Mas Adrian terperangah melihatku dan Mas Guntur. Ia sampai mematung cukup lama."Ya ampun, Mas! Kamu!" seruku.Mas Adrian malah tersenyum lebar ke arahku. Sembari melambaikan tangannya yang memegang pipa dan pemotongnya."Kamu mau bantuin aku, Mbem?" tanyanya masih sambil tersenyum lebar."Ish!"Tiba-tiba kami dikejutkan oleh pekikan Siska. "Loh, kalian ngapain di sini?"Kontan aku langsung menoleh ke asal suara. Istri Mas Guntur tersebut berdiri di belakangku dan Mas Guntur. Ia membawa segelas besar teh panas dengan asap masih mengepul.Namun, yang membuat kedua bola mataku hendak keluar dari tempatnya, ia mengenakan kaos lengan pendek cukup tipis dalam kondisi basah kuyup. Sehingga memperlihatkan apa yang tak seharusnya ia tunjukkan pada orang lain. Apalagi sepertinya ia tidak mengenakan pakaian dalam. Jadi terlihat jelas bagian yang seharusnya ditutupinya.Celananya pun tak kalah luar biasa. Ia mengenakan hot pants sangat pendek dan basah juga. Sehingga paha basahnya terekspos mema
Aku menatap rendang yang seharusnya menggugah selera itu dengan perasaan ngeri. Aku benar-benar jadi parno sendiri.Apalagi selain perkataan Lisa, aku juga pernah menonton acara talk show yang membahas seorang artis yang berhasil merebut suami orang. Konon, ia menggunakan bantuan paranormal untuk memikat lelaki idamannya itu.Ih, mengerikan!"Kenapa, Mbem?" tanya Mas Adrian.Aku terkejut karena sejak tadi pikiranku melayang-layang membayangkan yang bukan-bukan."Oh, enggak apa-apa, Mas," jawabku."Kamu mau makan sekarang, Yan?" tanya ibu mertua pada Mas Adrian setelah selesai menyiapkan makanan dari Siska tersebut.Jantungku jadi berdegup tak karuan mendengar pertanyaan ibu mertua. Aku takut Mas Adrian mau makan makanan dari Siska itu. Pikiran buruk semakin penuh di kepalaku. Aku benar-benar takut.Lelaki yang ditanya ibunya itu malah menoleh kepadaku dengan tatapan meminta pendapat. Mungkin Mas Adrian ingat kue yang sampai aku hancurkan gara-gara takut diguna-guna Siska."Yan!" pangg
"Mbak, maaf, aku enggak tahu-menahu sama masalahmu!" ucapku tegas. "Kalau kamu punya masalah dengan suamimu, selesaikan baik-baik! Enggak mungkin Mas Guntur sampai pergi kalau kamu enggak keterlaluan!""Sok tahu sekali kamu Na!" seru Siska tampak tak terima. Ia bahkan langsung memanggilku dengan nama. "Kami bertengkar gara-gara mulutmu yang ember!""Oh, ya? Emang Mas Guntur bilang apa?" tantangku.Siska tampak gelagapan beberapa saat kemudian ia kembali berkata, "Kalau kamu enggak bilang apa-apa sama dia, kenapa kalian datang sama-sama?""Kamu tahu enggak kalau di luar jam kerja suamimu jadi ojol?" tanyaku.Siska tampak tercengang. Entah ia tidak tahu atau dia malu suaminya diketahui orang lain kalau melakukan pekerjaan sambilan."Aku pesan ojol dan yang terima orderanku suamimu," lanjutku.Siska seperti kaget. Ia bahkan sampai terdiam beberapa saat."Terus dia bilang apa?" tanya Siska lagi. Kini nada bicaranya melemah. Tak ketus seperti tadi."Dia bilang kamu pelakor dalam rumah tang
Apa Siska benar-benar berniat mengambil hati Mas Adrian? Sampai dia bela-belain minta dimasukkan ke perusahaan tempat Mas Adrian kerja? Tak cukupkah ia dengan Mas Guntur dan Pak Abas? Aku benar-bear geram memikirkannya."Terus bakal diterima?" tanyaku penasaran."Belum tahu. Pak Robert belum bilang gimana-gimana. Cuma tadi pas aku ke ruangannya kebetulan ketemu Pak Abas yang baru aja keluar dari ruangan Pak Robert. Terus aku tanya sama Pak Robert, katanya Pak Abas mau nitipin kerabatnya kerja di sini. Pas aku lihat berkasnya ternyata Siska," jelas Mas Adrian."Kamu bisa, kan, bilang sama Pak Robert buat enggak nerima dia?""Alasannya apa, ya, Mbem?" Mas Adrian tampak berpikir. Aku pun melakukan hal yang sama. Sembari mengambil baju ganti Mas Adrian, aku memikirkan alasan yang tepat untuk menolak permintaan Pak Abas."Emang Pak Abas sama Pak Robert ada hubungan apa, Mas?" tanyaku penasaran."Kata Pak Robert, sih, sepupuan.""Dia tahu kelakuan saudaranya itu?""Entah. Kami kaum lelaki i
