"Saya minta maaf atas ketidaknyamanan ini. Biar bu Voka saja yang mengurus mereka. Mari pak, Elkan."
Elkan mengangkat salah satu alisnya. "Saya mau tau apa masalah mereka. Jangan sampai ada kekerasan di kampus ini. Apa tidak boleh saya tau?""Te-tentu boleh," jawab sang dosen."Jadi, ada yang bisa jelaskan masalah awalnya?"Kalea menunduk menatap ujung sepatunya. Meski Elkan orang yang berpengaruh di sini bukan berarti dia harus ikut campur urusannya. Berbeda dengan Kalea, Yumi justru menatap Elkan dengan mata berbinar. Dia tak menyangka jika orang yang sering dibicarakan orang-orang itu memiliki ketampanan yang luar biasa. Kalau begini, dia lebih memilih pria dihadapannya daripada sang kekasih yang diduga berhubungan dekat dengan Oliv.'Masih mending gue ngejar Elkan yang jelas-jelas mapan dan punya visual. Terserah deh Riko mau naksir si cupu atau engga, gue gak peduli,' batinnya."Kalea nampar saya, terus dia juga dorong saya sampai terbentur meja. Jujur aja Kal, lo gak suka sama gue, kan?" kata Yumi yang sesekali meringis memegang lengannya.Gadis itu tersenyum sinis mendengarnya. "Iya, gue emang gak suka sama lo. Tapi untuk masalah tadi, lo sendiri yang mulai.""Gue gak ngelakuin apa-apa sama lo.""Terus siapa yang siram gue pake air pel kalau bukan lo?""Kalea!" sentak Bu Voka. Mau tak mau dia kembali diam. Andai saja di hadapannya bukan para petinggi kampus, dia tak segan untuk mencakar wajah Yumi.Elkan yang sejak tadi diam tanpa sadar menarik sudut bibirnya keatas. Gadis yang ia lihat seperti singa betina di rumah, kini terlihat seperti seekor anak kucing yang tak berdaya. Sekelebat ide muncul di otak nya."Menurut saya, untuk siswi ini mungkin cukup memberikan surat panggilan orangtua. Sementara siswi satu ini, saya mau, saya sendiri yang memberikan hukuman.""Apa? Kenapa cuma gue? Maksudnya, kenapa cuma saya yang dihukum?" protes Kalea."Kamu bilang jangan ada panggilan orangtua. Sekarang ikut saya."Belum sempat Jonan membuka mulut, Elkan lebih dulu mengangkat tangannya seakan meminta untuk diam. Jonan sendiri bingung melihat temannya yang menarik seorang gadis remaja entah kemana. Kejadian langka, pria itu biasanya tidak suka ikut campur urusan orang lain. Ah, Deon harus tau tentang ini juga.Elkan terus membawa Kalea hingga ke ruang pribadinya di lantai atas. Sampai di sana, Kalea menatap jengkel pada Elkan yang bersandar di pintu sambil menatapnya. Hey, untuk apa dia dibawa ke tempat ini?"Terus hukumannya apa?" tanya Kalea memperhatikan sekelilingnya. Ruangan yang didominasi warna abu-abu, luasnya mungkin setara dengan kelasnya.Bukannya menjawab, Elkan justru melepas kancing kemeja putihnya satu persatu. Kalea yang melihat pria itu mendekatinya segera mundur perlahan. "Mau ngapain lo?!""Sebelumnya, pakai ini dulu. Kamu gak sadar dari tadi seragam kamu terawang karena basah?" Kemeja itu diberikan kepada Kalea, sedangkan tubuhnya hanya memakai kaos polos berlengan pendek."Dasar cabul!" Ia segera mengenakan kemeja yang kebesaran di tubuhnya itu. "Cepet kasih tau hukumannya!""Karena kamu tetangga kesayangan saya, jadi saya kasih keringanan. Hukuman kamu cuma lari keliling lapangan dua puluh kali putaran.""Cuma? Lo pikir kaki gue ini punya otot besi?"Elkan tertawa pelan. "Tadinya saya mau minta kamu bersihin semua kamar mandi di