Beranda / Thriller / The Secret / 26. Api yang memakan kayu

Share

26. Api yang memakan kayu

Penulis: Wintersnow
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-30 15:21:59

Segalanya terasa berjalan lambat. Aku bisa melihat Dinar berusaha mengatakan sesuatu padaku.

Ia sedang berada di kursi di sebelah kiriku, tapi suaranya terdengar sangat jauh.

Sementara itu orang-orang nampak berjalan mondar-mandir atau mungkin, semacamnya.

Entah mana yang benar, yang jelas mereka sedang bergerak.

Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Setelah kuketahui mengenai kematian Gilang, rasanya ada sebuah dengungan yang sangat keras, menulikan kedua telingaku.

Di saat bersamaan, aku tak bisa merasakan gravitasi. Tubuhku terasa ringan dan melayang.

Melayang jauh hingga rasanya kepalaku mampu menyentuh langit-langit jika aku sedikit mendongak.

Dinar sepertinya menarik pundakku lalu menyuruh untuk duduk di kursi lobi sambil terus mengatakan sesuatu yang tidak kupahami.

Suaranya memang terdengar jauh tapi sedikit demi sedikit aku bisa mendengarn

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • The Secret   27. Ingatan yang buram. (Chapter terakhir ARC Delilah)

    Kepalaku terasa pening. Lagi. Mungkin ini sudah yang ketiga kalinya dalam hari ini. Sepertinya, aku menjadi sering melupakan banyak hal. Dinar sampai 'menitipkan' aku pada ibunya yang tinggal di pinggiran kota Jogja. Beliau tinggal bersama seorang pembantu, yang sudah berusia lanjut, setelah orang tua Dinar bercerai. Ibu Dinar, yang biasa kupanggil Tante Inka, sangat menyambut hangat kedatanganku yang saat itu sedang hamil empat bulan. Ya, setelah malam-malam mengerikan itu, Dinar dan aku kembali ke Jakarta. Kujual apartemen yang belum lunas itu beserta semua perabotan. Perusahaan Gilang perlahan-lahan berjalan dengan baik setelah aku menggunakan hasil penjualan apartemen sebagai modal. Secara teori, aku sudah termasuk kategori tuna wisma. Alhasil, kalau tidak sedang menginap di rumah Dinar, aku sering sekali tidur di ruangan Gilang. Seminggu s

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-31
  • The Secret   1. Namaku adalah Ilyas

    Namaku Ilyas Jingga Cakrawala. Umur lima belas tahun. Anak laki-laki biasa yang masuk ke SMA biasa dengan nilai yang biasa-biasa saja.Hari ini adalah hari pertama untuk masa orientasi siswa. Naas, aku harus menjalani hari penuh kesia-siaan selama satu minggu kedepan.Masih dengan seragam putih biru dengan kalung papan kardus juga topi kerucut sisa tahun baru, aku lebih tampak seperti badut daripada seorang siswa.Entah apa yang dipikirkan kakak kelas juga para guru yang mengawasi tingkah laku kami. Katanya sih untuk mempertahankan tradisi. Omong kosong, seharusnya mengajarkan tari reog atau mungkin, pertunjukan ketoprak saja.Itu lebih bermanfaat daripada menjemur anak-anak remaja tanggung di bawah terik sinar matahari pada siang bolong.Apa mereka tidak tahu bahwa hal itu bisa membakar kulit serta menyebabkan dehidrasi? Belum lagi, terpapar sinar matahari dalam jangka waktu panjang

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-01
  • The Secret   2. Sihir yang tak disadari tuannya.

    Arun tertawa renyah begitu mendengar cerita di warung bakso itu.Kami bertiga duduk di food court, salah satu mall di Jakarta, sambil menyantap makan siang yang tertunda tadi.Nafsu makanku sempat hilang setelah melihat tetesan air liur itu. Tante Dinar sepertinya juga merasakan hal yang sama. Karena setelah itu, beliau menghabiskan waktu dengan berputar-putar di jalan sekitar sana sampai Arun pulang sekolah.Setelah itu kami mencari tempat yang 'bersih' dan malah, tergoda dengan aroma bakmi kuah."Untung Arun belum pernah makan disana. Warung itu soalnya sempet viral dulu. Sampe temen-temen Arun banyak yang nyobain."Tante Dinar mencibir, "Halah! Paling kalau kamu enggak tahu, pasti juga ikut ketagihan.""Enggak, Ma!" Seru gadis berambut hitam panjang itu tak mau kalah. "Sebelumnya, Arun sempet curiga sih. Kan warungnya rame tuh, jadinya banyak temen-temen yang bel

