03 Februari 2030,
Burk’s Falls, Ontario
“Mommy,” panggil seorang gadis berpakaian terusan berwarna pink pastel dengan ornament bunga daisy tiruan yang disematkan ke rambutnya yang dikepang menyamping dan digulung menjadi gumpalan.
“Leyna, Mommy baru saja akan membangunkanmu.” kata sang wanita berpakaian formal dengan kemeja putih polos ditutup dengan jas pink pastel dipadukan dengan rok span berwarna senada dan high heels putih setinggi dua sentimeter, berdiri di belakang anaknya yang sibuk memoles wajahnya dengan berbagai alat di depan meja riasnya.
Wanita yang lebih muda menarik sheer lipstick variasi Plum Dandy dari tangan gadis tersebut dan memoleskan warna tersebut di bibir anak keduanya tersebut. Sang anak bernama Leyna menatap ibunya dengan mata berbinar senang, setelah merapikan lipstick-nya dia memeluk perut sang ibunda sebagai tanda terima kasih.
Lipstick yang tidak berpigmentasi kuat dan hanya menambah rona bibir serta menjaga kelembapan pada bibir tersebut sesuai dengan kulit putih tersebut menambah kecantikan gadis tersebut.
“Ayo, kita harus segera berangkat, pretty.” kata Aubrey -ibu kandungnya- setelah merapikan anak rambut yang terlihat sedikit berantakan. Wanita yang berada pada 42 tahun itu meninggalkan sang anak untuk menemui suaminya.
Leyna Olivia segera menarik sling bag berwarna putih polos yang diisi dompet, ponsel, face mist dan cherry lipbalm favoritnya, tidak lupa dengan sebuah reuse bag berisi pakaiannya. Dia menuruni tangga dan menuju meja makan yang terletak di belakang, meletakkan kedua tasnya di samping kursi yang akan dia duduki untuk mendapatkan sarapannya di jam tujuh pagi.
“Morning, Mom, Dad, Quinza.” sapa Leyna yang segera mengambil susu vanillanya untuk ditegak sampai separuh gelas. Ketiga insan manusia yang telah memulai sarapannya itu membalas sapaan anggota keluarga mereka.
“Leyna akan ke studio lagi hari ini?” tanya seorang anak perempuan yang duduk di samping Aubrey saat melihat tas berwarna coklat tersebut.
Leyna mengangguk, adik perempuannya perhatian terhadapnya, “Iya, nanti siang. Dua bulan lagi akan ada opera klasik di Ottawa. Quinza mau datang?”
Sesuai dugaan gadis tersebut, Quinza mengangguk ribut tanpa disadari mengetuk-ngetuk sendok dengan piringnya, “Yes, I want it. Daddy, Mommy, can we attend?”
“Quinza Oriel, eat properly.” sahut sang kepala keluarga yang akhirnya bersuara di tengah acara sarapan.
“Yes, Daddy.” jawab anak bungsu keluarga Grissham tersebut dengan nada pelan penuh penyesalan.
“We will come, love. But, first, let finish breakfast and go to school.” timpal sang ibu yang mengusap rambut sebahu kecoklatan muda anaknya. Quinza mengangguk dan kembali menyantap roti panggang berisi cheese and ham, sarapan yang sama dengan tiga orang di sana dari chef keluarga tersebut.
Suasana kembali hening dengan dua asisten rumah yang menunggu anggota keluarga menyelesaikan kegiatan mereka. Seseorang pria berpakaian formal berdiri di samping kepala keluarga, “Tuan, jam masuk sekolah Nona Quinza satu jam lagi.” katanya dengan sopan.
“Siapkan mobil, lima menit lagi kami akan ke depan, Mark.” kata Chayton Grissham selaku kepala keluarga dan pemimpin Burk’s Falls dengan tenang setelah menelan adonan tepung yang telah matang tersebut. Sekretaris Grissham itu mengangguk dan segera menyiapkan kebutuhan pimpinannya.
Leyna segera menghabiskan roti panggang yang tersisa seperempat dan langsung menegak susu vanillanya sampai titik terakhir. Alat makan kotor tersebut diangkat oleh asisten rumah dengan tangkas.
Hidup sebagai anak seorang pimpinan memang sedikit berat. Mulai dari penampilan dan tingkah laku haruslah diperhatikan sebaik mungkin, apalagi hidup dalam daerah yang masih mudah melihat padang rumput dan rumah sederhana dengan perkebunan luas di depan sebagai perkarangan. Setiap penduduk akan selalu mengagumi pemimpin dan anggota keluarganya.