sini," lanjutnya yang seketika mengundang tatapan maut."Okey, lari keliling lapangan," jawab Kalea cepat.Melihat Kalea yang berlari kecil ke ruang ruangan membuat Elkan tersenyum puas. Tentu saja itu akal-akalannya. Dia masih kesal dengan kejadian semalam, dimana telur itu membuat tubuhnya bau amis."Satu sama."Di lain tempat, Jonan tak tau harus berbuat apa sekarang. Dia hanya meminta maaf pada para petinggi atas tindakan sepihak barusan. Dengan segera Jonan menyusul atasannya yang pergi membawa seorang gadis remaja.Seperti apa yang dipikirkannya, Elkan sepertinya berada di ruang pribadi. Namun Jonan dibuat terkejut ketika gadis yang dibawa Elkan tadi keluar dengan kemeja yang dikenaknya. Tak lain dan tak bukan adalah kemeja milik Elkan. Astaga, apa yang baru saja terjadi di dalam sana?"Lo gila?!""Kenapa?""Abis ngapain lo sama cewe tadi? Lo kenal sama dia? Atau jangan-jangan dia target lo juga?" tanyanya berturut-turut."Ga mungkin, lah!" dengus Elkan kesal. "Cewe yang semalem gue ceritain itu dia. Satu lagi, gue gak suka sama dia. Anak kayak dia itu bukan tipe gue."Jonan melongo ketika Elkan keluar dari ruangan begitu saja. Jadi, tetangga yang dimaksud Elkan waktu itu adalah seorang mahasiswi? Dengan cepat ia mengikuti langkah atasannya yang berjalan menulusuri koridor."Terus lo mau kemana sekarang?""Liat sirkus," jawabnya asal. Langkah kaki itu berhenti di pembatas lantai atas yang mengarah ke lapangan sekolah. Jonan mencoba mengikuti arah mata Elkan, menatap perempuan tadi yang tengah berlari mengelilingi lapangan."Itu kerjaan lo, kan?" tebak Jonan yang diangguki pria itu dengan santainya."Parah lo, El. Baru kali ini gue liat lo gak nafsu sama cewe. Biasanya ada cewe cantik dikit aja lo sosor, sekarang malah dikerjain.""Siapa bilang gue ga nafsu?"Hah?!Jonan melotot tajam. Belum sempat ia menjawab, ponsel di sakunya berdering. Panggilan dari kantor. Mau tak mau pria itu sedikit menjauh dari sana dan mengangkat teleponnya. Sementara Elkan hanya melirik sekilas dan kembali melihat pemandangan di bawah sana.Jika dilihat-lihat, sebenarnya Kalea itu gadis yang manis. Tapi Elkan tak mau mengakui yang satu itu, karena menurutnya dia hanyalah gadis bar-bar yang lebih mirip singa betina. Oke, sepertinya Elkan punya hobi baru setelah bermain wanita. Menjahili gadisnya. Ups! Maksudnya menjahili tetangganya."Kita harus ke kantor sekarang," kata Jonan yang selesai dengan panggilannya."Ngapain? Lo bilang hari ini jadwal gue kosong?""Ini bukan masalah kerjaan. Airin, cewe lo itu ngamuk di kantor dan minta ketemu sama lo," terang Jonan. Dia sudah tau alasannya karena kejadian seperti ini pernah terjadi sebelumnya. Alasan klasik, tidak terima karena Elkan mengakhiri hubungan secara sepihak."Ck, gue udah bosen sama dia." Pria itu terdiam sesaat. "Telpon pak Agus dulu, suruh bawa kemeja gue yang baru."