Hujan kembali membasahi Kota Metropis. Terlihat beberapa orang berlarian melindungi diri dari serbuan hujan, termasuk Valleya yang mempercepat langkah menuju pertokoan di pusat kota. Gadis muda itu berhenti di depan sebuah toko roti untuk berteduh.
Baju merah muda yang membungkus tubuhnya basah, bahkan dari ujung kepala hingga sepatu juga ikut basah terkena guyuran hujan yang lebat.
Dia memeluk diri dalam keadaan kedinginan, begitu pula beberapa orang yang berdiri berteduh tidak jauh darinya.
Lama gadis itu berdiam di sana, dengan tangan menengadah ke depan, menampung tetesan-tetesan hujan yang jatuh dari atap pertokoan.
Di tengah-tengah rasa dingin yang menyapa, senyum gadis itu terukir amat sempurna. Entah mengapa dia merasa senang ketika rintik-rintik hujan itu berkumpul dalam tadahan tangan mungilnya.
Karena terlalu fokus bermain hujan, gadis itu tidak menyadari sosok bermantel hitam dengan topi menutupi separuh wajah tengah berdiri tepat di sa
Tubuh Valleya terasa seperti seringan bulu. Rasa pusing tiba-tiba saja menderanya begitu dia merasakan telapak kakinya berpijak pada lantai. Dan saat matanya terbuka, penglihatan Valleya tertuju pada tempat tidur yang berada di tengah-tengah ruangan.Belum sempat gadis itu menarik napas, tiba-tiba saja dia merasakan seluruh ruangan bergoyang dan kakinya kehilangan pijakan. Membuatnya nyaris luruh ke lantai andai saja sepasang tangan tidak segera menopang dirinya.Seketika kepala gadis itu pun menoleh cepat ke arah sosok pria yang berdiri di sebelah dengan tangan melingkar pada tubuh Valleya.Suara serak gadis itu pun bertanya pelan; “A-apa yang baru saja terjadi?”Bukannya memberi jawaban, Chrysander malah mengangkat tubuh Valleya ke udara, menyebabkan gadis itu menahan pekikan sembari melingkarkan kedua lengan pada leher pria itu yang tampak kokoh dan nyaman untuk dijadikan sandaran.Tanpa tahu malu, Valleya pun merebahkan kepala di sa
Suara langkah kaki yang melintasi lorong, menarik perhatian Bervis seketika. Pria itu mengintip ke arah sosok Chrysander dari balik daun pintu ruangan yang biasa digunakan sebagai tempat pertemuan. Lirikan matanya menyipit, menandakan bahwa dia tidak senang dengan kedatangan tuannya secara mendadak. "Aku sudah mengatakan padamu untuk tidak turun ke bumi siang hari, Yang Mulia," ucapnya, membuat langkah Chrysander terhenti di dekat anak tangga. Perlahan-lahan kepalanya pun terangkat, dan pandangannya jatuh ke arah Bervis yang telah berdiri di hadapan. Dengan senyuman malas, Chrysander pun mengangkat bahu. Acuh. Dia hendak melanjutkan langkah kembali, namun lagi-lagi Bervis bersuara. "Aku hanya ingin kau berhati-hati, para malaikat itu sedang memperluas pencarian."Mendengar peringatan serius dari nada suara temannya itu, Chrysander pun menautkan kedua alis. "Aku tahu," jawabnya datar. "Dan intensitas kekuatan gadis
Seketika Valleya terkesiap saat mendengar suara Chrysander yang muncul dari balik bahu. Gadis itu pun berputar cepat, dan tubuhnya nyaris terjatuh karena pergerakan yang tiba-tiba. Untung saja Chrysander menahan pinggang Valleya. Sehingga kepalanya tidak membentur permukaan lantai yang keras. "Ka-kau, bagaimana...," ucap gadis itu terbata.Dia melirik ke arah Bunga Kristal yang tidak bergerak dari tempatnya tadi. Dan anehnya, bunga itu tetap berada di posisi semula, dengan batang dan dedaunan yang seolah membeku di udara. Tidak terlihat tanda-tanda bunga itu barusan menyerang. "Bu-bunga itu." Tunjuk Valleya pada Bunga Kristal di atas meja. Dengan gumaman pelan, dia pun mengadukan apa yang dialaminya pada pria di sebelah; "Bunga itu mengeluarkan api. Sama seperti yang Bibi alami."Tangan Valleya mencengkram kuat pergelangan Chrysander, hingga membuat jubah hitamnya mengkerut. Namun, tampaknya pria itu tidak begitu peduli, dan
