Azra’s Current POV
"Ngetawain apa?"
Icha nyaris melempar hapenya karena kaget. Azra urung duduk saat melihat wajah piasnya yang baru pulih dari kekagetan.
"Sori, aku udah manggil. Kukira kamu udah denger." Icha mengangguk - angguk. Diambilnya botol air putih yang disodorkan Azra. "Pelan - pelan aja..."
"Thanks."
"Emang lagi ngapain, sih? Fokus banget."
Icha tersenyum kecil, "Ida sama Nisya lagi bully si Hafid."
Azra ikut tertawa. "Mereka masih nggak kapok aja sama Hafid. Ini, boarding pass nya disimpen ya."
"Kamu nggak sarapan? Mau croissant?" Icha heran karena Azra tidak memesan apapun di depannya.
"Aku udah makan tadi di hotel. Kamu abisin aja makannya."
“Terus kamu ngapain?”
Azra menopang dagunya di depan Icha. “Liatin kamu.”
"Yah? Masa aku makan sendiri sih?"
"Mau ditemenin?" Icha langsung mengangguk. Makan sendiria
Azra Current POV "Hey sleepyhead, wakey." Dia berbisik di telinga Icha. Dia baru tau kalau Icha selalu grogi saat terbang, dan harus meminum obat tidur atau pereda mabuk untuk menenangkan dirinya saat take off dan landing. Selain mabok laut, dia ternyata juga mabok darat dan udara. Dia meminum obatnya tadi setelah sarapan. Katanya obat anti mabok. Dia pengen protes, karena Icha habis minum kopi, tapi terlanjur dimasukin ke mulut dan didorong oleh hashbrown yang tinggal segigit itu. Icha memeng bukan tim minum obat pake air. Dan tadi, dia langsung tertidur begitu kepalanya menyentuh sandaran kursi. Azra jadi was - was, selama ini jika bepergian sendiri, apakah dia juga seperti ini? Mengkhawatirkan sekali, bagaimana jika teman seperjalanannya orang yang iseng. Icha bergerak, mengumpulkan kesadarannya sebelum mata sayunya mengerjap dan akhirnya terfokus padanya. Azra bersyukur sekaligus mengumpat dalam hati. J
Azra Current POV Dia agak bete sebenarnya, karena sejak dari bandara tadi dia nggak dibiarkan berdua sendirian dengan Icha. Tersangkanya? Siapa lagi kalau bukan nenek lampir Farida... Zein future Al-Hafid di sebelah sana itu. Adaaa saja alasannya untuk menjauhkan Icha darinya. Masih mending pas tadi masih ada Mama, mereka masih bisa ngobrol berdekatan. Ida walaupun garang, masih segan sama Mama juga ternyata. Sekarang setelah Mama balik ke kantor dia ngekor aja kemana pun Icha pergi. Bahkan pas Azra berniat membantu Icha membongkar kopernya, Ida langsung teriak nggak usah!!! Kalau begini, kapan berduaan dengan Icha nya? Kan jadi menyesal pulang ke Jakarta. Tau gitu pas di Bangkok kemarin dia bawa Icha kabur aja, nggak usah balik Jakarta. Azra membatin sebal. "Yang, nanti jam tujuh kita ada janji ya sama Mas Fendi." Hafid mengingatkan, masih dengan posisi rebahannya di sofa. Mereka sedang di ruang keluarga Azra di lan
Azra Current POV Icha nggak keluar kamar lagi setelah dia meninggalkan Azra di luar kamarnya dengan pintu terbanting sore tadi. Dia juga nggak keluar buat makan malam. Kata Jijah, kamarnya sepi walaupun udah di ketok berkali – kali. Mungkin Tidur? Kecapean? Dia nggak bisa tidur. Ini udah lewat jauh tengah malam. Dia juga capek, tapi banyak yang dipikirkannya. Pertama dia harus minta maaf sama Icha tentang tadi sore. Lalu… tentang rencananya selanjutnya. Kalo Icha nolak gimana? Dia harus punya plan B. Dan harus punya strategi biar Icha nggak bisa nolak dia lagi. Kalo di perhatiin sih, dia sekarang kaya lagi duduk santai baca buku di ruang tengah lantai dua. Padahal pikirannya bercabang, kaya medusa. Dia mendongak saat pintu kamar Icha terbuka. Gadis itu terlihat kaget mendapati lampu baca di ruang tengah menyala dan ada dirinya juga masih terjaga di sana lagi baca buku. "Mau ke toilet?" Azra bertanya setelah beberapa saat mere
