Teo masih di Eldorisia ketika ia memutuskan langkah besar berikutnya: pergi ke negara Fidoria untuk menemui Profesor Agasa, seorang pakar yang telah lama terlibat dalam menyelidiki jaringan gelap Solar Eclipse. Bersama Nick, sahabat sekaligus rekannya dalam penyelidikan ini, Teo mengatur perjalanan rahasia mereka dengan sangat hati-hati.Dari saat mereka meninggalkan bandara Eldorisia, Nick sudah merasa ada yang tidak beres. "Tuan Teo," bisiknya saat mereka mengantri di imigrasi, "kau sadar, kan? Kita sedang diikuti."Teo menoleh sekilas, mencoba tetap tenang meski jantungnya mulai berdegup kencang. "Kau yakin? Siapa mereka?""Aku belum tahu, tapi pria berkemeja biru itu sudah kupantau sejak tadi. Dia juga naik pesawat yang sama dengan kita," jawab Nick, suaranya nyaris tak terdengar. "Dan di sana, wanita berambut pendek. Dia pura-pura sibuk dengan ponselnya, tapi langkahnya selalu mengikuti kita."Teo berusaha mempertahankan ketenangannya, meskipun kecurigaan Nick mulai mengganggunya
Teo duduk di depan laptopnya di kamar penginapan di Fidoria, menatap layar dengan mata yang lelah namun penuh tekad. Data dari flash drive yang diberikan Profesor Agasa membuka kebusukan yang selama ini tersembunyi di balik klub Solar Eclipse. Di layar itu, terlihat jejak digital transaksi ilegal, daftar nama anggota yang terlibat, dan detail keterlibatan mereka dalam jaringan narkoba.Nick, yang sedang mengunyah apel di sudut ruangan, melirik Teo yang tampak tenggelam dalam pikirannya. “Kelihatannya parah banget. Apa kau bahkan tidur sejak kita sampai di sini?”Teo menghela napas panjang dan menggeleng. “Tidak ada waktu untuk itu, Nick. Ini lebih buruk dari yang aku bayangkan. Lihat ini.” Ia memutar laptopnya ke arah Nick, menunjukkan nama-nama yang sudah ditandai.Nick berjalan mendekat dan membungkuk, membaca cepat data yang ada di layar. “Manajer keuangan? Aku tahu dia selalu licik, tapi aku tidak menyangka dia bisa seburuk ini.”Teo mengangguk pelan. “Dan ini bukan cuma dia. Liha
Malam yang gelap di Fidoria terasa lebih mencekam dari biasanya. Di sebuah apartemen kecil yang disewa khusus untuk pertemuan rahasia, Teo dan Nick duduk di depan meja yang penuh dengan dokumen, peta, dan laptop yang menyala. Suara ketukan di pintu membuyarkan keheningan.“Itu pasti Detektif Tarwin,” ujar Teo.Nick mengangguk dan berjalan menuju pintu, membukanya setelah memastikan melalui lubang intip. Detektif Tarwin, dengan jas panjang dan wajah seriusnya, masuk ke ruangan. Ia menatap Teo dengan pandangan penuh rasa ingin tahu.“Jadi, kau akhirnya memutuskan untuk bekerja sama dengan kami,” ujar Tarwin sambil duduk.“Ini bukan soal aku mempercayaimu,” balas Teo. “Ini soal aku tidak punya pilihan lain. Jika kartel ini tidak dihentikan sekarang, mereka akan menghancurkan segalanya—termasuk aku.”Tarwin mengangguk pelan. “Baik. Ceritakan semuanya.”Teo menarik napas dalam dan mulai menjelaskan situasi. Ia mengungkapkan bagaimana beberapa anggota penting di klub Solar Eclipse ternyata
