"Daisha tanganmu sudah tidak apa-apa kah?" tanya Lani yang sejak kejadian itu dia mengkhawatirkan Daisha. Dia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Vanda menginjak tangan Daisha begitu tega saat temannya itu berusaha memunguti serpihan vas yang tajam.Betapa ngeri dan sakitnya meskipun bukan dia yang merasakan. Bahkan pelayan yang ikut menyaksikan ada yang menjerit dan tidak sanggup melihatnya. Tentu saja membuat Lani sedih dan khawatir tapi dia tidak bisa melakukan pembelaan apapun."Sudah tidak apa-apa, nanti malam aku akan melepas perbannya kok," jawab Daisha menampilkan senyumnya untuk membuktikan bahwa dia baik-baik saja."Aku sangat sedih melihatmu terluka, setelah acara penobatan waktu itu kamu tiba-tiba muncul dengan luka di lengan dan sudah diperban, kamu tidak mau memberitahu padaku alasannya kenapa, baru-baru ini kamu mendapat luka lagi akibat nyonya Vanda di telapak tanganmu, apa sebelumnya kamu juga disiksa oleh nyonya makanya kamu dapat luka di lengan itu?" uj
"Kenapa diam?" tanya James yang gemas karena Daisha tak kunjung melepas celana dalamnya."Tuan bisa melepas celananya sendiri, lebih baik saya menyiapkan air hangatnya," ucap Daisha secepatnya pergi, tapi James menghalanginya dengan satu kakinya."Tidak boleh membantah! Sekarang lepas celana dalamku!" titah James tanpa penolakan."Kenapa? Kau ingin aku marah? Apa sebaliknya kau yang aku telanjangi?" ancam James melirik ke dada Daisha.Reflek Daisha langsung menyilangkan kedua tangannya menutupi dada."Jangan!" teriak Daisha sambil menggeleng cepat."Ya sudah! Lepaskan celanaku sekarang!" perintah James.Dengan ragu-ragu Daisha melepas celana dalamnya, perlahan sambil menutup mata."James gila! Dia memang punya kelainan!" batin James.Seperti orang yang buta, meraba-raba mencari jalan keluar agar celana dalamnya terlepas dari kaki. Akan tetapi Daisha yang tidak sabaran diakhir saking tidak tahannya dia melepas dengan ugal-ugalan. Menariknya cepat sampai tak sengaja kaki James tersandun
Empat orang Connor lengkap duduk bersama di meja makan menikmati makan malam mereka. Tidak ada pembicaraan hangat, mereka menikmatinya dalam keheningan dan larut dalam pikiran mereka masing-masing. Henley yang notabene bocah aktif nan periang terhanyut dalam prasangkanya. Tiga orang dewasa itu terlihat bersitegang tanpa senyum ataupun hal yang membuat makan menjadi berselera. Diam-diam Henley memperhatikan gerak-gerik mereka yang begitu kaku dan canggung seolah hubungan di antara mereka tidak baik-baik saja. "Kenapa wajah kalian datar sekali? Apa kalian tidak berselera makan? Apa makanannya tidak enak?" tanya Henley lirih. Ketiga orang dewasa itu melirik sekilas pada Henley dengan tatapan yang penuh arti. "Kenapa kalian melihatku seperti itu?" protes Henley. "Apa aku salah? Mereka terlalu kaku hanya sekedar makan malam di meja ini," batin Henley. Wajahnya terlihat polos, akan tetapi dalam hatinya sangat kesal. Mengapa tidak ada interaksi sama sekali. Mereka seperti patung manek
