Azra's Current POV
Azra terbangun dengan mood kacau. Rencananya gagal total. Istrinya lagi on period. Bagaimana bisa, coba?! Mereka sedang honeymoon dan bisa - bisanya istrinya lagi dapet.
Sungguh, pasti di dunia ini nggak oda orang apes se apes dia. Kalau saja Hafid tau, sahabat dudulnya itu pasti sudah tertawa terbahak - bahak karena keabsurd an nasibnya saat ini.
Tapi saat dia menoleh ke samping, bagian ranjang yang seharusnya ditempati oleh istrinya itu kosong. Azra meraba permukaannya dan menemukan lapisan seprai dan di sana nggak hangat lagi.
Icha kemana?!
"Cha? Sayang? Kamu dimana?" Dia bergegas bangun. Mencari di balkon dan sekeliling kamar. Nggak ada. Dan dia mulai panik. "Icha?! Sayang!!"
Kamar mandi. Dia belum ke kamar mandi. Dan kebetulan ruangan itu tertutup. Dikunci? Dia mengetuknya pelan. Sepelan yang dia bisa karena kenyataannya dia sedikit panik. Oke, panik banget.
"Sebentar." Suara Icha terdengar pelan d
Azra's Current POV Dia merasa benar - benar brengsek saat ini. Icha masih menangis pelan di pelukannya. Mereka sudah kembali duduk di atas ranjang, bersandar pada headboard ranjang dengan posisi saling memeluk. Tadi dia sempat memesan room service untuk sarapan agar diantar ke kamar saja, karena pasti Icha merasa nggak nyaman kalau harus keluar sarapan dengan keadaan seperti ini. Tangisnya sudah tidak sekencang tadi, tapi masih terdengar isakan lirih dari pelukannya. Icha juga beberapa kali mencari posisi nyaman di pelukannya. Pasti karena merasa nggak nyaman juga di perutnya karena sedang dapat tamu bulanannya. Dan tadi dia bilang apa?! Asalkan dia nggak marah lagi?! You're the worst, Azra. Makinya pada dirinya sendiri. Di pelukannya ada perempuan yang rela melakukan hampir apapun untuk menyenangkannya, bahkan sampai nggak memperdulikan keadaan dirinya sendiri, sementara dia semalam karena alasan capek, malah nyuekin istrinya hingga salah paham seper
Azra's Current POV Kesalahpahaman mereka sudah tersesaikan dengan baik. Icha juga sudah amat membaik keadaannya, jadi rencana liburan mereka tertap berjalan seperti rencana awal. Dari pesisir pantai Pattaya, mereka akan mengeksplore beberapa pulau kecil yang ada di Thailand. Pulau - pulau yang terkenal sebagai pulai eksotis nan romantis, destinasi bulan madu terkenal di Thailand. Dari main land, mereka harus naik perahu lokal selama beberapa puluh menit untuk sampai di sana. Tantangannya adalah di sini. Mereka tidak bersama guide, dan seperti halnya pengemudi perahu lokal di Indonesia, mereka sangat jarang ada yang bisa berbahasa Inggris. Yah, yang basic seperti menyapa dan sekedar yes no sih bisa. Tapi tidak untuk percakapan panjang dan kompleks. Untungnya, ada orang beberapa turis lainnya yang berangkat satu kapal bersama mereka dan salah satu dari mereka sepertinya sudah tinggal lama di Thailand sehingga dia fasih berbahasa Thaila
Azra's Current POV Liburan bertajuk bulan madu mereka di Thailand selama dua minggu terakhir berakhir mengesankan. Tiga hari terakhir mereka di negeri Thailand mereka habiskan di kota Bangkok, free day, alias leisure time, mereka nggak ada jadwal trip dari local tour and travel yang mereka pakai jasanya, dan mereka juga bebas mengatur tur mereka sendiri hari ini. Tapi tentu saja, nggak ada trip bagi Azra sama dengan lebih banyak waktu yang bisa dia habiskan bersama Icha berdua saja. Tentu saja untuk... Yah, kembali lagi pada definisi bulan madu adalah... Yeah, menghabiskan waktu berdua untuk mengeksplorasi serta mendekatkan diri satu sama lain. Mereka berdua nyaris nggak keluar kamar selain untuk makan saja. Itu pun seringnya mereka makan di hotel. Sebagai bagian dari bertahan hidup. Dan kini, setelah puas dua hari mengurung Icha di kamar, sebenarnya belum puas, padahal dia sudah melakukannya sejak beberapa saat yang lalu sejak ist
