"Alunan seruling merasuk. Memeluk Jiwa."__________Tiga sosok manusia mengendap-endap, menuruni anak tangga tingkat demi tingkat bangunan Menara Tua. Sesampainya di tingkat paling bawah, ketiga sosok itu tidak lain Raojhin, Lorr En, dan Taja, mengintai dari sisi gelap teras, sebelum menyusup ke koridor dijaga prajurit.Para prajurit jaga malam berganti tugas dengan giliran jaga berikutnya. Rutinitas mereka berpatroli sekitar tingkat paling bawah Menara Tua. Terdapat satu ruangan penting untuk dijaga paling ketat daripada ruangan lainnya."Kita harus bagaimana?" Raojhin melirik ke arah Taja di sampingnya. Lorr En di sisi yang lain, mengawasi penjaga-penjaga itu. Taja menunggu tanda-tanda Mantera Sirep."Sebentar lagi Pukul Ayam Betina*," Raojhin mulai tidak sabar. Taja menjawab dengan telunjuk di ujung mulutnya."Apa ruangan itu penyimpanan Sang Gendewa?" tanya Taja berbisik, mengamati ke satu koridor dijaga puluhan prajurit."Tidak salah lagi," Raojhin menunjuk satu papan terukir nama
"Huff ...!"Lorr En dan Raojhin bahu membahu untuk menyingkirkan mereka dari hadapan pintu."Berat sekali badan orang-orang ini!" Raojhin menggerutu ringan sambil menggeser tubuh dua penjaga itu."Terkunci!" pekik Raojhin menyadari bahwa pintu itu terpasang palang kayu selebar ukuran pintu. Palang tersebut terlilit rantai besi dan terkunci gembok-gembok besar."Penjaga-penjaga ini tidak memiliki kuncinya," Raojhin memeriksa sebentar kalau-kalau kunci terselinap di pakaian mereka. Tetapi hasilnya nihil. Tidak ada kunci sama sekali ditemukan."Tidak banyak waktu untuk mencari kuncinya!" Lorr En juga tidak mendapatkan kunci yang diharapkan."Apa yang terjadi ketika terbangun nanti, mereka semua melihat pintu besar ini sudah dalam keadaan hancur?" Lorr En mengepalkan kedua tangannya sembari berancang-ancang. Ia mengumpulkan nafas dalam-dalam, memusatkan energi ke satu titik pada kepalan tangannya di bersilang di dada."Raojhin, menjauhlah!" kata Lorr En memperingatkan Raojhin sebelum berak
Wajah sama hitam dengan selimut asap tebal di sekujur tubuh kekar. Sebelah tangan menggenggam cemeti api, sebelah lainnya mengayunkan cemeti kilat.__________"Satukan energi!"Raojhin memberi komando pada Lorr En. Keduanya berdampingan, memusatkan pikiran dalam meditasi, lalu mengerahkan kedua tapak bersamaan ke jeruji segel kerangkeng. Tanpa terduga, energi malah berbalik menggeser mundur tubuh mereka."Aagh!"Pekik Raojhin dan Lorr En masing-masing. Beruntung seperempat tenaga saja dikerahkan. Jika tidak, tenaga penuh akan membuat dada sesak, terpental kekuatan mereka sendiri.Lorr En kembali mengambil posisi meditasi. Raojhin menyerap kekuatan dari alam. Kali ini memasang sebelah tapak sebagai tameng diri. Sebelah tapak lainnya bersatu dengan Lorr En. Kemudian sekali lagi mengguncang permukaan kerangkeng besi baja berkekuatan magis. Cahaya kilat memantul dalam sekejap. Tubuh kedua pemuda itu tersambar hingga terpental."Aaagh!"Raojhin terjungkal ke lantai. Sementara Lorr En masih
