Keesokan harinya Rey bangun pagi-pagi sekali, karna kamar Rey dan Bram bersebelahan Rey mencoba membangunkan Bram yang masih tertidur pulas. Tetapi Bram tak bergeming dia masih tertidur, tak berhasil membangunkan Bram, Rey berjalan. Belum begitu jauh Rey melangkah terdengar dengkuran kecil yang berasal dari arah Bram.
“Dasar kebo. Kalau tidur lupa akan dunianya,” Rey keluar kamar berlari keluar villa, tiba-tiba Tasya muncul.“Bang, tunggu-in Tasya sebentar...!” pekik Tasya seraya mengikat tali sepatu yang ia kenakan.Kini mereka berolahraga bersama dengan berbincang sebentar, terlihat wajah Rey sedikit fresh membuat Tasya heran.“Ada yang beda dari Bang Rey hari ini,” curi-curi pandang.“Kenapa Sya, kok menatap aku terus?!” Tanya Rey dengan terus berlari pelan.“Wajah Abang hari ini lebih fresh dan kelihatan sangat beda.” Tasya memperhatik
Perlahan kertas itu turun ke bawah memperlihatkan setengah dari wajah seseorang di baliknya, belum sempat melihat wajah orang itu terdengar ketukan pintu kamar Bram.Tok...! Tok...! Tok...!“Hmm... s-siapa yang mengganggu waktu tidurku?” Bram memperlambat suaranya seakan-akan terbangun dari tidurnya yang lelap.“Maaf Tuan! saya hanya ingin menawarkan minuman.” Suara dari balik pintu.“Ini sudah lewat tengah malam, aku tak ingin minum atau makan apa pun. Sana pergi aku mau tidur!!” Bentak Bram dengan suara berat.“Maafkan saya, Tuan!” terdengar suara derap kaki yang melangkah menjauh dari kamarnya.Mereka bernafas lega bisa mengatasi pelayan tua itu, Rey kembali menghubungi orang yang tadi. Erlan, Tasya dan Bram tahu tentang orang itu secara langsung walau hanya lewat video call saja, karna tak memungkinkan untuk mempertemukan secara langsung itu akan membuat
Setelah berjalan ratusan kilometer kini mobil itu berhenti di depan gedung yang terletak di pinggir desa, Bram dan Rey di seret paksa masuk ke dalam gedung itu dan Erlan berjalan dengan sedikit pincang karna luka tembak yang di layangkan Kiki semalam.Kiki tersenyum lebar dan bergegas pria kemayu itu berlari kecil menuju ke suatu ruangan di lantai dua, tanpa basa-basi lagi Kiki melaporkan semua kejadian semalam dengan wajah yang semringah.“Kami telah berhasil meringkus mereka, Bos!” ucap Kiki dengan bangga. Mendengar kabar dari Kiki wanita parubaya yang duduk menghadap jendela menyunggingkan senyuman sinis, dengan semangat yang menggebu-gebu wanita itu menghampiri Kiki dan berbisik.“Tak salah aku memilihmu menjadi kaki tanganku!”“Kurung mereka di ruang bawah tanah, dan jaga dengan ketat ruangan itu jangan sampai ada cela untuk mereka lolos dari sini!!” imbuh wanita itu dengan suara datar dan ekspresi wajahn
“Kenapa Ayah membantu Fery?” pekik Fery.“Biarkan Ayah membantu...,” cakapnya cepat.Fery berusaha mendekati Erlan yang cukup jauh darinya namun usahanya tak semuda yang ia pikirkan karna begitu banyak orang yang harus ia singkirkan, Erlan sedikit lengah membuat kepalan tangan milik lawannya mendarat di dada membuat Erlan jatuh tersungkur di lantai, melihat Erlan tergeletak tak berdaya membuatnya Fery marah dan bergerak cepat melibas semua orang yang menyerangnya, Rey memberhentikan langkah kakinya karna di mendengar teriakan Fery yang memanggil nama ayah angkatnya, secepat kilat Rey berlari kembali ke tempat mereka berpisah tadi.“Hai... Mau ke mana?” Pekik Bram.“Om Erlan dalam bahaya,” sahut Rey yang masih terus berlari.Bram dan Hendra juga ikut berlari ke arah ruangan yang ia di sekap tadi, melihat Erlan tergeletak di tanah membuat Rey geram, sekuat tenaga dia menendang orang yang henda
