Roland baru saja terbangun dari dunia mimpi yang singkat dirasakan. Tetapi dia kembali disuguhkan oleh hal-hal yang mustahil didapatkan.Walaupun sejak kemarin Michelle menunjukkan sisi lembut yang penurut, akalnya merasa seperti masih bermimpi mendengarkan pengakuan Michelle. Bahkan Roland memeriksa keadaan itu dengan mencermati jelas kehangatan tangan Michelle dalam genggamannya.“Katakan saja nanti setelah kau dalam kesadaran penuh. Aku tidak mau nantinya kau berpura-pura tidak mengingat ini,” ujar Roland yang samar-samar menyindir.“Aku akan ingat dan tidak akan berpura-pura.” Michelle meyakinkan dengan sorot mata lemah namun penuh keseriusan. “Seperti yang kau katakan terakhir kali di depan firma—sebelum balik ke New York, ayo kita lupakan masa lalu,” lanjut Michelle menegaskan.“Aku tidak ingin menahan semuanya dan berbohong pada diriku sendiri, bahwa kau masih tetap ada di hatiku. Mau sekeras apa pun aku melupakanku, rasanya semua sia-sia karena aku masih berdebar-debar setiap
Dengan terpaksa Ella menurunkan kaca pintu mobil di sebelahnya. Wanita itu memamerkan senyuman kaku demi menyembunyikan rasa cemas dan kesal yang campur aduk di dada.“Kenapa Anda bersikap kasar seperti tadi?” Ella mengkritik di balik senyuman palsu. “Sikap Anda itu sangat tidak sopan,” lanjutnya sedikit ketus.“Mohon maaf! Tetapi selaku pihak keamanan di lingkungan ini saya wajib menegur Anda,” jelas pria itu tanpa sadar meningkatkan rasa cemas Ella.“O-Oh, tapi saya tidak melakukan hal buruk.” Ella membela diri dengan nada gugup.“Mohon maaf jika Anda salah paham atas sikap saya.” Pria itu berulang menyatakan kata maaf dengan sikap tegasnya. “Kemarin malam di sini baru saja terjadi percobaan pembunuhan. Beruntungnya korban berhasil diselamatkan dengan cepat, sehingga keamanan di lingkungan ini diperketat. Sejak saat itu kami wajib memeriksa siapa pun orang asing yang datang,” jelas pria itu.Ella sendiri tertegun mendengarkan penjelasan yang tersampaikan baik ke telingannya. Sampai-
“Aku harap kau tidak salah paham dengan perkataanku.”Michelle berusaha menampik kegelisahan Roland yang jelas terlihat di balik keheningannya itu.“Aku tidak ingin menjalani hubungan ini terlalu terburu-buru. Aku ingin kita menikmati waktu bersama-sama sekaligus bisa memahami diri kita masing-masing.”Michelle lebih lanjut mengutarakan keinginannya dengan tidak cukup percaya diri. Itu karena dia memahami Roland yang pasti tidak akan menyutujui.“Aku ingin kita tidak seperti dulu yang selalu salah paham dan menyimpulkan sendiri. Meski aku tidak mau terburu-buru, itu bukan berarti aku tidak serius menjalani hubungan ini,” ujar Michelle menimpali.Roland ingin sekali menertawakan pernyataan Michelle dan membalasnya lewat kalimat-kalimat ketus yang pasti menjatuhkan mental.Rasanya tidak masuk akal menjalani hubungan yang serius, namun dilakukan dengan tenang seperti air yang mengalir.Apalagi dengan gaya seorang Roland yang tidak sabaran, dia menilai mustahil bisa mengabulkan permintaan