****"Gak mau! Kamu kira kamu siapa ngatur-ngatur saya?!""Maaf Bu Airin, tapi saya mendapat perintah dari Pak Jonan untuk meminta Ibu keluar dari area kantor.""Berarti Jo ada di dalam, kan? Elkan pasti ada di dalam juga. Minggir! Saya mau ketemu Elkan!" Airin berusaha masuk ke dalam, namun seorang resepsionis mencegahnya dengan menarik lengan. Tanpa sengaja Airin tersungkur dengan siku yang terbentur ke lantai.Mengetahui itu, sang resepsionis ketakutan. "Saya minta maaf, Bu. Saya tidak sengaja," lirihnya."Kurangajar! Kamu berani sama saya? Saya gak mau tau, mulai hari ini kamu dipecat. Saya akan aduin kamu sama Elkan karena perlakuan tadi. Kamu tau? Saya calon tunangannya. Calon menantu keluarga Cyrano.""Bu, saya mohon jangan pecat saya," cicit wanita resepsionis itu dengan memegang tangan Airin."Pergi! Jangan Pegang-pegang tangan saya!"Karyawan lain menatap iba. Mereka sendiri bingun harus berbuat apa. Menahannya, mereka takut akan ancaman wanita itu. Siapa yang tak tau Airin, model terkenal sekaligus anak dari keluarga konglomerat. Namun membiarkannya masuk juga bukan solusi, mereka lebih takut bos-nya yang marah.Karyawan itu melangkah gontai keluar. Dia menangis karena meratapi nasibnya jika berhenti bekerja di sini. Tepat di area parkir, ia melihat atasannya baru saja datang dengan sang sekertaris. Resepsionis itu berlari ke arah Elkan dan berlutut di hadapannya sambil menangis."Pak Elkan, saya mohon jangan pecat saya. Saya masih butuh pekerjaan ini, pak."Elkan dan Jonan sama-sama terkejut. Mereka saling pandang tak mengerti dengan ucapan wanita ini. Dipecat? Kapan Elkan memecatnya? Dengan segera pria itu menuntunnya berdiri."Apa maksud kamu?""Di dalam ada Bu Airin, pak. Tadi saya ga sengaja dorong beliau sampai jatuh. Tapi saya bersumpah saya ga sengaja. Bu Airin bilang dia bakal aduin ke pak Elkan dan minta saya dipecat. Saya mohon, tolong jangan pecat saya."Seketika wajah Elkan memerah menahan amarah. "Dia tidak ada hak di perusahaan ini, jadi kamu tetap karyawan saya. Kembali masuk ke dalam."Elkan kembali melangkahkan kakinya ke dalam gedung bersama Jonan. Di bagian pintu masuk sudah terlihat ada keributan. Perempuan yang berstatus 'mantan' kekasihnya itu tengah memarahi dua orang petugas keamanan."Apa maksud kamu pecat karyawan saya?""Elkan?" Airin berbalik menatap pria yang dicarinya sejak tadi. "Dia dorong aku, padahal aku cuma mau ketemu kamu. Aku gak mau kita putus, kita mau tunangan.""Meskipun begitu, kamu tetap gak punya hak untuk memecat dia tanpa seizin saya. Masalah pertunangan, kita bisa batalin itu.""Gak bisa, Elkan!" sentak Airin tak terima.Elkan menggertakan giginya. Dia menatap semua karyawan yang masih berdiri di sana. "Semuanya kembali bekerja," ucapnya yang kembali menatap Airin. "Dengar, pertunangan itu cuma rencana orang tua kita, yang sewaktu-waktu bisa dibatalkan jika tidak cocok. Bukankah saya sudah bilang dari awal, kalau kamu jangan terlalu berharap pada saya.""Gak! Kamu ga bisa seenaknya sama aku. Aku bakal aduin ini ke Papa. Kamu mungkin bisa putusin pacar kamu yang lainnya, tapi kamu ga bisa putusin aku.""Pulang, Airin. Saya tidak peduli kamu mau mengadu atau apapun itu. "Dengan perasaan kesalnya, gadis itu pergi begitu saja. dia tau kalau pria di hadapannya memang orang berengsek yang suka bermain wanita, tapi dia sudah terjebak dalam pesona si brengsek itu. Sampai kapanpun dia tidak akan melepaskan Elkan."Lo yakin ini ga akan jadi masalah besar?" tanya Jonan setelah memastikan Airin benar-benar pergi."Santai aja. kalo orangtuanya ngancem dengan bawa-bawa kerja sama kita, gue ga takut. Mereka ga ada apa-apanya, Jo."Apa yang dikatakan Elkan ada benarnya, jika mau bahkan dia bisa membuat perusahaan milik orangtua Airin hancur saat ini juga.