“Kau ... bukan manusia?” tanya Valleya dengan nada terjeda. Gadis itu bahkan terlihat memiringkan sedikit kepalanya, sembari mengedipkan mata berkali-kali. Hingga tanpa sadar, keduanya hanya saling pandang untuk beberapa waktu. Dengan wajah datar, Chrysander mengangguk samar. Pria itu bahkan terlihat mengulas senyuman tipis, yang semakin membuat Valleya menahan napas. Karena, tanpa pria itu sadari, pesonanya mampu melunakkan hati setiap wanita. Dan Valleya tidak masuk dalam pengecualian. “Ya ... Kau tidak terlihat seperti manusia,” gumam Valleya seketika, yang semakin melebarkan senyuman Chrysander, menjadikan gadis itu tersadar akan ucapannya barusan. Dengan satu tangan berada di mulut, Valleya pun beringsut ke sudut ruangan. Hal itu tentu saja memancing gelak tawa pria itu. “Apa kau baru saja memujiku, Angel?” Dengan satu alis naik mendekati dahi, Chrysander menatap Valleya sedikit sensual, yang semakin membua
Valleya keluar dari kamarnya dalam keadaan bersungut-sungut sembari menggeleng kesal akan pembicaraannya dengan Chrysander pagi ini. Dia bahkan ingin melemparkan sesuatu pada pria itu, karena tidak memberinya jawaban yang memuaskan. “Orang-orang memanggilku Yang Mulia,” gumam Valleya, menirukan cara bicaranya yang terdengar menyebalkan di telinga. Dengan pipi sedikit menggembung dan bibir mengerucut, Valleya pun menuruni tangga hingga tiba ke depan pintu. Namun, masih dengan gerutuan mengenai Chrysander pagi ini. “Lalu, jika kau Yang Mulia, apakah aku seorang Puteri?” ejeknya, pada makhluk yang secara tiba-tiba menghilang begitu saja, tanpa berpamitan lebih dahulu. Semakin menambah kekesalan Valleya setelah ditinggal pergi oleh Chrysander bersama udara panas yang mengelilingi saat pria itu lenyap dalam hembusan angin. Tangan gadis itu pun memutar knop pintu, dan dia membukanya dengan satu hentakan. “Dia pria yang aneh, dan... aneh,” tambah Valleya dengan anggukan kepala. Baru sa
“Paman John!” panggil Valleya begitu dia membuka pintu sebuah toko roti.Tampak seorang pria dewasa berparas cukup rupawan dengan gurat usia di sudut mata dan dahi keluar dari sebuah pintu di belakang ruangan.“Hey Princess,” sapanya begitu Valleya melangkah ke arah konter. “Aku membawakan pesan dari Bibi.”Mendengar ucapan Valleya, seketika pria itu mendekati sebuah meja dan mengeluarkan sebuah amplop cokelat dari dalamnya. Jemarinya tampak menghitung beberapa lembar uang yang berasal dari amplop tersebut.“Apa kau baru saja dari tempat Miss Fudge?” tanya John setelah dia menghitung pembayaran.Pria paruh baya itu pun berjalan ke arah Valleya yang menunggunya di seberang konter.“Hu umm,” gumam gadis itu diikuti anggukan kepala. “Miss Fudge sangat sibuk, sehingga aku tidak bisa berbicara dengannya. Ada banyak hal yang harus dia persiapkan untuk Festival.”John hanya mengulas senyum sembari menyerahkan amplop cokelat yang ada di tangan.“Ya, semua orang sangat antusias dengan festival