Azra Current POV Icha membelalak kaget mendengar perkataannya. Dia sendiri kaget. Bukan karena aslinya Icha nggak cantik. Icha cantik, bukan cantik yang glamor dan bikin orang ngiler dalam sekali lihat, tapi seluruhnya. Inside out, dari atas ke bawah, semuanya cantik. Tentu saja wajahnya cantik, walaupun cantik tidak akan menjadi kata yang tepat untuk menggambarkan kesan pertama saat bertemu dengannya. Pembawaannya, cara berfikirnya, tutur katanya, semuanya cantik. Cantik yang elegant kalau menurut Azra. Kecanggungan yang aneh itu terputus karena dering ponselnya yang mengejutkan mereka berdua. Amyra. Azra menatap ponselnya lama, sebelum pamit, beranjak ke balkon untuk mengangkat telpon. "Ih, lama nggak diangkat!" Suara di seberang sana terdengar jengkel. Azra menghela nafas panjang. "Ada apa?" "Ampun, dingin amat, sih. Lagian, udah balik dari Bangkok nggak bilang - bilang."
Azra POV 10 Tahun Yang Lalu "Aku kalo nembak Ida diterima nggak ya, Dul?" Hafid bertanya sendu (Dulu, waktu masih di Jogja, Hafid ngobrolnya masih aku - kamu an, cute kan?). Azra dan Hafid hari ini kebagian piket membereskan ruang OSIS sehabis rapat serah terima jabatan ke ketua OSIS yang baru. Mereka nanti akan mengurangi kegiatan OSIS nya karena sudah kelas tiga. "Diterima sih, tapi kayaknya kamu babak belur dulu, Dul." Azra mengambil kanebo dan mulai mengelap meja rapat. Hafid melanjutkan menyapu dengan lesu. "Tapi masa mau friendzone terus? Apa bedanya kaya kamu sama Icha?" "Lha si, aku dibawa - bawa?" "Kamu kapan mau nembak Icha? Mau temenan aja terus sampe Embah - embah? Betah?" Hafid memberondong. Aslinya mencari teman menggalau. Dia tahu Azra sudah lama suka sama Icha. Mungkin malah aslinya cinta pada pandangan pertama. Tapi Azra nya cemen, maunya posesif tapi nggak kasih kepastian, s
Azra Current POV Dia terkekeh melihat Icha yang menutup wajahnya yang memerah malu. Nggak heran sih, kelakuan mereka dulu memang…. Seperti itu. Padahal itu udah yang normal dan keren banget. Entah kenapa kalau diceritain sekarang jadi nggak keren sama sekali dan malah terdengar menggelikan. Dia juga malu kalau ingat kelakuannya dulu yang semangat mengejar Icha, tapi Icha nya malah polos banget entah tahu maksdnya atau enggak. "Aku nggak nyangka tingkahku sekocak itu, dulu." Ucapnya masih memegangi pipinya yang mungkin masih terasa panas karena malu. Azra tergelak di sebelahnya. "Kamu, aku, kita semua, Cha." Icha terlihat ragu - ragu sesaat, tapi kemudian mengagetkan Azra dengan pengakuannya. "Aku... tau kok kalau waktu itu kamu mau ngomong sesuatu sama aku." Katanya sembari memandangi ujung sepatunya. Dia kaget. Jadi Icha tau? Beneran tau? Dia nggak menghindar karena dia nggak nangkep sinyal Azra?! Terus? Kenapa sekar
Azra POV 10 Tahun Yang Lalu Hari pertama masuk sekolah setelah libur semester. Azra berangkat lumayan pagi dari rumah. Pinginnya nanti setelah sampai sekolah bisa langsung cegat Icha di depan kelas. Kangen tau, udah dua minggu nggak ketemu. Tapi harapan tinggal harapan. Azra bertemu Anjani lebih dulu di gerbang sekolah. Gadis itu seperti sengaja menunggu di sana. Dia menghampiri Azra masih dengan senyum lebar yang mengerikan itu. Bisa gitu ya, orang senyum tapi serem? "Pagi, Azra." Azra diam membiarkannya. "Ikut yuk." Dia melangkah mendahului Azra ke belakang gedung perpustakaan. Seperti yakin Azra akan mengikutinya. "Nggak lupa kan sama yang semalem? Aku udah jaga - jaga sih", dia menunjukkan ponselnya di tas. Azra kaget dengan kenekatan Anjani. Di sekolahnya, para murid tidak diperbolehkan membawa ponsel. Hukumannya bisa sampai skorsing kalau ketahuan. Dan ini Anjani dengan santainya membawa benda itu ke sekolah? Kan gila!