"Gue mau pulang. Lo suruh orang buat beresin semua ini, ya," lanjutnya."Oke. Jangan lupa nanti malem kita ke tempat Deon.""Hm.""Kayaknya dia punya dendam kesumat sama gue. Dikira kaki gue ini baja berlapis karat kali, ya." Kalea masih saja mendumel sambil memijit kaki mulusnya. Tapi, setidaknya gadis itu bersyukur orangtuanya tidak mendapat surat panggilan. Bisa habis dia, jika mereka tau. "Kaki kamu kenapa? Sakit?" Vita menghampiri putrinya yang duduk seorang diri."Enggak. Tadi ada pelajaran olahraga, jadi pada pegel, deh," cengirnya. "Gara-gara HP, tuh.""Kok HP, sih?""Kamu main HP terus jadi jarang olahraga. Liat tuh, masa tangan ga ada ototnya." Wanita paruh baya itu meraih lengan sang anak dan menggoyangkannya. "Ga gitu juga, Mah, konsepnya," kata Kalea menatap kesal, sedangkan Vita terkekeh pelan."Mari masuk, Nak. Hati-hati jalannya."Vita dan anaknya itu refleks melihat ke arah sumber suara. Wilan datang. Tapi, membawa siapa? Dengan penasaran mereka berjalan ke pintu utama. Sedikit terkejut melihat keadaan dua orang pria di sana berantakan. "Loh, Papa udah pulang? Terus dia ngapain ke sini?""Ad
"Wah, keliatannya enak."Wilan dan Vita tersenyum melihat antusias Elkan. Jarang sekali ada atasan yang berbaur dengan karyawannya. Pria itu seperti bersikap santai seolah mereka tidak dibatasi oleh jabatan. Justru, Elkan lebih menghormati Wilan karena usia mereka."Enak, sih, enak. Tapi santai aja kali makannya," gumam Kalea yang hanya di dengar olehnya. Dia menggelengkan kepala melihat Elkan yang semangat mengambil nasi dan lauk-pauk. Apa pria itu tidak malu? Atau urat malunya yang putus? "Uhuk-uhuk!" Elkan tiba-tiba tersedak. Wajahnya yang memerah membuat Wilan dan istrinya menatap khawatir. "Kenapa, nak? Apa masakannya ga enak?"Elkan melambaikan tangannya setelah meminum segelas air. "Enak, kok.""Ah, kalau begitu pelan-pelan saja makannya."Pria itu tersenyum tipis lalu mengangguk. Sebenarnya bukan karena ia makan terburu-buru. Makanan yang dihidangkan ini rasanya pedas semua. Sedangkan Elkan tidak suka makanan pedas. Dia tak mengatakannya karena dirasa tidak sopan. Tapi jika
"Buka pintu aja lama banget. Jalan apa merangkak?""Kamu pikir saya bayi?" ucap Elkan tak terima. "Saya loncat dari lantai atas kesini. Kalea memutar bola matanya malas. "Terserah. Gue cuma mau balikin baju lo yang waktu itu. Nih, makasih."Paper bag yang disodorkannya masih belum diambil oleh Elkan. Dia masih menatap benda tersebut tanpa minat. "Ambil aja. Saya bisa beli yang baru lagi. Soalnya, saya ga bisa pakai baju bekas orang."Gadis tersebut membulatkan matanya hendak protes. "Enak aja! Ini udah dicuci, bersih, wangi.""Tapi-" "Ambil! Gue juga ga butuh baju lo." Ia menarik tangan Elkan dan memberikan paper bag tersebut secara paksa. "Eh, gini-gini baju saya udah nutupin aset kamu.""Aset?" Seketika muncul Deon dan Jonan dari belakang Elkan. Mereka tak sengaja mendengar ucapan pria itu tentang aset yang ditutupi. Dan lihat, betapa terkejutnya mereka melihat gadis sekolah berada di depan rumah Elkan.
