Ajeng menggesekkan pipinya pada sebuah permukaan yang terasa keras namun hangat. Apa ini? Tanyanya masih dengan mata terpejam. Tangannya terangkat untuk bisa lebih merasakan tekstur bulu itu. Benda yang dia sentuh itu lembut dan bergerak. Tidak selembut permukaan sarung bantalnya, apalagi selembut boneka beruang milik Ilsya. Telapak tangan Ajeng semakin naik ke atas sampai tangannya sejajar dengan pipinya dan Ajeng merasakan bulu-bulu itu tidak setebal rambut. Ia bisa merasakan deru di telinganya dan pipinya bergerak naik turun dengan agak cepat. Ajeng mengernyit. "Apa kau sengaja melakukan ini untuk menggodaku?" Suara geraman seseorang membuat kernyitan Ajeng semakin dalam. "Ya Tuhan, Ajeng, berhenti menyentuhku seperti itu!" perintah seseorang dengan gigi terkatup. Ajeng kini mengenali suaranya dan seketika ia terbelalak. Hal yang pertama kali dilihatnya adalah telapak tangannya ada di atas dada Ilker. Terkejut, Ajeng seketika bergerak mundu
"Apa yang kalian lakukan?!" Pekikan panik yang disertai dengan debaman pintu membuat Ilker seketika menyembunyikan Ajeng di balik tubuhnya.Ajeng gemetar di belakang tubuh Ilker. Ia teramat sangat mengenal suara itu dan ia benar-benar takut dibuatnya. Sementara Ilker, dia pun terkejut karena tidak menyangka akan kedatangan tamu di pagi hari seperti ini."U-Uncle? Apa yang Uncle lakukan disini?" Tanya Ilker kaget pada adik sepupu ayahnya itu."Siapa orang yang ada di belakangmu, Ilker?" Pria itu balik bertanya pada Ilker dengan suara rendah yang membuat Ilker dan Ajeng seketika bergidik ngeri."I-ini. Dia..""Jangan sembunyikan dia dari Uncle." Perintah pamannya lagi dengan gigi terkatup."Uncle.. dia.."Paman Ilker mendekat dengan langkah cepat, mencengkeram lengan Ilker dan menariknya berdiri sehingga pria berusia awal tujuh puluh tahun itu bisa melihat sosok yang sedang Ilker sembunyikan.
Ajeng membawa barang yang menurutnya penting-penting saja. Ia berkemas dengan cepat, memasukkan buku-buku kuliahnya dan pakaian-pakaian lamanya yang sebenarnya tidak perlu capek ia kemasi karena memang sudah lama tersimpan dalam koper besar yang diberikan kakak angkatnya untuknya.Pakaian-pakaian itu sengaja ia masukkan kembali ke dalam koper setelah Oma Caliana membelikannya pakaian-pakaian baru setelah ia memutuskan untuk menerima pekerjaannya sebagai asisten di Kralligimiz.Dan alasan kenapa Ajeng melakukan itu karena ia merasa paka
Hari-hari yang berlalu terasa begitu lama dan bisa dikatakan membosankan.Orangtua Ilker tidak banyak bicara saat mereka kembali dari liburan dan menyadari kalau Ajeng sudah tidak ada lagi di kediaman mereka. Berbanding terbalik dengan Ilsya yang terus menerus mempertanyakan dimana Ajeng dan kapan gadis itu kembali.Ilker tidak bisa memberikan jawaban. Karena dirinya pun tidak tahu harus bicara apa. Ia bahkan merasa malu untuk melihat kedua orangtuanya sekalipun keduanya tak berkomentar apa-apa dan hanya bisa menenangkan Ilsya serta beralasan kalau Ajeng sekarang tinggal di rumah Oma Gisna karena Oma Gisna membutuhkannya.“Kan udah ada kak Cici, kenapa Oma Gisna mau kak Ajeng juga?” Tanya Ilsya dengan polosnya.“Karena kak Ajeng itu anaknya Oma Gisna sama Opa Lucas.” Jawaban itu keluar dari Mirza, adik bungsu Ilker yang datang ke kediaman orangtua mereka untuk sarapan.“Ih, Oma Gisna mah gitu.” Ucap Ilsya dengan