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-03
  • The Secret   3. Tiga orang aneh

    Mama tidak ada di rumah saat aku pulang. Arun dan Tante Dinar kembali ke rumah mereka yang terletak di perumahan sebelah. Sepertinya hari ini mereka tidak akan menginap.Setelah aku berganti baju, kuambil botol plastik berisi kalung ular itu untuk segera kulempar ke Kali Kuningan sebelum hari gelap.Dengan sepeda kayuh, perjalanan itu hanya memakan waktu lima menit.Daerah sekitar sungai adalah perkampungan yang rapat penduduk. Banyak orang lalu lalang disana. Anak-anak kecil berlarian sambil berteriak-teriak. Memaksaku untuk turun dan menuntun sepeda.Kalau dilihat dari jumlah sampah yang membludak, sepertinya semua warga juga membuang sampah di sana.Bahkan aku melihat ada kasur kapuk berwarna merah muda lusuh yang mengapung di sana, tapi anehnya, sama sekali tak menyumbat aliran air sungai.Itulah kenapa, pemandangan seorang anak laki-laki yang melemp

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-04
  • The Secret   4. Aku juga ingin tahu

    Kalau tidak salah, Bruce Lee si aktor film laga terkenal, pernah mengatakan bahwa ia ingin menjadi air. Karena meski air merupakan salah satu benda terlembut di dunia, tapi ia bisa melubangi batu.Naiad membuktikannya padaku.Gerakannya yang lemah gemulai mampu menghancurkan sepedaku menjadi dua.Alih-alih takut, aku merasa marah karena mereka semudah menghancurkan barang milik orang lain.Seolah mampu membaca pikiranku, Kanha berteriak, "Maaf, kami akan menggantinya! Tenang saja."Tapi, perkataannya malah membuatku semakin kesal.Serangan Naiad menjadi semakin cepat dan ia mengubah air menjadi tombak-tombak yang tajam.Aku menggenggam tang dengan erat dan terus berlari kesana-kemari menghindari serangannya.Hal ini membuatku teringat pada beberapa kejadian di masa lalu. Dimana arwah-arwah yang menyebalkan sering menyerangku.

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-05
  • The Secret   5. Untuk bertahan hidup

    Guru Gan menggangguk beberapa kali sambil mengunyah es batu saat aku mulai bercerita mengenai botol-botol yang pernah kubuang. Tentu saja, hanya poin pentingnya saja.Laki-laki itu nampak puas dengan jawabanku. Jadi, kuberanikan diri untuk bertanya. "Apa yang kau ketahui tentang keluarga orang tuaku?""Aku punya beberapa dugaan." Katanya sebelum meminum isi gelasnya hingga tersisa separuh. "Boleh kutahu nama lengkapmu?"Begitu aku memberitahunya, ia mengangguk, "Sepertinya, ibumu menyembunyikanmu dengan baik. Tapi, bangkai bisa mengeluarkan bau meski disembunyikan rapat-rapat."Dahiku berkerut, "Apa maksudmu?""Raharjodiningrat. Itu nama keluarga ayahmu. Mereka cukup terkenal dalam beberapa kalangan.""Terkenal dalam artian baik?" Tanyaku hati-hati. Nama keluarga itu entah kenapa membuat jantungku berdebar agak kencang."Entahlah." Katanya sa

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-06
  • The Secret   6. Kasih seorang ibu