"Jonan! Bangun, Jo!" Deon berlari ke arah Jonan dan menarik lengan pria itu agar terduduk. "Sshh ... Apaan?""Elkan ga ada. Kamarnya juga kosong.""Paling juga kamar mandi," balas Jonan menggaruk kepalanya. "Ga ada, Jo. Udah gue cari."Jonan terdiam sesaat. Ia masih mengumpulkan nyawanya yang sempat berada di alam mimpi. Melihat wajah panik Deon membuat pria tersebut mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Elkan. "El? Lo dimana?" tanya Jonan setelah panggilan tersambung. Tak lupa ia menyalakan loudspeaker agar Deon ikut mendengarnya. 'Ah, gue ga sempet pamitan sama kalian tadi, soalnya kalian lagi tidur. Gue balik duluan. Udah malem, nih,' balas Elkan disebrang sana dengan suara beratnya. "Balik?" Deon tak mengerti dengan apa yang dimaksud Elkan. Balik kemana? "Iya. Udah lo jangan khawatir. Gue pulang naik taxi.""Gila! Lo mabuk! Kita minum dirumah lo tadi."Hening sesaat. Elkan yang masih berada di dalam taxi mengerjapkan matanya beberapa kali. "Lah, terus gue mau kemana sekaran
Kalea tertawa saat Adel menceritakan kejadian lucu yang dialaminya. Saat ini mereka berada di rumah Kalea. Berhubung orang tuanya sedang tidak ada di rumah, dia ingin bersenang-senang. Bahkan kondisi rumah sudah seperti kapal pecah. Tapi tenang saja, dalam sekejap rumah ini bisa kembali seperti semula."Sayang banget Oliv gak bisa ikut. Coba kalau kita bertiga di sini, tambah seru," kata Kalea menghentikan tawanya."Dia lagi kerja part time.""Iya, sih. Tapi sekali-kali dia itu harus bolos kerja. Cari hiburan." "Kalau bolos nanti gak dapet gaji. Lo jadi ikut ke pesta pernikahan Pak Bayu, kan?" Adel sambil meraih ponselnya. "Sekarang tanggal sepuluh. Kalau gak salah lusa acaranya."Pak Bayu adalah dosen mereka di kampus. Saking dekatnya dengan semua anak didik, dosen tersebut mengundang mahasiswa/mahasiswi yang belajar bersamanya. Termasuk Kalea dan juga Adel. Usia Pak Bayu juga tidak terlalu tua. Baru menginjak 30 tahun."Jadi,
"Kak El!"Seorang gadis remaja berlari ke arahnya dengan seragam sekolah yang dikenakan. Dengan sigap Elkan menangkap tubuh mungil yang menubruk tubuhnya tersebut. Ia tertawa pelan saat sang adik mengomel karena Elkan baru datang.Belina Klyne Cyrano atau yang kerap dipanggil Ibel. Adik perempuan satu-satunya yang masih duduk di bangku SMA. Dia selalu bersikap manja pada kakaknya. Namun tak jarang mereka bertengkar karena Belina menganggap Elkan adalah Kakak yang menjengkelkan."Mama sama Papa mana?" tanya Elkan melepas pelukan."Kayaknya ada di dalam. Aku juga baru pulang sekolah." Pria tersebut merangkul bahu adiknya dan dibawa masuk ke dalam rumah. "Ganti baju dulu. Kalau udah, nanti Kakak mau ajak kamu jalan-jalan.""Ke mana?""Terserah kamu."Saking semangatnya Belina langsung bergegas ke kamar untuk berganti pakaian. Sedangkan Elkan pergi menuju ke ruang keluarga. Benar saja, orangtuanya sudah berada di sana. Sepasang suami istri itu meminta agar putra sulungnya menghampiri mere
Aduh, ini charger mana, sih?" Kalea membuka laci meja belajarnya untuk kesekian kali mencari benda tersebut. Ponselnya hampir mati, tapi sejak tadi caharger miliknya belum ketemu. Padahal malam nanti dia mau menghubungi orang tuanya."Tadi pagi itu ada di atas meja, terus gue masukin ke tas..." Gadis itu menepuk keningnya sendiri. "Loker! Yah, ketinggalan di loker kampus."Bukan sekali, dua kali, Kalea membawa benda tersebut ke kampus. Biasanya untuk ikut mengisi daya, namun tadi siang dia menyimpannya di loker. Bersama dengan tumpukan buku miliknya. Tidak mungkin dia pergi ke kampus sekarang hanya untuk mengambilnya, kan? Ini sudah sore, jadi Kalea harap charger milik Papa atau Mamanya tertinggal di rumah. Gadis itu pergi ke kamar orang tuanya namun tetap tidak ada. Sedangkan ponselnya sudah menunjukan angka 5%."Paket!" teriak seseorang dari luar rumah."Paket apaan? Perasaan gak ada yang pesen paket."Meski begitu d