Azra's Current POV Dia langsung pergi begitu saja setelah mendengar jawaban dari staff cowok tersebut bahwa Icha ada di luar menunggunya di dekat lift. "Icha? Sayang?!" Dan dia nggak bohong. Istrinya benar masih duduk di sana. Menunduk, sedang bermain dengan ponselnya sendirian. Istrinya itu hanya menoleh sekilas saat mendengar panggilannya dan melihat dia tergopoh - gopoh mendekat dengan menenteng dua tas besar berisi wedding gifts dari teman - temannya di kantor ini. "Kok kamu pergi nggak bilang, sih?! Aku nyariin dari tadi." Tanyanya ikut duduk di bangku sebelahnya. "Oh, ngerasa akhirnya kalo aku nggak ada." Jawabnya datar. Tangannya masih sibuk dengan ponselnya entah bertukar pesan dengan siapa. "Aku pamit, kok tadi. Kalian aja yang nggak denger. Ngobrolnya asyik banget, sih." "Namanya juga udah lama nggak ketemu, kan wajar. Harusnya kamu nowel aku aja kalo mau pergi, kan aku jadi nggak nyariin." Azra langsung
Azra's Current POVDia sudah meminta maaf pada Icha. Icha benar. Dia juga sekarang sadar dia salah. Pembelaannya adalah saat itu dia amat khawatir karena nggak bisa menemukan Icha di mana pun. Dia ketakutan Istrinya kenapa - napa.Jadi saking leganya saat menemukan istrinya, dia jadi kelepasan dan malah membentaknya. Dia salah di sana. Dia mengakuinya. Dan mungkin dia terlalu asyik dengan teman - temannya sampai mengabaikan Icha. Tentu saja Icha bete. Nggak ada yang suka diabaikan.Tapi ternyata permintaan maafnya hanya ditanggapi anggukan singkat oleh istrinya. Sampai sekarang, dua hari setelah mereka sampai kembali di Indonesia, Icha masih saja mendiamkannya.Dan kebetulan, saat mereka harus bekerja lagi, dia harus pergi ke Angke Kapuk karena ada sedikit masalah di sana. Membuatnya harus berangkat duluan dan mrminta Icha berangkat sendiri ke kantor.Dia jadi pusing sendiri. Harus berusaha yang bagaimana lagi dia supaya Icha kembali seperti sedia
Azra's Current POVMereka saling berdiri di ruang tamu. Azra capek. Kalau mereka harus berantem lagi, ayolah. Tapi habis itu baikan, ya, please!Mereka baru saja pulang kerja. Dan dia lagi - lagi mengonfrontasi Icha tentang keadaan mereka yang sebenarnya."Nggak. Aku nggak marah, kok. Emangnya kamu salah apa, sampe kamu harus aku marahin?" Suara istrinya mengalun pelan."Terus kenapa kamu kaya gini?""Kaya gini gimana?""Kamu nggak ngobrol sama aku kalo aku nggak ngajakin kamu ngobrol duluan, kamu tidur munggungin aku, di rumah kamu diemin aku. Aku minta maaf, Cha. ku udah bilang aku nggak sengaja bentak kamu karena aku khawatir banget kamu nggak ada. Aku panik!""I know. Aku juga minta maaf karena nggak peka dan kekanak - kanakan." Suaranya masih pelan.Dan kemudian mereka terdiam. Azra sebenarnya sedang menunggu, tapi sepertinya Icha sama sekali tidak berniat untuk menjelaskan sesuatu. Dan dia sudah diambang batasnya, jadi al