“Tuan Teo, apakah tidak apa-apa mengikuti misi ini?” tanya Nick yang masih geram karena ada pria misterius yang menguntit Detektif Tarwin.“Benar, kau bukan polisi. Apakah yakin ingin mengikuti misi ini?” Detektif Tarwin yang baru kembali dari toilet langsung menanyakan pertanyaan yang sama.Mereka sedang menunggu penerbangan ke Eldorisia saat Detektif Tarwin sudah memutuskan melakukan operasi besar.“Bagaimana dengan manajermu, Tuan Teo. Maksudku, Samuel pasti akan—”“Tidak masalah, Nick.” Teo menginterupsi. “Aku sangat ingin mati karena melihat luka-luka di tubuh Julia yang tidak manusiawi. Apa pun caranya, aku ingin membalas dendam ke Jake dan mencapai tujuanku.”Nick mengangguk diikuti Detektif Tarwin yang tampak merenung sembari menyesap kopinya. Sebenarnya Detektif Tarwin agak khawatir, tapi ia tahu Nick akan selalu melindungi Teo apa pun yang terjadi.“Tentu saja tidak masalah,” kata Detektif Tarwin sepakat dengan Teo. “Ada Nick yang akan selalu menjagamu.”Teo hanya tersenyum
Keesokan harinya, di markas mereka, Ronald duduk di sebuah kursi logam dengan tangan terborgol. Wajahnya masih menampilkan kepanikan yang sama seperti saat mereka menangkapnya semalam. Di hadapannya, Teo, Aarav, dan Nick berdiri berjajar. Tarwin mengawasi dari sudut ruangan, matanya tak lepas dari Ronald.“Ronald, kau tahu kami bisa membuat ini jauh lebih mudah untukmu,” ujar Teo dengan nada tenang tapi tajam. “Katakan segalanya. Siapa ‘Viper’? Apa rencana kalian? Dan bagaimana caramu menyembunyikan uang kartel itu?”Ronald mendengus, berusaha terlihat tenang, meski keringat di dahinya berkata lain. “Kalian pikir aku akan bicara? Kalian hanya sekelompok amatir yang tak mengerti siapa yang sedang kalian hadapi.”Aarav menyilangkan tangannya. “Kau terlalu percaya diri untuk seseorang yang baru saja tertangkap. Kalau kau pikir Viper akan menyelamatkanmu, kau salah besar. Dia tidak akan mengambil risiko untukmu.”Nick melangkah maju, membawa sebuah laptop. “Kau ingin tahu siapa yang benar-
Tembakan dan suara pertempuran menggema di pelabuhan Eldorisia, menerangi malam yang gelap dengan kilatan api senjata. Teo bertarung sebaik yang ia bisa, meskipun jelas ia bukan petarung berpengalaman seperti Aarav atau Tarwin. Sebuah tendangan dari salah satu anak buah Viper membuatnya terjatuh ke dek kapal, sementara seorang pria bertubuh besar mendekat dengan pipa besi terangkat tinggi."Teo!" Aarav berteriak dari kejauhan, tapi ia sibuk bertarung dengan tiga pria bersenjata yang mengepungnya. Teo mencoba bangkit, tapi sebelum ia bisa melawan, pria bertubuh besar itu sudah mengayunkan pipa besinya.Dentuman keras terdengar, diikuti oleh suara tubuh jatuh. Teo membuka matanya dan melihat Nick berdiri di hadapannya, napasnya terengah-engah, senjatanya masih mengarah pada pria yang kini tergeletak tak bergerak di lantai."Aku datang tepat waktu, kan?" Nick tersenyum tipis, lalu menatap Teo dengan cemas. "Kau baik-baik saja?"Teo hanya mengangguk lemah, tapi sebelum mereka sempat berbi
Tarwin menggertakkan giginya, menatap Viper dengan mata penuh tekad. Ruangan itu kini terasa lebih sempit, dengan kehadiran musuh-musuhnya yang siap menyerang kapan saja. Bara Raaz dan Eric Steven tampak terkejut sesaat, tetapi mereka segera menyunggingkan senyum mengejek, menyadari bahwa Tarwin sedang berada di ujung keberanian terakhirnya.Viper, yang berdiri dengan santai, hanya menatap balik dengan seringai. "Kau benar-benar ingin mencoba melawanku di kondisi seperti ini? Beraninya kau, Tarwin."Namun, sebelum Viper menyadari apa yang terjadi, Tarwin melepaskan diri dari kursinya dengan gerakan mendadak. Ia menggunakan momentum itu untuk menyerang, meninju rahang Viper dengan kekuatan penuh. Serangan itu membuat Viper terhuyung ke belakang, tetapi hanya sesaat.Tarwin tidak berhenti. Ia menyerang lagi, kali ini mencoba merebut senjata di pinggang Viper. Pergumulan mereka memecahkan keheningan di ruangan itu, sementara Bara dan Eric hanya berdiri, menonton dengan tatapan tidak perc