Kejadian kemarin membuat Kalea terus memikirkannya. Elkan pikir dia tidak bisa membalasnya? Tapi sayangnya Kalea tidak akan menunjukan secara terang-terangan balasan yang akan diberikan. Kalea akan masuk ke dalam permainan pria itu.So, mari bersenang-senang mulai hari ini."Dari sekian banyak laki-laki di dunia ini, kenapa gue harus liat dia diawal hari?"Kalea mengunci pintu rumahnya siap pergi menuju ke butik. Hari ini dia tidak akan pergi ke kampus. Lagipula dosen pengajarnya yang tidak bisa hadir. Kalea juga bisa bersiap untuk acara nanti malam.Di luar sana Elkan juga baru saja bersiap pergi menuju ke kantor. Ia menyapa Kalea dengan sedikit berteriak. "Mau ke kampus? Mau pergi sama siapa? Gimana kalau berangkat sama saya?"Kalea sama sekali tak menjawab. Bahkan menoleh pun tidak. Dia mencoba untuk menganggapnya seperti angin lalu. Namun sepertinya Elkan masih gencar untuk mendapat jawaban."Ayolah, kamu masih marah soal kem
Huek...Kalea mengusap mulutnya dengan air mengalir dan menatapnya di depan cermin. Tiba-tiba saja ia merasa mual. Kalea sempat berpikir ke arah lain apalagi dia telat haid 2 Minggu."Masa udah hamil lagi, sih? Jangan dulu dong. Kenan masih kecil."Kalea memang selalu menjaga dirinya setiap berhubungan dengan Elkan. Dengan memiliki suami yang selalu berhasrat membuat Kalea takut kebobolan. Dia ingin memiliki anak kedua jika Kenan memang sudah berusia 5 tahun agar dia juga masih mendapat perhatian dengan cukup.Wanita itu pergi ke luar kamar mandi dan mencari Elkan dan Kenan. Ayah dan anak itu ternyata berada di luar rumah. Elkan tengah mencuci mobilnya sedangkan Kenan bermain busa dengan sebuah bebek mainan yang terapung."Kenan main apa?" tanya Kalea ikut berjongkok di samping anaknya."Bun..""Main sabun? Bajunya basah ini. Nanti masuk angin sayang. Ini pasti Papa yang ajarin, kan?"Kenan yang dibawa-bawa langsung berbalik. "Kenapa aku? Itu mau anak kamu kok.""Anak kamu juga ini. S
2 tahun kemudian.Waktu terasa begitu cepat bagi orang tua untuk melihat tumbuh kembang sang anak. Contohnya Elkan, apalagi semenjak memiliki anak dia banyak menghabiskan waktu di rumah dan bekerja dari rumah. Hal itu juga yang membuat Kalea senang karena Elkan bisa membagi waktunya dengan baik.Kenan, anak itu sudah berusia 2 tahun sekarang. Semakin lucu dan semakin terlihat tampan seperti ayahnya. Bukan hanya parasnya yang menarik perhatian, tapi juga kepintarannya karena dia sudah mulai belajar berbicara. Selama di tahun kedua itu juga Kalea dan Elkan sama-sama banyak belajar. Menjadi orang tua tidak semudah itu. Bahkan tak menampik jika terkadang mereka bertengkar kecil. Namun itu juga tak akan lama karena diantara mereka akan selalu ada yang mengalah. Mungkin bisa dikatakan Elkan lebih banyak mengalah."Elkan! Udah siap belum?" teriak Kalea dari lantai bawah. Tak lama kemudian datanglah Elkan dengan Kenan di gendongannya. Bocah dua tahun itu merentangkan tangannya saat melihat K