Baik Leyna maupun Quinza termasuk anggota keluarga yang suka keluarga berjalan-jalan dan menepi di sebuah restoran sederhana untuk makan, serta tidak sungkan membantu penduduk sekitar. Aubrey -ibu daerah- lebih sering menemani suaminya. Mereka memiliki kakak laki-laki sebagai anak sulung, namun dia sedang disibukkan dengan mengejar gelas dokter spesialis di Ottawa.
“Anak bungsu Pak. Grissham sangat manis, dia lugu untuk seusianya dan tidak sungkan bermain dengan anak kecil.”
“Nona Leyna kemarin duduk dan makan di restoranku, memuji menunya yang enak dan mengatakan padaku kalau dia akan membantu dalam investasi.”
“Tuan Andrian sangat bertalenta, katanya dia sedang mengejar gelas spesialis bedah di Ottawa.”
“Mereka adalah keluarga sempurna.”
Kalimat tersebut bukan pertama kali disanjungkan kepada lima anggota keluarga Grissham, selama dua puluh tahun kepemimpinan Chayton, rakyat hidup dalam ketenangan dan sejahtera. Daerah asri itu selalu dikunjungi oleh pengunjung yang menginginkan suasana tenang dengan rakyat yang makmur.
Setidaknya itu lah yang mereka ketahui sejak lama.
Leyna tidak pernah menghakimi siapapun yang memuji mereka seperti biasanya. Dia senang berarti semuanya masih belum terungkap dan tidak akan terungkap.
Semoga saja sesuai dengan harapan gadis 24 tahun tersebut.
“Leyna, ayo, kita harus berangkat sekarang. Aku tidak mau terlambat.” sahut Quinza yang telah masuk ke dalam mobil yang didesain sebagai mobil keluarga, kaca mobil yang diturunkan sepenuhnya menunjukkan adiknya itu melambaikan tangan dari bagian tengah mobil.
“Iya, aku ke sana.” Leyna menuruni lima anak tangga untuk sampai ke permukaan tanah yang datar dan memasuki mobil dan duduk di belakang dengan adiknya, sedangkan di tengah ada kedua orangtua mereka.
Leyna melihat ke atas langit yang terasa mendung untuk pagi itu. Burk’s Falls terkenal dengan cuacanya yang terlihat berawan. Namun, untuk memasuki musim panas seperti ini membuat Leyna mengernyitkan dahi.
Terlalu mendung, batin Leyna yang sedikit kesal dengan keberadaan gumpalan kapas gelap di atas mereka. Lalu menghembuskan napasnya.
Tidak ada yang bisa dia lakukan jika tetesan air akan membasahi mobil, bangunan dan jalan raya. Sehingga gadis itu memilih untuk memejamkan mata sepanjang perjalanan mengantar Quinza ke sekolah sekaligus memulai hari.
_The Stranger’s Lust_
To Be Continue
Leyna Olivia’s POV "Aku ke sekolah dulu, Leyna, Mommy, Daddy. Jemput aku jam tiga sore nanti." "Tidak ada kegiatan di art club?" tanyaku yang menyempil ke jendela mobil yang terbuka sepenuhnya. Mommy Aubrey yang duduk di depan sedikit memajukan badannya untuk memberiku akses melihat Quinza yang telah berdiri depan gedung sekolah sambil mengeratkan tasnya. Quinza menggeleng, "Eung ... eung ... no. Mereka sedang persiapan untuk perlombaan minggu depan. Jadi, yang tidak latihan diminta untuk tidak datang." Aku hanya membulatkan mulutku tanpa suara, selalu ikut mengantar Quinza membuatku sedikit banyak mengetahui jadwal pulang adik satu-satunya. "Ya sudah. Belajar yang bahagia, kami akan menjemputmu jam tiga sore." kataku dan melambaikan tangan sebelum kembali duduk di posisiku sebelumnya. Jendela mobil perlahan menaik beriringan dengan Quinza yang memasuki gerbang sekolah dan masuk ke
Suara bel yang berdering karena pintu didorong masuk, Hun’s Restaurant sedang sepi di jam setengah sepuluh itu. Leyna masuk ke depan dengan Aubrey setelah Chayton masuk dengan gagah. Seorang sekretaris yang mengikutinya dari Red House berdiri di samping Leyna. Leyna merangkul lengan kanan sang ibu di belakang dalam diam, berusaha menekan dirinya untuk tidak menerobos dan memaki orang yang lebih tua darinya puluhan tahun itu. Bukan hanya ada sang paman sendiri di sana, ada lima pegawai restoran yang sedang hilir mudik membersihkan meja dan sebagainya, dua orang kasir sedang beroperasi di depan meja di sebelah standee, Leyna yakin masih ada tiga chef yang sedang sibuk menumis sayur atau memanggang daging di belakang. Tentu saja masih ada store manager berdiri di sana menjalani shift kerjanya, wanita muda itu jelas mengetahui nama sang manajer yang tengah menenangkan sang paman. Leyna lebih suka memanggil ‘Uncle Mark’
