Rania terdiam sejenak, mengurungkan niatnya untuk turun dari mobil. Dia melihat kertas dan membaca kembali hasil pemeriksaan kehamilan yang tadi dia dapatkan dari rumah sakit. Rania bingung, apakah dia harus mengatakan kabar baik ini kepada Farhan atau tidak.Hatinya meragu, dia merasakan kebahagiaan dan kesedihan dalam satu waktu secara bersamaan.Helaan napas panjang yang terasa menyesakkan terembus keluar dari mulutnya. Sejenak, dia memejamkan mata untuk menetralkan perasaannya."Aku harus memberi tahu Farhan," gumam Rania. "Ya, aku harus memberi tahunya. Mungkin kabar baik ini bisa memperbaiki hubungan aku dengannya."Rania merasa yakin dengan keputusan ingin memberi tahu Farhan kabar kehamilannya yang baru menginjak usia tiga minggu. Dia sangat berharap kabar baik ini akan memperkuat pernikahannya dengan Farhan.Rania turun dari mobilnya dengan bersemangat. Dia berjalan menuju ke rumah, tak sabar ingin segera menemui Farhan. Namun, niat yang semula sudah kuat itu harus tertahan. D
"Tunggu!"Farhan mengambil dokumen di atas meja yang sudah dia siapkan sejak dari tadi.Rania berhenti sejenak dan menghela napas panjang. Dengan enggan dia berbalik, kembali melihat ke arah Farhan."Apa lagi?" tanya Rania ketus.Pria itu tak menjawab, dia menggenggam tangan Rania sembari menatapnya dengan sorot yang sulit diartikan. Sedetik kemudian, Farhan meletakkan dokumen yang dia bawa di tangan Rania penuh penekanan."Tandatangani ini," ucapnya pelan tetapi penuh penekanan.Kedua alis Rania mengerut dalam, dia menatap heran ke arah suaminya lalu beralih pada dokumen yang sudah di tangannya."Apa lagi ini?" tanya Rania sinis."Baca saja. Semua sudah jelas tertulis di sana," jawab Farhan tenang sembari memasukkan kedua tangan ke saku celananya.Dia tersenyum tipis penuh arti sembari tak beralih memerhatikan sang istri yang sedang membuka amplop berisi dokumen penting yang sudah pengacaranya siapkan atas perintah Farhan sendiri.Kedua bola mata Rania membulat sempurna. Refleks, sel
Setelah membereskan semua pakaian miliknya ke dalam koper, dengan berat hati dia harus meninggalkan kamarnya yang menyimpan banyak kenangan bersama Farhan. Di ruang tamu, sudah ada Lalita yang sedang duduk menunggunya turun.Rania menoleh ke arah dokumen perjanjian perceraian yang ada di atas nakas. Dia belum sempat menandatanganinya, ah ... sebenarnya tidak berniat sama sekali. Rania menghela napas panjang lalu mengambil dokumen itu dan melihatnya dengan mata berkaca-kaca."Bukan akhir yang seperti ini yang aku inginkan," gumamnya lirih.Suaranya bergetar menahan tangis dan juga sesak di dadanya. Tanpa terasa, setetes cairan bening terjatuh membasahi wajahnya. Rania langsung mengusapnya dengan kasar dan kembali menghela napas panjang untuk menetralkan perasaannya.Dia mengambil bulpoint miliknya dari dalam laci, lalu tanpa berpikir panjang langsung menandatangani surat perceraian itu. Meski berat hati, walau tidak rela pernikahannya harus berakhir seperti ini. Namun, Rania terpaksa s