"Daisha dan Henley? Sedang apa mereka berdua di sana?" gumam James berdiri di tengah kegelapan malam di antara bunga-bunga taman. Hanya lampu taman dan terangnya bulan yang menerangi malam itu. Tapi perasaannya mulai menggelap tatkala melihat senyuman yang tidak dia harapkan dari kedua manusia itu saat bersama. James mengepalkan kedua tangannya kuat. Entah mengapa kekesalan muncul di hatinya. Seolah dia sendiri juga tidak tahu apa alasannya. "Apa ini? Kenapa jadi begini? Kenapa aku marah ketika gadis itu dekat dengan pria lain?" batin James geram, dia merutuki dirinya sendiri. James angkat kaki dari situ, pikirannya bergeming dari apa yang dilihatnya barusan. Dia tidak bisa mengartikan perasaannya sendiri padahal dia sadar kalau saat ini amarah menguasainya. Tatkala pandangannya terhenti pada suatu tempat yang familiar dalam ingatannya. James membeku beberapa saat terlarut dalam pikirannya. Dan berputar kembali ingatan-ingatan itu dengan cepat. Dimana James duduk seorang diri ber
"Kira-kira apa ya yang menyebabkan tuan James cemas malam kemarin?" tanyanya dalam hati. Ford berjalan menuju pantri. Mengambil minuman kemasan untuk dia minum. Kebetulan di sana ada Daisha yang kerepotan membawa makanan alias masakannya sendiri untuk dibawakannya ke kamar James. Jadi Ford berniat membantunya membawa sebagian makanan itu ke kamar James. "Ingin kubantu?" tawar Ford mengulurkan tangannya. "Lebih baik begitu, makasih ya sudah mau menolong," ucap Daisha merasa senang karena terbantu adanya bantuan dari Ford. "Tak apa, aku juga merasa bertanggung jawab karena hal ini, semenjak tuan James tidak enak badan, selera makannya jadi naik, selalu ingin makan yang enak dan banyak, untung saja tuan James cocok dengan rasa masakanmu, dia juga tidak banyak makan junk food, jadi dalam hal ini kemampuan masakmu sangatlah membantu," ungkap Ford panjang lebar. Anxiety diganti kata tidak enak badan. Tidak mungkin Ford menceritakan kejadian yang sebenarnya terjadi saat itu. "Benarkah?
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya James yang muncul seolah berpura-pura tidak tahu kalau Daisha sudah berada di atas rooftop sejak tadi. Refleks Daisha terperanjat melihat sosok James yang tiba-tiba muncul kemudian menghampirinya."Eh tu-tuan James! Aku sedang berdiri sendirian di sini, menikmati pemandangan malam dari sini ternyata sangat bagus," ungkap Daisha dengan tingkah yang kikuk.Daisha rasa, akhir-akhir ini James tidak banyak menyiksa mentalnya. Disebabkan James memiliki banyak kesibukan di perusahaan dan kemarin juga dia jatuh sakit. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan kalau James rindu mengerjainya. Dan sekarang dia sedang merancang rencana licik untuknya. Begitulah pikirnya."Oh begitu," balas James.Tak disangka diam-diam pria ini tersenyum tidak tahan melihat ekspresi Daisha yang menggemaskan, tapi dia berusaha menyembunyikannya.Namun ekspresinya sekejap berubah. Seperti apa yang sudah terjadi dulu-dulu. Kalau bukan karena Juan pasti Daisha tidak akan melamun sen
"Kau sudah menemukan apa yang kakakku sukai?" tanya Henley pada Daisha yang sedang mengambil satu persatu jemuran kering. Henley berinisiatif ikut membantu memunguti dan memasukkannya ke ranjang yang dibawa Daisha. "Belum, aku tidak tahu apa yang kakak anda sukai, dia orang yang lumayan tertutup," jawab Daisha. "Bahkan aku juga tidak tahu emosinya yang naik turun itu," batin Daisha sambil mengulas senyum miris. Bahkan ketika James bicara, dia selalu mengutarakannya dengan kata teka-teki. "Humm lumayan sulit ya?" ucap Henley sambil mengusap dagunya. "Ya jadi jangan bertanya lagi padaku soal itu! Sudah pasti aku akan menyerah! Aku ini hanyalah pelayan barunya, jadi anda jangan terlalu mengandalkan aku," tukas Daisha yang sudah selesai memunguti pakaian kemudian membawanya ke tempat setrika. Sedang Henley terus mengekorinya seperti anak ayam mengekori induknya. "Yah! Padahal aku ingin sekali dekat dengan kak James!" ucap Henley sedikit sedih. Daisha berbalik menghadap Henley. "Bag
