin junub soalnya.” Syamira membalas guyonan suaminya itu sambil menyandarakan kepala di dada yang masih saja bidang meski sudah berumur.“Berapa kali dibikin junub tadi?” Hadi memeluk erat menghirup wangi shampo yang menguar dari rambut sepunggung istrinya.“Dua kali, sampe capek aku Mas.” Kata Syamira manja.Hadi terkekeh mendengar ucapan istrinya. Akhir – akhi
“Mas, aku marah lho kamu giniin aku,”. Nafia berusaha memukul dada suaminya yang tak berhenti menghentaknya dibawah sana. Bau alkohol yang tercium semakin menambah rasa muak Nafia.“Maaf sayang,” Arga menciumi wajah istrinya dengan tatapan bersalah. Sakha breng*sek, tadi memaksa Arga menemaninya minum. Rumah tangga kawannya itu sedang diujung tanduk. Istrinya meminta cerai saat dirinya ketahuan selingkuh. Berkali istrinya keguguran, berkali pula Sakha bermain api dengan wanita yang sama.Niatnya tadi Arga dan Rasyid menemui Sakha hendak memberikan pandangan agar mempertahankan rumah tangganya. Bukan apa – apa Andira, istri Sakha itu telah menjadi teman Nafia juga. Nafialah tempat dirinya mencurahkan kesedihan hatinya.Lalu mengapa dia tergoda menenggak minuman haram itu, entah dengan Rasyid, minum atau tidak. Sehabis minum satu kaleng bir, Arga bergegas pulang menemui istrinya.Dan inilah akibatnya, anti depresan dari alkohol yang ditenggak malah semakin menambah libidonya.Sial*n me
Arga dan Nafia bersiap bulan madu ke salah satu hotel di pinggiran kota yang terkenal dingin.Papa Dan mamanya memberikan hadiah amplop bulan madu untuk mereka berdua.Tak ingin jauh karna Arga hanya cuti seminggu dan Nafia mengambil cuti tahunannya.“Pulang nanti bawa cucu buat mama dan papa ya.” Syamira menggoda anak dan menantunya.Nafia yang sudah merona mendengar godaan mertuanya.Mereka semua mengantar pengantin baru itu ke depan, Kecuali Azlam dan Abyan.Azlam menemani Abyan mengecek motor ninja hitamnya yang sering mogok berapa hari ini.Pukul sembilan malam Azlam duduk di teras samping rumah, menghisap sebatang nikotin, hal yang dilakukan saat dia sedang memirikan masalah.Khamila yang melihat kakaknya duduk sendiri, mendapati rasa mengalah di wajah itu.Khamila mengerti.Rasa mungkin ada namun mau diapa bila jodoh tak ada.Didekatinya Azlam lalu duduk di sebelahnya.“Nanti kukenalkan pada temanku kak, Cemara namanya. Kerja sama aku di apotik.”“apaan sih kamu dek.”“kenalan
“Kasi tahu aku nomor telepon orang tua kakak, biar kuhubungi please.” Azlam panik melihat korbannya seorang wanita berseragam salah satu apotik dua puluh empat jam itu.“Nggak usah dek, kakak nggak apa – apa, ini cukup diperban dan minum obat anti nyeri, nanti lukanya akan sembuh.”“Kamu juga harus diobati, kamu juga terluka.” Pelan suara gadis ini.Bisa – bisanya gadis ini mengkhawatirkan penabraknya, padahal yang jadi korban adalah dirinya.“Ku telepon mama dan papa dulu.” Ucap Azlam cepat, lalu segera keluar menghubungi nomor mamanya.Gadis itu mengangguk saat Azlam mengambil ponsel dan keluar menelpon orang tuanya.Efek dari obat yang diminum tadi membuat gadis itu mengantuk lalu tertidur tanpa menyadari kalau orang tua yang menabraknya sudah berdiri di samping brankarnya.Dan seseorang yang kerap menganggu mimpinya pun ada di dalam kamar itu.Ya dia adalah Nafia, gadis yang dicari Arga selama ini, gadis yang kerap mengganggu mimpinya.Alam begitu baik, bekerja untuk manusia – man