"El bangun," bisik Kalea menepuk pipi Elan dengan pelan. Dia tidak ingin sang anak yang tengah tertidur jadi ikut terbangun."Eum.. ada apa?" gumam Elkan membuka matanya perlahan. Ia menarik tangan Kalea agar kembali berbaring di atasnya. "Aku masih ngantuk, Beb.""Bangun! Ini udah jam tujuh, nanti kan mama sama Papa mau ke sini. Aku mau mandi, kamu jagain Kenan, ya."Pria itu menekuk wajahnya. "Gak bisa mandi bareng, dong?"Kalea terkekeh pelan dan mengecup suaminya lembut. Maklumi saja karena Elkan ini memang sedikit gila dan dia mesum. Tapi terhitung sudah 4 bulan mereka tidak melakukan hubungan suami istri. Jadi sebagai pria Elkan sangat menginginkan hal itu. "Nanti tunggu Kenan besar.""Lama banget dong, Beb.""Aku mau mandi dulu, ya. Dah..." Wanita itu tertawa sambil bergegas masuk ke dalam kamar mandi, meninggalkan Elkan yang kini mendengus pelan.Tapi tidak apa-apa, dia juga hanya bercanda. Elkan tau Kalea masih baru beberapa hari ini melahirkan anaknya. Jadi Elkan hanya meng
Hari ini Kalea sudah bisa dibawa pulang bersama bayinya. Kalea menggendong bayinya dengan hati-hati dengan Elkan yang membawa tas, berjalan di belakangnya. Hari ini katanya khusus hari untuk Kalea dan Elkan bersama anaknya. Setelah ini barulah nanti orang-orang bisa bebas bermain dengan anak mereka.Untuk membiasakan diri sebagai orang tua baru. Kalea dan Elkan ingin mereka memiliki waktu bertiga terlebih dahulu. Dan dimulai sekarang Elkan akan menetapkan bahwa satu Minggu sekali dia ingin ada hari dimana mereka benar-benar bertiga."Selamat datang." Elkan membuka pintu apartemen lebar, membiarkan istri dan anaknya masuk lebih dulu."Makasih Papa," kata Kalea dengan suara anak kecil.""Sama-sama sayang."Elkan meletakan tas-tas berisi pakaian Kalea dan menghampiri istrinya tersebut. Setelah dipikir-pikir sepertinya Elkan berniat untuk pindah membeli rumah lagi. Jika tetap tinggal di apartemen pasti sulit juga, apalagi kini mereka sudah punya bayi. Sebenarnya Elkan juga belum menjual r
Setelah dua bulan perginya Belina ke Swiss, keluarga Cyrano mulai terbiasa. Mereka sering mendapat kabar dari Belina. Dan jika tidak ada kabar darinya maka Elkan akan meminta kabar dari Jonan. Pria itu cukup sering melihat Belina di asrama sekolah untuk memastikan keadaannya. Hal yang terdengar menenangkan adalah Belina kembali bisa bersosialisasi seperti biasa. Contohnya dengan Jonan, dia tidak takut seperti sebelumnya. Belina mulai terbiasa dan mulai melupakan masalahnya. Fokusnya hanya pada sekolah."Aw!" Kalea mendudukkan dirinya di kursi sambil memegangi perutnya yang terasa sakit."Kalea! Lo kenapa?" Adel bergegas menghampiri sahabatnya itu. Hari ini Kalea, Adel, dan Oliv berada di apartemen Kalea. Akhir-akhir ini mereka berdua memang sering menemui Kalea. Karena tengah hamil besar, tidak mungkin juga mereka membiarkan Kalea keluar rumah hanya untuk bertemu, jadi lebih aman jika Adel dan Oliv yang mendatanginya. Lagipula Elkan tidak mengizinkan istrinya itu keluar rumah tanpa
Belina berjalan masuk ke dalam rumah dan menatap Kakaknya yang tengah diobati oleh Kalea. Akibat kecelakaan tadi mereka langsung pulang. Kalea benar-benar khawatir meskipun Elkan mengatakan jika dirinya baik-baik saja.Memang tidak ada luka serius. Hanya telapak tangan yang berdarah dan celana bagian lutut yang sobek, namun tak ada luka parah di lututnya. Belina tak berani mendekat karena dia merasa bersalah. Dengan perlahan Jonan lagi-lagi mendekatinya. Namun kali ini Belina menghindar."Jangan deket-deket!"Pria itu tersenyum kecut. "Maaf." Ia sedikit menjauh dari perempuan di sampingnya. "Elkan itu gak sebrengsek yang kamu pikir. Dia cuma main-main sama ceweknya dulu. Gak ada paksaan sama sekali. Mungkin kamu jijik dengernya, tapi itu Elkan. Setelah Kalea datang, Kakak kamu itu gak pernah main cewek lagi. Dan ketakutan Elkan itu, adek ceweknya ketemu sama cowok yang gak bener. Karena dia gak mau kamu kenapa-napa.""Tetep aja ini karma." Belina menunduk memainkan ujung kaosnya."Jan