Di Ruang Bawah Tanah Vila Viper, Perdesaan EldorisiaSuara pintu kayu tua yang berat terbuka dengan keras memecah keheningan ruang bawah tanah. Viper, yang berdiri di depan Tarwin dengan pisau berkilauan, segera memutar tubuh, matanya menyipit penuh kewaspadaan. Tarwin, meski tubuhnya lemah dan terluka, mendongak sedikit, mencoba memahami apa yang terjadi.Langkah sepatu berirama mendekat. Gideon Eldar, pria yang dikenal sebagai salah satu pengusaha paling berkuasa di Eldorisia, masuk dengan tenang, diapit oleh dua pengawal bersenjata lengkap. Setelan jas hitamnya tampak kontras dengan suasana kotor dan gelap ruang bawah tanah itu, menciptakan aura otoritas yang tak tergoyahkan.“Viper,” panggil Gideon dengan suara datar namun penuh tekanan, “aku harap kau belum melakukan sesuatu yang tidak bisa kita perbaiki.”“Dia seharusnya mati sekarang,” balas Viper dingin, masih memegang pisaunya. “Semakin lama dia hidup, semakin besar ancaman yang dia bawa.”Gideon mengangkat tangannya, isyarat
Di ruang interogasi yang sunyi, Samuel duduk terdiam, tangan diborgol ke meja besi yang dingin. Ia merasa seluruh tubuhnya berat, seolah dunia ini sudah jatuh padanya. Wajahnya penuh kecemasan, pikirannya kacau. Tidak ada lagi Jake yang bisa diandalkan, tidak ada lagi jalan keluar yang jelas.Pintu ruang interogasi terbuka, dan Aarav masuk dengan wajah serius. Tanpa berkata apa-apa, ia duduk di seberang Samuel, memandangnya tajam. Samuel menatapnya, mencoba membaca ekspresi di wajah pria itu. Tapi Aarav hanya diam, menyusun kata-kata."Aku tahu kau merasa terjebak, Samuel," akhirnya Aarav berkata, suara tenang namun penuh penekanan. "Tapi ini adalah kesempatan terakhirmu untuk menghindari hukuman yang lebih berat."Samuel menggigit bibir bawahnya, tak tahu harus berkata apa. Selama ini, ia selalu berusaha untuk bisa mengontrol segalanya, tapi kini ia berada dalam situasi yang benar-benar di luar kendalinya.Aarav melanjutkan, "Kau tahu bahwa Jake bukan orang yang bisa kau percayai. Ka
Samuel merasakan udara dingin yang menusuk tulang ketika mobil yang membawanya berhenti di depan sebuah vila mewah di tengah hutan. Kepalanya masih pening setelah melarikan diri dari kantor polisi, dan pikirannya dipenuhi tanda tanya. Bagaimana mungkin ia berhasil kabur secepat ini? Siapa yang mengatur semua ini?Pintu mobil terbuka, dan seorang pria bertubuh kekar menariknya keluar. "Masuk," perintah pria itu dengan suara berat.Samuel mengatur napasnya dan melangkah ke dalam vila. Interiornya mewah, dengan dinding kayu berukir dan lampu gantung kristal yang menerangi ruangan dengan cahaya keemasan. Namun, semua kemewahan itu tak mengalihkan perhatiannya dari sosok pria yang duduk dengan santai di kursi kulit berwarna hitam di tengah ruangan.Jake Arthur.Samuel terbelalak. "Jake?!"Jake tersenyum kecil. "Senang melihatmu lagi, Sam. Sudah lama sekali, ya?"Samuel tetap berdiri kaku, matanya tak lepas dari pria yang seharusnya masih berada di balik jeruji besi. "Bagaimana... bagaimana
