Saat itu, Zahra melakukan apapun yang Adi perintahkan karena dia takut dia akan meninggalkannya. Itulah mengapa Adi melamarnya: dia baik hati, hemat, dan bersikap lemah lembut di depan orang tuanya.“Lepaskan aku, Adi. Sakit sekali ini.” Zahra hampir tidak bisa menahan diri untuk tidak mendorongnya. Sebaliknya, dia dengan ringan menggenggam tangan Adi dan melepaskannya.Keselamatan yang utama. Dia tahu kekerasan yang tersembunyi di balik wajah baik itu. Dia harus perlahan dan aman agar bisa putus dengannya.“Aku sudah sakit sejak hari ini di tempat kerja. Kupikir aku akan merasa lebih baik setelah meminum beberapa pil, tetapi aku masih juga merasa tidak enak badan.” Dia membuat suaranya terdengar selemah mungkin. “Perutku sakit. Apakah kau marah?” Rahang Adi mengendur saat itu. “Oh. Aku pikir kau sedang marah kepadaku.”‘Kupikir kau berani marah padaku.’ Begitulah kata-kata Adi yang terdengar bagi Zahra.“Ayo pergi. Aku akan men
Ini adalah kedua kalinya Theo mengajukan pertanyaan pribadi padanya—pertama; ketika dia mengkritik anting-antingnya, dan kemudian sekarang. Itu sangat tidak terduga. Kenapa dia bertanya? Terlebih lagi, Zahra tidak memahami reaksinya. Dia hanya bisa meminta dia tidak bertanya tentang masalah pribadi. Mengapa dia ragu-ragu?Setelah perenungan yang singkat, Zahra menggelengkan kepalanya. “Tidak, saya tidak akan bertemu dengannya hari ini.”Theo tidak menjawab. Zahra mengucapkan selamat tinggal dan berbalik untuk pergi, tapi kemudian dia ingat dia datang ke toko buku setelah dia berbohong dan memberi tahu Adi bahwa dia sakit. Dia berbalik. “Oh iya, Pak Theo.”Theo mengangkat kedua alisnya.“Bisakah Anda merahasiakannya bahwa Anda melihat saya di sini? Terutama dari Adi.”“Kenapa harus saya?” tanya Theo. Itu pertanyaan yang sederhana, tapi terasa seperti mengancam. Apakah itu karena dia sangat tinggi?Dia menunduk. “Saya bilang padanya bahwa saya sakit.”
‘Pasangan yang memuakkan. Sarah mungkin akan mengatakan bahwa dia bertemu Adi di lobi perusahaan.’ gumam Zahra dalam hatinya.“Selamat pagi semuanya! Temanku, kamu sudah di sini!” Sarah melompat dan memeluk Zahra dari belakang.Zahra mendorong Sarah ke samping dan membuka sebuah file di komputernya. “Panggil aku Zahra ketika di tempat bekerja. Aku sudah memberitahumu berkali-kali.”“Oh… maaf Zahra.” Dia bisa melihatnya tanpa harus menoleh—Sarah mungkin terlihat seperti anak anjing yang ditinggalkan di tengah hujan.Adi melihat di antara Sarah dan Zahra. “Zahra. Bagaimana perasaanmu?” Adi dengan halus mendorong Sarah ke samping dan menyentuh dahi Zahra. Mungkin akan terasa kurang menjijikkan jika seekor lalat hinggap di dahinya.“Aku baik-baik saja. Lebih penting lagi, aku sudah mengirimkan email sebelumnya. Bisakah kau memberiku balasannya pada siang hari?” Dia perlu menjauhkan diri dan jaga jarak.Zahra fokus pada tugasnya sepanjang pagi. Dalam kehidupa