“Apa yang kau katakan?”Ella seketika beranjak dari tepian ranjang. Wanita yang baru saja menenangkan diri dari masalah memusingkan kepala itu telah mendekati asistennya, sementara matanya telah mendelik penuh rasa kesal.“Kau mengatakan Jemmy sudah tidak ada lagi di hotel itu?” desak Ella menggeram sampai gerahamnya beradu kasar.Wanita yang di depannya itu tertunduk takut. “S-saya ... saya sudah memastikan kepada pihak hotel jika Tuan Jemmy sudah meninggalkan hotel sejak kemarin malam—”“Bagaimana bisa kau kehilangan jejak pria sialan itu?!”Bentakan yang memekik sakit ke telinga itu menambah rasa takut pada asisten wanita itu. Bahkan, tubuhnya yang kurus dan kecil itu sudah gemetaran di hadapa Ella.“Aku sudah berulang kali katakan, jangan sampai pria sialan itu menghilang tanpa jejak! Aku juga sudah perintahkan untuk memata-matai segala gerak pria sialan itu!”Wajah Ella memerah, pun gemetaran setelah memekik marah. Wanita itu tak sedikit pun menyembunyikan emosinya kepada orang y
“Keluarlah!” David mengusir dengan acuhnya. “Sebaiknya kau desak tim legal untuk segera menyelesaikan masalah ini. Tekan juga tim IT dan humas untuk menghapus segala pemberitaan,” lanjutnya memberi perintah.David tak menggubris sahutan wanita itu karena muak dan tak puas pada kinerja wanita itu.Diselimuti keheningan yang mendominasi, David kembali terfokus pada pemikirannya mengenai Michelle.Jika memang benar sesuai, sangat tepat jika dia menilai kemarahan Roland bersinggungan dengan Michelle.David tak bisa melupakan bagaimana pasrahnya Michelle dalam pelukan dan gelutan bibir Roland. Dia juga tak bisa menghapus bagaimana emosi memuncak ketika Roland mengadukan hubungan yang terjalin dengan Michelle.Satu-satunya tindakan yang tepat dilakukan adalah menemui Michelle dan mengonfirmasi secara langsung.Sayangnya, wanita itu masih belum menunjukkan batang hidungnya di firma hukum. David semakin bertanya-tanya mengenai keadaan Michelle. Rasa penasarannya terdesak oleh pemberitaan meng
~ Satu jam sebelumnya ~Tepat di sebelah ranjang, Roland masih setia menemani Michelle. Pria itu tak bosan duduk di kursi sembari menatap Michelle yang tertidur lelap. Sesekali dia membelai pipi ataupun mengusap kepala Michelle ketika wanita itu bergerak gelisah dalam tidurnya.Dia berusaha tak menimbulkan suara apa pun yang mengusik kedamaian Michelle. Walau rasanya suara apa pun tak akan membuat Michelle sampai terbangun, karena Michelle bukanlah tipe orang yang sensitif saat tertidur.Ketukan pintu yang terdengar membuat Roland reflek mengalihkan pandangan. Dia melayangkan tatapan tajam kepada Daniel yang masuk dengan hati-hati. Roland juga memberikan kode kepada Daniel lewat telunjuknya yang menempel di bibir.“Jangan berisik! Michelle sedang tidur,” seru Roland mendikte tegas lewat tatapan sinis.Daniel yang mengangguk patuh tak mau membela diri atas sikapnya yang sudah hati-hati. Dia memilih untuk meletakkan barang-barang yang di bawa ke sudut santai ruangan kamar inap itu.“Apa
Itu adalah hasil yang dinanti. Alih-alih merasakan kebahagian, segenap rasa bersalah dan penyesalan lebih mendominasi jiwa Roland.Roland menyadari sesuatu, apakah dia pantas menyandang status ayah dari Leah?Roland adalah tersangka utama yang mendorong Michelle ke dalam kesulitan hidup. Egonya menyakiti Michelle. Amarahnya menghardik Michelle sampai tak bisa berkutik. Keputusannya menjadi awal perubahan hidup Michelle yang mencekam.Dia mencampakkan Michelle dengan sadar, sampai terlahirlah Leah yang menjadi korban keduanya.“Aku memang bajingan,” gumamnya frustrasi menyalahkan diri.Lebih tepatnya, Roland adalah bajingan yang tak tahu malu karena masih mengharapkan perasaan Michelle.Tetapi menghindari apalagi menghilangkan permasalahan itu bukan jalan terbaik. Roland telah berniat membahas kabar itu dengan Michelle di waktu yang tepat dan tak menekan Michelle pada situasi yang merusak kenyamanannya.Dengan sesekali menahan sesak, Roland frustrasi dalam diam.Handphone yang bergeta