    Mama memastikan bahwa semua pintu dan jendela telah terkunci. Beberapa kali, beliau mengecek ulang kompor di dapur sembari melakukan panggilan telepon dengan Tante Dinar.Wajah dinginnya yang biasa kulihat menguap entah kemana. Menampilkan ekspresi panik yang tak kuketahui."Iya, pokoknya elu enggak usah ke rumah dulu. Sori, sori…. Hah? Aduh, enggak tau. Gue pesen tiket buat sekali jalan doang… Oke. Iya. Thanks ya. Ntar gue kabarin lagi."Beliau mengakhiri panggilan dan memasukkan ponsel ke dalam tas jinjing merahnya. "Yuk, Yas. Enggak usah ganti baju. Ayo cepet!" Aku mengikuti dari belakang dan mulai menduga bahwa jangan-jangan omong kosong itu ada benarnya. Tingkah Mama nampak aneh setelah mendengar nama keluarga itu.Tapi, kalau keluarga itu sudah musnah, kenapa Mama sekalut ini? Nasib buruk tidak berhenti sampai di situ. Begitu Mama membuka

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • The Secret   7. Akademi Nusabangsa yang asli?

    "Di ujung jalan depan, silahkan belok kiri, Nyonya. Akademi itu ada di ujung gang." Kata Guru Gan yang sedang duduk santai di bangku penumpang. Mama duduk di sebelahku dengan wajah sebal saat memegang kemudi. "Aku yakin benar ini bukan jalan menuju Akademi Nusabangsa." "Ah, mana mungkin saya berani membohongi anda? Lagipula, Nyonya adalah tipe wanita yang saya suka. Cantik, pintar, berani dan kuat. Anda tidak tertarik menjadi seorang pengajar juga? Saya yakin Nyonya bisa menjadi guru yang baik." Mama tetap fokus mengemudi tanpa berniat melakukan percakapan lebih banyak dengan orang itu. Mataku teralihkan pada jalan sempit yang kami lewati. Di sebelah kiri dan kanan hanyalah deretan toko kumuh yang tutup, "Masa akademi se-elite Nusabangsa melewati tempat seperti ini?" "Tentu saja. Ini akademi terbaik untuk para cenayang muda di negeri ini." Dahiku berkeru

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-10

Bab terbaru

  • The Secret   22. Keputusasaan

    Guru Gan menggerakkan bibirnya tanpa suara. Aku nyaris teringat dengan ikan yang megap-megap di udara. Tak jelas apa yang sedang dia katakan saat ini. Yang jelas, aku dan Kanha menunggunya dengan sabar, seraya memperhatikan ke sekeliling kamar Aruni.Bukan apa-apa. Hanya saja, mungkin saja masih ada makhluk lain yang bersemayam dalam benda-benda aneh yang biasanya diberikan penggemarnya. Aku memang tak bisa melihat aura gelap lagi. Tapi, tak ada salahnya untuk berjaga-jaga.“Oke. Sudah selesai.”“Apa semua aman?”Meski aku tak bisa melihat matanya yang tersembunyi di balik penutup, Guru Gan terlihat tak nyaman. Dugaanku semakin kuat saat mendengar helaan napasnya yang berat. Jelas, ia tak terlihat seceria biasanya, “Ada beberapa hal yang ingin kupastikan. Hmm, aneh.”“Jadi, apa yang harus kami lakukan sekarang?” tanya Kanha menyela.“Sebelum itu, kita turun dulu.”Guru Gan melangkah pergi, lalu kami berdua mengikuti dari belakang. Di bawah sana, Tante Dinar sedang menunggu dengan ra

  • The Secret   21. Teratai Biru yang mulai berulah

    Guru Gan melajukan kendaraannya dengan tenang, tapi tidak dengan Kanha yang terlihat begitu tergesa-gesa. Terdengar dia menggerutu, entah apa yang dia ucapkan.Karena aku juga tak yakin apakah itu adalah kata-kata yang ditujukan untukku atau mungkin, hanya halusinasiku semata. Mengingat, Kanha tak biasanya sepanik ini.Mobil melewati jalan raya yang cukup padat, lampu hijau baru saja berubah menjadi merah, lalu guru Gan langsung menginjak rem saat itu juga. Mendapati perjalanannya terganggu, Kanha menggerutu kesal.“Ah, sial! Kenapa harus lampu merah, sih?!”“Tenangkan dirimu, Kanha,” seru Guru Gan dengan ekspresi tengilnya.“Iya, tenanglah. Lagi pula, seharusnya aku yang seperti itu,” timpalku.“Kau tidak akan mengerti, Yas. Kanha memiliki memori kelam dengan kelompok Teratai Biru.”“Mengingatnya kembali saja sudah membuatku muak.”Kanha menunjukkan sosoknya yang tidak biasa. Dia yang biasanya terlihat tenang kali ini terlihat tergesa-gesa. Aku tak bermaksud mengorek luka lama, tapi