“Kau sungguh membawaku? Bukan aku pelakunya!” “Diam! Aku tidak ingin menyuntikmu dengan bius yang kubawa sekarang di kantongku. Jangan banyak bergerak dan ikuti aku.” Sepasang mata hitam itu memutar malas, tentu saja dia akan mengikuti pria bertubuh kekar nan tinggi ini. Karena kedua lengannya dikaitkan dan terlihat diseret menuju sebuah bangunan yang terletak cukup dekat dengan kawasan pepohonan. Siapapun yang tinggal di Burk's Falls pasti tahu bangunan tersebut. Bangunan yang menjadi tempat tinggal pemimpin dan keluarga kecilnya dimana siap dilayani oleh belasan pekerja di sana. Namun, jika ke sana dengan diseret oleh kedua pria berlengan kekar ini, maka Dion hanya bisa menghembuskan napasnya dengan gusar. Semoga saja ada yang bisa meloloskannya dari sini. Karena dia masih ditunggu oleh murid-murid manis di hari esok. Dion dipaksa untuk berlutut di sebuah ruangan dimana ada kursi besar tak berpenghuni. Siap tak siap dia harus disidang. Karen
“Hey! Bangun! Tuan Mark telah berada di sini!” Dion melenguh beberapa detik ke depan, matanya berusaha mengerjap dan melakukan perenggangan tangan yang merasa kebas sebagai bantalan. Sinar mentari yang diam-diam menyusup dari celah tirai yang tidak tertutup sempurna, membiaskan warna jingga kekuningan. Sudah sore, batin pria muda yang masih memakai kemeja biru laut yang sedikit berantakan, celana kain dan pentofel-nya masih terpasang dengan rapi di tubuhnya. Pria itu menaikkan sebelah alisnya, seorang pria bersetelan formal rapi walaupun akan menjelang sunset sebentar lagi. Otaknya menjelajah ke masa lalu tepatnya dua jam yang lalu, seingatnya yang akan datang adalah seorang wanita yang merupakan anak kedua Tuan Grissham. “Nona Muda Leyna tidak bisa datang. Jadi, saya yang menggantikannya karena kegiatannya di luar belum bisa ditinggal.” kata pria yang Dion rasa berada di umur tiga puluhannya itu. “Saya Mark Helius. Sekretar
Sinar mentari yang mulai menyusup dari ventilasi udara membuat seseorang yang tinggal ruangan tersebut berbalik dan terjatuh dari tempat tidurnya yang keras. Matanya yang terasa berat, mau tidak mau harus terbuka melihat sekitar yang terasa asing. "Ini dimana?!" Sepasang mata itu segera kembali fokus melihat sekitar, ruangan sempit yang jelas bukan tempat tidurnya, sebuah tempat tidur sederhana yang terbuat dari kayu tak berkaki dan digantung rapat ke dinding tepat di belakangnya. Pantatnya yang terasa nyeri karena terjatuh dari alas keras itu mendarat di lantai beraspal dengan beberapa lubang serta lumut. Dia tahu Red House punya penampungan tahanan sementara sebelum kembali dieksekusi lebih jauh oleh ayahnya. Jelas dia tahu kalau dia berada di bawah tanah. Leyna hanya tak habis pikir, kenapa putri pemimpin dijebloskan ke dalam pernjara? Semalam tidak ada peristiwa mengerikan yang hinggap di benaknya, tidak ingat kapan dia masuk ke