Icha current POV Icha bangun pagi sekali. Kebiasaan sih. Setelah menyelesaikan ritual paginya, dia turun ke bawah, berniat membantu Mama yang sudah sibuk di dapur. Azra dan Jijah? Mungkin masih tidur hahaha. Dia merasa tidak enak juga kalau tidak membantu, walaupun kalau di rumah, dia suka mager di kamar sampai saatnya bersiap ke kantor jika mood nya sedang tidak bagus. Ibu membiarkannya saja. Dia memang seperti itu. Saat mood nya sedang tidak bagus, dia hanya ingin sendiri, tidak ingin ditegur atau pun diajak berinteraksi. Nanti jika sudah membaik sendiri, dia akan melakukan tugasnya tanpa disuruh. Membantu Ibu? Beres! Siapin bekal? Siap! Bantuin Bapak siram tanaman di halaman depan dan belakang? Kecil! Main PS sama Mas Eka? Siapa takut! Bantuin Dek Io bikin PR? Hayuk! "Ma, ada yang bisa Icha bantu?" Dia bertanya saat memasuki dapur. Mama berbalik, agak kaget karena melihatnya di sana. "Mama berisik banget,
Icha's Curent POVHasilnya mungkin sebentar lagi keluar. Dia kembali ke kamar dengan tubuh gemetaran. Ya karena lemas, ya karena harap - harap cemas."Gimana?"Azra bertanya saat dia membuka pintu kamar.Dia langsung menyerahkan strip tipis yang dipegangnya pada suaminya itu. "Kamu aja yang lihat, aku nggak berani." Jawabnya pelan.Azra diam, mengambil strip tersebut, sementara dia duduk di sebelah Azra. Tangannya saling terkepal di pangkuannya. Takut, cemas. Mimpi buruknya beberapa bulan lalu seperti terulang lagi. Azra yang seperti tahu kecemasannya, menggapai tangannya dan meremasnya pelan. Seolah memberikan kekuatan melalui genggaman tangan tersebut.Beberapa saat berlalu dalam keheningan seperti itu. Kenapa Azra diam saja? Seharusnya sudah terlihat kan, hasilnya? Kenapa nggak dibuang itu stripnya? Kalau negatif harusnya langsung dibuang saja, nggak usah dilihatin. Bikin sakit hati."Ja?""Hmm?""Negatif ya?" Dia mem
Azra's Current POVEmpat bulan... beberapa hari lagi, mereka hampir lima bulan menikah, dan Azra masih merasa luar biasa karena bisa menjadikan Icha miliknya. Perempuan mungil yang sedang tertidur meringkuk dengan rambut setengah basah di sampingnya ini, adalah istrinya.Selepas subuh bersama, Icha langsung merangkak naik lagi ke ranjang untuk melanjutkan tidurnya. Salahnya, dia mengacaukan tidur istrinya semalam. Entahlah, dia merasa akhir - akhir ini sangat ingin memiliki istrinya seutuhnya. Berapa banyak pun mereka melakukannya semalam dan kemarin, rasanya masih belum cukup.Azra tersenyum sembari mengelus pipi lembut Icha yang hanya dibalas gumaman tak jelas. Gemas sekali. Dia sudah rapi. Berkas yang dibutuhkannya juga sudah siap di meja samping pintu kamar. Hari ini dia ada rapat direksi hotel. Sekitar lima belas menit lagi. Karena alasan itulah mereka menginap di sini dua hari ini. Dan seperti biasanya, dia memanfaatkannya dengan sangat baik.