Bab. 56Rembulan berlaluHati masih bertaluBaru kusadariAku kiniKehilanganmuSebait lagu terdengar dari ponsel pintar seorang pemuda tanggung yang baru saja lulus Sekolah Menengah atas.Entah mengapa dia merasa kehilangan gadis polos nan pendiam yang dulu merawatnya sewaktu terluka saat latihan basket di Sekolah Menengah Pertama.Dia merindukannya meski beberapa tahun telah berlalu, dan usia mereka bukan lagi tiga belas tahun.Mungkin rupa pun ada perubahan.Arga.Putra sambung Syamira ini tumbuh menjadi pemuda yang gagah dan rupawan dengan tubuh tinggi yang terjaga.Tentu banyak gadis di sekolahnya yang menggilainya, namun satupun gadis – gadis berpenampilan modern itu yang nyantol di hatinya.Dia mencari gadis sederhana dengan baju kedodoran dengan rambut panjang dikuncir kuda, atau mungkin tak lagi dikuncir, mungkin dipotong pendek, memakai jepitan rambut atau....mungkin telah tertutup hijab rambut itu.Tiga tahun lalu Syamira melahirkan seorang bayi laki – laki dengan jalan ope
“Mas udah dong,” pinta Syamira lirih saat untuk kali kedua di tengah malam ini meminta menuntaskan hasrat.Syamira tak keberatan karna memang kewajibannya sebagai istri tak boleh mengabaikan penyaluran birahi suaminya. Apalagi usia empat puluh begini, semangat laki – laki kembali seperti usia dua puluhan.Namun durasi yang kedua ini membuatnya lelah. Sungguh perkasa suaminya ini.“Mas...” Syamira kewalahan.“Ahh bentar sayang,” Hadi melanjutkan hentakannya. Bulir peluh mereka menyatu di tengah malam yang dingin itu.Syamira yang merasa gemas dengan tingkah suaminya, bermaksud menggoda suaminya, di usapnya dada dan jarinya bermain di puncak dada itu.Hadi menggeram menahan nikmat karna perlakuan Syamira barusan.Hingga satu hentakan terakhir yang begitu kuat mengakhiri pengejaran cintanya malam ini.Hadi mengusap peluh di dahi istrinya lalu mengecup dengan mesra, setelah mencapai tepian hasratnya. Selalu begitu, memperlakukan istrinya dengan sayang, menanyai istrinya sudah cukup atau
“Tahan bentar ya, lukamu harus diobati dulu,” seorang gadis berseragam putih biru yang sedang piket di ruang UKS sedang mengambil obat merah dan alkohol.Arga sesekali mencuri pandang pada gadis dengan nametag Nafia Almayra, rambut panjangnya dikucir kuda dengan jepitan di bagian poni semakin mempermanis wajahnya.“Ssshh.” Arga meringis menahan perih saat gadis bernama Nafia itu membersihkan lukanya dengan alkohol.“Kalau perih bilang ya, aku akan pelan – pelan bersihinnya.”“Iya ini perih banget.”“Sabar, nanti boleh ke rumah sakit habis ini.” Telaten Nafia membersihkan luka Arga.Arga menatap wajah Nafia saat gadis itu hendak membalut lukanya dengan perban. Sesaat tatapan mereka bersirobok. Arga merasakan ada yang lain di hatinya, entah apa itu.Nafia memutuskan kontak mata mereka terlebih dahulu.“Kamu sendiri ya, yang lain mana?” Arga bertanya karna tak melihat petugas piket yang lain.“Iya, aku sama Isma sebenarnya anak kelas 7.B, Cuma dia lagi ulangan mate-matika hari ini.“Ou
Braakk!...Hadi membanting meja tepat di depan Siska.“Apa maksud kamu mengirim gambar saya dan mbak Ria ke istri saya?.” Hadi membentak Siska tepat di saat ayahnya datang hendak menyambutnya. Dikiranya Hadi ada perlu dengan beliau.Hadi sengaja datang ke rumah orang tua Siska untuk memberi pelajaran pada perempuan rese itu.“Ga..gambar apa mas?, jangan sembarangan kamu nuduh aku.”“Oh enggak mau ngaku rupanya, apa perlu saya bawa ponsel istri saya dan tunjukin chat kamu yang kurang ajar itu.” Wajah hadi memerah dan tegas berucap.Entah bagaimana Siska ini, saat Hadi semarah ini pun dia masih kagum. Dilihat ketegasan di wajah pria itu, punya prinsip dan penyayang di waktu yang bersamaan. Sifat Hadi ini juga yang membuat dia tergila – gila, padahal sedikitpun Hadi tak pernah meresponnya. Bukan Hadi tak menyadari kalau Siska menyimpan rasa untuknya, namun sepak terjang Siska di luar sana diketahuinya. Dia ingat pernah melihat Siska jalan bersama pak Broto masuk ke hotel tempat Hadi meet