Clara melanjutkan, "Oh, iya. Masih ada Benira yang menemanimu. Waktu itu, kamu bilang akan kembali setelah 1 minggu. Tapi, kamu nggak pulang selama 1 bulan. Kamu menemani Benira, 'kan? Kalau kamu begitu mencintainya, kenapa kamu nggak memberinya status? Untuk apa kamu bilang kamu menyukaiku dan ingin menjalani sisa hidupmu denganku? Padahal aku sangat membencimu."Clara meneruskan ucapannya, "Mana mungkin aku mau hidup denganmu? Aku nggak ingin melihatmu lagi. Aku benar-benar berharap aku nggak pernah bertemu denganmu. Hanya Joe yang nggak bersalah. Aku merasa sedih karena dia punya ayah kandung sepertimu."Clara menambahkan, "Tapi, nggak masalah. Nantinya, kalian nggak punya hubungan apa-apa lagi. Aku akan menyerahkan Joe kepada Annika dan Zakki. Mereka akan menganggap Joe sebagai anak kandung sendiri. Aku rasa Joe akan lebih ceria dan tumbuh normal kalau hidup bersama mereka."Setiap kata-kata Clara sangat mengena di hati Satya. Kemudian, Satya memegang wajah Clara, lalu menciumnya.
Namun, Satya tidak melanjutkannya lagi. Dia berbaring di samping, lalu bersandar di tubuh Clara yang kurus. Satya memelas dengan suara serak, "Clara, kita mulai hidup baru, ya? Aku nggak akan meninggalkanmu lagi. Aku juga nggak akan berhubungan dengan wanita lain dan hanya setia kepadamu. Aku akan memberikan semua yang kamu inginkan dulu. Yang penting kamu nggak meninggalkanku."Clara merasa bingung. Bagaimana caranya mereka memulai hidup baru? Hubungan mereka bahkan tidak pernah dimulai! Benar-benar konyol! Hubungan mereka hanya dipenuhi dengan kebohongan. Sewaktu muda, cinta Clara bertepuk sebelah tangan.Clara berbaring di tempat tidur dengan pakaian terbuka. Tubuhnya yang kurus terlihat, tetapi dia masih tampak cantik. Clara ingin merapikan pakaiannya. Hanya saja, dia sama sekali tidak bertenaga.Clara berbicara dengan ekspresi datar, "Musim semi sudah berlalu ... musim panas juga akan segera berakhir. Dua tahun lagi, Joe akan bersekolah pada musim gugur. Sekolah .... seharusnya du
Satya tertegun. Tak lama kemudian, dia baru menanggapi, "Kenapa bisa begitu? Mereka itu saudara kandung. Mana mungkin nggak cocok?"Gracia terdiam. Setiap hari, banyak hal tidak terduga terjadi di dunia ini. Satya tidak berbicara lagi. Dia berdiri di depan jendela sembari mengisap rokoknya sampai habis. Sesudah itu, Satya memerintah Gracia, "Sekarang siapkan prosedur tes kecocokan untukku."Gracia yang terkejut menimpali, "Pak Satya, kemungkinannya sangat kecil."Satya mengabaikan ucapan Gracia. Dia membuka 2 kancing kemeja, lalu memperhatikan dadanya seraya menjelaskan, "Kami sangat berjodoh sehingga bisa menjadi pasangan suami istri. Seharusnya ... organ hatiku bisa cocok untuk Clara."Gracia merasa Satya sudah gila. Dia membalas, "Pak Satya, kita harus memercayai sains."Satya menyanggah, "Tapi, sekarang aku hanya percaya kepada takdir. Clara nggak bisa menunggu sampai organ hati yang cocok ditemukan. Tubuhnya nggak mampu bertahan lagi. Kenapa ... kenapa kondisinya langsung berubah
Namun, Satya tidak akan membiarkan Clara mati. Dia ingin Clara menemaninya. Clara mengatakan bahwa dia ingin bersekolah. Kalau begitu, mereka akan pergi ke Kota Aruma. Setelah Clara sembuh, Satya akan membiarkan Clara melanjutkan studinya. Clara boleh mempelajari apa pun, yang penting dia bahagia.....Satya kembali ke rumah sakit saat pagi. Clara masih setengah sadar. Satya berjalan masuk ke kamar, lalu duduk di samping tempat tidur dan menggenggam tangan Clara.Clara terkejut. Satya menenangkan Clara, lalu membujuk, "Clara, kamu jangan putus asa, ya. Aku akan mendonorkan organ hatiku kepadamu. Kalaupun kamu butuh donor ginjal, aku juga akan memberikannya kepadamu."Satya bertanya, "Clara, apa kamu masih ingat dulu kamu panggil aku 'kakak'? Kamu bisa panggil aku sekali lagi, nggak?"Clara memandang Satya seraya menceletuk, "Aku ... nggak menginginkan apa pun." Dia juga tidak ingin memanggil Satya "kakak".Tatapan Satya menjadi muram. Dia membelai wajah Clara sembari menimpali, "Aku ta
Annika mendongak dan berujar pedih, "Apa Kakak sudah tanya pendapat Clara? Kalau Kakak memerangkapnya begini, apa bedanya dia dengan aku yang dulu? Kak, kumohon lepaskan dia. Kalau Clara bertahan hidup, biarkan dia membesarkan Joe dan hidup dengan baik. Dia sudah cukup tersiksa. Kak, aku belum pernah memohon apa pun padamu. Kali ini saja, dengarkan permohonanku ...."Ini kedua kalinya Annika dan Satya bertengkar karena Clara. Satya sangat menyayangi Annika, dia tidak ingin menyakiti hati adiknya. Namun, dia juga tidak rela melepaskan Clara.Pada akhirnya, Satya mematikan panggilan dan langsung menjalankan helikopter. Baling-baling berputar, membawa helikopter itu terbang menuju langit biru.Sosok Annika terlihat kian kecil. Dari kejauhan, dia berseru pada Satya, "Kakak sudah lupa? Waktu Kakak keluar dari penjara, seberapa sedihnya Kakak atas pernikahanku? Kakak berulang kali bertengkar dengan Zakki. Kini Clara ada di posisiku waktu itu, tapi kenapa Kakak nggak bisa bersikap lebih baik?