Samuel duduk di kursi interogasi dengan tangan terborgol di depan meja baja dingin. Wajahnya tegang, keringat mulai mengalir di pelipisnya. Aarav dan Nick berdiri di hadapannya, menatapnya tajam. Pengacara Samuel duduk di sampingnya, sesekali berbisik dan menyuruhnya diam."Samuel, kita tahu semua permainanmu," Aarav memulai, suaranya penuh tekanan. "Kami sudah melacak rekeningmu, melihat transaksi mencurigakan, dan menghubungkan semua titik. Uang yang kamu dapatkan dari eksploitasi artis itu? Kami akan mengembalikannya ke pemiliknya."Samuel menggertakkan giginya, jelas tidak senang dengan kenyataan itu. "Kamu tidak bisa begitu saja menyita uangku! Aku bekerja keras untuk itu!"Nick tertawa sinis. "Kerja keras? Maksudmu, memanfaatkan orang lain, memperlakukan mereka seperti barang dagangan, dan meraup keuntungan dari penderitaan mereka? Itu bukan kerja keras, itu kejahatan."Samuel menatap Nick dengan penuh kebencian. "Kau pikir kau lebih baik dariku, Rayson? Aku tahu siapa kau. Mant
Aarav duduk di seberang Samuel di ruang interogasi yang remang-remang. Tangannya bertaut di atas meja, ekspresi wajahnya dingin namun penuh kewaspadaan. Di sampingnya, seorang petugas mencatat setiap kata yang diucapkan. Sementara itu, Samuel duduk dengan santai, menyandarkan tubuhnya ke kursi, seolah-olah ia tidak merasa terancam sama sekali."Samuel," Aarav memulai dengan suara tenang namun penuh tekanan, "Kami sudah punya cukup bukti yang mengarah kepadamu dalam kasus percobaan pembunuhan Teo. Mobil yang digunakan dalam tabrakan itu ditemukan di rumahmu. Jejak lumpur di mobilmu sama persis dengan lumpur di lokasi kecelakaan. Apa kau masih mau menyangkal?"Samuel mengangkat bahunya dengan santai. "Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan. Mobil itu memang ada di rumahku, tapi siapa pun bisa menggunakannya. Bisa saja ada orang lain yang mengambilnya tanpa sepengetahuanku."Aarav terkekeh sinis. "Itu alasan yang buruk. Kami juga menemukan rekaman CCTV di kafe tempat kau mampir sebelum ke
Julia duduk di tepi tempat tidur rumah sakit Teo, tangannya masih gemetar setelah mendengar kabar buruk itu. Nick berdiri di dekat jendela, matanya mengamati langit yang mulai gelap. Aarav, yang baru kembali dari penyelidikannya, melangkah masuk dengan ekspresi serius.“Samuel bukan orang baik, Aarav,” kata Julia tiba-tiba, suaranya nyaris berbisik.Aarav mengalihkan perhatiannya kepadanya. “Apa maksudmu?”Julia menghela napas, menatap Teo yang masih terbaring lemah di tempat tidur. “Dia terlibat dalam eksploitasi artis. Aku tahu karena aku hampir menjadi korbannya.”Nick dan Aarav saling bertukar pandang. Nick akhirnya mendekat dan bertanya, “Apa yang sebenarnya terjadi, Julia?”Julia menelan ludah, mengingat kembali pengalaman buruk itu. “Dulu, sebelum aku mencapai puncak karierku, ada satu masa ketika aku diajak menghadiri acara eksklusif yang diselenggarakan oleh orang-orang berpengaruh di industri hiburan. Aku diberi tahu bahwa acara itu bisa membantuku mendapatkan lebih banyak p
Julia bergegas memasuki rumah sakit dengan wajah panik. Napasnya tersengal-sengal setelah berlari dari tempat parkir. Ia hampir tidak bisa percaya ketika Nick menelepon dan memberitahunya bahwa Teo mengalami kecelakaan parah dan harus menjalani operasi akibat pendarahan di otak. Julia menggenggam erat ponselnya, tangannya gemetar saat mencoba mencari tahu di mana Teo dirawat.Nick yang sudah menunggunya di lobi segera menghampiri Julia."Julia... akhirnya kamu datang," kata Nick dengan suara lembut, berusaha menenangkan.Julia menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Teo... bagaimana kondisinya? Apa dia baik-baik saja?"Nick menghela napas panjang. "Dokter bilang operasinya berjalan lancar, tapi dia masih belum sadar. Kita hanya bisa menunggu."Julia merasa jantungnya mencelos. Ia menutup mulutnya dengan tangan, berusaha menahan tangis. Ia kemudian berjalan menuju ruang ICU di mana Teo dirawat. Melihat Teo terbaring dengan wajah pucat, selang infus menancap di lengannya, dan alat bantu m