  • The Secret   20. Sekte Teratai Biru

    “Dunia ini menjadi semakin tidak aman saja,” ucap Kanha sambil menggulirkan layar ponselnya. Ia menaruh nampan berisi makanan di mejaku begitu saja. “Pagi, Yas. Sudah dengar berita terbaru?”Kuhela nafas malas. Setelah perselisihanku dengan jenglot kemarin, aku tertidur pulas begitu menyentuh kasur dan baru terbangun saat jam sarapan tiba. Beruntung tidak ada kelas yang harus kuikuti. Tapi, badanku masih terasa lelah, “Ini masih terlalu pagi untuk mendengar hal buruk.”“Eh? Bagaimana bisa kau menyimpulkan begitu? Ini berita yang sedang panas, lho!”“Raut wajahmu telah memberitahuku segalanya.”“Tidak seru! Coba lihat ini dan katakan padaku apa pendapatmu,” katanya sambil menyodorkan ponselnya kepadaku. Headline berita tentang penculikan anak perempuann terpajang di layar. Kasus itu memang sedang marak diperbincangkan, “Sudah gila, ‘kan? Dia korban ke tiga dalam bulan ini s

  • The Secret   19. Hal yang lebih berbahaya

    Hampir saja aku terkekeh.Nada sombongnya itu benar-benar membuatku kesal akan ketidak berdayaanku. Aku selalu berpikir jika aku ini cukup kuat serta tangguh untuk melawan apapun.Tapi, kusadari bahwa aku hanya sendirian dan lawanku kali ini hanya menganggapku sebagai makanan pembuka yang dapat dimakan hanya dengan sekali gigitan.Benar-benar sialan.Kupaksakan diri untuk berdiri meski kakiku gemetar. Harus kuakui bahwa aku takut.Takut setengah mati.Namun, harga diriku menolak untuk menyerah. Jika aku mati sekarang, setidaknya aku harus sedikit melawan.Kuhela nafas panjang sebelum mulai mengingat ucapan Guru Gan mengenai cara memusatkan energi pada senjata. Karena aku tak memilikinya, terpaksa kugunakan kepalan tinjuku. Dibanding Kanha, kekuatan fisikku masih jauh dibawahnya. Tapi, itu jauh lebih baik daripada terus bertahan dari serangan.Jujur saja, aku sama sekali tak melihat adanya peluang untuk memenangkan pertandingan

  • The Secret   18. Pahitnya rasa keputusasaan

    “Benar ini tempatnya?” tanyaku sambil memasang tali masker kain itu ke balik daun telinga.Kelvin memakai kacamata berbingkai besar itu dengan santai. Tentu saja itu hanya kacamata biasa, tanpa minus. Tapi tetap saja berhasil membuatnya terlihat seperti anak baik-baik.Apalagi rambutnya sudah disisir ke belakang dan diolesi gel hingga tertata rapi, “Tidak salah lagi. Aku tahu dengan pasti darimana asalnya jenglot pembuat onar ini. Tapi, untuk pemiliknya... Itulah alasan aku meminta tolong padamu.”“Dari semua tempat yang mengerikan, jenglot ini malah berasal dari tempat ini?”“Jangan salah sangka, Yas. Tempat ini adalah neraka bagi beberapa orang. Berbagai emosi negatif yang lahir dari sini adalah santapan yang lezat bagi makhluk-makhluk itu. Tidakkah kau mencium aroma keputusasaan, kesengsaraan, kekhawatiran, sampai perasaan bingung dari para bocah tanggung?” tanyanya sambil menyeringai.Alis sebelah