"Aku Raojhin!!!"Teriak lantang Raojhin. Makhluk buto sejenis, bermunculan lagi dan lagi. Hingga jumlahnya tiga sampai lima makhluk buto muncul secara gaib dari inti kerangkeng."Kalian lihat ini apa?!!!" seru Raojhin, menampakkan Lencana Emas tertanda segel berukir nama Paduka Raghapati."Jika kalian benar-benar pengikut Paduka Raghapati, maka kalian tidak bisa membantah!" teriak Raojhin lebih keras lagi.Makhluk-makhluk buto melihat ke ujung tangan Raojhin, sebuah Lencana Emas menggantung, berkilatan dan memancar energi."Kalian pasti tahu darah siapa yang pernah mengalir di lencana sakral ini!" seru Raojhin, kemudian bergerak maju, sementara makhluk-makhluk buto mundur ketakutan."Kalian memilih menjadi batu?!" seru Raojhin menggertak.Sementara itu, Lorr En sibuk menghadapi buto dengan cemeti besar api dan kilat. Mendadak si Buto berhenti menyerang Lorr En. Sebentar ia menoleh ke arah Raojhin. Berubah arah gerak larinya cepat menuju posisi Raojhin.Goaaaarrrgh ...!!!Tanah bergunca
"Sang Gendewa bermula dari Legenda Sembilan Guru, menjadi milik Tanapura sejak tujuh generasi sebelumnya."________Mengangkat Sang Gendewa bukan hal yang mudah. Menahan beban dan rasa sakit secara bersamaan. Itu resikonya. Sang Gendewa memilih pewaris yang pantas untuk mengangkatnya. Siapa yang mampu mengangkatnya bukan dengan kekuatan, melainkan keberanian dan keteguhan jiwa.Raojhin menggenggam gagang Sang Gendewa dengan kedua tangan. Kulit tangannya berubah sedingin Sang Gendewa yang sudah lama tersimpan dalam kesunyian.Kembali ia menghela nafas dalam-dalam."Sang Gendewa, ikutlah bersamaku!" seru Raojhin, "Anak panah yang setara untukmu telah dipersiapkan!" ujarnya berbicara dengan Sang Gendewa.Lorr En mengikuti Raojhin berjalan keluar ruangan yang berantakan."Butuh bantuan?" Lorr En jadi kikuk, tak tahu harus bagaimana. Tenaganya seolah sudah tidak dibutuhkan lagi.Raojhin menggeleng, "Simpan tenagamu!" dengan tenaga penuh, Raojhin mengangkat Sang Gendewa di pundaknya. Langkah
"Harum dan manis. Aku suka aroma dan rasamu!"__________Penjaga-penjaga bergelimpangan di berbagai tempat. Ternyata Istana Pusaka dijaga lebih ketat dari sebelumnya.Taja melenggang masuk ruang istana tanpa hambatan. Pusaka Pasvaati dengan mudah diraihnya. Menyingkap selimut kain putih Pasvaati, Taja mengajak berbicara benda pusaka di genggamannya."Pasvaati, saatnya Engkau mengudara!"Cahaya tipis memancar menjawab. Tanpa pikir panjang, Taja membawanya keluar ruangan Istana Pusaka. Beruntung, penjaga-penjaga belum terbangun. Ia melangkah cepat-cepat menuju gerbang Istana Pusaka. Sementara masih terdengar alunan seruling samar-samar.Tanpa disangka sebelumnya entah sejak kapan, tiba-tiba seekor anjing hitam muncul ketika Taja hampir sampai di ambang gerbang.Rrgggh ...!Anjing hitam menghadang jalan. Tampak buas dan ganas. Taja tersentak mundur."Tidak mungkin anjing penjaga! Itu anjing hitam liar!" pekik Taja tertahan, melihat wujud anjing hitam tidak seperti kebanyakan anjing peliha
"Dirimu sendiri yang memilih kekuatan yang mampu mengalahkan musuh-musuhmu."__________Di antara semak dedaunan rimbun, Taja bersembunyi. Namun penciuman makhluk tak terduga berhasil mengendus keberadaannya.Seekor Arroragh muncul dari belakang.Rrrrrgh ...!Dapat dirasakan nafas makhluk itu ke tengkuk. Tubuh Taja seketika lemas, kembali dalam wujud manusia. Seluruh kultivasi peri dalam lumpuh mendadak lumpuh. Taja ambruk di tanah."Hhhh ...."Merintih lemah, Taja terkapar. Sosok serigala berselimut api hitam, menampakkan diri, tepat di belakang Taja.Khraaauuuuuungrrh ...!!!Memanggil sekawanan lebih banyak lagi, serigala Arroragh bermunculan dari segala penjuru kegelapan. Suara-suara raungan bersahutan dari berbagai arah. Arroragh kelaparan menemukan mangsa."Jangan ... sekarang ...," nafas Taja terpatah-patah di bawah cakar kuku tajam seekor Arroragh. Nafas geram moncong makhluk itu mengendus calon mangsa."Teman-temanku ... sedang menungguku ...," mulai hilang kesadaran Taja. Meng