Aku melangkah keluar dari rumah Bu Mirna dengan perasaan sangat ringan. Setelah sejak semalam merasa seperti menanggung beban yang begitu berat. Akhirnya hari ini dapat solusi juga. Mas Adrian pasti nanti kaget mendengar apa yang sudah aku lakukan.Saat tiba di pertigaan, aku berbelok ke kanan. Dari tempatku berdiri rumahku sudah kelihatan karena berjarak sekitar lima rumah lagi. Sembari berjalan kaki aku mengamati perempuan dengan pakaian cukup terbuka berwarna pink magenta sedang mendorong sepeda roda tiga anak-anak."Kayaknya itu Siska, deh!" gumamku. "Ngapain dia mondar-mandir di depan rumahku? Hm, dasar! Mau caper dia sama Mas Adrian pasti! Dia pikir suamiku sudah pulang? Hah! Dasar!"Aku terus berjalan sampai kemudian berpapasan dengan Siska."Eh, Mbak Nana baru pulang, ya? Kok, jalan kaki?" tanyanya.Tumben? Biasanya kalau ketemu dia langsung pergi. Apa dia sudah enggak marah?"Iya, Mbak," jawabku malas."Eh, Mbak, tahu enggak?" tanyanya.Aku malas sekali meladeni wanita itu. C
"Loh, itu bukannya Diva?" tanyaku pada Mas Adrian saat kami berpapasan dengan Mas Guntur. Tampak lelaki itu menggendong Diva di dadanya sembari mengendarai sepeda motor."Iya, ya, Mbem. Masa Mas Guntur resign?" tanya Mas Adrian."Masa, sih?" Rasanya keterlaluan kalau sampai Mas Guntur resign. Siska saja belum tentu diterima."Kalau benar resign gimana, Mbem?" tanya Mas Adrian."Gimana apanya?" tanyaku tak mengerti arah pembicaraan Mas Adrian."Apa aku tetap minta Pak Robert buat tolak Siska?""Terima aja, terus sekalian berangkat, pulang, di kantor, makan siang, sama-sama dia terus," ketusku."Jaelaah! Istriku ngambek!" kelakarnya."Terserah!" ketusku. Aku memilih buang muka menatap ke kaca pintu mobil. Rasanya kesal sekali mendengar Mas Adrian peduli pada Siska."Aku cuma bercanda, Mbem Sayang. Enggak usah ngambek gitu, dong! Ih, pagi-pagi udah ngambek, entar keriput, loh!""Biarin!" ketusku."Utu utu utu, istriku, ngambeknya serem!" goda Mas Adrian."Enggak lucu!""Iya, deh, serem.
Dadaku semakin panas saat mendengar suara perempuan menyahut ucapan Mas Adrian di ruang kerja Mas Adrian. Meski aku tak bisa mendengar obrolan mereka dengan jelas, tetapi aku bisa memastikan kalau itu suara perempuan.Aku tak langsung membuka pintu di depanku itu. Namun, kuputuskan untuk menelepon Mas Adrian terlebih dahulu. Aku ingin tahu apakah ia akan jujur atau berbohong.Melihat apa yang terjadi di sekitarku, aku tidak ingin percaya seratus persen pada siapapun. Termasuk suamiku sendiri. Karena bagaimanapun, dia tetap orang lain yang isi hatinya seperti apa, aku tidak benar-benar tahu keseluruhannya.Kucari nomor Mas Adrian dan langsung menghubunginya. Telepon berdering, tetapi cukup lama tidak langsung diangkat. Hingga akhirnya saat hampir kuakhiri, Mas Adrian mengangkatnya."Iya, Mbem?" ucapnya begitu telepon terhubung."Kok, lama? Lagi ngapain?" tanyaku tanpa basa-basi."Ini, Mbem, lagi ada teman di ruangan," jawabnya."Siapa?""Habis ini aku kirim pesan, ya, Mbem? Kamu udah