Ajeng bingung menghabiskan waktunya dengan melakukan apa. Rumah sepi. Opa Lucas masih aktif bekerja sekalipun usianya sudah tidak muda lagi. Dan Oma Gisna menghabiskan waktu luangnya dengan mengunjungi Yayasan yang dikelolanya dan juga panti serta rumah sakit.Silvania, putri sulung Carina yang saat ini tinggal di kediaman Lucas-Gisna pun tengah sibuk kuliah. Hingga satu-satunya orang yang pengangguran saat ini hanyalah Ajeng saja.Kakak-kakaknya menyarankan kalau Ajeng bisa mengikuti Oma Gisna dengan menyibukkan diri di Yayasan. Namun Oma dan Opa mengatakan kalau Ajeng harus berhenti bekerja sementara waktu dan beristirahat dahulu sambil mempertimbangkan kelas kuliah yang nanti akan dia ubah atau tidak.Karena bosan di rumah dan tidak memiliki kegiatan apapun—sebab memang tidak ada pekerjaan rumah yang bisa dia kerjakan—Ajeng akhirnya memilih untuk mengunjungi Halwa di tempat kerja barunya, Askim Elbise.Ajeng me
Keputusan Ajeng untuk pindah ke Bandung dan bekerja bersama Syaquilla nyatanya sangat tepat.Ayla's Cake benar-benar sangat sibuk. Entah oleh pesanan ataupun pengunjung cafe yang tiada henti. Saking sibuknya, Ajeng tak memiliki waktu untuk hal lain, termasuk memikirkan Ilker.Ajeng turun ke dapur dan membantu membuat kue jika pesanan yang masuk adalah kue basah atau cake sederhana yang bisa dibuatnya. Dan jika pesanan berupa cake mewah, maka Ajeng akan turun ke cafe dan menjadi pramusaji seperti yang selama ini ia lakukan saat bekerja dengan Halil dan Serkan.Saat kembali ke mess karyawan—keputusan yang sengaja dia ambil karena tidak mau tinggal di kediaman Falisha ataupun Syaquilla—tubuhnya sudah terlalu lelah hingga yang diinginkannya hanya berbaring sudah terlalu lelah untuk berpikir.Namun sekarang, saat ia harus kembali ke Jakarta untuk urusan kuliahnya, ia merasa gugup. Sepanjang perjalanan ia kembali memikirkan Ilker. Bertanya-tanya bag
Ajeng tidak tahu kalau rasanya akan sesakit ini. Ia berbaring di atas tempat tidur di rumah belakang kediaman Lucas dengan mata terpejam namun ia tak kunjung terlelap. Tubuhnya meringkuk, berbungkus selimur tipis. Airmatanya terus mengalir tanpa bisa ia hentikan. Kepalanya terus membayangkan adegan ciuman Ayeleen dan Ilker. Apa yang keduanya lakukan setelah berciuman di tempat parkir? Apakah keduanya kembali ke penthouse dan menghabiskan malam dengan bercumbu? Apakah Ilker berhasil memuaskan hasratnya pada Ayeleen yang tak bisa pria itu lampiaskan pada Ajeng sebelumnya? Bayangan-bayangan vulgar itu terus menari di kepalanya. Disertai pernyataan-pertanyaan yang membuat Ajeng semakin gelisah yang membuatnya semakin sulit untuk tidur. Seandainya tadi Ajeng turun dari mobil dan menghadapi mereka berdua, apa yang akan terjadi? Apakah akan mengurangi rasa sakit yang saat ini Ajeng rasakan? Jawabannya, tidak.