Seorang pelayan yang mengintip Henley dan Daisha berduaan berlari menuju pantri. Dia menuangkan air ke gelas yang dia ambil lalu meminumnya. Perasaan iri dengki menjalar dari otak ke seluruh tubuhnya. "Kenapa pelayan baru itu begitu centil menggoda tuan-tuan Connor? Sebelumnya tuan James, sekarang tuan Henley juga terjebak dengan rayuannya, kenapa bisa gadis rendahan sepertinya merayu orang kaya," gumam Siska geram. "Kenapa mereka bisa terlihat akrab dan peduli dengan gadis itu? Kenapa? Kenapa bukan aku? Kenapa dia seberuntung itu dekat dengan tuan muda Connor?" "Padahal wajahnya biasa saja, tidak cantik dan tidak menarik! Aku sudah lama menginginkan dekat dengan salah satu tuan muda Connor, tapi mereka tidak pernah melirikku! Tidak pernah mengajakku berbicara! Hanya menyuruh, memanfaatkan tenagaku, dan aku tidak pernah diperlakukan sebagai wanita, tapi kenapa harus dengan pelayan baru itu? Bahkan tuan Henley mengecup tangannya! Uhhhh!" keluh Siska panjang lebar dan menggebrak meja
Daisha sayup-sayup membuka matanya bersama kesadaran yang segera terkumpul. Mencoba mengingat kembali mengapa dirinya berada di kamar yang nampak asing tapi dia terlalu lelah untuk berpikir keras. Kemudian melihat ke arah jam dinding yang ada di depannya, jam menunjukkan pukul 6 pagi. Dia segera beranjak dari kasur memunguti bajunya yang berserakan di lantai untuk menutupi tubuhnya yang polos.Tiba-tiba saja dia terlonjak tatkala tangan kekar memeluknya dari belakang. Dia menoleh ke belakang punggungnya, Daisha baru ingat kalau dia habis bermain ranjang dengan pria ini. James menyunggingkan senyumnya masih dengan mata yang terpejam. Tentu saja itu akal-akalan James hanya untuk mengerjainya.Daisha ingin kabur dan mencoba terlepas, namun James semakin menariknya ke dalam pelukannya."James! Lepaskan aku!" Daisha memohon tapi tubuhnya tak bertindak sama sekali. Dia hanya sedang menyembunyikan rasa malunya setelah melakukan pergumulan panas dengan James. Yang dilakukan James padanya sema
"Sekarang kamu akan tinggal di sini!" ujar James. Seorang bawahannya membawa satu tas besar berisi baju-baju Daisha ke dalam kamar yang akan digunakannya untuk tidur. Setelah keluar dari rumah sakit dan melakukan pembayaran administrasi. James segera membawa Daisha ke apartemen miliknya dekat Constone Mansion dan menyuruh anak buahnya pergi ke panti asuhan mengambil baju-baju Daisha. Kamar apartemennya bersebelahan dengan kamar Ford. Daisha akan mendapatkan pengamanan 24 jam/7 oleh anak buah James. Dan bekerjasama dengan para petugas apartemen yang semuanya di bawah suruhannya, di sana mereka sama-sama mengawasi. James rasa melindungi Daisha di jarak dekat lebih efektif ketimbang membiarkan Daisha pergi sejauh-jauhnya. Belum tentu, Vanda ataupun orang jahat lainnya takkan mengusik Daisha. "Ini semua kelihatan sangat nyaman, terimakasih karena sudah memberiku tempat tinggal, aku sangat suka," ucap Daisha melihat-lihat seisi apartemen dengan pandangan berbinar. Kemudian dia berjala