Zahra membersihkan sisa sup dari tangannya dan mengeringkannya di atas tisu. Dia hendak akan pergi ketika seseorang mengetuk bagian dalam salah satu bilik kamar mandi. “Permisi… ada orang di luar.”“Hmm? Aku?” Zahra melihat di sekelilingnya, tapi dia adalah satu-satunya orang di kamar mandi.“Ya ya ya!” teriak seseorang di dalam bilik kamar mandi. “Um, bisakah Anda membantu saya dengan sesuatu?”Seseorang yang cukup putus asa untuk meminta bantuan dari orang asing di kamar mandi wanita. Zahra langsung menebak alasannya. “Anda butuh pembalut?” Orang asing itu pasti tiba-tiba mengalami menstruasi.“Ya ya ya! Jika Anda tidak terlalu sibuk....” Orang asing yang tidak beruntung itu terdengar seperti komputer yang lamban, meskipun lebih terdengar ceria.“Tunggu sebentar. Saya akan membawakannya satu,” kata Zahra.“Terima kasih! Nona penyelamat. Terima kasih banyak! Saya pasti akan membalas kebaikan budi ini, saya janji.”Zahra berlari ke kantor dan membuka
Zahra berhenti berbicara dan fokus makan.Melalui perspektif matanya yang berusia tiga puluh lima tahun, dia menjadi yakin. Sarah dan Adi telah bertingkah aneh bahkan sebelum Zahra menikah dengannya. Tepatnya, mereka mulai bertingkah aneh sebulan setelah Sarah masuk ke perusahaan. Namun, Adi malah menikah dengan Zahra yang "baik dan hemat".Masuk akal jika dia tidak memutuskan hubungan dengan Sarah setelah menikah dengan Zahra, dan melanjutkan dengan Sarah di sampingnya. Tiba-tiba, perubahan cepat Adi setelah enam bulan menikah, studio yang dia beli untuk fokus pada saham setelah dia mengundurkan diri, dan hubungan pernikahan mereka yang tidak ada, semuanya menjadi fokus.‘Aku mengerti. Aku adalah penurut dari yang penurut.’ Masih terasa pahit menyadari kebenaran yang ditebaknya selalu samar-samar.“Tamara, kamu makan dengan sangat baik. Bagaimana seorang wanita bisa makan begitu banyak?” tanya Sarah.Zahra mengangkat kepalanya dan melihat ke samping. Tamara
‘Dia tidak akan mengenali suaraku, kan?’ Sarah merasa sedikit cemas.“Aku tidak tahu harus berbuat apa, tapi Zahra berlari ke kantor untuk mendapatkan apa yang aku butuhkan. Dia bahkan meminjamkan aku kardigan miliknya. Dia benar-benar penyelamatku, bukan?” Tamara menggenggam kedua tangannya.“Temanku—maksudku, Zahra memang seperti itu.” Sarah mengangguk. “Bukankah dia sangat terlalu ikut campur? Dia selalu terlibat dalam urusan orang asing.”“Mengkhawatirkan apa yang dilakukan kakek rekan kerjanya untuk mencari nafkah adalah ikut campur,” jawab Tamara sambil tersenyum masam.Sarah menelan kata-kata kotor yang muncul di belakang tenggorokannya.Tamara Farida. Wanita itu membuat Sarah gelisah sejak hari pertamanya. Semua petinggi memperhatikan Tamara, dengan wajah cantik dan sikap bersemangatnya. Sarah tidak bisa menahan perasaan cemas bahwa Tamara akan mengambil Zahra sekarang juga. Zahra seharusnya menjadi miliknya.Sarah membungkuk ke arah Tamara. “Aku
“Jangan sentuh aku!” Zahra mundur menjauh dari tangan Adi yang terulur memegang tangannya.Mendengar suara itu, Theo berbalik untuk memisahkan Zahra dan Adi lagi. “Apakah kamu baik-baik saja, Zahra?”Dia memperbaiki sikapnya saat pria besar seperti pohon itu menghalangi pandangan Adi dari pandangannya. Zahra menyadari dia bahkan tidak bernapas. “S-saya baik-baik saja…. Saya mau ke kamar mandi.”“Ayo pergi. Aku akan mengantarmu.” Adi melangkah melewati Theo.Zahra menegang lagi. Tapi saat itu, sebuah suara yang cerah dan hangat memanggil namanya.“Zahra!” panggilnya“Bu Diana?” Dia berbalik.Diana tersenyum hangat dan menunjuk ke arah pintu. “Aku akan menyikat gigi. Apakah kamu ingin pergi bersama?”“Y-ya! Aku juga baru saja akan pergi.” Zahra meraba-raba lacinya dengan tangan yang masih gemetar.“Ayo pergi. Adi, aku pinjam Zahra-nya sebentar, ya.” Diana meraih tangan Zahra dan menariknya. Syukurlah, Zahra bisa lolos dari cengkeraman Adi dan k