Jantung Valleya berdetak teramat kencang. Seolah-olah organ paling penting itu hendak meledak dari sarangnya. Sementara Chrysander yang dapat mendengar debaran jantung gadis itu hanya mengulas seringai kecil di sudut bibir.“Ah … aku tidak mengira kau sangat bersemangat,” bisiknya diikuti kekehan pelan sembari menjatuhkan kecupan panjang di sekitar tengkuk Valleya, yang membuat gadis itu merinding karenanya. “Dengarkanlah detak jantungmu berirama begitu merdu dan itu membuat candu.”Chrysander membawa jemari Valleya ke dalam dekapan hangat tangan kokohnya, lalu pria itu pun menaruh jari-jemari lentik itu di atas dada Valleya yang bergetar.“See … kau bahkan tidak bisa menyembunyikan perasaanmu, Angel,” ucapnya, sembari melepaskan tubuh gadis itu dari dekapan.Sepersekian detik kemudian, Chrysander mulai menjauh, hingga akhirnya pria itu duduk di atas ranjang seperti posisinya semula ketika Valleya masuk di awal tadi.Tubuh Valleya yang baru saja kehilangan kehangatan dari Chrysander t
Istana bawah tanah tampak begitu hening. Suasana gelap yang selalu menyelimuti kota mati itu pun terasa begitu suram. Bahkan, para iblis dan makhluk malam yang tinggal di dalamnya seolah-olah enggan untuk berkeliaran, dan masing-masing dari mereka tampak memilih untuk tetap diam di tempat peristirahatan pribadi.Akan tetapi, berbeda dengan para makhluk malam di strata terbawah, seorang Jendral berambut pirang dan berbadan tegap nan tegas terlihat berjalan melintasi kota bersama sepasukan iblis berseragam serupa. Hitam dan gelap. Bagaikan bayangan yang selalu menyelimuti aura kumpulan pria-pria itu.“Yang Mulia tidak akan senang jika kita berpatroli ke permukaan bumi, Jendral,” ucap salah satu dari pasukan tersebut dengan tatapan lurus ke tanah pijakannya. “Anda sangat mengerti, dia tidak akan membiarkan kita begitu saja bila datang ke sana mencarinya.”Terdengar suara helaan panjang, menandakan sang Jendral mendengarkan nasihat barusan. Dari caranya bernapas, siapapun yang mendengar t
Valleya meronta-ronta hendak melarikan diri dari makhluk aneh yang berdiri dengan tatapan lapar ke arahnya. Seolah-olah makhluk itu ingin melahap dirinya seketika.“Makanan!” pekik makhluk yang membuka mulutnya lebar-lebar sembari memamerkan barisan gigi yang runcing, membuat Valleya semakin berteriak histeris.“Hmmmmm …. Makanan! Makanan!” Makhluk tersebut bersuara begitu nyaring hingga memekakkan telinga bagi yang mendengarnya.Dengan gerakan agresif, makhluk itu bergerak semakin dekat, menimbulkan ketakutan pada Valleya yang tubuhnya berubah kaku tiba-tiba hingga jeritan pun sulit lolos dari mulut mungilnya. Dan di tengah-tengah perasaan putus asa, Valleya merasakan radiasi hangat yang menyelimuti sekujur tubuh. Membalutnya dalam ketenangan yang mengeluarkan dirinya dari ketakutan.Di tengah-tengah isakan tangis yang tersisa, Valleya mendengar suara menggelegar bercampur amarah. Namun, entah mengapa, suara itu malah memberinya kelegaan luar biasa, dan bukan sebaliknya.“Apa kau sud
Pagi itu, Kota Metropis kembali diguyur hujan deras. Dan rasa dingin menusuk kulit membuat sebagian orang memilih untuk tetap berada di balik selimut dan rumah-rumah mereka.“Aku tidak percaya ini! Berbulan-bulan langit menurunkan hujan, seolah tanpa jeda,” gusar Bibi Ema yang sejak tadi mondar-mandir gelisah di depan pintu rumah.Bibirnya mengerucut tidak senang begitu mendapati langit gelap yang ditutupi oleh awan.“Astaga, kau benar. Aku bahkan tidak pernah mengalami musim hujan sepanjang ini. Lihatlah, air menggenang di mana-mana. Tetapi anehnya, tidak pernah terjadi banjir bandang. Bukankah ini sangat tidak biasa?” tutur Bibi Eva sembari ikut menatap keluar bersama Bibi Ema.“Ya, ya. Ini fenomena yang sangat tidak biasa. Meskipun Metropis selalu diguyur hujan, tetapi tidak pernah selama ini. Bahkan, sepertinya keanehan seperti ini sudah berlangsung sejak beberapa tahun ke belakang. Cobalah ingat-ingat kembali, betapa sulitnya menemukan matahari beberapa tahun terakhir.”Bibi Dori
