Prana bisa merasakan jika Milly dalam kondisi yang tidak menentu. Setelah kembali dari pengadilan, wanita itu tidak lagi keluar kamar hingga keesokan harinya. Walau ada rasa penasaran bercampur khawatir, tapi Prana menekan semua itu dan mencoba memberi Milly ruang untuk menyendiri.
Ia meninggalkan catatan singkat yang tertempel di kulkas dan berharap Milly akan membacanya sebelum berangkat kerja. Perasaannya pada Milly terlampau kuat dan Prana sendiri tidak memahami jika hatinya menjatuhkan pilihan sejak pertama bertemu.
Rasanya mustahil bisa mencintai dan mengagumi seorang wanita yang masih cukup asing dan belum ia kenal dengan baik. Akan tetapi, Instingnya terus mengatakan jika Milly akan menjadi jalan yang terbaik bagi Prana mencapai kebahagiaannya.
Akhirnya ia memendam dalam-dalam seluruh rencana dan keinginannya, Prana belajar untuk bersabar. Menghitung hari-harinya di masa lalu yang harus menempuh perjuangan sulit demi mengadaptasi hidupnya selama ini, Pra
Menata barang miliknya di kamar kecil yang sulit untuk bergerak tersebut adalah mudah. Milly membiarkan semua dalam koper karena tidak ada lemari. Tidak ada benda miliknya yang perlu dirapikan karena sebagian hanya baju dan beberapa foto tentang keluarga. Kasur tipis itu tergelar di lantai tanpa dipan. Baginya ini sudah lebih baik dari pada bayangan mengelandang.Total jumlah kamar di mes tersebut adalah delapan. Karyawan yang lain adalah tukang pijit, kasir, tukang gunting rambut dan juga petugas admin salon yang juga orang kepercayaan Mona.Pandangan mereka pada Milly tampak menyelidik. Tidak ada yang percaya jika wanita secantik dan semulus Milly, mau bekerja menjadi cleaning service. Anggapan miring dari para wanita yang menjadi rekan kerja Milly mulai berdengung dalam bisikan gossip yang menyebar dengan cepat. Pembatas ruangan yang hanya berupa partisi gypsum, membuat Milly mendengar jelas apa yang sedang mereka bicarakan.Asumsi keji terlontar dari pikiran
Perlahan-lahan sapaan yang Virgo lontarkan, Jetro sadari. Kepalanya menoleh dan sahabatnya sedang menatap dengan pandangan curiga. “Kamu terlalu memikirkan perceraianmu dengan gadis tidak tahu diri itu, Jetro!” cibir Virgo. Bukan karena tidak menyukai sikap yang Jetro tunjukkan sejak Milly meninggalkan mereka, tetapi Virgo masih geram pada wanita itu karena telah ingkar. Keduanya merasakan kekecewaan yang begitu mendalam. “Jangan menebak seperti peramal gipsi, Virgo!” kelit Jetro dengan suara dingin. Ada kilatan duka dalam matanya yang hampir tidak terlihat, karena Jetro akhirnya memilih menyibukkan diri, pura-pura menatap layar laptop. Namun Virgo tahu dengan baik bahwa Jetro sedang berusaha keras untuk tidak larut dalam situasi saat ini. “Kita berdua telah tertipu oleh penampilannya yang lugu dan polos. Di balik semua sikap naifnya, ternyata dia menyimpan rencana busuk!” desis Virgo masih terdengar gusar. “Dia tidak se