Ajeng melihat pantulan wajahnya di depan cermin ruang ganti butik dan ia tak bisa berkata-kata."Beres, Mba?" teriak Afham dari bagian luar ruang ganti butik dengan tak sabar."Ham, Mba gak yakin pake baju ini. Gak ada pilihan lain apa?" Ajeng balik berteriak seraya memperhatikan penampilannya."Memangnya kenapa sama baju itu?""Ini terlalu.." Ajeng tidak bisa berkata apa-apa."Keluar dulu, biar aku lihat." Perintah Afham pada Ajeng.Ajeng menarik napas panjang dan menghembuskannya cepat. Ia bukannya tidak suka dengan pakaian yang Afham pilihkan. Ia sangat suka. Warnanya putih polos dan memiliki hiasan bulu di bagian depannya.Masalahnya adalah gaun ini terlalu terbuka. Bukan hanya menunjukkan lengan dan leher Ajeng, melainkan juga menunjukkan bahu dan bagian atas dadanya, dan gaun itu hanya disangga dengan tali spageti yang sangat kecil."Mbaa..." Afham memanggil Ajeng dengan tak sabar dan Ajeng mau tak mau menelan ludah dan m
"TA-TAPI MAS.." Ajeng mendesis lirih saat merasakan kecupan Ilker di lehernya."Hmm?" Tanya Ilker tanpa menjauhkan bibirnya dari leher Ajeng, mengendusnya seolah sedang membaui tubuh wanita itu."Sampai kapan kita akan disini?" Tanya Ajeng gugup. Sisa kewarasannya mulai membuatnya takut akan anggapan orang-orang terhadap hubungan mereka nantinya. Ia sangat tidak suka jika orang berdesas-desus tentang dirinya.Ya, mereka memang sudah menikah. Meskipun surat-surat resmi mereka belum keluar, tapi tetap saja mereka sudah halal untuk selalu bersama kapanpun dan dimanapun.Meski demikian, Ajeng masih belum siap untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan orang-orang yang melihatnya nanti.Bayangkan saja, apa yang akan dipikirkan oleh resepsionis Ilker, atau sekretaris pria itu besok saat melihat Ajeng keluar dari kantor Ilker di pagi atau siang atau mungkin sore hari tanpa pernah melihatnya masuk?Atau bertanya-tanya dimana keberadaannya dan apa yang dil
AJENG MERINTIH PELAN. Ia merasa sekujur tubuhnya terasa ngilu. Ia ingin bangun tapi rasa ngilu di tubuhnya malah membuatnya ingin meringkuk lebih lama.Matanya perlahan terbuka. Hal pertama yang dilihatnya adalah jendela kaca lebar dengan tampilan sinar-sinar kecil yang indah.Apa diluar sedang ada pesta kembang api? Tanyanya pada diri sendiri. Tapi sinar-sinar itu tidak bergerak layaknya kembang api pada umumnya.Ajeng semakin mengetatkan selimutnya dan memilih untuk melihat pemandangan itu lebih lama."Sudah bangun?" Pertanyaan bernada lirih rendah itu membuat Ajeng sadar kalau dia tidak sendirian. Seketika ingatannya kembali masuk. Adegan demi adegan yang ia lakukan beberapa jam sebelumnya membuat Ajeng membelalakkan mata.Ia menoleh, dan melihat Ilker sedang duduk di belakangnya. Pria itu tengah menunduk dan memandang ke arahnya. Tangannya yang besar terulur perlahan dan menyibak rambut Ajeng."Sudah baikan?" Tanyanya lagi seraya menyent