"Kau yakin kita akan bercerai sekarang?" tanya Rania.Saat ini dia dan suaminya sedang di depan gedung kantor urusan agama untuk mengurus perceraian pernikahan mereka.Pendar bulat itu menatap sendu wajah pria yang ada di hadapannya. Hati Rania berdenyut sakit membayangkan dirinya akan bercerai dan mengurus calon anaknya sendirian."Ya, bercerai adalah solusi terbaik yang terlintas saat ini," jawab Farhan dengan begitu yakin.Rania hanya bergeming, menahan semua kesakitan dalam hatinya. Perkataan sang suami baru saja itu terdengar sangat menyeramkan dari pada hal apa pun yang selalu menakutinya."Lebih baik aku melepaskanmu dari pada harus melepaskan Dinar yang saat ini sedang mengandung anakku," ucap Farhan lagi.Helaan napas kasar terdengar begitu menyesakkan. Rania akhirnya menganggukkan kepalanya, setuju dengan keinginan sang suami untuk berpisah tanpa membantah lagi. Mereka berjalan beriringan memasuki gedung untuk memulai sidang perceraian mereka.Beberapa jam kemudian, Rania da
Rania mulai bosan menunggu Kendrick yang sudah pergi sekitar dua puluh menit yang lalu. Dia mencari ponselnya bermaksud ingin menghubungi pria itu, tetapi dia tidak menemukan keberadaan benda pipih itu bersamanya."Di mana ponselku?" gumam Rania sembari menggeledah tas miliknya. Dia mengernyitkan alis, mencoba mengingat kapan terakhir dia memainkan ponselnya itu."Astaga, sepertinya ponselku tertinggal di mobil Lalita."Rania berdecak sebal pada dirinya sendiri yang bisa sampai teledor. Dia ingat sempat menggunakan benda pipih itu untuk membalas pesan dari mata-mata yang dia bayar untuk menyelidiki Dinar dan Farhan. Mungkin ponsel itu terjatuh saat dia ingin memasukkannya ke dalam saku pakaian yang ia kenakan sekarang.Perhatian Rania teralihkan dari memikirkan ponselnya saat menyadari orang yang sedang dia tunggu sudah datang."Kenapa lama sekali? Apa kau sudah menemukan dompetmu?" tanya Rania sembari menatap Kendrick.Pria itu menoleh dan mengangguk ringan. "Sudah," jawabnya.Kendri
"Mas, kamu pernah ada kepikiran tentang Rania gak?"Kening Farhan mengernyit dalam menatap sang istri. Dia tidak mengerti mengapa tiba-tiba Dinar menanyakan Rania setelah sekian lama. Mengerti akan arti tatapan suaminya, wanita itu pun melanjutkan perkataannya."Mas sadar gak kalau Rania menghilang begitu saja selepas Mas dan dia resmi bercerai? Kira-kira dia ada di mana ya sekarang?" tanya Dinar. Ya, tentu saja dia penasaran tentang kabar Rania sekarang. Bahkan dia sudah mencoba mencari tahu lewat orang-orang bayarannya, tetapi mereka tidak bisa menemukan keberadaan mantan istri suaminya itu."Kenapa tiba-tiba kamu ingin tahu kabar wanita itu?" selidik Farhan. "Dan lagi pula, untuk apa juga memikirkan dia. Hidupku sudah merasa jauh lebih bahagia bersamamu," sambungnya lagi. "Aku hanya penasaran saja karena dia tiba-tiba menghilang. Bahkan dia sama sekali tidak mengungkit hubungan kita dan juga masalah perusahaan yang sudah kita ambil," ungkap Dinar. Dia sengaja menjeda perkataanny
BRUGHHH!Suara benda yang terjatuh itu membuat Dinar dan Rio yang sedang bercanda mesra tiba-tiba terperanjat kaget. Refleks, keduanya langsung melihat ke arah sumber suara.Mata wanita itu membola sempurna melihat Simbok yang bergeming tak jauh dari tempatnya berada. Tepat di bawah kakinya berserakan sayuran yang baru saja Simbok beli dari pasar."Ma-maaf, Simbok gak sengaja menjatuhkannya."Wanita berusia sekitar lima puluh tahunan itu langsung membereskan belanjaannya yang berceceran di lantai. Tak lama kemudian, Simbok langsung bergegas ke dapur dengan langkah tergesa.Memang saat itu sedang tidak terjadi aktivitas yang aneh-aneh antara Rio dengan Dinar. Hanya mengobrol ringan sembari bercanda dan ... ya, sesekali mereka berciuman."Rio, sebaiknya kamu segera pergi sekarang," ucap Dinar sembari memperlihatkan seraut wajah yang nampak terlihat cemas.Beruntung kekasihnya itu mengerti, dia langsung setuju untuk pergi. Meskipun seraut wajahnya sedikit ditekuk. Dinar ikut mengantarkan
