"Sallava Sabha. Raja yang hidup dalam Tiga Masa. Masa lalu, masa sekarang, masa depan."_________Sebentar saja, Taja merasa agak tenang lantaran Raojhin dan Lorr En kembali terlelap. Ia kembali dikejutkan suara berisik dari sekitar ruangan bangsal. Sesosok praja lain terbangun dalam kondisi tidak sadar namun tubuhnya berjalan dan sekarang berhenti di depan Taja."Hei, ada apa?" tanya Taja, melihat praja tersebut sepantar kalangan Praja Bumi, hanya mematung di hadapan Taja."Tolong ... aku ...," pinta praja itu tampak lemah."Kembali ke tempatmu. Ini masih larut malam," kata Taja menuntun praja itu kembali ke pembaringannya."Dia di mana?" tanya praja itu sembari diselimuti Taja."Siapa?" tanya Taja sekedar menanggapi ringan."Gadis itu ... Wening ...," praja itu menghela nafas berat. Rata-rata mereka yang terdampak Tarian Perawan, bersimbah keringat, nafas lemah, badannya gemetaran, tatap mata kosong, meracau tak karuan, dan bicaranya ngelantur tak jauh tentang Sekar Wening."Wening .
"Syukurlah ...."Taja lega."Beruntung, Tuan Muda di sini," kata Taja seraya mendekati orang itu, tidak lain Shiji Wungsu berdiri membelakangi Taja.Ada orang lain terjaga dalam situasi menggila malam itu, Taja merasa aman dan berharap menemukan solusi jika berbincang dengannya tentang masalah Tarian Perawan."Tuan Shiji," Taja memanggil sekali lagi, setelah dirasa kehadirannya belum disadari lelaki itu.Shiji Wungsu menoleh. Ekspresi mukanya datar, bibirnya sedikit bergetar dan bergerak-gerak seperti hendak mengucapkan sesuatu."Tuan Muda ...," Taja melihat gelagat aneh pada Shiji Wungsu. Tidak biasanya, ia terlihat seperti memikirkan sesuatu dalam-dalam sampai mukanya sedikit pucat."Tuan?" Taja semakin mendekati Shiji Wungsu. Sangat jelas Wajah Salih itu dalam sepasang tatap mata sayu dan alisnya sedikit tegang.'Mungkinkan dia kelelahan sampai seperti orang linglung?'Pikir Taja selama memperhatikan Shiji Wungsu, seperti berat hendak mengungkapkan sesuatu."Sebaiknya, Tuan Muda ber
"Pengaruh Tarian Perawan terhadap saudara kandung, akhirnya termuntahkan."__________Suasana malam gulita. Taja tak peduli lagi. Mencari sisi paling tenang di kawasan istana-istana Tanapura.Tak terasa langkah kakinya menginjak kerikil lembab. Rimbun pepohonan sekitar menyadarkan Taja sedang berada di tepian telaga pemandian para praja. Kawasan itu agak jauh dari jangkauan Istana Praja. Angin malam semilir menyibak kesendiriannya. Dari tempatnya sekarang, tampak langit cerah di balik celah rimbun dedaunan.Taja terduduk sejenak. Akhirnya rebah juga ia ke tanah. Kedua lengan berlipat menyanggah kepala. Dingin namun tenang. Rasa jengah selama di Graha Tabib, terlepas sudah dari penat dan lelah. Belum lagi was-was dan kecemasan bertubi-tubi yang dirasakannya.Kepikiran banyak masalah, pandangan Taja menerawang ke langit malam yang cerah bertabur bintang, rasanya ingin beralih ke sana. Melepas semua cemas.Pemandangan langit di atas sana, persis menggambarkan pola yang sama seperti ketika