Mas Adrian menyetujui rencanaku untuk memberi pelajaran pada Siska. Semoga dengan apa yang nanti aku lakukan, bisa membuat perempuan itu jera."Kamu harus janji, loh, Mbem, enggak boleh cemburu! Kalau kamu ribut sendiri, aku enggak mau," ucap Mas Adrian."Iya, yang penting kamu turuti aku."Kemudian kubalas pesan dari Siska, seolah-olah Mas Adrian yang membalasnya.[Iya, Bu.]Tak berselang lama Siska membalas.[Jadi Mas terima tawaran makan dariku? Tapi, Mas jangan panggil aku bu terus, dong!][Iya.] balasku.[Wah, senang banget aku, Mas. Makasih, ya. Mas benar-benar baik. Mas adalah laki-laki terbaik yang pernah aku temui.]Aku menatap balasan dari Siska tanpa bisa berkata-kata.Ya Allah, gini banget ini perempuan!"Kenapa, Mbem?" tanya Mas Adrian.Mungkin dia bingung melihat ekspresiku setelah membaca pesan dari Siska. Segera saja kutunjukkan pesan itu padanya.Di luar dugaan, Mas Adrian malah terbahak-bahak."Apanya yang lucu?" tanyaku sembari menatapnya aneh."Hahahaha. Ada, ya, M
"Mas! Tunggu! Mas!" teriak Siska sembari mengenakan pakaiannya. Wanita itu seolah sudah tak peduli berapa banyak pasang mata yang menyaksikan tubuh polosnya. Setelah mengenakan seluruh pakaiannya, Siska berlari hendak mengejar Mas Guntur. Namun, Bu Mirna menghalanginya. "Mau ke mana kamu?" Bu Mirna mencekal lengan Siska. "Lepas! Bukan urusanmu!" ketus Siska. Plak! Siska mengelus pipinya yang terasa pedih dan panas oleh tamparan Bu Mirna. Kontan mata Siska melotot pada Bu Mirna. Aku benar-benar baru tahu kalau pelakor lebih galak dari istri sah. Bahkan Siska sama sekali tak merasa takut atau bersalah pada Bu Mirna. “Apa? Mau apa kamu?” tantang Bu Mirna. Sementara Siska melotot pada istri selingkuhannya sembari memegangi pipinya.“Bawa mereka berdua!” titah Bu Mirna pada warga yang berbondong-bondong di kamar hotel Pak Abas dan Siska. “Jangan gila kamu, Bu!” seru Pak Abas sembari memegangi selimutnya agar tidak lolos dari tubuh polosnya. “Lepas!” teriak Pak Abas lagi. Tanganny
Mas Adrian membuka kunci pintu pagar. Bu Mirna langsung mendekat saat pintu telah terbuka."Mbak Nana!" panggilnya."Iya, Bu. Maaf, ini ada apa, ya?" tanyaku sembari memandangi beberapa tetangga yang sudah berkumpul di depan rumahku."Mbak, saya mau minta tolong." Kali ini Mas Guntur yang bicara."Iya, Mas, mau minta tolong apa?" tanyaku sembari menoleh pada Mas Adrian. Aku takut kalau apa yang kulakukan pada Siska berbalik ke arahku."Boleh kami masuk, Mbak? Biar enggak di pinggir jalan gini," pinta Mas Guntur."Oh, iya, iya. Silakan masuk!" perintah Mas Adrian.Para tetangga berbondong-bondong masuk sampai memenuhi halaman rumahku yang tak begitu luas. Mas Guntur, Bu Mirna, Pak RT, Bu RT, Pak RW dan Bu RW berdiri di teras rumahku."Ada apa ini, Mas Guntur?" tanya Mas Adrian."Maaf sekali, Mas, sebelumnya. Mas Adrian pasti kaget, ya?" tanya Mas Guntur.Aku dan Mas Adrian kompak mengangguk. "Iya, ada apa?" tanya Mas Adrian lagi."Jadi, tadi aku dan Bu Mirna ngobrol-ngobrol. Intinya te
"Mas, kita jahat banget apa enggak, sih?" tanyaku pada Mas Adrian saat kita sudah bersiap tidur."Ke Siska?" tanya lelaki berkaos putih itu.Aku mengangguk. "Kayaknya tadi dompetnya terkuras, deh. Dia sampai rela nebeng kita padahal sempit gitu.""Udahlah, biarin aja." Mas Adrian langsung memelukku dan memejamkan mata.Sementara Mas Adrian tidur, mataku tak juga bisa terpejam. Akhirnya aku mengambil ponsel Mas Adrian, ingin melihat hasil kerjanya tadi pada Siska.Rupanya Mas Adrian berhasil menyadap WA Siska. Segera kulihat percakapan wanita itu di WA.Terlihat baru saja dia mengirim pesan untuk Pak Abas. Dia mengadu tentang kejadian traktiran tadi. Namun, dia tak mengatakan yang sebenarnya. Siska bilang, aku yang memintanya mentraktir sebagai balas budi Mas Adrian telah membantunya mendapatkan pekerjaan. Karena hal itu, sekarang uang gajinya ludes. Sehingga dia meminta uang pada Pak Abas. Aku salut, sih. Dia pintar sekali merayu untuk meminta uang seperti itu. Namun, balasan Pak Ab