Istana bawah tanah tampak begitu hening. Suasana gelap yang selalu menyelimuti kota mati itu pun terasa begitu suram. Bahkan, para iblis dan makhluk malam yang tinggal di dalamnya seolah-olah enggan untuk berkeliaran, dan masing-masing dari mereka tampak memilih untuk tetap diam di tempat peristirahatan pribadi.Akan tetapi, berbeda dengan para makhluk malam di strata terbawah, seorang Jendral berambut pirang dan berbadan tegap nan tegas terlihat berjalan melintasi kota bersama sepasukan iblis berseragam serupa. Hitam dan gelap. Bagaikan bayangan yang selalu menyelimuti aura kumpulan pria-pria itu.“Yang Mulia tidak akan senang jika kita berpatroli ke permukaan bumi, Jendral,” ucap salah satu dari pasukan tersebut dengan tatapan lurus ke tanah pijakannya. “Anda sangat mengerti, dia tidak akan membiarkan kita begitu saja bila datang ke sana mencarinya.”Terdengar suara helaan panjang, menandakan sang Jendral mendengarkan nasihat barusan. Dari caranya bernapas, siapapun yang mendengar t
Jantung Valleya berdetak teramat kencang. Seolah-olah organ paling penting itu hendak meledak dari sarangnya. Sementara Chrysander yang dapat mendengar debaran jantung gadis itu hanya mengulas seringai kecil di sudut bibir.“Ah … aku tidak mengira kau sangat bersemangat,” bisiknya diikuti kekehan pelan sembari menjatuhkan kecupan panjang di sekitar tengkuk Valleya, yang membuat gadis itu merinding karenanya. “Dengarkanlah detak jantungmu berirama begitu merdu dan itu membuat candu.”Chrysander membawa jemari Valleya ke dalam dekapan hangat tangan kokohnya, lalu pria itu pun menaruh jari-jemari lentik itu di atas dada Valleya yang bergetar.“See … kau bahkan tidak bisa menyembunyikan perasaanmu, Angel,” ucapnya, sembari melepaskan tubuh gadis itu dari dekapan.Sepersekian detik kemudian, Chrysander mulai menjauh, hingga akhirnya pria itu duduk di atas ranjang seperti posisinya semula ketika Valleya masuk di awal tadi.Tubuh Valleya yang baru saja kehilangan kehangatan dari Chrysander t
“Paman John!” panggil Valleya begitu dia membuka pintu sebuah toko roti.Tampak seorang pria dewasa berparas cukup rupawan dengan gurat usia di sudut mata dan dahi keluar dari sebuah pintu di belakang ruangan.“Hey Princess,” sapanya begitu Valleya melangkah ke arah konter. “Aku membawakan pesan dari Bibi.”Mendengar ucapan Valleya, seketika pria itu mendekati sebuah meja dan mengeluarkan sebuah amplop cokelat dari dalamnya. Jemarinya tampak menghitung beberapa lembar uang yang berasal dari amplop tersebut.“Apa kau baru saja dari tempat Miss Fudge?” tanya John setelah dia menghitung pembayaran.Pria paruh baya itu pun berjalan ke arah Valleya yang menunggunya di seberang konter.“Hu umm,” gumam gadis itu diikuti anggukan kepala. “Miss Fudge sangat sibuk, sehingga aku tidak bisa berbicara dengannya. Ada banyak hal yang harus dia persiapkan untuk Festival.”John hanya mengulas senyum sembari menyerahkan amplop cokelat yang ada di tangan.“Ya, semua orang sangat antusias dengan festival