"Ah, Bola Cahaya ...," tiba-tiba Taja beralih pada ingatan lain."Juga ... Tajura ...," konsentrasi Taja berpindah-pindah. Radhit menggenggamnya erat. Merasakan ingatan Taja berpindah pada dirinya."Senangnya memiliki saudara. Kembar pula!" ujar Radhit. Menangkap ingatan Taja. Itulah yang terjadi."Ternyata dia. Disebut-sebut Bocah Malapetaka. Saudara kembarmu?" ekspresi Radhit tak berlebihan. Seakan tak terkejut."Kalian bertemu di mana?" Radhit kali ini tampak heran."Dunia Bawah," Taja lirih menjawab singkat."Apakah sangat mirip denganmu?!" Radhit jadi penasaran ingin melihat kembaran Taja."Lebih nyata dari cermin," jawab Taja sangat meyakinkan.Radhit mengetahui itu sekarang, "Kenapa tak menceritakannya lebih awal?"Taja menggeleng ringan, "Aku pun sulit mempercayai kenyataan ini.""Aku iri padamu. Memiliki teman dan saudara. Sementara aku? Waktu pun aku tidak punya," Radhit menjadi murung raut mukanya."Seandainya aku punya saudara walaupun seumpama seorang bedebah sekalipun. It
"Sampai besok senja, telaga ini menjadi Penawar Masal untuk Tarian Perawan"___________"Haem-sha-miwaz-wa ...."Radhit menyebutkan satu kalimat yang pernah didengar sekali oleh Taja ketika membuka mantera Pasvaati kala itu."Apa itu?" tanya Taja."Haem-sha-miwaz-wa ...!" lebih lantang Radhit sekali mengucapkannya."Itu kalimat sakral pembuka berbagai alam gaib," jawab Radhit. Namun Taja tak bisa menirukan dengan lidahnya."Juga nama sebuah benda dari langit," lanjut Radhit."Air Mata Bidadari*."Kata Radhit menyebutkan istilah aneh dari sesuatu di dalam kepalan tangannya sedang digerak-gerakkan. Sesuatu yang sangat berharga tergenggam dalam penyimpanan ajaibnya."Air mata?!" tanya heran Taja, terus memperhatikan kepalan tangan Radhit."Air Mata Bidadari?" kata Taja terbelalak. Tak percaya dengan rasa penasaran.'Apa gerangan di genggaman Radhit? Apakah ... air mata yang dimaksud adalah … cairan yang keluar dari mata akibat menangis?' pikir Taja penuh heran.Radhit melihat ke sisi tela
"Syair Penggugah Jiwa Pecinta dari negeri tengah Katulistiwa."__________"Semua orang yang terdampak Tarian Perawan, suruh mereka mandi di sini!" perintah Radhit."Baiklah, Guru Besar!" kata Taja, sigap menjawab sambil meletakkan telapak tangan berlipat di depan dada. Disambut Radhit tertawa renyah, melihat Taja bersikap hormat seperti itu."Apa maksudmu, memanggilku dengan sebutan Guru Besar?" tanya Radhit di akhir tawanya."Usia lebih dari 400 tahun. Pengalaman Ruhani dan banyak memiliki keajaiban. Apa sebutannya jika bukan setingkat Guru Besar?" jawab Taja."Aku belum pernah merasakan bagaimana tubuhku tumbuh lagi dan menua setelah sukma diriku terjebak di sini," kata Radhit. Wajahnya tersirat harapan ingin terselesaikan masalah hidup saat ini."Taja, hidupmu akan berlanjut. Menikah, berketurunan, lalu menua. Sedangkan aku?" cemas Radhit, mengangkat bahu sendiri."Jika kalian sudah tidak ada bersamaku, maka kepada siapa berikutnya aku dapat berbincang seperti ini lagi?""Itulah ket
Pengaruh Air Mata Bidadari di dalam telaga, siapapun yang berendam, dapat melihat penampakan jodohnya di masa depan.__________"Sangat indah!" puji Taja sangat senang mendengarnya. Rasa bahagia merasuk sampai ke relung hati. Ia kembali bertepuk tangan sambil tersenyum lebar."Apakah kamu yang membuat Syair Sokkha?" tanya Taja takjub."Bukan. Itu Syair Gaib Pujangga Sweta dari masa terdahulu. Warisan turun temurun kaum kami. Aku berasal dari sana. Negeri Sweta," jawab Radhit."Di mana letak Sweta?" tanya Taja menanyakan keberadaan negeri itu."Jawata dan Sweta. Seperti aku dan kamu, Taja! Terlihat jauh, tetapi sebenarnya hidup bersebelahan," kata Radhit lagi. Taja manggut-manggut saja mendengar penjelasan itu."Negeri dan Benua saling bersahabat, berdampingan. Tetapi manusia hidup di atasnya, saling berperang," Taja mengemukakan pemikirannya."Seandainya kita saling bermusuhan dan berkelahi ... untuk berebut apa, Radhit?""Keinginan manusia. Itu yang membahayakan!" jawab Radhit."Ingin