"Tuan Pasvaati?"Ini yang kedua kali Taja bertemu lelaki berpakaian serba putih, hanya di sisi alam yang bersentuhan dengan Pasvaati.Lelaki tampan itu berkata, "Kamu sedang berada di serambi Taman Kematian setelah kehidupan dunia fana.""Sama seperti Pasvaati, sebenarnya sudah lama mati. Tetapi sesekali hidup kembali bersama orang-orang yang membutuhkannya," kata lelaki putih, berakhir dengan sebuah senyuman menawan. Terlalu menawan jika senyuman itu merona dari seorang laki-laki. Semakin memandangnya, Taja semakin tidak bisa membedakan apakah dia laki-laki atau perempuan."Aku Pasvaati. Penghuni serambi Taman Kematian," kata lelaki putih."Tetapi aku juga kehidupan.""Apakah Serambi Kematian, tampak menakutkan?""Apakah kehidupan tidak lebih menakutkan?"Runtutan pertanyaan tak butuh jawaban. Lelaki putih menuntun Taja berdiri, memperhatikan sekeliling taman rumput hijau kuning diterpa mentari pagi."Makhluk-makhluk yang selama ini memangsa sebangsa dirimu, karena mereka semakin kuat
Jantungku adalah jantungmu! Jika aku menusuk jantungku. Itu pula yang terjadi pada jantungmu!" ________ "Aku menyerah!" Suara lantang memecah ketegangan. Samar-samar Ketua Sujinsha berjalan selangkah demi selangkah, memasuki area perkumpulan musuh. Jumlah mereka ratusan orang-orang pembantai, termasuk belasan pimpinan Lowak Ruyo. Senyum sungging Puan Ra menyambut lelaki itu datang. Ketua Sujinsha berhenti tepat di hadapan Puan Ra. Orang-orang pembantai mengelilingi dengan wajah-wajah beringas. Puan Ra berdiri di hadapan Ketua Sujinsha mengangkat kedua lengan pertanda menyerah. "Lepaskan praja itu! Sebagai gantinya kalian mendapatkan aku!" seru Ketua Sujinsha. Kedua tangan bersilang di belakang tengkuk. "Cuih! Akal bulus apa kiranya strategimu, Pengelana jalanan! Kau sama sekali tidak berguna!" Puan Ra menjawab sengit. "Tentu aku berguna jika menjadi tawananmu! Lepaskan praja itu!" seru Ketua Sujinsha lagi. Mata berbalas mata. Permusuhan lama antara pemimpin Para Pembant
Pagi menyingsing bersama embun menyelimuti. Sang Surya bersemu jingga, mengintip dari balik ufuk timur. Wajahnya malu-malu perlahan mulai tampak."Jangan libatkan mereka."Seseorang menyampaikan pesan itu dari mulut Lorr En, dan sekarang diucapkan kembali oleh seorang pemantau. Ia menuturkan laporannya pada Ketua Sujinsha."Dia bertekuk lutut. Kedua kaki dan tangan terikat. Kedua matanya tertutup kain. Ia mengatakan itu kepada pimpinan musuh sehingga melepaskan kami untuk menyampaikan hal ini kepada Tuan."Pemantau dari sekumpulan Pasukan Bayangan. Sekembalinya dari penyisiran sekitar perbatasan, sempat bertemu musuh. Ia ditangkap, kemudian sengaja dilepaskan untuk menyampaikan pesan itu kepada Ketua Sujinsha. Tujuannya agar Pasukan Bayangan menyerahkan diri dan mengembalikan Raojhin kepada pihak musuh.Pemantau itu melaporkan informasi sepenuhnya kepada Ketua Sujinsha tentang tertangkapnya Lorr En, tentu membuat cemas Pasukan Bayangan.Ketua Sujinsha tertegun sebentar. Tegang dalam p