Azra's Current POV"Kenapa lo bikin dia kaya gini lagi?!" Pekikan marah Ida membuatnya terperanjat."Lagi?" Maksudnya? Dia baru dua kali ini melihat Icha pingsan. Yang pertama dulu di Thailand... apa iya gara - gara dia juga? "Gue nggak ngerti...""Tau apa lo soal istri lo emang?!" Ida masih emosi. "Tiga tahun lebih gue lihat dia kayak gini. Gue udah familiar sama pemandangan dia yang begini. Gue kira setelah lama dia nggak begini, dia benar - bener sembuh. Ini apa, Ja?! Astaga...""Sayang, ati - ati. Inget kandungan kamu. Jangan emosi.""Nggak bisa. Aku juga sakit hati lihat Icha kayak gini lagi." Ida berbalik, menyembunyikan wajahnya di dada Hafid dan menangis di sana.Sementara itu, Azra dibiarkan berdiri di sana, kebingungan, masih dengan piyama tidurnya."Kamu tungguin Icha di sini bentar, ya." Kata Hafid lembut pada istrinya. Lalu menatap dingin pada Azra."Lo ikut gue keluar, Dul."Dia mendahului keluar sebelum Azra sempa
Azra's Current POV Dia lega, masalah mereka sudah terselesaikan. Mereka banyak ngobrol selama Icha dirawat di rumah sakit. Dia mengutuki dirinya sendiri yang kurang peka pada perasaan Icha. Dan berjanji nggak akan mengulangi hal tersebut lagi. "Aku nggak larang kamu buat dekat sama lawan jenis. Hanya saja... Yang kemarin itu... They were too close to you. Mereka bikin kamu nggak lihat aku lagi." Jelas Icha malam itu. Ini hari kedua dia dirawat. Mama dan Jijah barusan dari sini. Dan ya, Azra diomeli Mama habis - habisan karena menurut Mama, Icha sakit itu salahnya Azra yang nggak bisa menjaga Icha. Nggak, Mamanya nggak tau tentang insiden di kantor Thailand. Tapi menurut Mama nggak sepenuhnya salah juga. Icha memang sakit gara - gara Azra, secara nggak langsung. "Aku takut nggak bisa membatasi diri dan malah bikin kamu semakin sakit." Azra naik ke ranjang Icha, memeluk istrinya itu dari belakang. Posisi mereka nyaman bersandar pad
Icha's Curent POVHasilnya mungkin sebentar lagi keluar. Dia kembali ke kamar dengan tubuh gemetaran. Ya karena lemas, ya karena harap - harap cemas."Gimana?"Azra bertanya saat dia membuka pintu kamar.Dia langsung menyerahkan strip tipis yang dipegangnya pada suaminya itu. "Kamu aja yang lihat, aku nggak berani." Jawabnya pelan.Azra diam, mengambil strip tersebut, sementara dia duduk di sebelah Azra. Tangannya saling terkepal di pangkuannya. Takut, cemas. Mimpi buruknya beberapa bulan lalu seperti terulang lagi. Azra yang seperti tahu kecemasannya, menggapai tangannya dan meremasnya pelan. Seolah memberikan kekuatan melalui genggaman tangan tersebut.Beberapa saat berlalu dalam keheningan seperti itu. Kenapa Azra diam saja? Seharusnya sudah terlihat kan, hasilnya? Kenapa nggak dibuang itu stripnya? Kalau negatif harusnya langsung dibuang saja, nggak usah dilihatin. Bikin sakit hati."Ja?""Hmm?""Negatif ya?" Dia mem
Azra's Current POVEmpat bulan... beberapa hari lagi, mereka hampir lima bulan menikah, dan Azra masih merasa luar biasa karena bisa menjadikan Icha miliknya. Perempuan mungil yang sedang tertidur meringkuk dengan rambut setengah basah di sampingnya ini, adalah istrinya.Selepas subuh bersama, Icha langsung merangkak naik lagi ke ranjang untuk melanjutkan tidurnya. Salahnya, dia mengacaukan tidur istrinya semalam. Entahlah, dia merasa akhir - akhir ini sangat ingin memiliki istrinya seutuhnya. Berapa banyak pun mereka melakukannya semalam dan kemarin, rasanya masih belum cukup.Azra tersenyum sembari mengelus pipi lembut Icha yang hanya dibalas gumaman tak jelas. Gemas sekali. Dia sudah rapi. Berkas yang dibutuhkannya juga sudah siap di meja samping pintu kamar. Hari ini dia ada rapat direksi hotel. Sekitar lima belas menit lagi. Karena alasan itulah mereka menginap di sini dua hari ini. Dan seperti biasanya, dia memanfaatkannya dengan sangat baik.