Seandainya kamu tahu bahwa dia adalah kakak perempuanku. Mungkinkah kamu membenciku?__________Raojhin mengikuti Taja.Langkah letih lesu dan gontai. Sesekali Raojhin memperhatikan sekeliling Telaga Pemandian Praja. Cuaca cerah di bawah sinar matahari pagi. Suasana masih sepi rupanya."Mana dia?" tanya Raojhin lesu sambil garuk-garuk rambut dan leher. Antara terjaga dan mengantuk ringan. Rambut acak-acakan dan baju kumal."Mana dia?" tanya Raojhin lagi. Mata sayu melihat sekeliling telaga."Ayo, mandi!" Taja mengayunkan lambaian tangan pada Raojhin. Langkah demi langkah akhirnya ia sampai di tepi telaga."Kamu membohongiku ...," suara serak Raojhin layaknya orang bangun tidur berhari-hari. Kedua mata masih setengah mengantuk."Katamu ingin bertemu Wening?" Taja sengaja menarik penasaran Raojhin agar datang ke telaga pemandian praja."Mana dia?" Raojhin melihat sekeliling. Lesu dan letih kedua matanya."Ssst ... 'kulihat dia di dalam air," Taja berbisik sesuatu yang membuat Raojhin ber
Jantungku adalah jantungmu! Jika aku menusuk jantungku. Itu pula yang terjadi pada jantungmu!" ________ "Aku menyerah!" Suara lantang memecah ketegangan. Samar-samar Ketua Sujinsha berjalan selangkah demi selangkah, memasuki area perkumpulan musuh. Jumlah mereka ratusan orang-orang pembantai, termasuk belasan pimpinan Lowak Ruyo. Senyum sungging Puan Ra menyambut lelaki itu datang. Ketua Sujinsha berhenti tepat di hadapan Puan Ra. Orang-orang pembantai mengelilingi dengan wajah-wajah beringas. Puan Ra berdiri di hadapan Ketua Sujinsha mengangkat kedua lengan pertanda menyerah. "Lepaskan praja itu! Sebagai gantinya kalian mendapatkan aku!" seru Ketua Sujinsha. Kedua tangan bersilang di belakang tengkuk. "Cuih! Akal bulus apa kiranya strategimu, Pengelana jalanan! Kau sama sekali tidak berguna!" Puan Ra menjawab sengit. "Tentu aku berguna jika menjadi tawananmu! Lepaskan praja itu!" seru Ketua Sujinsha lagi. Mata berbalas mata. Permusuhan lama antara pemimpin Para Pembant
Pagi menyingsing bersama embun menyelimuti. Sang Surya bersemu jingga, mengintip dari balik ufuk timur. Wajahnya malu-malu perlahan mulai tampak."Jangan libatkan mereka."Seseorang menyampaikan pesan itu dari mulut Lorr En, dan sekarang diucapkan kembali oleh seorang pemantau. Ia menuturkan laporannya pada Ketua Sujinsha."Dia bertekuk lutut. Kedua kaki dan tangan terikat. Kedua matanya tertutup kain. Ia mengatakan itu kepada pimpinan musuh sehingga melepaskan kami untuk menyampaikan hal ini kepada Tuan."Pemantau dari sekumpulan Pasukan Bayangan. Sekembalinya dari penyisiran sekitar perbatasan, sempat bertemu musuh. Ia ditangkap, kemudian sengaja dilepaskan untuk menyampaikan pesan itu kepada Ketua Sujinsha. Tujuannya agar Pasukan Bayangan menyerahkan diri dan mengembalikan Raojhin kepada pihak musuh.Pemantau itu melaporkan informasi sepenuhnya kepada Ketua Sujinsha tentang tertangkapnya Lorr En, tentu membuat cemas Pasukan Bayangan.Ketua Sujinsha tertegun sebentar. Tegang dalam p