Icha's Current POVDia hanya berjalan - jalan sebentar di pantai yang ada di sekitaran hotel. Sunset yang jadi cita - citanya terpaksa dia nikmati dari resto saja. Nggak terlalu bagus karena tertutup pepohonan magrove, tapi dia tetapdapet golden hournya. Lumatan. Karena kalau harus masuk hutan dan lewat jempatan setapak, dia tidak yakin akan selamat saat pulang nanti. Gelap, takut tercebur ke air.Bukan karena nggak bisa berenang, tapi dulu sekali waktu dia masih kecil, Mas Eka pernah menakutinya saat liburan ke pantai Mangrove di Kulon Progo, katanya, Mangrove itu rumahnya buaya putih. Jadi kalo kamu nakal, kamu bisa di lempar ke perairan mangrove dan nantinya dimakan sama buaya putih. Nah, dia takut gara - gara itu.Setelah matahari terbenam, dia berjalan - jalan di sepanjang gang masukke hotel. Di sana banyak stall makanan dan souvenir. Dia tetiba kepikiran ingin membelikan Azra sesuatu."Silakan, Kak, dilihat - lihat souvenirnya." Salah satu pramuniag
Azra's Current POVMereka sudah bersiap sejak pagi. Sabtu mereka yang biasanya dihabiskan dengan bangun siang, hunting sarapan di luar, lanjut belanja mingguan dan memberekan urusan domestik, kini berganti dengan travel kit yang terpacking rapi di bagasi belakang mobilnya untuk staycation mereka semalam saja di Angke Kapuk sekalian Azra menyelesaikan pekerjaannya di sana.Dia melihat istrinya yang amat bersemangat. Katanya tadi, Akhirnya dia bisa lihat usaha yang dikelola oleh suaminya itu jauh sebelum mereka menikah. Siapa tau dia juga bisa diajak staycation di hotel yang di Batam besok - besok. Well, itu tentu saja, tapi mungkin setelah Highseason berakhir.Dan dia juga sempat bilang pada Istrinya itu, kalau profit tahun ini bagus, mungkin mereka bisa membuka sister hotel satu lagi di pantai Wates dekat bandara baru Yogyakarta.Dan reaksi istrinya tentu saja heboh dan bahagia sekali. Dia berharap banget kalau hal itu terlaksana.Katanya, kalau it
Azra's Current POV Dia sampai rumah lagi - lagi jam setengah sepuluh malam. Lembur lagi. Dia sudah mengabari istrinya tentang hal ini, dan Icha bilang dia akan menunggu. Ida sudah dijemput Hafid sekitar jam tujuh malam tadi. Temannya itu memang selain akhir bulan, jadwalnya amat bikin iri. Masuk jam sembilan pagi dan pulang jam enam sore, idaman, sungguh! Dia membawakan Icha oleh - oleh bakmie jawa yang khas Jogja yang dimasak dengan arang. Hitung - hitung mengurangi kerinduan Icha pada kampung halamannya. Memang Icha tidak pernah bilang, tapi doa jadi suami kan harus tau diri. Masa biasanya kumpul, serumah, pas pergi nggak dikangenin. Dia melangkah ke dalam rumah dengan langkah ringan. Menemukan istrinya menonton TV sambil rebahan. Segera dia membungkuk di atas istrinya untuk mengecup dahinya, membuat Icha kaget. "Eh, udah pulang. Kok nggak denger suara mobil kamu?" Tanyanya heran. "Kamu fokus banget kali, nontonnya sampe nggak denger