Farhan menghentikan mobilnya di tempat sepi sesuai alamat yang dikirim oleh orang yang mengancamnya akan menyebar aib tentang dirinya. Tempat itu merupakan bekas pabrik yang sudah lama tidak beroperasi lagi. Dia bergeming selama beberapa saat, mencoba memikirkan kembali apakah cara seperti ini benar-benar akan membuatnya aman atau justru malah sebaliknya.Pria itu mengambil tas berisi sejumlah uang yang diminta oleh si pengancam. Dia melihatnya sejenak diiringi helaan napas panjang."Jika sampai aku tahu siapa orangnya, aku bersumpah tidak akan memberikan ampun!" geram Farhan kesal bersamaan dengan bunyi dering ponselnya.Dia langsung menjawab teleponnya. Meskipun nampak sangat marah dan kesal, Farhan mencoba untuk tetap tenang dan tidak gegabah."Kau sudah membawa uangnya?" suara seorang pria terdengar jelas di telinga Farhan yang langsung membuatnya berdecak kesal."Aku sudah sampai di lokasi yang kau maksud," jabab Farhan ketus.Pria di seberang telepon itu tertawa renyah, merasa p
Setiap sudut dari ruangan di dekor dengan sedemikian rupa hingga menimbulkan kesan tersendiri di saat mata menatap. Untaian bunga serta ornamen yang menyatu memperindah ruangan yang besar nan megah ini. Beberapa orang berpakaian rapi dan bagus mondar-mandir ataupun bercengkerama di kursi yang telah di sediakan. Tidak ada aura kesedihan ataupun aura buruk lainnya. Semuanya bergembira, tertawa, serta bersenda gurau. Mereka ikut bahagia atas acara bahagia yang sedang berlangsung. Muti yang menjadi salah satu orang yang bertanggung jawab atas pernikahan besar ini terlihat kewalahan melayani tamu serta beberapa masalah kecil yang timbul."Bu, ada masalah." Seorang pria bertubuh tinggi memakai pakaian berwarna putih yang dipadukan dengan rompi hitam datang menghampiri Muti dengan wajah yang berkeringat dan napas ngos-ngosan. Muti mengerutkan kening dan menatap ke arahnya. "Ada masalah apa?" tanya Muti. Pria tersebut terlihat kesusahan untuk mengatur nafasnya. Muti membiarkannya untuk me
Farhan sudah mendekam di balik jeruji besi setelah apa yang sudah dilakukannya. Setelah kehebohan mengenai Farhan yang masuk ke dalam jeruji besi, kini Rania mendapatkan ketenangan yang sudah lama tidak didapatkannya.Rasa takut akan kehilangan Noah setelah ancaman yang diberikan Farhan padanya sudah lenyap. Pengadilan telah memutuskan bahwa Rania memilki hak sepenuhnya atas Noah. Kendrick tidak pernah membiarkan Rania sendirian melewati hari-harinya yang rumit. Dirinya selalu berada di sebelah Rania hingga saat ini. Rania dan Kendrick mendatangi tempat di mana Dinar ditahan. Ada sesuatu yang ingin dijelaskan Rania pada Dinar."Kamu yakin bicara berdua saja dengan Dinar?" tanya Kendrick memegang bahu Rania sambil menatap matanya cemas.Rania tersenyum hangat sambil mengelus lengan Kendrick. "Tidak perlu khawatir, aku sudah siap dengan segala kemungkinan yang ada. Dinar harus tahu kebenarannya jika tidak ia akan terus menyalahkan orang yang salah."Kendrick menganggukan kepala sambil