Michelle sendiri masih terdiam menafsirkan arah pembicaraan diantara mereka. Keheningan yang membentang tidak membuatnya tenang dalam berpikir. Melainkan tenggelam dalam riak-riak canggung bercampur bingung oleh intimidasi tatapan Roland.Di dalam hati Michelle bertanya-tanya, apa Roland sudah mengetahui perihal Leah?Michelle memiliki firasat kuat jika pendapatnya itu tak salah. Tanpa peduli, dia mengalihkan pandangan ke arah meja di mana amplop cokelat itu berada. Kemudian dia kembali menatap Roland yang menanti jawaban.Pria itu adalah Roland—yang selalu mencari cara untuk memuaskan hati. Bisa dipastikan Roland sudah mencari tahu mengenai kehidupannya sampai berujung pada Leah.Ya! Michelle percaya diri pada kesimpulannya.“Michelle.”Roland memanggil lembut seperti membujuk seorang kekasih. Sentuhan bibirnya di punggung tangan Michelle turut serta merayu dengan cara sama, yaitu menciumi dengan hangat dan sayang.“Aku tidak akan menghakimimu. Tenang saja,” bisiknya penuh ironi.Per
Michelle sendiri masih terdiam menafsirkan arah pembicaraan diantara mereka. Keheningan yang membentang tidak membuatnya tenang dalam berpikir. Melainkan tenggelam dalam riak-riak canggung bercampur bingung oleh intimidasi tatapan Roland.Di dalam hati Michelle bertanya-tanya, apa Roland sudah mengetahui perihal Leah?Michelle memiliki firasat kuat jika pendapatnya itu tak salah. Tanpa peduli, dia mengalihkan pandangan ke arah meja di mana amplop cokelat itu berada. Kemudian dia kembali menatap Roland yang menanti jawaban.Pria itu adalah Roland—yang selalu mencari cara untuk memuaskan hati. Bisa dipastikan Roland sudah mencari tahu mengenai kehidupannya sampai berujung pada Leah.Ya! Michelle percaya diri pada kesimpulannya.“Michelle.”Roland memanggil lembut seperti membujuk seorang kekasih. Sentuhan bibirnya di punggung tangan Michelle turut serta merayu dengan cara sama, yaitu menciumi dengan hangat dan sayang.“Aku tidak akan menghakimimu. Tenang saja,” bisiknya penuh ironi.Per
Itu adalah hasil yang dinanti. Alih-alih merasakan kebahagian, segenap rasa bersalah dan penyesalan lebih mendominasi jiwa Roland.Roland menyadari sesuatu, apakah dia pantas menyandang status ayah dari Leah?Roland adalah tersangka utama yang mendorong Michelle ke dalam kesulitan hidup. Egonya menyakiti Michelle. Amarahnya menghardik Michelle sampai tak bisa berkutik. Keputusannya menjadi awal perubahan hidup Michelle yang mencekam.Dia mencampakkan Michelle dengan sadar, sampai terlahirlah Leah yang menjadi korban keduanya.“Aku memang bajingan,” gumamnya frustrasi menyalahkan diri.Lebih tepatnya, Roland adalah bajingan yang tak tahu malu karena masih mengharapkan perasaan Michelle.Tetapi menghindari apalagi menghilangkan permasalahan itu bukan jalan terbaik. Roland telah berniat membahas kabar itu dengan Michelle di waktu yang tepat dan tak menekan Michelle pada situasi yang merusak kenyamanannya.Dengan sesekali menahan sesak, Roland frustrasi dalam diam.Handphone yang bergeta