Icha's Current POVDia hanya berjalan - jalan sebentar di pantai yang ada di sekitaran hotel. Sunset yang jadi cita - citanya terpaksa dia nikmati dari resto saja. Nggak terlalu bagus karena tertutup pepohonan magrove, tapi dia tetapdapet golden hournya. Lumatan. Karena kalau harus masuk hutan dan lewat jempatan setapak, dia tidak yakin akan selamat saat pulang nanti. Gelap, takut tercebur ke air.Bukan karena nggak bisa berenang, tapi dulu sekali waktu dia masih kecil, Mas Eka pernah menakutinya saat liburan ke pantai Mangrove di Kulon Progo, katanya, Mangrove itu rumahnya buaya putih. Jadi kalo kamu nakal, kamu bisa di lempar ke perairan mangrove dan nantinya dimakan sama buaya putih. Nah, dia takut gara - gara itu.Setelah matahari terbenam, dia berjalan - jalan di sepanjang gang masukke hotel. Di sana banyak stall makanan dan souvenir. Dia tetiba kepikiran ingin membelikan Azra sesuatu."Silakan, Kak, dilihat - lihat souvenirnya." Salah satu pramuniag
Azra's Current POVMereka sudah bersiap sejak pagi. Sabtu mereka yang biasanya dihabiskan dengan bangun siang, hunting sarapan di luar, lanjut belanja mingguan dan memberekan urusan domestik, kini berganti dengan travel kit yang terpacking rapi di bagasi belakang mobilnya untuk staycation mereka semalam saja di Angke Kapuk sekalian Azra menyelesaikan pekerjaannya di sana.Dia melihat istrinya yang amat bersemangat. Katanya tadi, Akhirnya dia bisa lihat usaha yang dikelola oleh suaminya itu jauh sebelum mereka menikah. Siapa tau dia juga bisa diajak staycation di hotel yang di Batam besok - besok. Well, itu tentu saja, tapi mungkin setelah Highseason berakhir.Dan dia juga sempat bilang pada Istrinya itu, kalau profit tahun ini bagus, mungkin mereka bisa membuka sister hotel satu lagi di pantai Wates dekat bandara baru Yogyakarta.Dan reaksi istrinya tentu saja heboh dan bahagia sekali. Dia berharap banget kalau hal itu terlaksana.Katanya, kalau it
Azra's Current POV Dia sampai rumah lagi - lagi jam setengah sepuluh malam. Lembur lagi. Dia sudah mengabari istrinya tentang hal ini, dan Icha bilang dia akan menunggu. Ida sudah dijemput Hafid sekitar jam tujuh malam tadi. Temannya itu memang selain akhir bulan, jadwalnya amat bikin iri. Masuk jam sembilan pagi dan pulang jam enam sore, idaman, sungguh! Dia membawakan Icha oleh - oleh bakmie jawa yang khas Jogja yang dimasak dengan arang. Hitung - hitung mengurangi kerinduan Icha pada kampung halamannya. Memang Icha tidak pernah bilang, tapi doa jadi suami kan harus tau diri. Masa biasanya kumpul, serumah, pas pergi nggak dikangenin. Dia melangkah ke dalam rumah dengan langkah ringan. Menemukan istrinya menonton TV sambil rebahan. Segera dia membungkuk di atas istrinya untuk mengecup dahinya, membuat Icha kaget. "Eh, udah pulang. Kok nggak denger suara mobil kamu?" Tanyanya heran. "Kamu fokus banget kali, nontonnya sampe nggak denger