Tengah malam, Ford dan Henley berjaga di ruang tunggu. Sementara itu James di dalam menemani Daisha. Setelah menunggu berjam-jam, James akhirnya tertidur dengan kepala bersandar di sisi ranjang setelah menenangkan Daisha hingga tertidur pulas. Tangannya di atas sambil menggenggam tangan Daisha. Gadis itu dibiarkan istirahat setelah menangis seharian. Atas kejadian tersebut Daisha mengalami trauma yang cukup berat. Sejurus Daisha pun membuka mata. Dia gelagapan langsung mencari-cari keberadaan James. Ketika menoleh ke samping mendapati James sedang tertidur sambil memegang tangannya. Dia meneteskan air mata karena sedih sekaligus bahagia. "Ternyata kau ada di sini! Terimakasih James! Kau telah menyelamatkanku! Maafkan aku karena aku sempat berpikir tak ingin berhubungan lagi denganmu, kupikir dunia kita sangatlah jauh berbeda, kita tidak bisa bersatu!" gumam Daisha. Jari-jarinya mengusap lembut jari-jari besar yang menggenggamnya itu. Hingga membuat James terbangun. "Kau sudah bangu
Wanita tua itu yang mengaku sebagai Dahlia di depan para warga diseret masuk menuju mobil. Ford dan para bawahannya akan membawanya ke kantor polisi memberikan hukuman yang setimpal untuknya. Sedangkan James membawa Daisha ke rumah sakit menggunakan mobil yang lain."Sayang tenang ya, sebentar lagi kita akan sampai di rumah sakit," ujar James tidak tenang. Sendirinya tidak tenang tapi berusaha menenangkan Daisha. Dia tak tega melihat Daisha terus meringis kesakitan terbaring di kursi penumpang. James akan membawanya ke rumah sakit selain rumah sakit milik ayah dan ibunya. Dia tidak mau kejadian buruk menimpa Daisha lagi yang disebabkan oleh orang-orang suruhan Vanda.Setelah sampai di rumah sakit, James membuka pintu mobil dan membopong Daisha ke dalam. James berteriak-teriak, meminta dokter dan perawat bergegas membantunya."Kalian tidak lihat dia terluka!" bentak James kepada petugas yang datang. Mereka segera membantu James yang marah-marah. Meletakkan Daisha ke atas ranjang pasien
Daisha tersadar dengan tangan terikat di kursi. Matanya ditutup kencang dengan keadaan terpejam. Kakinya juga tak bisa bergerak karena terikat. Mulutnya disumpal kain hingga hanya erangan yang dia teriakan."Siapa kau? Lepaskan aku!" teriak Daisha dengan pelafalan tak jelas. "Diam kau! Jangan terus bergerak! Atau aku akan membunuhmu secepat mungkin!" bentak ibunya. Bukan, dia hanyalah wanita tua suruhan Vanda untuk membunuh Daisha."Demi uang aku harus membunuhmu, kalau tidak membunuhmu anakku yang akan mati," ucapnya dengan suara parau dan tangan gemetar.Daisha terperangah mendengar ucapan mengerikan itu. Terlebih dia mengenali suaranya. Daisha pun menangis ketakutan."Ternyata dia orang jahat, dia hanya mengaku-ngaku sebagai ibu kandungku! Bagaimana caranya aku bisa melarikan diri dari sini? Siapapun di luar, tolong selamatkan aku!" batin Daisha, dia mengguncangkan tubuhnya berusaha lepas.Sementara wanita tua tersebut mondar-mandir gelisah, sebenarnya dia sendiri tak punya tekad
"Kau kenapa kak?" tanya Henley yang baru saja datang. Bingung melihat kakaknya mondar-mandir di balkon tidak jelas. Apalagi dilihat-lihat eskpresinya serius begitu. Membuat Henley bertanya-tanya saja. Namun James tak menggubrisnya, sibuk sendiri dengan pikirannya.Dibuat penasaran, Henley lebih mendekat kepada James, berjalan di belakangnya meniru tingkah James. Sama-sama mondar-mandir. James menggaruk kepala, Henley juga ikut menggaruk kepala. Yang satunya overthinking yang satunya lagi kebingungan.Putaran yang ke-20 kali Henley sudah agak jengah dan lelah. Henley merutuki dirinya sendiri karena telah meniru tingkah aneh James. Dia merasa bodoh. Henley gemas sendiri melihat James belum berhenti mondar-mandir. Agar kebingungan ini selesai dia bertanya lagi."Sedang memikirkan apa sih kak sampai mondar-mandir terus dari tadi?" "Hei kak! Jawab aku kenapa?!" timpal Henley lagi yang makin jengah karena tak digubris. Tiba-tiba James menghentikan langkahnya, lalu berpaling tegas menghadap