"Good morning." sapa Dion yang berjalan kaku menuruni tangga, area lutut ke bawah terasa dingin dan itu membuatnya risih karena sabrina berbentuk floral yang ketat dan menunjukkan lekuk tobuh molek tersebut. Banyak umpatan yang mengarah pada pemilik sejati raga ini, tetapi dia juga merasa bersyukur. Jam telah menunjuk setengah tujuh saat itu, dia masih berkeliling kamar luas yang membuatnya bingung. Tangannya menyortir dinding yang mungkin saja mengarah pada lemari pakaian Leyna, setelah berkeliling sepuluh menit dia mendapatkannya, mendorong pelan bagian dinding yang berbeda dengan kawanannya. Ini lebih mirip butik daripada lemari pakaian, batin jiwa pria tersebut yang menggeleng tak percaya, kabinet yang mengelilingi ruangan tersembunyi tersebut dengan sebuah kursi panjang di tengah dan dua kaca panjang meninggi untuk membantu melihat penampilan anak kedua Grissham. Tungkai kakinya mengelilingi satu ruangan dan berhenti di kabinet s
Sesuai dengan kesepakatan -begitu Dion anggap- dengan Chayton saat sarapan setengah jam yang lalu. Sekarang dia tengah bersiap untuk menuju café tersebut. Setahunya café bergaya klasik itu dibuka lima menit lagi. Karena penduduk di sini yang tidak lebih dari seribu orang, usaha bisa dibuka lebih lambat dari jam biasanya. Kembali lagi dia di kamar pribadi Leyna dengan tubuh yang sama. Sebenarnya, jauh di lubuk hati, dia sudah lelah dengan ini. Inginnya untuk kembali ke raga aslinya. Lebih rela disidang oleh siapapun daripada terperangkap dalam tubuh langsing nan molek seorang gadis. Tangannya meraih sebuah tabung kecil warna pink sakura. “Ini apa?” tanya Dion kepada semilir angin yang menggesek dedaunan pohon di luar kamar. Membuka tutup tabung tersebut dan mengernyit dahi saat melihat kalau itu ternyata ada sebuah lip tint. Seorang guru berusia sepertinya sering kali membawa benda seperti ini dan mengoles ke bibirnya. Setidaknya dia tahu fungsi dicip
“Hey! Hey! Hati-hati bawanya!” “Kami tidak akan seperti ini jika Anda bekerja sama, Tuan.” ucap pria bertubuh kekar yang menahan lengan Leyna sembari menaiki tangga. Leyna menepis pemikirannya tersebut, ini bukan lengannya, tubuh ini juga bukan miliknya. Bagaimana bisa pinggang rampingnya lenyap tergantikan dengan pinggang yang lebih lebar dan punya perut yang samar punya garis. Swear God! Dia tidak melihat, hanya menyentuh tanpa sadar untuk memastikan. Leyna tidak menyangka kalau seluruh bagian tubuhnya berganti dan sekarang dia dibawa ke ruang rapat. Sungguh, dia tidak punya tenaga lagi untuk melawan dan pasrah didudukkan ke kursi. Bukan itu pusatnya, matanya melotot melihat tubuhnya berdiri di samping jendela yang terbuka setengah menikmati sinar mentari pagi. Tubuhnya, tubuh yang sebenarnya. Ada di sana. “Bisa tinggalkan kami berdua?” ucap suara halus miliknya. Benar miliknya tapi keluar dari raga yang tengah berjalan menghampirin
“Jadi, hari ini adalah harinya?” Dion memangku tangannya yang sedang menggenggam sebuah bungkusan protein bars, mengunyah sambil melihat layar ponsel yang ditegakkan bersandar pada botol minumannya di meja. “Iya. Makan malam dengan kolega Tuan Chayton,” katanya yang telah menelan makanannya tersebut. Makan siang dengan dua protein bars di ruang istirahat di gedung balet yang secara kebetulan sedang sepi, membuatnya berpikir untuk menghubungi kekasihnya itu sekarang. Well, kekasih … Dion rasa dia harus bisa beradaptasi dengan julukan tersebut sekarang. “Kalau memang cowo itu yang bakalan datang, bagaimana menurutmu?” tanya Leyna yang berada di ujung telepon sedang mengecek tumpukan buku anak-anak dengan sebelah telinga kirinya tersumpal dengan Bluetooth earphone. “Aku tidak bisa menerimanya, bukan?” tanya Dion balik yang disetujui oleh jiwa perempuan yang berada di tubuhnya yang asli itu. Terkadang Dion berpikir berapa lama lagikah dia akan bersemayam di tubuh seorang wanita yang