Terlalu sulit menelan makanan jika hati dalam keadaan sakit. Bukan karena oleh seseorang, tapi tekanan situasi yang membuat Milly tersudut dan memikirkan hujatan pada dirinya hingga begitu dalam.“Udah, jangan terlalu dipikirkan, Mill. Nggak penting anggapan mereka tentang kita,” hibur Lusi dengan lembut.Milly tersenyum samar dan mencoba bersikap biasa. Dirinya harus menyimpan rapat-rapat perasaan yang begitu mendera batin saat ini.“Aku mendadak kenyang, Mbak. Bukan karena kejadian yang tadi,” tukas Milly meyakinkan Lusi.“Aku tahu yang kamu pikiran. Dulu semua juga menekanku dengan status janda sekaligus bekas pelacur yang kusandang. Tapi biar aja. Lama-lama capek sendiri mereka,” imbuh Lusi kembali melontarkan kalimat simpati.Tidak ada lagi yang bisa Milly ungkapkan selain diam. Baginya, menelan semua kecewa dan sakit hati adalah biasa.Jika Milly masih seperti dulu yang tidak bisa menahan mulut jika
Ruangan itu tampak dingin, gelap, tidak ada kehangatan yang biasanya mengisi selama beberapa beberapa bulan lalu. Aroma parfum Milly masih tercium saat Jetro melangkah menuju meja rias. Tidak ada satu pun benda yang Milly bawa. Semua pemberian Jetro masih lengkap tertata rapi di atas meja tersebut. Wanita itu meninggalkan semua yang pernah Jetro berikan padanya selama menjadi istrinya.Tangannya mengambil jepit rambut berwarna biru dengan batu swarozki yang pernah ia berikan sebagai hadiah saat Milly tiba. Ia menimang dan membayangkan Milly mengenakan jepit indah tersebut pada rambut lebatnya.Wajah Milly yang bersemu merah ketika ia mencumbunya, terbayang. Jetro memejamkan mata sementara memorinya memanggil kembali seluruh kenangan indah bersama Milly.Keintiman mereka melibatkan hasrat, rasa dan juga hati. Sentuhan yang begitu bergelora, tidak sekedar memuaskan nafsu belaka. Jetro mengakui jika dirinya melakukan keintiman tersebut bukan untuk mencapai puncak k
Kembali lagi, pagi itu Milly bekerja lebih awal karena Mona memintanya untuk mengambil barang di sebuah toko tak jauh dari salonnya. Matanya masih terlihat sembab dan bengkak. Lusi tahu jika semalam Milly menangis. Ia bisa mendengar dengan jelas isak tertahan dari kamar sebelah.Sejak Lusi mendengar pembicaraan Milly dan Lora, ia belum menanyakan tentang hal yang memicu Milly untuk bercerai dengan Jetro.Sikap Milly yang mendadak menjadi lebih pendiam, membuat Lusi urung dan segan. Bukan hanya iba akan kisah dari beberapa rekan mereka yang ternyata mengetahui, Milly menikah karena Jetro membiayai perawatan ayahnya, tapi Lusi juga prihatin akan nasib malang yang Milly alami. Tidak seharusnya wanita berwajah cantik dengan fisik sempurna berakhir dengan nasib yang tak jauh darinya yang penampilannya pas-pasan.Milly layak mendapatkan kesempatan yang lebih baik.Lusi melihat Milly yang kembali dengan barang banyak dan tampak kerepotan, Lusi segera membantunya
Meratapi hidup yang bergelimangan kisah pedih di sekelilingnya dengan tubuh menggigil, Martin meringkuk di sudut ruangan bekas gudang kosong. Keluarganya meninggalkan dirinya dalam kematian yang ia tidak pernah siap untuk hadapi. Martin menyalahkan Tuhan atas takdirnya.Kebencian Martin atas kakaknya, Milly, pun menumpuk. Ketergantungannya selama ini pada perempuan yang selalu menempatkan diri sebagai orang yang selalu bisa ia andalkan, membuat Martin seperti kehilangan pegangan saat Milly pergi dari kehidupan mereka. Kadang pemuda yang baru beranjak dewasa tersebut menyesal. Kenapa dirinya menjadi salah satu beban Milly. Keinginannya untuk segera mandiri dan membantu dalam ekonomi keluarga, ternyata tidak semudah yang ia pikirkan.Kehadiran seorang pria yang ia pikir membantunya berdiri tegak, mencapai kokohnya menjadi pribadi dewasa, ternyata justru menjerumuskan Martin dalam jerat psikotropika yang menenggelamkan jiwanya.Martin menghirup butira