“MAKSUDNYA?" Tanya Ajeng bingung.Ilker duduk di tepian tempat tidur dan tersenyum. "Maksudnya, serahkan dirimu padaku. Disini, saat ini juga. Aku tidak akan mengambil keperawananmu, Ajeng. Kamu yang harus menyerahkannya padaku." Ucapnya masih dengan senyum nakalnya yang membuat Ajeng bukan hanya terbelalak tapi terpaksa menelan ludah dengan susah payah."Me-menyerahkan keperawanan?" Tanya Ajeng bingung.Ilker mengangguk pelan. "Aku tidak akan menyentuhmu, tapi kamu yang akan menyentuhku." Ucapnya dengan senyum miring di wajahnya. "Lupakan cara konvensional dimana suami yang selalunya mengambil keperawanan istri. Kali ini, aku ingin kamu memerawani dirimu sendiri, denganku." Ucap Ilker lagi."Ta-tapi bagaimana?" Tanya Ajeng bingung."Bercintalah denganku, dengan caramu." Lanjut Ilker lirih.Mendengar kata bercinta membuat kewanitaan Ajeng berdenyut dan memanas. Ia sudah membayangkan bagaimana rasanya bercinta sejak dimalam pertama Ilke
AJENG BERDIRI tepat di depan gedung Kralligimiz. Kepalanya mendongak memandang bangunan tinggi itu. Entah sudah keberapa kali ia menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan berat. Sekarang, saat ia berada di depan gedung, kakinya terasa sangat berat untuk melangkah.Ini bukan hal yang benar. Gumamnya pada diri sendiri seraya memutar badan, hendak berjalan menuju gerbang.Tapi kalau tidak sekarang, kapan lagi dia bisa bicara pada Ilker? Tanyanya lagi dan kembali memutar badan menghadap depan gedung.Ini terlalu impulsif. Lanjutnya lagi seraya menggelengkan kepala kembali memutar tubuhnya.Tapi ia sudah melakukan perjalanan yang cukup panjang untuk sampai di kantor ini, tidak mungkin dia pergi begitu saja tanpa bicara dengan Ilker.Mereka harus menyelesaikan masalah 'Istri Papa' ini dan membuat Ilsya tenang. Jika tidak, llsya bisa benar-benar tidak mau pulang. Terlebih keinginan bocah kecil itu sangat didukung oleh kakak Ajeng, Rianna."
SESUATU YANG HANGAT terasa membelai bagian bawah tubuh Ajeng. Secara naluriah Ajeng bergerak mundur mendekati benda hangat yang berdenyut di bagian bawah bokongnya. Usapan dan remasan lembut juga ia rasakan di bagian dada yang membuatnya melenguh lirih."Sshhh.. jangan berisik, nanti Ilsya bangun." Bisik seseorang tepat di telinga kanannya. Seketika mata Ajeng terbelalak terkejut. Tubuhnya yang sejak tadi menggeliat sekarang berubah menjadi kaku. Ia membuka mata dan melihat Ilsya yang tertidur lelap tepat di hadapannya.Bantal yang tadi ia gunakan rupanya telah berganti menjadi lengan kekar berbulu milik Ilker yang kini telapak tangannya menyusup masuk ke dalam kaus yang Ajeng kenakan yang sepertinya sejak tadi mulai bermain dengan payudaranya sementara tangan lain pria itu—seperti biasa—menyusup masuk ke dalam celananya."Sir, apa yang Anda lakukan?" bisik Ajeng lirih tanpa berani menoleh."Menyentuhmu, tentu saja. Menurutmu apa lagi
AJENG TERBANGUN saat matahari sudah cukup terik. Ia benar-benar terkejut, pasalnya selama bekerja di kediaman Adskhan-Caliana ia tidak pernah terlambat atau bangun sampai sesiang ini.Dengan segera Ajeng bangkit dan membersihkan diri.Bagaimana ini? Pikirnya dalam hati. Para asisten di kediaman Adskhan-Caliana pasti menduga dirinya besar kepala karena kini, setelah menikah dengan Ilker, Ajeng berubah menjadi pemalas. Padahal bukan itu yang diinginkan dan diniatkan oleh Ajeng.Setelah menikah dengan Ilker, Ajeng justru ingin tetap sama atau mungkin menjadi lebih rajin daripada sebelumnya.Ajeng turun ke lantai satu dan langsung melangkah masuk menuju dapur kotor. Saat pintu terbuka, kegiatan yang sedang dilakukan para asisten terhenti seketika.Dua pasang mata memandang langsung ke arahnya. Awalnya dengan ekspresi terkejut, dan lama-lama berubah menjadi senyum jahil dan siulan rendah meledek."Ekhem, yang habis unboxing kayaknya keca