Rania membaca setiap kata yang tertulis di berkas yang dia cari selama ini. Data manipulasi yang dilakukan Farhan hingga bernilai milyaran rupiah masuk ke dalam rekeningnya pribadi yang terletak di Swiss. Selama beberapa waktu ini, mereka menguras habis dana perusahaan juga membuat project gaib guna mengambil keuntungan dari itu. “Wah, aku enggak menyangka, pria bajingan ini bisa melakukan hal mengejikan seperti ini,” gumam Rania emosi. Lantas, dia beralih kepada layar komputer yang menampilkan tabel-tabel pendapatan dan pengeluaran setahun terakhir yang sangat berbeda. Angka pengeluaran 40% lebih besar daripada jumlah keuntungan yang masuk. Walaupun begitu, perusahaan masih stabil berkat dukungan dari investor juga pemegang saham yang memberikan dukungan penuh terhadap Farhan dan Dinar. Hingga tak ada angin yang bisa menggoyangkan tempat mereka. Tok ... tok ... tok! Rania menormalkan ekspresi wajahnya lalu menutup berkas-berkas tersebut. “Masuk,” teriaknya kemudian. Sang sekreta
Kendrick bertukar posisi dengan Rania dan Muti lalu menyuruh mereka untuk kembali pulang. Kendrick mempunyai kesempatan untuk menyusul Rania dan juga Muti saat Farhan berhenti di rest area. Saat ini mobil Kendrick masih berada di belakang mobil Farhan. Dirinya tidak melewatkan kesempatan sedikit pun untuk mengejar mobil Farhan yang melaju cukup kencang. "Ken, hati-hati. Kamu belum ada istirahat tapi langsung ke luar kota."Ya, sepanjang jalan Rania tidak mematikan panggilan teleponnya sekedar memastikan Kendrick sampai dengan selamat. Dirinya juga tidak berhenti berbicara mengajak Kendrick mengobrol."Kamu tidak perlu khawatir, aku baik-baik saja dan masih punya kekuatan untuk menyetir ke luar kota.""Tetap aja kamu harus hati-hati kalau capek istirahat sebentar. Kamu masih di tol atau udah keluar tol?" Kendrik melihat ke kanan dan kirinya yang dipenuhi oleh hutan. Bila dirinya mengatakan saat ini Kendrick melewati jalanan yang cukup sepi dan dikelilingi oleh pepohonan yang rimbun
Muti masih menemani Rania hingga wanita itu mulai berdamai dengan apa yang terjadi. Dirinya pun ikut membantu menjaga Noah dengan mengajaknya bermain atau sesekali menyuapinya walaupun Rania kerap kali menolak tawaran Muti yang ingin menjaga Noah karena tidak mau merepotkan wanita tersebut.Noah saat ini sudah tidur dan inilah saatnya Rania duduk santai bersama Muti di teras rumah sambil memandangi pepohonan kecil yang berada di taman depan rumah Rania. "Ran, Dinar sudah tertangkap apakah kamu akan mencari bukti untuk Farhan juga?" tanya Muti mengawali pembicaraan setelah beberapa saat lalu mereka hanya saling diam. Rania menoleh sekilas ke arah mutih lalu fokus kembali ke depan sambil tersenyum getir. "Dinar dan Farhan adalah sepaket, mereka selalu melakukan sesuatu bersama tidak mungkin hanya Dinar yang akan mendapatkan hukuman sementara Farhan berada di luar sana bebas berkeliaran. Bukankah jika aku biarkan ini terjadi akan termasuk ketidakadilan?"Muti mengangguk-anggukkan kepal
Kabar mengenai Dinar yang sudah ditetapkan sebagai tersangka sudah tersebar ke mana-mana, termasuk di perusahaan semua karyawan sudah mengetahuinya dan sedang membicarakan mengenai Dinar. Farhan yang merasa dirinya tidak aman, memutuskan untuk tidak tampil di depan publik karena ia tahu akan mendapatkan ribuan pertanyaan dan juga tuduhan yang mengarah kepadanya. Sebenarnya Farhan juga terkejut setelah mengetahui bahwa ternyata selama ini tidak hanya memanfaatkannya saja. Ia tidak tahu bahwa yang dilakukan oleh dinas selama ini memiliki motif tersendiri bukan hanya ingin mengejar harta. Farhan yang tidak tahu apa-apa hanya mengikuti apa yang rencanakan oleh Dinar sehingga dirinya mempunyai kemungkinan untuk terseret bersama wanita itu. "Selama ini ternyata Dinar memiliki dendam tersendiri kepada papa Rania dan aku tidak tahu sama sekali. Aku seperti boneka yang sedang dimainkan oleh Dinar untuk melancarkan rencana yang sudah disusunnya." Farhan mengerang kesal sambil menendang barang