Langkah Milly kadang terseok. Tamparan Mona yang menghajar wajahnya berkali-kali masih terasa sakit dan perih. Milly tidak tahu harus pergi ke mana. Dirinya berjalan tanpa tujuan.Denyut di kepalanya membuat Milly tidak sanggup berjalan lagi. Ia memutuskan untuk berhenti di halte dan duduk dalam kebingungan. Sinar kilat menyambar dan langit bergemuruh. Beberapa menit kemudian hujan turun deras.Milly merapatkan jaketnya dan tidak mampu berpikir jernih.Siapa yang tega memfitnah dirinya seperti itu? Bekerja dengan Mona adalah kesempatan terbaiknya untuk menata kembali hidupnya yang berantakan. Tempat itu menyediakan tempat tinggal dan makan yang cukup.Ia bisa menyimpan uang gaji untuk mimpinya nanti. Tapi kini semua hancur tidak tersisa. Milly hanya sempat mendapat gaji bulan pertama dan dua minggu bekerja berikutnya tidak ada hasil karena diusir dengan tidak hormat.Tanpa pengalaman menjalani kehidupan seperti ini, Milly mengalami kebuntuan. Keman
Air dingin itu membasuh wajah Milly dan menghilangkan rasa kantuk yang menyerangnya. Di toilet umum supermarket itu Milly membersihkan diri dan berpakaian yang lebih sopan. Ketika lari dengan terburu-buru dari rumah Ningsih, Milly hanya mengenakan celana pendek dan kaos saja. Milly menyeret kembali kopernya dan keluar dari kamar kecil. Setelah mengucapkan terima kasih pada karyawan yang baik hati sudah meminjamkan toilet padanya, Milly meninggalkan tempat itu. Tidak memiliki tujuan dan arah jelas, Milly terus berjalan. Jajaran pertokoan di jalan setia budi itu memang sangat ramai dan rapi. Matanya menatap satu persatu bangunan pertokoan dan restoran hingga ia membaca sebuah kertas yang tertempel di kaca. Dibutuhkan beberapa karyawan baru seperti chef, waiter dan waitress yang usianya tidak lebih dari tiga puluh tahun dan minimal lulusan sekolah menengah. Milly menelan ludah lemas. Sesungguhnya ia berharap tidak ada persyaratan pendidikan yang selalu menghamba
Kapal pesiar yang sedang menyelenggarakan pesta pernikahan Virgo dan Joya itu tampak dihadiri oleh ratusan, bahkan mungkin ribuan tamu. Semua tampil dengan baju mahal dan elegan. Masing-masing tidak menyembunyikan diri dari wujud aslinya. Para siluman, manusia keturunan iblis, dan juga makhluk unik lainnya menunjukkan diri mereka yang sesungguhnya. Milly duduk dengan mempelai wanita, Joya, Gen, Trey dan Minerva juga Greta. Wanita tambun yang terlihat mulai bisa berbaikan dengan Jetro dan Virgo itu, terlihat ingin mengenal Milly lebih dekat lagi. Hidangan mewah terhidang terus menerus tanpa berhenti. Sementara minuman yang mahal, seperti sampanye dan wine, juga mengalir non-stop. Virgo menyalami satu persatu kawan lama yang sudah lama tidak ia temui. Mereka sangat terkejut ketika melihat Virgo akhirnya menjatuhkan pilihan pada seorang wanita cantik yang sangat eksotis. Ketika pembawa acara mengumumkan mengenai sambutan dari mempelai wanita, Mil