“Sarah, disini!” Sebuah mobil berhenti di depan Sarah yang berdiri agak jauh dari gedung perusahaan.“Apa yang harus kita makan? Apakah ada sesuatu yang kamu inginkan?” tanya Lukman saat Sarah naik ke kursi penumpang.“Saya tidak masalah dengan apa pun itu!” Dia tersenyum.Dia menyipitkan mata padanya. “Dan kamu hanya sekecil ini?”“Huh. Saya tidak bisa tumbuh setinggi Zahra, tidak peduli berapa banyak yang saya makan.”Lukman menginjak rem secara mendadak. Leher Sarah hampir patah saat mobil berhenti. Dia bahkan belum memakai sabuk pengamannya. “Kamu menyebutkan Zahra sepanjang waktu. Apa yang begitu bagusnya tentang wanita itu seperti tiang yang tidak manis ataupun lucu itu sedikit pun?”Sarah menghela nafas. “Saya selalu ingin punya tinggi badan sepertinya.”“Pria menyukai wanita yang kecil dan cantik, seperti kamu. Aku tidak akan menerima wanita jangkung yang tidak menarik bahkan jika aku dibayar.” Dengan itu, Lukman menyalakan sebatang rokok dan
“K-kak! Apa yang kita lakukan? Apakah sesuatu terjadi kemarin? Sesuatu terjadi, bukan? Benarkah?”Tentu saja sesuatu telah terjadi. Adi menjambak rambutnya seperti sedang berusaha mengeluarkan ingatan semalam dari otaknya.Ini akan menjadi akhir hidupnya jika hal ini terbongkar. Karyawan wanita di tempat kerja akan memandangnya seperti kecoa, dan Zahra akan membatalkan pertemuan mereka dengan orang tuanya besok. Dia bingung harus berbuat apa.“Sarah, tenanglah dan lihat aku.”Sarah mengintip dari dalam selimut.“Kita sangat mabuk tadi malam. Kita membuat kesalahan karena alkohol. Ini tidak pernah terjadi—”“Tidak pernah terjadi?" Air mata terbentuk di mata Sarah sebelum Adi menyadari apa yang dia katakan. “Kak—maksudku, Adi. Apakah ini sesuatu yang bisa kamu anggap tidak pernah terjadi? Kami tidur bersama dan hanya itu saja?”“Aku tidak bermaksud seperti itu….”“Lalu apa maksudmu?”Sarah menggosok matan
“Aku butuh minuman untuk merayakannya,” gumam Zahra pada dirinya sendiri, mencoba melupakan masa lalu yang mengerikan. Dia berjalan keluar dari jalan yang gelap dan menemukan bar jalanan tanpa pelanggan. Pemiliknya tersenyum ketika dia masuk.“Selamat datang. Hanya kamu?”“Ya.” Dia merasa sebagian dari indranya kembali berkat kursi yang dingin itu. “Satu botol bir.”“Apa yang ingin kamu makan untuk pendampingnya?”“Apa saja boleh.”Dia membuka ponselnya karena kebiasaannya dan melihat beberapa panggilan tidak terjawab. Sebagai besar dari Diana dan Tamara, dan satu panggilan dari Theo.Drrrtt— Teleponnya berdering lagi. Kali ini dari Tamara.“Halo?”“Penyelamatku, di mana kau? Aku mencarimu ke mana-mana karena kau tiba-tiba menghilang!” Tamara terdengar panik.“Maaf. Aku pergi lebih dulu karena terlalu berisik.”“Apakah kau sudah pulang?”“Aku ada di bar pinggir jalan di belak