Setelah malam itu mereka saling mengungkapkan perasaan masing-masing, tidak ada lagi yang bertambah. Baik Dion maupun Leyna, keduanya sama-sama disibukkan dengan kegiatan sehari-hari dan Jumat sudah datang menjemput mereka. Dion sudah siap dengan balutan dress di bawah lutut dan duduk ke kursi meja makan yang sudah ditempati oleh tiga anggota lainnya. “Night, Dad, Mom, Quinza,” sapanya dengan binar riang di matanya. “Night, Leyna.” Sang Ibunda membalas sapaannya. Dia mengambil tempat di samping sang adik perempuan yang bermain dengan ponselnya daritadi. Sedangkan, laki-laki satu-satunya di keluarga inti tersebut sedang membaca berita dari ponselnya. “So, can we start?” tanya Aubrey yang melirik kedua anggota yang sedang sibuk dengan dunianya sendiri. Dion memilih untuk tersenyum tipis ketika mengetahui kepada siapa yang dituju. Chayton dan putri bungsunya meletakkan alat komunikasi mereka di samping dan menjawab dengan kompak, “Sure.” Wanita tersebut mengangguk dan mulai meminta
[Dion POV] Aku yang baru saja bisa pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri sekalian merilekskan persendian yang rasanya kaku banget setelah duduk di meja makan mendiskusikan beberapa topik hangat dengan Tuan Chayton. Sedangkan, Quinza berada di kamarnya sendiri mengerjakan tugas sekolahnya di jam sebelas malam ini. Setelah berbelanja barang kebutuhan tadi, aku dan dia langsung menyimpan barang tersebut di dapur dan beberapa disisihkan untuk di simpan di tas yang khusus menampung pakaian ganti dan outfit latihan aku. Dan, ketika melihat namaku sendiri tertera di layar ponsel Leyna itu aku langsung mengangkatnya. “Hello?” Sejujurnya ntah kenapa malam ini terasa berbeda dari malam-malam sebelumnya yang pernah kami lewati dengan berbicara melalui telepon. Leyna menjawabnya, pembicaraan mulai terasa aneh ketika lawan bicaraku itu menanyakan situasi di sini. Namun, tidak berapa lama, aku mengetahui jawabannya. Jawaban mengapa aku merasa canggung dan aneh dalam pembicaraan kami k
[Leyna POV] Aku melangkah keluar dari gedung sekolah dan menaiki sepeda yang menemani semua kegiatanku semenjak menjadi sosok yang dipanggil Dion Addison. Langit yang hari ini terlihat mendadak begitu cerah tidak digubris olehku sama sekali. Karena rasanya dari dalam hatiku terbakar sejak siang tadi. Sialnya sampai sekarang masih belum padam. Efek yang luar biasa dahsyat setelah guru perempuan itu seenak jidat menawarkan ini dan itu kepadaku. Maksudnya kepada Dion, tentu saja. “Memangnya dia tahu kalau Dion itu suka sekali dengan oatmeal dan smoothies yang beragam variasi cara untuk menikmatinya,” celetukku sambil mengayuh sepeda. Beruntung aku bukan seorang puteri keturunan kepala pemerintah sekarang ini. Ada untungnya juga menjadi seorang warga biasa yang memiliki pekerjaan yang biasa-biasa saja. Tentu saja kebanyakan warga di sini menikmati kehidupannya dengan biasa-biasa saja, bangun pagi, menyiapkan sarapan, mandi, berpakaian, pergi bekerja, pulang dan menikmati makan malam
Dion meletakkan semua belanjaannya kepada kasir dengan tenang. Tidak, lebih tepatnya pura-pura untuk bersikap tenang dan biasa saja. Dia tahu Quinza daritadi melihatnya dengan tatapan yang menyiratkan untuk berbicara empat mata dengannya. Namun, dia bersikap tidak tahu-menahu. "Leyna," panggil Quinza yang berada di belakangnya berbisik mendekat sampai ke telinganya. Beruntung sekali dia sudah terbiasa dengan adik perempuan Leyna selama ini sehingga dia tidak lagi merasa terkejut. Sebuah dehaman menjadi jawabannya dan dia melihat ke arah monitor kasir yang sedang bergerak menghitung total pembeliannya. "Kamu serius sekarang? Si cowo yang kujelasin itu ada di belakang tahu," kata Quinza lagi, dia berbicara dengan bisikan meskipun terdengar seperti nada tinggi. "Dia orangnya? Charles, benarkan?" beo Dion yang melirik ke sosok di belakang anak bungsu keluarga kepala pemerintah ini. Lalu, kembali bertingkah seperti biasa. Yang lebih muda itu refleks menepuk pundak sang Kakak gemas. "