Pagi itu, Milly terbangun dan jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Tidak biasanya ia terbangun lambat.Ia menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya dan beringsut turun. Setelah mengingat ingin segera memeriksa kondisi Jetro, ia bergegas menuju kamar mandi.Tadi malam, Milly sempat menengok sebentar sebelum tidur. Betapa batu permata ajaib itu memang bereaksi sangat cepat pada Jetro. Tubuh pria yang tadinya mengalami sakit parah dan tinggal kulit yang membalut tulang, kini mulai mengubah Jetro kembali seperti sebelumnya.Sangat mengesankan!Harapan Milly, semoga pagi ini Jetro sudah pulih seutuhnya. Setelah berganti baju, Milly merapikan tempat tidur. Meski Frey selalu membongkar dan merapikan kembali, tapi Milly tetap merapikan setiap harinya.Sebelum keluar dari kamar, ia mematutkan diri di depan kaca. Pantulan bayangan yang di depannya, membuat Milly tersenyum.Baju terusan sederhana dan sedikit longgar ini, dengan kancing kecil dari
Ketika memasuki ruangan yang tampak terang itu, Milly melihat semua hadir. Bahkan pilot dan sopir Jetro yang tidak pernah nimbrung juga ada di sana.Virgo memberi isyarat pada Minerva untuk mendekat. Jetro dalam posisi duduk menatap Milly dengan wajah pucat. Matanya cekung dan tulang pipinya tampak tirus.Pria gagah yang pernah Milly kenal berubah menjadi mayat hidup, yang tinggal tulang belulang berbalut kulit.Minerva dan Virgo berdiri berhadapan, sementara saling berpegangan tangan. Entah apa yang mereka gumamkan, tapi Milly mendengar dengung halus seperti mantra terlontar dari semuanya. Trey memberikan tabung kaca yang berisi Blood Diamond sebesar bola kelereng itu, lalu memberikan pada Frey.Sementara dalam hati ia terus bertanya dan menebak rentetan pengembalian batu ke dalam tubuh Jetro. Frey mengambil batu tersebut lalu mendekati Jetro yang tersenyum tipis kepadanya.Tidak pernah Milly duga sebelumnya, jika proses tersebut akan begitu memil
Setelah kembali ke pulau pribadi Jetro, Milly hanya duduk termenung dengan wajah melamun. Koper dan semua benda miliknya yang baru saja Maxer letakkan di kamarnya belum tersentuh sedikit pun.‘Kenapa aku menjalani kehidupan ini?’ batin Milly masih tidak mengerti bisa terjebak dalam kehidupan seperti ini.Pikirannya kembali terbayang saat merunut semua perjalanan hidupnya dari pertama bertemu mereka semua.Waktu remaja, bukan ini yang ia cita-citakan untuk terjadi. Bahkan ketika menjalani profesi sebagai pelacur pun, Milly tidak pernah memiliki imajinasi akan berada dalam lingkungan para siluman, monster, bahkan iblis.“Aku adalah manusia yang tidak pernah menginginkan hal besar terjadi dalam hidupku. Aku bukan wanita serakah. Tapi kenapa alur hidup bisa sedemikian rumit?” gumam Milly pada dirinya sendiri.Wajah cantiknya menengadah dan memandang langit-langit kamarnya.Pertama kali ia datang tiba di kamar ini, dirinya
Milly memandang wajah Prana sepuasnya. Mungkin ada sekitar satu jam ia membiarkan dirinya menangis serta mengenang masa lalu mereka.Tidak terpikir dirinya akan menjadi malaikat maut, penjemput jiwa bagi Prana.Tidak juga terbayang jika Prana menyerahkan nyawanya dengan sukarela, tanpa perlawanan.Benarkah masih ada bentuk cinta yang masih sedemikian tulus dan segila ini? Memberikan nyawa demi yang dicintai?Akhirnya pintu terkuak dan Joya masuk lebih dulu.“Mill,” panggil siluman ular yang telah menjadi sahabatnya itu pelan. Joya terlihat prihatin dan tegang.Wanita yang dipanggil namanya menoleh dan kembali menangis. Joya berlari mendekat, lalu bersimpuh di hadapan Milly.“Aku tidak perlu menjadi pembunuhnya secara langsung, Joy. Dia menyerahkan nyawanya tanpa perlawanan,” adunya Milly seperti ingin meluapkan sesal yang menghimpit dadanya.Joya memeluk Milly dan mengusap punggung dengan lembut.