Emosi Clara tiba-tiba meledak. Sorot matanya hanya menyisakan kebencian saat dia berkata, "Satya, aku sudah nggak punya apa-apa lagi! Kakakku nggak bisa bertahan dan hampir hancur di Kota Brata. Kamu bilang aku menghukummu? Nggak, Satya! Aku sedang membalas utangku padamu!""Hidupku dan Joe berada di tanganmu! Apa itu belum cukup? Kenapa kamu harus memaksaku bertahan hidup? Untuk apa lagi aku hidup? Aku nggak percaya apa pun lagi. Satya, apa kamu tahu bagaimana rasanya saat hatimu diinjak-injak? Apa kamu tahu rasanya harus merasa was-was setiap hari? Kamu selalu mengungkit waktu kamu di penjara, kamu kira aku nggak tahu rasanya?""Pada tahun pertama di Kota Aruma, aku bersikap patuh karena cintaku padamu. Waktu kamu tersenyum padaku, hariku berjalan menyenangkan. Kalau kamu berwajah muram, aku sedih dan introspeksi diri. Selama kurun waktu itu, aku perlahan-lahan merasa tercekik!""Belakangan, aku sadar kalau bukan suasana hati atau karena aku berbuat salah, tapi murni karena kamu ngga
"Aku panggil dokter dulu!" ujar Satya sambil berdiri.Namun, Clara meraih tangan Satya dan menahannya. Jari-jarinya yang kurus mengerahkan kekuatan yang entah didapat dari mana. Sorot mata Clara saat menatap Satya tampak lemah dan tidak fokus.Sel kanker menyebar ke mata Clara, mendadak merebut penglihatannya. Akan tetapi, dia menerimanya dengan tenang. Sebutir air mata yang dingin perlahan jatuh ke punggung tangan Satya.Clara mengulum senyum tipis, lalu bergumam tanpa suara, "Satya, aku sudah berhenti mencintaimu. Mencintaimu terlalu menyiksa. Aku sudah menunggu terlalu lama ...."Perjumpaan pertama Clara dan Satya terjadi tiga tahun lalu di Kota Brata. Saat itu, Clara yang baru berusia 21 tahun diproteksi dengan baik oleh Yoyok. Kala itu, dia masih menuntut ilmu di Akademi Seni Brata.Yoyok sangat sibuk dengan pekerjaannya. Belakangan, dia juga sering pulang pergi ke Kota Aruma karena jatuh hati pada seorang wanita. Wanita yang tidak seharusnya dicintainya itu adalah Annika. Alhasil
Pria itu membaringkan teman Clara ke kursi paling belakang. Sementara itu, Clara duduk bersama pria itu membelakangi sopir.Pria itu mengetuk bagian depan mobilnya dan memerintah dengan nada datar, "Pergi ke rumah sakit terdekat.""Baik, Tuan Satya," sahut si sopir sambil mengangguk, lalu menjalankan mobil.Pikiran Clara masih berkabut. Dia sedikit berlutut sambil menggenggam tangan temannya yang berada dalam keadaan syok. Dia membisikkan kata-kata semangat sambil berurai air mata.Satya menyandar ke kursi. Kemeja putihnya yang terkena noda darah sama sekali tidak mengurangi pesonanya. Dia mengambil sebatang rokok dari kotaknya. Namun, dia tidak menyalakannya dan hanya memainkannya pelan. Tatapannya terkunci pada Clara.Clara lebih lugu dari bayangannya, seperti kelinci kecil yang jinak. Gadis itu sedang setengah berlutut dengan bokong mungil yang sedikit tertungging ke atas. Pasti menggemaskan sekali jika dia memiliki sebuah ekor.Clara memiliki kulit putih mulus. Ketika berlutut, kak