Satu orang kembali. Justru satu lagi menghilang. Seakan hanya bertukar saja.________"Jaga gudang mayat!"Teriakan penjaga menjadi petunjuk tempat Raojhin disembunyikan. Orang-orang saling melempar tugas. Hiruk pikuk situasi di kawasan pangkalan Pasukan Pembantai. Masing-masing pemimpin sibuk mengumpulkan sejumlah pasukan untuk dikerahkan ke luar pangkalan.Sesosok makhluk dari tanah, tersembul ke permukaan dan meluncur dalam pusaran pasir. Kemudian gesit wujudnya menjelma gumpalan tanah pasir menggelinding."Hup!" tubuh itu menggelinding sampai ke sisi bayang-bayang tenda dan terhenti.Rupanya manusia yang meringkuk dari gumpalan tanah pasir. Tak lain adalah Taja. Selimut tanah pasir, luruh dari tubuhnya. Sembari kebas seluruh baju, Taja memasang waspada, tatap matanya sekeliling arah. Tampak lenggang keadaan sekitar.Di tengah-tengah situasi tak menentu, akibat makhluk pasir bekerja secara efektif. Berhasil mengalihkan seisi pangkalan pembantai dan mengacaukan suasana. Taja berhasi
Hantu Pasir. Penghuni gaib Perbatasan Tengkorak. Makhluk penghisap siapapun yang hidup di permukaan tanah.________Deru pasir debu menyatu.Langit malam kian larut. Kantuk mengendap dalam penat orang-orang sedang berjaga-jaga di setiap titik kawasan pangkalan. Sejengkal pun tidak ada yang luput dari pengawasan mata regu pemantau, sibuk mengawasi penjuru arah dari tiang-tiang tinggi.Pangkalan pembantai tak pernah mengenal tidur. Kawasan merah dengan rona kobaran api. Sejauh mata menangkap kegelapan, titik-titik bara bersumber api unggun. Udara menerbangkan abu pijar dari bara meredup.Barisan regu giliran jaga malam bertukar tugas. Pasukan Pembantai dalam naungan gelap malam, tampak lebih waspada dan sangar wajah mereka.Pemimpin-pemimpinnya memasang erat penutup kepala bertanduk. Gading-gading gajah dipasang tegak lurus ujung lancipnya menghadap ke atas. Pertanda pemimpin baling berkuasa sedang berada di antara pasukan berkumpul.Beberapa orang tampak lalu lalang, tergesa-gesa dalam
Makhluk pasir dan tanah? Apa sungguhan itu makhluk yang terbentuk dari pasir dan tanah?________"Lorr."Taja menepuk pundak Lorr En. Ia pun siap menyambut Taja memberikan perintah."Kerahkan Pasukan Tawon! Alihkan musuh!" Taja berapi-api, tersulut ambisi bersiap-siap penuh."Aku akan mengobrak-abrik sarang pembantai," kata Taja sembari bangkit tegap, menyingsingkan kepalan tangan erat-erat.Ketua Sujinsha ternganga. Kiranya manusia seperti apa yang memiliki keyakinan sebesar itu untuk menyerbu pangkalan musuh sekelas Pasukan Pembantai. Ia sendiri bahkan tidak terpikir strategi sejauh itu. Butuh keberanian dan kekuatan pasukan besar dan persiapan matang."Tuan, serahkan padaku! Malam ini, aku akan menyerbu Pangkalan Pasukan Pembantai," tegas dan penuh percaya diri, Taja mengatakannya."Malam ini?!" ujar Ketua Sujinsha terkaget-kaget. Tak segera mengambil keputusan. Ia dan semua orang bawahannya banyak terluka dan belum pulih dari letih kesakitan. Pertarungan sebelumnya, melawan Pasuka
"Tempat ini seperti tersembunyi? Seolah musuh tidak menyadari keberadaan kita?"________Malam berlarut.Tampak langit gelap dari celah-celah rongga bebatuan tempat persembunyian. Pertahanan magis energi Taja dan Lorr En bersatu, diperkirakan dapat bertahan sampai fajar menyingsing untuk melindungi diri bersama Pasukan Bayangan.Sementara itu, terdengar suara-suara meraung dari luar, pertanda banyak sekali orang-orang pembantai berdatangan sekitar tempat itu, melalui udara dan darat. Gonggongan anjing-anjing pelacak, menelusuri jalur lereng dan rongga-rongga sekitar. Kuat tajam penciuman anjing-anjing itu mengendus-endus setiap jengkal permukaan tanah dan batu. Mencari jejak Pasukan Bayangan yang sedang bersembunyi bersama Taja. Untuk sementara, mereka aman dari deteksi musuh."Perisai Alhirri hanya bertahan sebelum pagi menyingsing," kata Taja meresahkan hal itu. Kiranya sampai fajar, tetapi musuh masih patroli sekitar lokasi persembunyian."Aku akan mengalihkan perhatian mereka," uj