Makan malam yang mungkin menjadi akhir dari hidup Sybil atau Prana, dipenuhi keheningan dan isak tangis pelan yang terlontar dari Milly.“Jadi hatimu lebih memilih Jetro ….” Prana seperti berkata pada dirinya sendiri.Milly masih membisu dalam sedu sedan.“Seharusnya aku sadar dan tidak memaksakan kehendakmu. Maafkan aku, Mill. Telah membuat hidupmu seperti di neraka dunia.” Prana menitikkan air mata pertama dan menatap Milly dengan kesedihan juga penyesalan mendera.“Di luar semua kekejian yang telah kulakukan padamu, satu hal yang ingin aku kembali katakan padamu, Mill Berliana. Aku sangat mencintaimu melebihi nyawaku sendiri. Seandainya untuk membuktikan seberapa besar perasaan ini harus menyerahkan napasku, aku rela.”Milly menutup wajah dengan kedua tangannya.Dengan gerakan perlahan, Prana meraih sendok dan garpu, lalu kembali menyuap makan malam. Kunyahan itu diiringi derai air matanya.
Semua makanan telah terhidang. Sementara menunggu Gen yang sedang mandi, Milly yang terlebih dulu selesai menata piring dibantu oleh Made.“Mbok, kalo mau ikut makan sekalian yuk?”Made buru-buru meminta maaf.“Saya malah nggak enak, karena lupa beli kue ulang tahun buat bapak. Kayaknya, saya pamit duluan deh, Bu,” cetus Made terlihat sungkan.Milly membeku sementara berdiri memegang sendok dan garpu yang akan dia susun.“Ulang tahun Prana?” ulang Milly dengan ekspresi kaget.“Iya. Ibu lupa ya?” goda Made dengan senyum jenaka.“I-iya. Ya udah nggak apa-apa. Kita rayakan dengan makan malam yang ini aja,” tukas Milly dengan senyum kikuk. Rasa bersalah memenuhi benak Milly dan ia menjadi makin salah tingkah. Sesekali ia melirik ke arah makanan dan tampak bingung sekaligus gugup.Tegakah hatinya melakukan ini pada hari ulang tahun Prana? Hari perayaan kelahiran, akan menja
Suasana villa seperti biasa tampak sepi. Milly meminta Gen menemani dirinya dan setelah masuk ke dalam, Made menyapa mereka dengan ramah.Ada beberapa pegawai lain yang sedang membersihkan kolam renang dan juga taman di tengah villa. Milly melemparkan sapaan seperti biasa.“Kamu tunggu aku di sini, masuk aja ke kamar. Nggak dikunci,” ucap Milly.Gen menatap Milly dengan pandangan yang agak khawatir.“Hati-hati,” peringatnya.“Aku akan baik-baik aja.” Milly tersenyum kecut dan mengangguk.Setelah menarik napas, ia melangkah ke arah bangunan utama di mana Prana berada. Mobil merah sport ada di garasi, ini menunjukkan jika Prana ada di rumah .Ketika ia menggeser pintu sliding itu, Prana segera menoleh dari arah meja bar yang jadi satu dengan ruang bersantai mereka.“Milly,” sambut Prana sedikit kaget karena Milly kembali dua hari kemudian. Sebelumnya, ia meminta tiga hari untuk meng
Mendung mengelayuti langit Bali sejak pagi. Hampir keseluruhan langit gelap melingkupi pulau dewata. Prana berdiri menatap ke luar sementara penampilannya kusut. Jendela kamarnya berembun, seperti mata cokelatnya.Pria tampan yang termenung sendiri itu terlihat putus asa. Tidak ada sinar di matanya. Raut wajahnya semendung langit, tanpa cahaya. Entah sudah berapa lama, Prana membiarkan dirinya tersiksa dalam deraan kasih tak sampai.Kilasan peristiwa buruk bergantian mengisi benaknya. Hingga momen bertemu Milly untuk pertama kalinya di halte, Prana masih bisa merasakan debar hatinya yang jatuh cinta pada pandangan perdana. Gadis itu tampil dalam wujud menawan, begitu mempesona. Pipinya yang bersemu merah karena terkena panas, justru menambah kecantikannya.Mata lentik dan bibir mungil penuh yang terbentuk dalam lengkung sempurna itu sangat pas menghiasi wajah ovalnya. Kulit putih halus menawan, tanpa cacat dan noda. Milly adalah makhluk paling sempurna bagi Pran