Icha's Current POV"Ada apa, Da? Kamu kenapa?"Dia bertanya sambil menggeser badannya mendekat ke arah sahabatnya yang sekarangs edang sibuk menatap apa saja asak bukan matanya. Ida menghindari bertatap mata dengan orang lain? Sejak kapan?"Da?"Dia menangkup tangan Ida yang berada di atas meja, membuat sahabatnya itu tidak punya pilihan lain selain menatap balik Icha yang ada di sebelahnya."Ada apa?""Gue... Nggak tau harus cerita apa. I do have a lot to talk to somebody. Tapi aku nggak tau sama siapa.""Kamu kan bisa cerita sama aku, Ida." Dia mengingatkan.Tapi Ida malah menggeleng dengan wajah sedih. " Di antara semua orang, justru gue paling nggak mau cerita sama lo." Hah? Kenapa? Apa salahnya? "Gue nggak pengen lo terlibat kedalam sesuatu yang se... menjijikkan ini.""Maksudnya?" Dia bertanya bingung. Tidak bisa sama sekali menerka maksud Ida akan dibawa kemana pembicaraan mereka.Helaan nafas dalam dan ber
Azra's Current POV"Kalo kenapa - kenapa langsung telpon aku, ya." Dia mewanti - wanti istrinya sebelum berangkat ke kantor pagi itu.Icha bersandar di kusen pintu depan rumah mereka, sementara Dia berdiri di depan istrinya, memerangkap perempuan itu di antara tubuhnya dan kusen pintu depan rumahnya."Iya, jangan khawatir."Gimana nggak khawatir sih?! Kan dia lagi sakit gini. Sekarang sih sudah mendingan, dia sudah nggak se pucat saat masih di rumah sakit dan awal - awal dia pulang ke rumah kemarin. Istrinya beneran sudah baikan. Tapi kan tetal aja, rasa khawatir itu ada."Besok aku temenenin kamu seharian di rumah." Janjinya.Tapi Icha malah cemberut nggak terima."Seminggu di rumah terus nggak kemana - mana. Bosen tau. Jalan - jalan, yuk!" Dia menatap Azra dengan pandangan berbinar dan memohon, menunggu persetujuan."Tapi kan kamu baru sembuh....""Iya. Dan senen aku udah mulai kerja lagi. Kasihanilah istri
Azra's Current POVHari ini dia lembur. Bete banget, dan sepertinya besok pun dia masih harus lembur. Highseason berarti banyak tamu datang, yang berarti juga banyak pemasukan, tapi berarti juga banyak masalah karena tempat wisata hampir semuanya jadi ramai.Ada saja yang jadi objek permasalahan. Mulai hal yang serius seperti alergi yang lupa diinformasikan kepada pihak hotel atau restoran, sampai masalah ada cicak dan nyamuk di dalam kamar.Ya gimana dong, mereka liburan ke Indonesia, minta penginapan dengan konsep country natural dan tropical heaven sebagai view utama, tapi kamarnya ada cicaknya mereka protes. Namanya Hutan, ya udah bagus nggak ada babi hutan masuk kamar, yang masuk cuma cicak aja.Ada juga pasangan honeymoon yang minta twin bed alias bed terpisah. Masa ini beneeran pasangan bulan madu? Kok dia kemarin sama istrinya nggak gitu, ya? Atau mereka berantem di pesawat pas mau ke Indonesia? Jadi di hotelnya mereka diem - dieman? Nggak sayang
Icha's Current POVIni sudah hari ketiga dia bedrest di rumah. Kalau pagi, dia akan ditemenin Azra, suaminya itu bahkan memasak sarapan untuknya. Ya macem - macem menunya, kadang dia masakin Icha bubur, kadang cuma sandwich, kadang juga nasi goreng, atau pernah juga pas Azra kesiangan bangun dia cuma masakin Icha omelet.Padahal kalau cuma omelet mah, dia juga bisa sendiri bikinnya.Bukan dia nggak bersyukur. faktanya, dia malah seneng banget. Awalnya dia kaget memang karena Azra bahkan bisa membuat bubur. Soal rasa, walaupun nggak bisa bersaing dengan masakan Mama, tapi rasanya masih amat layak untuk dikonsumsi, kok. Dan nafsu makannya juga sudah berangsur - angsur pulih beberapa hari terakhir ini, meskipun kadang, dia masih suka mual dan muntah setelah makan.Jangan - jangan dia hamil?! Azra pernah berpikir seperti itu. Tapi Icha sudah mengetesnya dengan stock testpack yang dibelinya sejak dia awal menikah dulu. Negatif. Yah, usia pernikahan merek