Gemuruh angin hitam mengiringi dua sosok berjalan. Kedatangannya disertai kerumunan angin hitam, ternyata koloni serangga. ________ "Siapa kalian?!" Orang-orang Pasukan Bayangan menghunus kembali pedang masing-masing. Mengantisipasi serangan yang mungkin datang dari dua sosok itu. "Apakah kalian baik-baik saja?!" suara lantang pemuda, seiring kemunculan dua sosok berjalan dari balik kabut malam di bawah cahaya purnama. Semua terdiam, menyambut penasaran siapa gerangan yang datang. Tampak samar-samar, dua sosok pemuda. Gemuruh angin hitam mereda, mengiringi dua sosok itu mendekat. Mundur penuh hati-hati, orang-orang Pasukan Bayangan, berkumpul dalam formasi barisan, memasang pagar diri seraya menghunuskan pedang masing-masing. Tampaklah dua wajah pemuda yang datang itu. Pasukan Bayangan, seketika menurunkan senjata dan bernafas lega. Dua pemuda yang datang itu, ternyata sangat dikenal dengan baik. Suara-suara riuh mendengung, rupanya berasal dari kerumunan serangga menyertai ked
Amukan badai angin hitam, ternyata koloni serangga tak terkira banyaknya. Menyerang sekelompok manusia jubah hitam beserta elang-elang tunggangannya.________Jerit raung manusia-manusia berjubah hitam, bersamaan elang-elang hitam meronta terbakar di tanah, bergumul debu kerikil. Teriakan manusia jubah mengamuk, namun masih hidup dalam kobaran api melahap tubuh.Tahu jenis apa elang Pembantai tak mati dalam api, harus dipenggal kepala, maka tak menyia-nyiakan kesempatan, segera regu Tameng Cakra dan Jerat Laba-laba, menebas kepala manusia berjubah dari tubuhnya. Juga elang tunggangannya. Hujan mulai berjatuhan ke tanah. Semakin deras membasahi tak terhitung tubuh-tubuh bergelimpangan. Regu Tameng Cakra dan Jerat Laba-laba tanpa henti mengayunkan jurus-jurus pedang, menghabisi siapapun musuh yang masih bergerak, elang hitam dan manusia berjubah hitam bersimbah darah bergelimpangan.Krrroaaagh!!!Tiba-tiba dari awan gelap, seekor elang hitam sangat besar, melintas sekejap mata dan meny
Batu menjerit dan bergerak. Wujud semula bongkahan, ternyata jubah kamuflase menyerupai batu, menyingkap sesuatu tersembunyi di baliknya.________Elang Pembantai.Jenis pasukan terbang pembantai. Semakin banyak jumlahnya, berdatangan ke tempat itu. Menggantikan pasukan pembantai berkuda yang sudah kalah telak.Hujan rantai besi sambar menyambar dari langit-langit gelap. Kemunculan Elang Pembantai memaksa Pasukan Bayangan sesegera mungkin bergerak mundur."Sembunyi!" pekik Ketua Sujinsha, diikuti sekawanan orang-orangnya bergerak cepat, menepi di antara celah-celah bebatuan. Namun belum semuanya bersembunyi, beberapa orang Tameng Cakra terkena sambaran rantai besi, tubuhnya ditarik dan terpelanting ke udara. "Aargh!!!" terbanting di sisi lereng berbatu. Anggota lainnya tak sempat memberikan pertolongan.Para pembantai dengan tunggangan elang hitam raksasa, beterbangan seiring riuh suara Terompet Raung mengangkasa. Tangan-tangan mereka sibuk melempar rantai-rantai besi. Penglihatan ta