Icha's Current POV"Ada apa, Da? Kamu kenapa?"Dia bertanya sambil menggeser badannya mendekat ke arah sahabatnya yang sekarangs edang sibuk menatap apa saja asak bukan matanya. Ida menghindari bertatap mata dengan orang lain? Sejak kapan?"Da?"Dia menangkup tangan Ida yang berada di atas meja, membuat sahabatnya itu tidak punya pilihan lain selain menatap balik Icha yang ada di sebelahnya."Ada apa?""Gue... Nggak tau harus cerita apa. I do have a lot to talk to somebody. Tapi aku nggak tau sama siapa.""Kamu kan bisa cerita sama aku, Ida." Dia mengingatkan.Tapi Ida malah menggeleng dengan wajah sedih. " Di antara semua orang, justru gue paling nggak mau cerita sama lo." Hah? Kenapa? Apa salahnya? "Gue nggak pengen lo terlibat kedalam sesuatu yang se... menjijikkan ini.""Maksudnya?" Dia bertanya bingung. Tidak bisa sama sekali menerka maksud Ida akan dibawa kemana pembicaraan mereka.Helaan nafas dalam dan ber
Azra's Current POV"Kalo kenapa - kenapa langsung telpon aku, ya." Dia mewanti - wanti istrinya sebelum berangkat ke kantor pagi itu.Icha bersandar di kusen pintu depan rumah mereka, sementara Dia berdiri di depan istrinya, memerangkap perempuan itu di antara tubuhnya dan kusen pintu depan rumahnya."Iya, jangan khawatir."Gimana nggak khawatir sih?! Kan dia lagi sakit gini. Sekarang sih sudah mendingan, dia sudah nggak se pucat saat masih di rumah sakit dan awal - awal dia pulang ke rumah kemarin. Istrinya beneran sudah baikan. Tapi kan tetal aja, rasa khawatir itu ada."Besok aku temenenin kamu seharian di rumah." Janjinya.Tapi Icha malah cemberut nggak terima."Seminggu di rumah terus nggak kemana - mana. Bosen tau. Jalan - jalan, yuk!" Dia menatap Azra dengan pandangan berbinar dan memohon, menunggu persetujuan."Tapi kan kamu baru sembuh....""Iya. Dan senen aku udah mulai kerja lagi. Kasihanilah istri
Azra's Current POVHari ini dia lembur. Bete banget, dan sepertinya besok pun dia masih harus lembur. Highseason berarti banyak tamu datang, yang berarti juga banyak pemasukan, tapi berarti juga banyak masalah karena tempat wisata hampir semuanya jadi ramai.Ada saja yang jadi objek permasalahan. Mulai hal yang serius seperti alergi yang lupa diinformasikan kepada pihak hotel atau restoran, sampai masalah ada cicak dan nyamuk di dalam kamar.Ya gimana dong, mereka liburan ke Indonesia, minta penginapan dengan konsep country natural dan tropical heaven sebagai view utama, tapi kamarnya ada cicaknya mereka protes. Namanya Hutan, ya udah bagus nggak ada babi hutan masuk kamar, yang masuk cuma cicak aja.Ada juga pasangan honeymoon yang minta twin bed alias bed terpisah. Masa ini beneeran pasangan bulan madu? Kok dia kemarin sama istrinya nggak gitu, ya? Atau mereka berantem di pesawat pas mau ke Indonesia? Jadi di hotelnya mereka diem - dieman? Nggak sayang
Icha's Current POVIni sudah hari ketiga dia bedrest di rumah. Kalau pagi, dia akan ditemenin Azra, suaminya itu bahkan memasak sarapan untuknya. Ya macem - macem menunya, kadang dia masakin Icha bubur, kadang cuma sandwich, kadang juga nasi goreng, atau pernah juga pas Azra kesiangan bangun dia cuma masakin Icha omelet.Padahal kalau cuma omelet mah, dia juga bisa sendiri bikinnya.Bukan dia nggak bersyukur. faktanya, dia malah seneng banget. Awalnya dia kaget memang karena Azra bahkan bisa membuat bubur. Soal rasa, walaupun nggak bisa bersaing dengan masakan Mama, tapi rasanya masih amat layak untuk dikonsumsi, kok. Dan nafsu makannya juga sudah berangsur - angsur pulih beberapa hari terakhir ini, meskipun kadang, dia masih suka mual dan muntah setelah makan.Jangan - jangan dia hamil?! Azra pernah berpikir seperti itu. Tapi Icha sudah mengetesnya dengan stock testpack yang dibelinya sejak dia awal menikah dulu. Negatif. Yah, usia pernikahan merek