Aarav berdiri di tengah jalan yang sepi, tatapannya tajam menyapu setiap detail yang ada di sekitar TKP. Udara malam terasa dingin, tetapi otaknya terus bekerja dengan panas, menyusun potongan-potongan teka-teki yang baru saja ia temukan. Lampu-lampu jalan remang-remang, memberikan penerangan yang nyaris tidak berguna. Senter di tangannya menjadi satu-satunya alat yang bisa membantunya menemukan jejak lebih lanjut.Ia berjongkok dan kembali mengamati bekas ban di aspal. Hanya ada satu jejak pengereman, jelas berasal dari mobil Teo yang berusaha menghindari tabrakan. Namun, tidak ada tanda-tanda bahwa mobil pelaku mencoba mengerem sebelum benturan terjadi. Ini semakin menguatkan dugaannya bahwa kejadian ini bukan kecelakaan biasa.Aarav berdiri dan mengamati lebih jauh. Tidak ada kamera CCTV di sekitar, yang berarti pelaku sudah memperhitungkan lokasi ini sebagai tempat yang aman untuk melakukan aksinya. Ia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Tarwin.“Tarwin, aku di TKP sekarang. In
Aarav berdiri di tengah jalan yang sepi, tatapannya tajam menyapu setiap detail yang ada di sekitar TKP. Udara malam terasa dingin, tetapi otaknya terus bekerja dengan panas, menyusun potongan-potongan teka-teki yang baru saja ia temukan. Lampu-lampu jalan remang-remang, memberikan penerangan yang nyaris tidak berguna. Senter di tangannya menjadi satu-satunya alat yang bisa membantunya menemukan jejak lebih lanjut.Ia berjongkok dan kembali mengamati bekas ban di aspal. Hanya ada satu jejak pengereman, jelas berasal dari mobil Teo yang berusaha menghindari tabrakan. Namun, tidak ada tanda-tanda bahwa mobil pelaku mencoba mengerem sebelum benturan terjadi. Ini semakin menguatkan dugaannya bahwa kejadian ini bukan kecelakaan biasa.Aarav berdiri dan mengamati lebih jauh. Tidak ada kamera CCTV di sekitar, yang berarti pelaku sudah memperhitungkan lokasi ini sebagai tempat yang aman untuk melakukan aksinya. Ia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Tarwin.“Tarwin, aku di TKP sekarang. In
Mobil Teo melaju dengan kecepatan stabil di jalanan Eldorisia yang masih basah oleh hujan semalam. Di kursi belakang, Nick duduk diam, wajahnya muram memandangi layar ponselnya yang dipenuhi notifikasi dari berbagai media yang memberitakan tentang dirinya. Di sampingnya, Aarav memeriksa beberapa dokumen yang akan mereka diskusikan dengan tim hukum dari Firma Hukum Eden. Situasi semakin rumit, dan satu-satunya cara untuk menyelamatkan Nick adalah dengan strategi hukum yang tepat.Namun, di tengah perjalanan menuju kantor polisi, tiba-tiba sebuah mobil hitam melaju kencang dari arah berlawanan dan berhenti mendadak di depan mobil Teo. Pengemudi mobil Teo menginjak rem dengan keras, membuat mobil berhenti mendadak. Belum sempat mereka menyadari apa yang terjadi, pintu mobil bagian Teo terbuka dengan kasar, dan seseorang menariknya keluar."Teo!" seru Nick dan Aarav hampir bersamaan.Teo tersentak ketika melihat siapa yang menyerangnya—Samuel. Manajernya berdiri di depannya dengan wajah m