"Lakukan dengan baik! Jangan sampai rencana kita gagal! Kalau kau gagal melakukannya, maka tidak akan tidak ada uang sepeserpun untukmu bahkan keluargamu tidak akan selamat!" ancam Vanda dengan ketegasan. Entah siapa orang yang tengah dia ancam dari seberang telpon.Ancamannya itu mampu membuat lawan bicaranya ketakutan. Dia menjawab dengan nada bergetar. "Saya janji akan melakukannya dengan baik nyonya! Saya butuh waktu setidaknya 5 hari.""Oke 5 hari! Tidak lebih! Aku ingin kau membereskannya dengan baik, nanti akan kukirim beberapa bawahanku setelah kau berhasil membunuhnya untuk menghapus bukti-bukti perbuatanmu!" timpal Vanda yang langsung mematikan sambungan telponnya sebelum lawan bicaranya membalas lagi. Seolah dia tak mau mendengar alasan atau penjelasan apapun lagi dari orang itu. Dia hanya mau menerima hasil dari apa yang sudah dia perintahkan.Legina asistennya berdiri di dekatnya sejak tadi, dia baru menyerahkan tumpukan laporan yang harus diperiksa setelah Vanda menyeles
Wanita asing itu tak berbicara apapun lagi. Dia hanya duduk mengamati Daisha yang tengah sibuk mengangkut plastik-plastik besar berisi kue dari tangan bapak yang membantunya lalu membawanya masuk ke dalam ruang tamu. Setelah plastik yang terakhir, Daisha mengambil dua lembar uang 10 ribuan dari dompet lalu memberikannya pada bapak itu. Si bapak mengangguk berterima kasih sambil tersenyum lalu pergi membawa motornya mencari pelanggan baru. Sebelum Daisha pergi membawa kue-kue itu untuk disiapkan di atas piring. Dia menawari wanita tua tersebut masuk ke dalam panti. Mungkin saja dia bisa berbicara dengan Emma untuk membantu mencari anaknya. Tapi wanita itu menolak masuk. Dia bilang hanya ingin duduk sebentar di teras itu. Katanya hanya sekedar melepas lelah setelah berjam-jam melakukan perjalanan menuju ke sini. Kalau begitu, Daisha tidak bisa memaksanya. Dia meminta waktu sebentar agar wanita itu menunggu di sana dan dia akan segera kembali dengan cepat. Berlarilah Daisha menuju dapu
"Sebenarnya aku malas harus memohon padamu hanya untuk membiarkan Henley tinggal lama di sini, tapi sepertinya dia sedikit membatin jika kau memaksanya terus," ucap James berterus terang. Entah karena dorongan apa, dia sampai rela membantu Henley. Vanda yang tadi berpura-pura tak mendengar ucapannya, kini urat di wajahnya menegang. Tak hanya itu, dia sampai berdiri menghadapi James yang tubuhnya tinggi jenjang itu. "Jangan ikut campur! Aku melepaskannya ke Canada segera karena lingkungan pergaulan yang lebih baik untuknya ada di sana! Di sini dia seenaknya pergi berkencan dengan pelayan, dia juga bermain dengan orang-orang kelas bawah, meskipun mereka teman lama Henley tapi mereka sudah tidak selevel dengan kita!" kelakar Vanda. James berdecih kesal, pandangannya melengos. Dia melipat kedua lengannya ke depan dadanya yang bidang itu. "Itulah mengapa aku benci memiliki ibu sepertimu! Selain tak memiliki belas kasih kau juga angkuh! Jangan bilang kau hilang ingatan kalau kita dulu j