Rania terduduk sambil menatap ke arah Dinar yang berhadapan dengannya. Tatapan Dinar seakan ingin mencengkeram Rania dan melahapnya. Mereka berdua sama-sama saling bertatapan tajam. Dinar yang tidak suka melihat Rania karena telah lebih unggul darinya, merenggut kewarasan ibunya walaupun ia menduga papa Rania yang melakukannya di mana tidak ada sangkut pautnya dengan Rania, serta membuat Farhan terus memikirkannya."Sampai kapan kamu menatapku seakan ingin memakanku hidup-hidup. Bukankah di sini akulah yang harus marah kepadamu yang berusaha membunuhku serta kejahatanmu terbukti telah merencanakan kecelakaan papaku?" tanya Rania dengan alis terangkat sebelah. Wanita itu berusaha untuk senang dan tidak tetap provokasi ke dalam keadaan. Tanpa diduga Dinar secara tiba-tiba tertawa lalu matanya menatap Rania horor. "Apakah kamu tidak bosan bersikap seolah kamulah yang paling menderita di sini?" tanya Dinar dengan senyum miringnya. "Aku tidak merasa melakukannya untuk apa bosan? Bukankah
Kendrick berjalan terburu-buru setelah mengetahui apa yang terjadi pada Rania. Saat ini ia berada di kantor polisi setelah mengetahui perbuatan Dinar yang berusaha mencelakakan Rania. Dari kejauhan Kendrick melihat Rania yang duduk bersebelahan dengan Farhan. Farhan terlihat berupaya menghibur Rania yang sejak tadi terdiam sambil menatap lurus ke depan. "Ran, kamu minum dulu." Farhan memberikan sebotol air mineral yang dibelinya tadi. Rania tidak menjawab dan hanya diam karena masih syok akan kejadian yang baru saja menimpanya. Tidak terbayang olehnya bila Rania tidak berlari menjauh dari Dinar. Bayang-bayang dirinya masuk ke dalam rumah sakit bahkan harus meninggalkan dunia ini membuatnya langsung menggigil takut. Bukan kematian yang ditakutkannya, melainkan Noah yang akan kehilangan dirinya. Noah masih membutuhkannya."Aku tidak akan membiarkan Dinar bebas begitu saja setelah—""Orang yang membunuh orang lain demi kekayaan berbicara seakan-akan ingin melindungi orang lain." Kehad
Farhan tanggal sibuk menatap ke layar laptopnya untuk memeriksa beberapa pekerjaan yang sudah diselesaikannya sebagai tahap finishing sebelum melakukan rapat besok. Selain matanya yang sibuk menatap layar laptop telinganya pun terus mendengar sekretaris yang membacakan agenda besok pagi."Apakah meeting untuk besok pagi sudah dipersiapkan, saya tidak mau ada kekurangan dan membuat klien marah." Farhan tanpa menatap menunjuk ke arah sekretaris yang sambil menggoyangkan jari telunjuknya tersebut. "Sudah saya persiapkan semuanya."Farhan mengangguk. "Bagus. Kamu boleh pergi," titah Farhan.Sebelum sekretaris aku keluar dari ruangannya Farhan mampu menghentikannya. "Sebentar ada ingin saya tanyakan," panggil Farhan kepada sekretarisnya yang sudah berada di ambang pintu.Langsung saja sekretaris tersebut berjalan ke arah Farhan dan berdiri di hadapannya. "Apa yang ingin bapak tanyakan kepada saya?" Farhan membasahi bimbingan air liur berpikir dua kali untuk bertanya hingga pada akhirnya