Ekspresi Sarah menjadi gelap, dan dia pergi setelah mencuci tangannya. Zahra mendengar Tamara menggumamkan sesuatu di dalam hati tentang memasak Sarah hidup-hidup. Dia bersyukur mereka tidak bermusuhan.“Tempat ini sangat bagus, bukan? Tidak akan ada tempat yang selezat ini di sekitar sini.”“Kamu melakukan pekerjaan yang sangat baik dalam menemukan restoran. Divisi kita jarang mengadakan makan malam bersama, jadi kita harus makan makanan mahal dan berkualitas baik saat ada kesempatan,” kata Zahra.“Kata-kata yang bijak.”Zahra dan Tamara bercanda satu sama lain saat mereka kembali, tetapi menghentikan langkah mereka pada saat yang bersamaan. Kenapa Sarah duduk di sebelah Theo ketika dia seharusnya dia mengincar Adi?“Sarah, itu tempat dudukku,” kata Tamara.Sarah tersenyum. “Tidak ada yang namanya tempat dudukku atau tempat dudukmu dalam acara makan malam perusahaan. Semua orang menjadi lebih dekat dengan bergerak dan berpindah
“Selamat pagi!” Sarah menyapa sambil tersenyum. Hari masih pagi. Ada sekitar sepuluh orang di kantor termasuk Theo dan Adi.“Kamu datang lebih awal.”“Hai, selamat pagi.”Adi dan karyawan lain menyapanya kembali. Mendengar suara itu, Theo membuka matanya dan meluruskan tubuhnya yang kelelahan.“Pak Theo, Anda datang lebih awal seperti biasanya!” Sarah datang menghampirinya ketika dia memasuki ruang istirahat.“Ya.”“Mau saya buatkan kopi? Saya juga baru saja mau minum kopi pagi,” dia menawarkan.“Tidak, terima kasih.”Theo mengeluarkan sebotol jus dari kulkas. Sarah mengambil botol itu darinya seolah-olah dia telah menunggu dan menuangkannya ke dalam cangkir untuknya.“Ini dia, Pak Theo.”Theo berdiri di sana sejenak dan kemudian mengulurkan tangannya.“Oh tidak!”Tepat sebelum cangkir penuh berisi jus berpindah dari Sarah ke Theo, cangkir itu jatuh ke lantai, meninggalkan pec
“Jangan lari karena itu. Semua orang akan tahu bahwa itu hanya rumor setelah beberapa waktu.”“Adi….”“Jangan membuat wajah seperti itu juga.” Adi menyelipkan rambutnya yang tergerai tertiup angin ke belakang telinganya. “Kamu bisa berbicara denganku kapan saja. Aku tidak bisa menjadi pengganti pacarmu, tapi kamu bisa bersandar padaku sebagai kakak iparmu.”Hati Sarah mengerut mendengar kata-kata "kakak ipar". Namun, Adi tidak menyadarinya dan berbalik lebih dulu.“Kita harus pergi sekarang. Theo juga sudah datang, jadi kita tidak bisa membiarkan meja kita kosong terlalu lama.”‘Theo.’ Sarah menampar lututnya. ‘Mengapa aku tidak memikirkan hal itu lebih cepat? Manajer mungkin sudah pergi, tetapi kepala departemen masih ada di sini.’***Kantor terasa damai dan tenang. Beberapa karyawan berbicara dengan nada rendah di antara mereka sendiri sementara yang lain mengetuk keyboard dan kalkulator mereka. Sebagian besar dari me
“Zahra, aku merasa sangat dirugikan dan kesal,” erang Sarah.Zahra meneguk bir di depannya sambil mendengarkan Sarah yang terus mengeluh.“Kau tahu, kan? Aku tidak tertarik untuk berpacaran. Dan aku tidak mau pria botak gendut yang sepuluh tahun lebih tua dari aku bahkan jika seseorang menawariku sepuluh truk berisi mereka!” Sarah meratap.‘Kau tidak tertarik untuk berkencan, tetapi kau tertarik dengan suami orang lain. Kau tidak menginginkan pria botak gemuk yang sepuluh tahun lebih tua darimu, tetapi kau menginginkan sepuluh truk. Sungguh gaya hidup yang mudah.’ Zahra terkesan.“Jadi Zahra, tidak bisakah kau membantuku?” Sarah akhirnya sampai pada intinya setelah mengoceh beberapa saat.“Bagaimana?”“Kau sudah lama bekerja di sini. Beri tahu semua orang kalau aku dan Pak Lukman tidak memiliki hubungan yang seperti itu.”Zahra mengangkat bahu. “Aku sudah mengatakan itu berkali-kali, tetapi orang-orang percaya apa yang i