"MAU KEMANA?" Tanya Ilker dengan nada dingin yang membuat bulu kuduk Ajeng merinding seketika."A-anu..""Jadi kau berniat untuk tidur terpisah denganku?" Tanya Ilker lagi dengan alis bertaut dan tatapan dinginnya yang membuat Ajeng menelan ludah dengan susah payah."Bu-bukan begitu, Sir. Aku...""Sir?" Seru Ilker dengan nada yang cukup tinggi. "Kau memanggilku, suamimu, dengan sebutan Sir?" Tanya Ilker dengan nada tak suka.Ajeng dibuat semakin serba salah karenanya. "A-anu.. itu..." Kenapa Ajeng mendadak menjadi gagap seperti ini? Ini seperti bukan dirinya. Keluhnya dalam hati."Ikuti aku." Perintah Ilker dan tanpa menunggu jawaban Ajeng, pria itu berjalan menjauh, melangkah menuju kamarnya sendiri.Ilker membuka pintu dan menahannya tetap terbuka, menunggu Ajeng menyusulnya.Dengan jantung berdebar kencang tak karuan, Ajeng melangkah masuk ke dalam kamar dan sesaat setelahnya, Ilker menutup pintu d
ILKER BERDIRI dengan perasaan tak menentu. Ia gelisah sepanjang malam memikirkan pernikahannya dengan Ajeng.Ini bukan pernikahan pertamanya, tapi tetap saja, mau tak mau ia harus mengakui kalau ia merasa gugup.Pagi hari, dua sepupunya sudah datang menjemputnya. Mengatakan kalau mereka takut Ilker berubah pikiran di detik-detik terakhir dan memilih untuk lari sebelum pernikahan dilangsungkan.Gila. Random sekali pikiran mereka. Kalau memang Ilker ingin lari, kenapa dia tidak lari dari berhari-hari yang lalu? Pikirnya sinis.Dia justru sangat siap menghadapi pernikahan ini, terlebih membayangkan pembalasan dendam yang akan ia lakukan pada Ajeng setelahnya membuat ia tidak bisa menghilangkan senyum licik di wajahnya.Ilker mandi dengan santai, tidak terburu-buru meskipun para sepupunya memintanya demikian.Walau bagaimanapun, sekalipun pernikahan ini akan dilangsungkan secara sederhana, Ilker tetap ingin terlihat sempurna.Saat melangk
PERNIKAHAN BERLANGSUNG.Pagi hari Ajeng dijemput oleh mobil keluarga dan kemudian dibawa ke rumah sakit dimana Tuan Adskhan dirawat.Ya, pernikahan Ajeng dan Ilker memang akan dilaksanakan di rumah sakit, secara sederhana dan hanya dihadiri oleh anggota keluarga.Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, pernikahan Ajeng dan Ilker akan dilakukan secara agama terlebih dulu, baru kemudian didaftarkan di KUA, atau mungkin sebenarnya saat ini sudah di daftarkan, Ajeng tidak tahu.Sampai saat Ajeng dijemput, orangtua angkat Ajeng tidak banyak bicara. Ajeng tahu, sampai saat ini ayah angkatnya masih tidak memberikan restu pada Ilker untuk meminangnya. Tapi Ajeng berpikir kalau ini semua dia lakukan untuk kebaikan semua orang, untuk kebaikan ayah angkatnya sendiri. Karena Ajeng yakini, jauh di lubuk hatinya, ayah angkatnya itu ingin Tuan Adskhan kembali sehat.Setelah menengok Tuan Adskhan sejenak, Ajeng kemudian digiring ke salah satu kamar tidu