~ Satu jam sebelumnya ~Tepat di sebelah ranjang, Roland masih setia menemani Michelle. Pria itu tak bosan duduk di kursi sembari menatap Michelle yang tertidur lelap. Sesekali dia membelai pipi ataupun mengusap kepala Michelle ketika wanita itu bergerak gelisah dalam tidurnya.Dia berusaha tak menimbulkan suara apa pun yang mengusik kedamaian Michelle. Walau rasanya suara apa pun tak akan membuat Michelle sampai terbangun, karena Michelle bukanlah tipe orang yang sensitif saat tertidur.Ketukan pintu yang terdengar membuat Roland reflek mengalihkan pandangan. Dia melayangkan tatapan tajam kepada Daniel yang masuk dengan hati-hati. Roland juga memberikan kode kepada Daniel lewat telunjuknya yang menempel di bibir.“Jangan berisik! Michelle sedang tidur,” seru Roland mendikte tegas lewat tatapan sinis.Daniel yang mengangguk patuh tak mau membela diri atas sikapnya yang sudah hati-hati. Dia memilih untuk meletakkan barang-barang yang di bawa ke sudut santai ruangan kamar inap itu.“Apa
“Keluarlah!” David mengusir dengan acuhnya. “Sebaiknya kau desak tim legal untuk segera menyelesaikan masalah ini. Tekan juga tim IT dan humas untuk menghapus segala pemberitaan,” lanjutnya memberi perintah.David tak menggubris sahutan wanita itu karena muak dan tak puas pada kinerja wanita itu.Diselimuti keheningan yang mendominasi, David kembali terfokus pada pemikirannya mengenai Michelle.Jika memang benar sesuai, sangat tepat jika dia menilai kemarahan Roland bersinggungan dengan Michelle.David tak bisa melupakan bagaimana pasrahnya Michelle dalam pelukan dan gelutan bibir Roland. Dia juga tak bisa menghapus bagaimana emosi memuncak ketika Roland mengadukan hubungan yang terjalin dengan Michelle.Satu-satunya tindakan yang tepat dilakukan adalah menemui Michelle dan mengonfirmasi secara langsung.Sayangnya, wanita itu masih belum menunjukkan batang hidungnya di firma hukum. David semakin bertanya-tanya mengenai keadaan Michelle. Rasa penasarannya terdesak oleh pemberitaan meng
“Apa yang kau katakan?”Ella seketika beranjak dari tepian ranjang. Wanita yang baru saja menenangkan diri dari masalah memusingkan kepala itu telah mendekati asistennya, sementara matanya telah mendelik penuh rasa kesal.“Kau mengatakan Jemmy sudah tidak ada lagi di hotel itu?” desak Ella menggeram sampai gerahamnya beradu kasar.Wanita yang di depannya itu tertunduk takut. “S-saya ... saya sudah memastikan kepada pihak hotel jika Tuan Jemmy sudah meninggalkan hotel sejak kemarin malam—”“Bagaimana bisa kau kehilangan jejak pria sialan itu?!”Bentakan yang memekik sakit ke telinga itu menambah rasa takut pada asisten wanita itu. Bahkan, tubuhnya yang kurus dan kecil itu sudah gemetaran di hadapa Ella.“Aku sudah berulang kali katakan, jangan sampai pria sialan itu menghilang tanpa jejak! Aku juga sudah perintahkan untuk memata-matai segala gerak pria sialan itu!”Wajah Ella memerah, pun gemetaran setelah memekik marah. Wanita itu tak sedikit pun menyembunyikan emosinya kepada orang y
“Aku harap kau tidak salah paham dengan perkataanku.”Michelle berusaha menampik kegelisahan Roland yang jelas terlihat di balik keheningannya itu.“Aku tidak ingin menjalani hubungan ini terlalu terburu-buru. Aku ingin kita menikmati waktu bersama-sama sekaligus bisa memahami diri kita masing-masing.”Michelle lebih lanjut mengutarakan keinginannya dengan tidak cukup percaya diri. Itu karena dia memahami Roland yang pasti tidak akan menyutujui.“Aku ingin kita tidak seperti dulu yang selalu salah paham dan menyimpulkan sendiri. Meski aku tidak mau terburu-buru, itu bukan berarti aku tidak serius menjalani hubungan ini,” ujar Michelle menimpali.Roland ingin sekali menertawakan pernyataan Michelle dan membalasnya lewat kalimat-kalimat ketus yang pasti menjatuhkan mental.Rasanya tidak masuk akal menjalani hubungan yang serius, namun dilakukan dengan tenang seperti air yang mengalir.Apalagi dengan gaya seorang Roland yang tidak sabaran, dia menilai mustahil bisa mengabulkan permintaan