Satu orang kembali. Justru satu lagi menghilang. Seakan hanya bertukar saja.________"Jaga gudang mayat!"Teriakan penjaga menjadi petunjuk tempat Raojhin disembunyikan. Orang-orang saling melempar tugas. Hiruk pikuk situasi di kawasan pangkalan Pasukan Pembantai. Masing-masing pemimpin sibuk mengumpulkan sejumlah pasukan untuk dikerahkan ke luar pangkalan.Sesosok makhluk dari tanah, tersembul ke permukaan dan meluncur dalam pusaran pasir. Kemudian gesit wujudnya menjelma gumpalan tanah pasir menggelinding."Hup!" tubuh itu menggelinding sampai ke sisi bayang-bayang tenda dan terhenti.Rupanya manusia yang meringkuk dari gumpalan tanah pasir. Tak lain adalah Taja. Selimut tanah pasir, luruh dari tubuhnya. Sembari kebas seluruh baju, Taja memasang waspada, tatap matanya sekeliling arah. Tampak lenggang keadaan sekitar.Di tengah-tengah situasi tak menentu, akibat makhluk pasir bekerja secara efektif. Berhasil mengalihkan seisi pangkalan pembantai dan mengacaukan suasana. Taja berhasi
Hantu Pasir. Penghuni gaib Perbatasan Tengkorak. Makhluk penghisap siapapun yang hidup di permukaan tanah.________Deru pasir debu menyatu.Langit malam kian larut. Kantuk mengendap dalam penat orang-orang sedang berjaga-jaga di setiap titik kawasan pangkalan. Sejengkal pun tidak ada yang luput dari pengawasan mata regu pemantau, sibuk mengawasi penjuru arah dari tiang-tiang tinggi.Pangkalan pembantai tak pernah mengenal tidur. Kawasan merah dengan rona kobaran api. Sejauh mata menangkap kegelapan, titik-titik bara bersumber api unggun. Udara menerbangkan abu pijar dari bara meredup.Barisan regu giliran jaga malam bertukar tugas. Pasukan Pembantai dalam naungan gelap malam, tampak lebih waspada dan sangar wajah mereka.Pemimpin-pemimpinnya memasang erat penutup kepala bertanduk. Gading-gading gajah dipasang tegak lurus ujung lancipnya menghadap ke atas. Pertanda pemimpin baling berkuasa sedang berada di antara pasukan berkumpul.Beberapa orang tampak lalu lalang, tergesa-gesa dalam
Makhluk pasir dan tanah? Apa sungguhan itu makhluk yang terbentuk dari pasir dan tanah?________"Lorr."Taja menepuk pundak Lorr En. Ia pun siap menyambut Taja memberikan perintah."Kerahkan Pasukan Tawon! Alihkan musuh!" Taja berapi-api, tersulut ambisi bersiap-siap penuh."Aku akan mengobrak-abrik sarang pembantai," kata Taja sembari bangkit tegap, menyingsingkan kepalan tangan erat-erat.Ketua Sujinsha ternganga. Kiranya manusia seperti apa yang memiliki keyakinan sebesar itu untuk menyerbu pangkalan musuh sekelas Pasukan Pembantai. Ia sendiri bahkan tidak terpikir strategi sejauh itu. Butuh keberanian dan kekuatan pasukan besar dan persiapan matang."Tuan, serahkan padaku! Malam ini, aku akan menyerbu Pangkalan Pasukan Pembantai," tegas dan penuh percaya diri, Taja mengatakannya."Malam ini?!" ujar Ketua Sujinsha terkaget-kaget. Tak segera mengambil keputusan. Ia dan semua orang bawahannya banyak terluka dan belum pulih dari letih kesakitan. Pertarungan sebelumnya, melawan Pasuka
"Tempat ini seperti tersembunyi? Seolah musuh tidak menyadari keberadaan kita?"________Malam berlarut.Tampak langit gelap dari celah-celah rongga bebatuan tempat persembunyian. Pertahanan magis energi Taja dan Lorr En bersatu, diperkirakan dapat bertahan sampai fajar menyingsing untuk melindungi diri bersama Pasukan Bayangan.Sementara itu, terdengar suara-suara meraung dari luar, pertanda banyak sekali orang-orang pembantai berdatangan sekitar tempat itu, melalui udara dan darat. Gonggongan anjing-anjing pelacak, menelusuri jalur lereng dan rongga-rongga sekitar. Kuat tajam penciuman anjing-anjing itu mengendus-endus setiap jengkal permukaan tanah dan batu. Mencari jejak Pasukan Bayangan yang sedang bersembunyi bersama Taja. Untuk sementara, mereka aman dari deteksi musuh."Perisai Alhirri hanya bertahan sebelum pagi menyingsing," kata Taja meresahkan hal itu. Kiranya sampai fajar, tetapi musuh masih patroli sekitar lokasi persembunyian."Aku akan mengalihkan perhatian mereka," uj