Pada satu waktu yang sama, Leyna juga sedang mengurusi nilai murid-muridnya di ruang guru. Dia tidak sendirian di ruangan tersebut, masih ada dua atau tiga guru yang juga duduk di sana melakukan tugas mereka masing-masing. Mengingat jam belajar-mengajar telah berakhir tiga jam yang lalu, Leyna dan guru-guru lainnya bisa beristirahat sejenak. "Sir. Dion," panggil seorang guru perempuan yang sering mengikutinya di setiap kesempatan yang ada. Maksudnya, mengikuti raga Dion, bukan jiwanya. Terkadang Leyna melamun dan berpikir bagaimana reaksi sekitar mereka kalau mengetahui bahwa orang yang di depan mereka bukanlah yang mereka kenali. "Ada apa, Miss?" tanya Leyna sesopan mungkin. Setelah mengetahui konsep dari kutukan aneh ini, Leyna berpikir untuk membatasi diri dengan dunia. Dia tidak bermaksud untuk besar kepala. Namun, siapa yang tidak akan jatuh hati ketika melihat raga seorang laki-laki yang tinggi jangkung, berpakaian rapi, dan bersikap lembut? Leyna mungkin adalah salah satun
Dion melewati jalan setelah selesai dengan pertemuan penting di rumah Granny Greisy. Beberapa kali dia berhenti hanya untuk berbincang dengan beberapa tetangga yang dikenalnya ataupun berjongkok menyamai tinggi anak kecil yang mengenal Leyna bukan Dion yang bermain di luar rumah sembari menunggu jam mandi. “Selamat pagi, Nona Muda Olivia,” kata salah satu pengawal gedung yang langsung dibalas olehnya dengan tak kalah hangat. Dia memasuki interior gedung dengan penampilan sporty, pegawai yang berlalu lalang menyapanya formal dan dibalasnya juga dengan baik. “Nona Muda Olivia, Tuan Besar memanggil Anda untuk ke taman belakang sekarang,” kata kepala asisten rumah yang memanggilnya dari belakang. Dion langsung berbalik badan. “Baik, saya akan ke sana. Terima kasih untuk infonya.” Jiwa laki-laki itupun memutar badannya untuk sampai taman belakang gedung. Niatannya tadi itu, dia akan membersihkan dirinya dulu setelah berkeringat banyak karena dia sempat jogging dengan durasi yang lebih
“Jatuh cintalah. Maka kutukannya akan musnah.” Dion dan Leyna sontak terbelalak terkejut. “Maksudnya, Granny?” tanya Dion yang duluan sadar. “Granny pernah bilang kalau Virga Phantasia ini sama dengan cupid, kan?” tanya Granny Greisy lagi yang sontak diangguki oleh Leyna yang masih ingat dengan jelas pembicaraan mereka tempo lalu itu. "Maka dari itu, jatuh cintalah," sambung Granny Greisy lagi dengan tenang. Air matanya sudah berhenti mengalir. "satu-satunya jalan adalah jatuh cinta." "Jatuh cinta yang bagaimana, Granny?" Manik wanita tua itu memburam perlahan bersamaan dengan penuh dengan harapan saat menelisik kembali ke masa lalu. "Granny pernah menemui seseorang yang juga sebagai manusia terpilih untuk keajaiban satu ini. Dia seumuran dengan Granny, hidup di kota besar seperti Ottawa dan Toronto sekarang. Dia sudah menikah dan masih hamil tiga bulan," ucap wan
“Leyna? Kau sudah bangun?” Dion yang sedang mengikat tali sepatunya langsung mendongak mendengar suara serak terdengar tidak jauh darinya. Suara khas akan bangun tidur yang menyita perhatiannya sejenak. “Oh, kau sudah bangun? Aku hendak jogging sebentar,” jawabnya seadanya sebelum kembali melanjutkan kegiatannya yang tertunda. “Belum. Aku hanya ingin ke toilet, masih ada dua jam sebelum mandi. Aku tidak akan membuang kesempatan itu,” jawab Quinza—sosok yang bangun di jam subuh—melangkah menjauh kearah dapur. Jelas sekali, anak sekolah itu akan mencari kamar kecil. Memang keseharian kedua gadis kesayangan Chayton itu sangat berbeda. Dari segi umur juga telah mengatakan segala. Quinza meskipun dia aktif untuk menari, dia terlalu malas untuk bangun pagi demi merenggangkan otot-ototnya yang kaku setelah bangun dan lebih rela berendam di bathup setelah seharian beraktivitas. Leyna—atau Dion sekarang—terbiasa untuk bangun pagi sejak zaman sekolah, membuatn