  • The Secret   17. Permintaan Senior

    “Aku menolak.”Mama mengangkat kedua alisnya. Merasa heran karena ini adalah penolakan pertamaku selama ini, “Apa?”“Aku ingin tetap bersekolah di sini,” kedua tanganku terkepal karena teringat dengan sensasi menyenangkan saat bertarung dengan--, “Ah, iya! Aku bahkan belum mengalahkan makhluk itu, Ma! Jadi, aku tak bisa berhenti disini.”Guru Gan menggigit bibir bawahnya dan nampak seperti sedang menahan tawa. Sambil mengangguk-anggukan kepala, dia berkata, “Ah, kau… benar. Nanti akan kuantar kesana.”“Bisa kau pergi dari ini? Aku ingin bicara empat mata dengan anakku,” ujar Mama sambil mengibaskan tangannya.“Baiklah, sampai ketemu lagi, Yas.”Aku membalas lambaian tangan laki-laki itu sementara Mama tetap bersedekap dan nampak tak nyaman. Barulah ketika Guru Gan benar-benar pergi, Mama m

  • The Secret   16. Lawan yang kuinginkan

    Pandanganku agak sedikit kabur akibat nafasku yang mengembun di kaca helm maskerku. Guru Gan benar-benar serius. Bahkan meski telah menggunakan masker, aroma pahit masih samar-samar menyengat hidungku. Di hadapanku adalah bangunan yang terbengkalai. Kalau dilihat dari ukuran yang besar serta berbagai peralatan mesin yang berdebu hingga berwarna kehitaman, sepertinya tempat ini dulunya adalah pabrik.“Mari kita selesaikan sebelum makan siang,” katanya sambil menyerahkan sebuah tongkat baseball yang terbuat dari logam berwarna perak padaku. Entah dari mana ia mendapatkannya.Berbeda dengan dugaanku, tongkat itu ringan dan pas digenggamanku. Meski begitu, pegangannya terasa dingin. “Baik.”“Ada dua makhluk yang mungkin dapat menyulitkanmu. Karena itu, aku akan sedikit membantumu. Ingat, cuma sedikit.”Kuanggukan kepala tanpa mengatakan apapun. Ada pe

  • The Secret   15. Arena bawah tanah

    Di dunia ini tersembunyi banyak hal yang tidak kumengerti. Seperti yang terjadi saat ini.Siapa yang sangka di balik gemerlapnya ibukota serta gedung-gedung tinggi menjulang hingga mampu mencakar langit, terdapat lorong bawah tanah dengan koridor panjang yang tak berakhir?Saat ini masih pukul delapan pagi, tapi suasananya begitu temaram hingga kupikir senja telah datang. Lampu-lampu neon kuning berjejer di dinding yang berlapis batu bata merah itu membuat suasana begitu suram. Di lorong ini, hanya Guru Gan dan aku saja. Kalau kuingat-ingat lagi, sepertinya sudah sejak tadi aku tidak melihat adanya manusia lainnya.Selesai sarapan, Guru Gan mengajakku keluar. Kami naik bus warna kuning sebelum berhenti di halte pertama. Setelah itu, kami berjalan tanpa mengatakan apapun sampai di sebuah pemukiman warga yang sepi.Langkahnya berhenti di depan rumah besar bercat putih pucat. Ada

  • The Secret   14. Aroma bunga Marigold

    Aku terbangun tepat pukul lima pagi saat alarmku berbunyi nyaring. Kelopak mataku terasa berat karena aku baru tidur tidak lama setelah sampai di asrama. Mungkin beberapa jam lewat tengah malam.Aku tak begitu ingat. Kuregangkan tubuh dengan malas. Sekali terbangun, aku akan sulit untuk tidur kembali. Jadi, kupaksakan diri untuk keluar dan berjalan menuju kamar mandi di ujung koridor. Saat membuka pintu, aku melihat seorang anak laki-laki menggosok gigi dengan mata terpejam.Tubuhnya lebih tinggi dariku. Rambutnya hitam pendek nampak berantakan. Dengan kaos oblong putih dan celana cokelat selutut, membuatnya terkesan santai. "Oh! Anak baru?" Tanyanya saat melihatku. Bibirnya terangkat membentuk senyuman tipis. "Kelvin Dirgantara kelas dua. Salam kenal.""Ah, aku Ilyas. Ilyas Cakrawala." Sahutku tanpa mengulurkan tangan karena ia menunduk untuk berkumur di wastafel

DMCA.com Protection Status