Gemuruh angin hitam mengiringi dua sosok berjalan. Kedatangannya disertai kerumunan angin hitam, ternyata koloni serangga. ________ "Siapa kalian?!" Orang-orang Pasukan Bayangan menghunus kembali pedang masing-masing. Mengantisipasi serangan yang mungkin datang dari dua sosok itu. "Apakah kalian baik-baik saja?!" suara lantang pemuda, seiring kemunculan dua sosok berjalan dari balik kabut malam di bawah cahaya purnama. Semua terdiam, menyambut penasaran siapa gerangan yang datang. Tampak samar-samar, dua sosok pemuda. Gemuruh angin hitam mereda, mengiringi dua sosok itu mendekat. Mundur penuh hati-hati, orang-orang Pasukan Bayangan, berkumpul dalam formasi barisan, memasang pagar diri seraya menghunuskan pedang masing-masing. Tampaklah dua wajah pemuda yang datang itu. Pasukan Bayangan, seketika menurunkan senjata dan bernafas lega. Dua pemuda yang datang itu, ternyata sangat dikenal dengan baik. Suara-suara riuh mendengung, rupanya berasal dari kerumunan serangga menyertai ked
Amukan badai angin hitam, ternyata koloni serangga tak terkira banyaknya. Menyerang sekelompok manusia jubah hitam beserta elang-elang tunggangannya.________Jerit raung manusia-manusia berjubah hitam, bersamaan elang-elang hitam meronta terbakar di tanah, bergumul debu kerikil. Teriakan manusia jubah mengamuk, namun masih hidup dalam kobaran api melahap tubuh.Tahu jenis apa elang Pembantai tak mati dalam api, harus dipenggal kepala, maka tak menyia-nyiakan kesempatan, segera regu Tameng Cakra dan Jerat Laba-laba, menebas kepala manusia berjubah dari tubuhnya. Juga elang tunggangannya. Hujan mulai berjatuhan ke tanah. Semakin deras membasahi tak terhitung tubuh-tubuh bergelimpangan. Regu Tameng Cakra dan Jerat Laba-laba tanpa henti mengayunkan jurus-jurus pedang, menghabisi siapapun musuh yang masih bergerak, elang hitam dan manusia berjubah hitam bersimbah darah bergelimpangan.Krrroaaagh!!!Tiba-tiba dari awan gelap, seekor elang hitam sangat besar, melintas sekejap mata dan meny
Batu menjerit dan bergerak. Wujud semula bongkahan, ternyata jubah kamuflase menyerupai batu, menyingkap sesuatu tersembunyi di baliknya.________Elang Pembantai.Jenis pasukan terbang pembantai. Semakin banyak jumlahnya, berdatangan ke tempat itu. Menggantikan pasukan pembantai berkuda yang sudah kalah telak.Hujan rantai besi sambar menyambar dari langit-langit gelap. Kemunculan Elang Pembantai memaksa Pasukan Bayangan sesegera mungkin bergerak mundur."Sembunyi!" pekik Ketua Sujinsha, diikuti sekawanan orang-orangnya bergerak cepat, menepi di antara celah-celah bebatuan. Namun belum semuanya bersembunyi, beberapa orang Tameng Cakra terkena sambaran rantai besi, tubuhnya ditarik dan terpelanting ke udara. "Aargh!!!" terbanting di sisi lereng berbatu. Anggota lainnya tak sempat memberikan pertolongan.Para pembantai dengan tunggangan elang hitam raksasa, beterbangan seiring riuh suara Terompet Raung mengangkasa. Tangan-tangan mereka sibuk melempar rantai-rantai besi. Penglihatan ta