Dengan terpaksa Ella menurunkan kaca pintu mobil di sebelahnya. Wanita itu memamerkan senyuman kaku demi menyembunyikan rasa cemas dan kesal yang campur aduk di dada.“Kenapa Anda bersikap kasar seperti tadi?” Ella mengkritik di balik senyuman palsu. “Sikap Anda itu sangat tidak sopan,” lanjutnya sedikit ketus.“Mohon maaf! Tetapi selaku pihak keamanan di lingkungan ini saya wajib menegur Anda,” jelas pria itu tanpa sadar meningkatkan rasa cemas Ella.“O-Oh, tapi saya tidak melakukan hal buruk.” Ella membela diri dengan nada gugup.“Mohon maaf jika Anda salah paham atas sikap saya.” Pria itu berulang menyatakan kata maaf dengan sikap tegasnya. “Kemarin malam di sini baru saja terjadi percobaan pembunuhan. Beruntungnya korban berhasil diselamatkan dengan cepat, sehingga keamanan di lingkungan ini diperketat. Sejak saat itu kami wajib memeriksa siapa pun orang asing yang datang,” jelas pria itu.Ella sendiri tertegun mendengarkan penjelasan yang tersampaikan baik ke telingannya. Sampai-
Roland baru saja terbangun dari dunia mimpi yang singkat dirasakan. Tetapi dia kembali disuguhkan oleh hal-hal yang mustahil didapatkan.Walaupun sejak kemarin Michelle menunjukkan sisi lembut yang penurut, akalnya merasa seperti masih bermimpi mendengarkan pengakuan Michelle. Bahkan Roland memeriksa keadaan itu dengan mencermati jelas kehangatan tangan Michelle dalam genggamannya.“Katakan saja nanti setelah kau dalam kesadaran penuh. Aku tidak mau nantinya kau berpura-pura tidak mengingat ini,” ujar Roland yang samar-samar menyindir.“Aku akan ingat dan tidak akan berpura-pura.” Michelle meyakinkan dengan sorot mata lemah namun penuh keseriusan. “Seperti yang kau katakan terakhir kali di depan firma—sebelum balik ke New York, ayo kita lupakan masa lalu,” lanjut Michelle menegaskan.“Aku tidak ingin menahan semuanya dan berbohong pada diriku sendiri, bahwa kau masih tetap ada di hatiku. Mau sekeras apa pun aku melupakanku, rasanya semua sia-sia karena aku masih berdebar-debar setiap
Rutinitas pagi di kediaman Jullian berlangsung seperti biasanya. Para pelayan mulai sibuk melakukan kewajiban mereka di kediaman mewah itu, di mana tuan rumah baru saja kembali setelah beberapa waktu mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.Sayangnya, kesibukan mereka diselimuti oleh ketegangan yang diciptakan oleh sang pemilik kediaman. Yaitu Jullian yang menunjukkan emosi tak terbendung di ruangan santai teras belakang.Sejak sore kemarin, Jullian memang telah menunjukkan ekspresi kesal saat pulang ke rumah. Namun, kekesalan itu semakin bertambah ketika asisten pribadinya mengadukan perihal Roland yang batal menjemputnya di rumah sakit.“Jadi anak berandal itu batal menjemputku karena ke Los Angeles?” tanya Jullian penuh tekanan kepada asisten pribadinya yang merunduk.“Informasi yang saya terima bahwa Tuan Roland mendadak pergi ke Los Angeles.”Jullian berdecih kesal. “Dia pasti menemui wanita itu lagi! Demi wanita itu, anak berandal itu membohongiku!”Berbanding terbalik den