“Aku hanya menyelamatkan kalian sem...” belum sempat menjawab pertanyaan suaminya tubuh mereka terbanting keras ke bawah dan kepala mereka berdua pecah dan mengeluarkan begitu banyak darah, tubuh ayah dan ibu berguncang perlahan. Mereka berdua meregang nyawa dalam dekapan satu sama lain.“Ibu... Ayah...,” suara teriakan Kayla menggema di gedung itu.Fery terbengong melihat jasad ke dua orang tua angkatnya dari lantai delapan, Rey memeluk erat Kayla yang sedang meronta dan menangis, walau ibunya tega merencanakan kematiannya tapi gadis itu tetap sayang dan mencintai setulus hatinya.“Kenapa mereka nekat mengakhiri hidup mereka dengan cara itu? Apa mereka tidak s-sayang denganku...?” suara Kayla tercekat karna tangisannya.Rey mengelus rambut Kayla dan mencoba menenangkan gadis yang ada dalam pelukannya itu. “Tenangkan dirimu! sebaiknya kita mencari Tasya, entah di mana dia berada kini?&rdquo
Tasya melirik Bram yang masih bengong dan gadis itu mengguncang tubuh Pria yang duduk di sebelahnya dan melontarkan pertanyaan.“Apa yang kau pikirkan, Bram? Apa kau mendengar perkataanku tadi?” kata Tasya pelan.“Aku mendengarnya dengan cukup jelas!” sahut Bram.“Lalu kenapa kau tak segera menjawabnya?” Tasya beranjak dari tempat duduknya.“Ini semua sudah menjadi jalan takdir kalian berdua, berusahalah menjadi gadis yang tangguh! Sedikit mengertilah dengan situasi ini, tak semua yang kau lihat itu benar,” Bram memaparkan segalanya dengan suara yang lembut nan mendayu.“Apa mungkin aku bisa? Hatiku sakit tanpa alasan Bram.” Tasya mengelus dadanya dan air mata perlahan menetes.“Yakinlah pada dirimu sendiri! Jangan mengekang hati dan pikiranmu,” Bram menyekat air mata Tasya.Pemuda manis tersebut memeluk Tasya dan tanganny
“Pekerjaan kita belum selesai Kawan! Biang kerok di balik masalah ini belum diketahui!!” tegas Kayla sembari tangannya meraih alat bor di dinding.“Apa maksudmu, Kay?” tanya Bram dengan tatapan penuh.Kayla berjalan di hadapan semua orang, dia mengelus-elus alat bor yang ia bawa dengan tersenyum jahat, semua orang yang berada dalam ruangan sangat tak nyaman dengan sikap Kayla yang terbilang sangat aneh.“Kau mau tahu? Siapa mata-mata baru yang melaporkan pergerakan kita terakhir kali? Sehingga membuat kedua orang tuaku meninggal dan mendesak Ibu menjadi kambing hitam dari segala kekacauan ini dan hal itu untuk mengalihkan niatku dari awal!” pungkas Kayla dengan amarah yang sangat berkobar-kobar.“Kakak lagi bicara apa? Tasya enggak mengerti maksud ucapan Kakak...,” ujar Tasya dengan mata yang berkaca-kaca.“Kau sekarang harus lebih kuat Sya! Dan pahami keadaan saat
Terdengar suara tawa yang sangat familier di telinga mereka, beberapa pasang mata menatap serius seseorang yang mengenakan topeng yang saat ini sedang duduk santai di sofa. Tiba-tiba tawanya terhenti dan tatapan dinginnya membuatnya semakin terlihat sangat kejam.“Apa yang kau pikirkan Rey?” tanya Kayla yang kini tersenyum masam di hadapan Rey.Rey masih menatap serius pria tersebut, perlahan dia melangkahkan kakinya mendekat lemari kaca yang di penuhi darah.“Apa kau masih tidak mengenali si bangsat, itu?” tanya Kayla geram.Dengan ragu Rey menjawab pertanyaan Kayla. “I-indra...,"Setelah mendengar ucapan Rey, Kayla menyelinap masuk ke sebuah kamar dan pergerakan Kayla di ikuti oleh Rey yang berjalan di belakangnya.“Kenapa kau mengikutiku?” tanya Kayla dengan mata mendelik.“Aku perlu mendengar penjelasanmu,” kata Rey lirih.
Hendra sudah tak bisa menahan emosinya, sehingga dia langsung melayangkan tendangan ke arah Indra dan semua anak buah Indra menodongkan pistol ke arah mereka semua. Rencana cadangan Rey pun gagal karna tindakan Hendra yang gegabah dan kini mereka harus berjuang dengan kemampuan yang ada dan saat ini mereka hanya memiliki beberapa anggota saja yang tersisa. “Kenapa kau melakukan ini?!” bentak Bram dengan mata melotot. “Iblis itu harus mati, Bang!!” sarkasnya penuh kebencian. Suara tembakan menggema di ruangan beberapa warga mengintip dari rumah mereka masing-masing dan salah satu tetangga Kayla melaporkan hal tersebut ke polisi. Semua kaca hancur berhamburan karna tembakkan dan jasad tergeletak di mana-mana, tak ada yang menjamin hidup atau pun keselamatan mereka. Kehancuran yang sesungguhnya kini telah di mulai. “Hai....” Pekik Indra seraya melepaskan tembakkan ke udara. “Buang semua senjata kalian ata