“Ada kejadian di masa lalu ketika Anda berulang kali menolak proposal Diana Puspita Sari karena perasaan pribadi Anda. Apakah ini benar?”“Saya tidak ingat karena saya sedikit pelupa. Siapa yang tahu kalau dia mengajukan proposal yang sama berulang kali? Diana mengejek saya!” Lukman menangis, mencoba membela dirinya.“Seorang anak kecil pasti akan tahu kalau itu adalah proposal yang sama, yang berarti Anda bahkan tidak membacanya. Kejadian yang telah disebutkan di atas adalah kasus kelalaian tugas.”“Itu tidak adil. Saya sudah didisiplinkan atas kejadian itu dengan catatan tertulis!”“Anda secara berturut-turut mendapat nilai C selama evaluasi kinerja Anda. Itu bukan nilai yang muncul hanya karena Anda menulis dua catatan tertulis, bukan? Alasan pengurangan poin adalah meninggalkan pekerjaan tanpa pemberitahuan, kebiasaan terlambat, kurangnya kompetensi, dan banyak lagi lainnya,” kata anggota komite, merinci kesalahan Lukman.“Apa hubunga
Keesokan harinya, berita menyebar ke seluruh perusahaan seperti api.‘Pak Lukman disebut sebagai bajingan di kantor.’‘Tidak, dia merangkak keluar setelah dipukuli.’‘Direktur sangat marah sampai dia melemparkan komputernya ke arahnya.’Sebagian besar anggota dari Divisi Pemasaran Satu merasa stres selama bertahun-tahun akhirnya tercerna di dalam perut mereka. Tentu saja, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi jika mereka secara eksplisit mengatakan itu, jadi mereka dengan malu-malu mengekspresikan kegembiraan mereka dengan menggerakkan jari kaki mereka atau mengetik ratusan tawaan "HaHaHa" ke dalam komputer mereka.“Hm? Tamara…”Zahra hendak memanggil Tamara ketika dia melihatnya di depan kamar mandi, tapi Tamara pasti sedang terburu-buru; dia bergegas masuk ke dalam bilik tanpa menoleh ke belakang.‘Dia pasti ada urusan penting di kamar mandi yang mendesak,’ pikir Zahra dan menyalakan keran di kamar mandi.
“Agrh!”Bagian yang kebetulan menimpanya adalah sudut buku. Dia mengerang seperti ususnya akan keluar. Tjahjo bernapas dengan marah dan menatap tajam ke arahnya saat dia meneguk air es yang dibawakan oleh sekretarisnya.“Cepat dan berikan solusi kepadaku segera! Bodoh kau!”Pada situasi ini, gelas kaca itu mungkin akan terbang ke Lukman juga. Dia bersujud di lantai seperti orang berdosa dan berulang kali menundukkan kepalanya.“Tolong beri saya sedikit waktu. Saya akan memberikan solusi yang paling tidak merugikan untuk perusahaan!” Katanya, berusaha meyakinkan direktur.“Enyahlah! Aku bahkan tidak ingin melihatmu lagi!”Lukman mundur dari pintu sambil membungkuk, nyaris melarikan diri. Suasana hati yang baik sejak pagi itu telah hilang, dan seluruh dunianya memasuki badai yang mengamuk.Pertama, dia naik ke atap dan menyalakan rokok. Setelah merokok untuk yang kedua, situasinya perlahan-lahan terasa lebih nyata, dan dia