Valleya keluar dari kamarnya dalam keadaan bersungut-sungut sembari menggeleng kesal akan pembicaraannya dengan Chrysander pagi ini. Dia bahkan ingin melemparkan sesuatu pada pria itu, karena tidak memberinya jawaban yang memuaskan. “Orang-orang memanggilku Yang Mulia,” gumam Valleya, menirukan cara bicaranya yang terdengar menyebalkan di telinga. Dengan pipi sedikit menggembung dan bibir mengerucut, Valleya pun menuruni tangga hingga tiba ke depan pintu. Namun, masih dengan gerutuan mengenai Chrysander pagi ini. “Lalu, jika kau Yang Mulia, apakah aku seorang Puteri?” ejeknya, pada makhluk yang secara tiba-tiba menghilang begitu saja, tanpa berpamitan lebih dahulu. Semakin menambah kekesalan Valleya setelah ditinggal pergi oleh Chrysander bersama udara panas yang mengelilingi saat pria itu lenyap dalam hembusan angin. Tangan gadis itu pun memutar knop pintu, dan dia membukanya dengan satu hentakan. “Dia pria yang aneh, dan... aneh,” tambah Valleya dengan anggukan kepala. Baru sa
“Kau ... bukan manusia?” tanya Valleya dengan nada terjeda. Gadis itu bahkan terlihat memiringkan sedikit kepalanya, sembari mengedipkan mata berkali-kali. Hingga tanpa sadar, keduanya hanya saling pandang untuk beberapa waktu. Dengan wajah datar, Chrysander mengangguk samar. Pria itu bahkan terlihat mengulas senyuman tipis, yang semakin membuat Valleya menahan napas. Karena, tanpa pria itu sadari, pesonanya mampu melunakkan hati setiap wanita. Dan Valleya tidak masuk dalam pengecualian. “Ya ... Kau tidak terlihat seperti manusia,” gumam Valleya seketika, yang semakin melebarkan senyuman Chrysander, menjadikan gadis itu tersadar akan ucapannya barusan. Dengan satu tangan berada di mulut, Valleya pun beringsut ke sudut ruangan. Hal itu tentu saja memancing gelak tawa pria itu. “Apa kau baru saja memujiku, Angel?” Dengan satu alis naik mendekati dahi, Chrysander menatap Valleya sedikit sensual, yang semakin membua
Seketika Valleya terkesiap saat mendengar suara Chrysander yang muncul dari balik bahu. Gadis itu pun berputar cepat, dan tubuhnya nyaris terjatuh karena pergerakan yang tiba-tiba. Untung saja Chrysander menahan pinggang Valleya. Sehingga kepalanya tidak membentur permukaan lantai yang keras. "Ka-kau, bagaimana...," ucap gadis itu terbata.Dia melirik ke arah Bunga Kristal yang tidak bergerak dari tempatnya tadi. Dan anehnya, bunga itu tetap berada di posisi semula, dengan batang dan dedaunan yang seolah membeku di udara. Tidak terlihat tanda-tanda bunga itu barusan menyerang. "Bu-bunga itu." Tunjuk Valleya pada Bunga Kristal di atas meja. Dengan gumaman pelan, dia pun mengadukan apa yang dialaminya pada pria di sebelah; "Bunga itu mengeluarkan api. Sama seperti yang Bibi alami."Tangan Valleya mencengkram kuat pergelangan Chrysander, hingga membuat jubah hitamnya mengkerut. Namun, tampaknya pria itu tidak begitu peduli, dan
Suara langkah kaki yang melintasi lorong, menarik perhatian Bervis seketika. Pria itu mengintip ke arah sosok Chrysander dari balik daun pintu ruangan yang biasa digunakan sebagai tempat pertemuan. Lirikan matanya menyipit, menandakan bahwa dia tidak senang dengan kedatangan tuannya secara mendadak. "Aku sudah mengatakan padamu untuk tidak turun ke bumi siang hari, Yang Mulia," ucapnya, membuat langkah Chrysander terhenti di dekat anak tangga. Perlahan-lahan kepalanya pun terangkat, dan pandangannya jatuh ke arah Bervis yang telah berdiri di hadapan. Dengan senyuman malas, Chrysander pun mengangkat bahu. Acuh. Dia hendak melanjutkan langkah kembali, namun lagi-lagi Bervis bersuara. "Aku hanya ingin kau berhati-hati, para malaikat itu sedang memperluas pencarian."Mendengar peringatan serius dari nada suara temannya itu, Chrysander pun menautkan kedua alis. "Aku tahu," jawabnya datar. "Dan intensitas kekuatan gadis