"Udah siap? Kita berangkat sekarang, yuk." Pagi ini Kalea dan Belina bersiap untuk jalan-jalan pagi ke luar. Bukan hanya mereka berdua, tapi ada Adel dan Oliv juga. Mereka mendukung Belina agar bisa berani ke luar rumah. Karena mereka juga tau kalau Belina tidak memiliki teman dekat di sekolahnya."Tapi, aku takut, Kak. Aku takut ketemu sama cowok," kata Belina memainkan jarinya."Gak semua laki-laki itu sama. Lagian ada aku, ada Adel, sama Oliv. Kita jagain kamu. Tapi kalau kamu gak mau gak apa-apa, deh. Padahal sebenernya aku lagi ngidam pengen makan bubur di taman sama kamu juga.""Kak..""Gak apa-apa kalau kamu mau ponakan ileran. Aku pergi sama temen-temen aku aja." Kalea mengusap perutnya dengan wajah memelas. Melihat itu Belina jadi tidak enak. Bagaimanapun juga ngidamnya ibu hamil kan harus dituruti. Diam-diam Kalea tersenyum senang saat adik iparnya itu mulai berpikir ulang. "Ya udah, kita berangkat sekarang."Adel membuka pintu kamar Belina lebar. "Ayo pergi sekarang."Kee
Sudah sekitar beberapa hari ini keadaan Belina semakin membaik. Dia tidak lagi berteriak saat melihat pria, namun untuk soal komunikasi memang masih sedikit sulit. Hari ini lagi-lagi Kalea mengantarkan makanan untuknya. Kali ini kesukaan Belina, yaitu sup Ayam.Ketika pintu kamar terbuka Kalea bisa melihat Belina yang sedang menyiapkan obat yang akan diminumnya. Namun bukan satu atau dua, tapi sekitar lima. Itu gila. Dengan cepat Kalea menghampirinya dan meletakan nampan di atas meja."Kamu ngapain?!" Kalea menepis tangan Belina hingga obat-obat itu berserakan. "Kamu mau overdosis?"Belina menatap obat miliknya yang jatuh. "Kenapa dibuang?" tanya Belina sambil mengepalkan tangannya."Kamu overdosis kalau minum obat sebanyak itu sekaligus. Obat apa itu?""Supaya aku gak hamil. Aku gak mau hamil."Kalea tertegun beberapa saat. Ternyata Belina beberapa hari ini mengkonsumsi obat anti hamil agar tidak ada janin yang tumbuh di rahimnya setelah kejadian itu. Namun jika meminum sebanyak itu
Hari ini adalah pemeriksaan Belina untuk kedua kalinya. Belum ada perubahan, dan dia terus melamun dan menyendiri. Untuk masalah makan, dia hanya makan sedikit itupun dengan susah payah dibujuk. Dan tau siapa yang berhasil membujuknya? Psikolog itu sendiri.Kalea turun dari tangga menuju ke ruang bawah menyusul Elkan yang menunggunya di mobil. Hari ini Elkan mau kembali bekerja seperti biasanya, dan Kalea akan pergi bertemu dengan Adel. Karena masalah yang menimpa Belina, mereka berdua memang sepakat untuk tinggal di rumah orang tuanya Elkan sampai Belina menjadi lebih baik."Kalea," panggil Domini yang baru saja keluar dari kamar Belina. Ya, pria tua itu datang pagi-pagi untuk melihat keadaan cucunya. Dia menghampiri Kalea yang menuju ke luar rumah. "Bisa bicara sebentar?""Oh, boleh."Kalea tersenyum canggung saat mereka kini berdiri berhadapan. Setelah mengetahui bahwa Kakek ini adalah Kakeknya Elkan, Kalea jadi sedikit sungkan. Sementara Domini terlihat biasa saja."Ada apa, Kek?