Gara-gara membaca pesan Siska yang berusaha mengadu domba aku dengan Mas Adrian, aku jadi penasaran ingin melihat status WA-nya. Apakah dia menyindirku, atau seperti apa?Kuatur WA Mas Adrian agar tak muncul namanya saat melihat status orang lain. Setelahnya baru kucari status Siska.Status pertama di-posting kemarin sore.[Dasar enggak punya attitude! Bermesraan di depan umum! Wanita rendahan, ya, begitu! Dicium di mobil, kok, mau!]Dahiku mengernyit membaca status itu.Kira-kira dia ngatain siapa, ya? Ternyata dia enggak cuma penggoda, tetapi suka julid juga.Ck! Dasar!"Apaan, Mbem?" tanya Mas Adrian."Ini, Siska bikin status kemarin. Ngata-ngatain orang ciuman di mobil.""Oh, ya? Jangan-jangan kemarin dia lihat kita?" tebak Mas Adrian."Kita?" tanyaku bingung."Iya, pas di garasi, loh, Mbem!" Mas Adrian mengingatkan."Masa, sih? Emang bisa kelihatan dari luar?""Mungkin aja. Garasi kita kan lebih tinggi dari halaman, jadi orang bisa lihat dari balik pagar.""Tapi, kan, pasti engga
"Mas, kita udah melangkah, Siska udah masuk ke perangkap. Kalau kita mundur, Siska enggak mungkin mau keluar dari perangkap kita. Yang ada dia akan semakin menjadi-jadi," ucapku sembari meyakinkan diri sendiri."Jadi, kita lanjutin, Mbem?""Harus!" jawabku mantap. "Masalah salah paham ini, nanti bisa diluruskan saat rencana kita berhasil.""Ya udah, Mbem. Bismillah." Mas Adrian tersenyum hangat."Makasih, ya, Mas!""Makasih, doang? Ogah, ah!""Ish! Ngelunjak!" ketusku."Oh, awas kamu, Mbem!"Mas Adrian menarikku dan menghujaniku dengan ciuman. Aku menjerit-jerit sembari tertawa menahan geli.Malam hari saat kami bersantai sembari menonton televisi, terdengar suara bel berdentang."Siapa, ya, Mas?" tanyaku. Karena tak biasanya kami kedatangan tamu. "Jangan-jangan Siska lagi!""Coba aku lihat."Mas Adrian beranjak dari sofa kemudian berjalan menuju pintu pagar. Aku mengikutinya dari belakang.Dari teras aku bisa melihat siapa yang bertamu. Bukan Siska, tetapi seorang laki-laki. Karena c
Mas Adrian menyetujui rencanaku untuk memberi pelajaran pada Siska. Semoga dengan apa yang nanti aku lakukan, bisa membuat perempuan itu jera."Kamu harus janji, loh, Mbem, enggak boleh cemburu! Kalau kamu ribut sendiri, aku enggak mau," ucap Mas Adrian."Iya, yang penting kamu turuti aku."Kemudian kubalas pesan dari Siska, seolah-olah Mas Adrian yang membalasnya.[Iya, Bu.]Tak berselang lama Siska membalas.[Jadi Mas terima tawaran makan dariku? Tapi, Mas jangan panggil aku bu terus, dong!][Iya.] balasku.[Wah, senang banget aku, Mas. Makasih, ya. Mas benar-benar baik. Mas adalah laki-laki terbaik yang pernah aku temui.]Aku menatap balasan dari Siska tanpa bisa berkata-kata.Ya Allah, gini banget ini perempuan!"Kenapa, Mbem?" tanya Mas Adrian.Mungkin dia bingung melihat ekspresiku setelah membaca pesan dari Siska. Segera saja kutunjukkan pesan itu padanya.Di luar dugaan, Mas Adrian malah terbahak-bahak."Apanya yang lucu?" tanyaku sembari menatapnya aneh."Hahahaha. Ada, ya, M
Dadaku semakin panas saat mendengar suara perempuan menyahut ucapan Mas Adrian di ruang kerja Mas Adrian. Meski aku tak bisa mendengar obrolan mereka dengan jelas, tetapi aku bisa memastikan kalau itu suara perempuan.Aku tak langsung membuka pintu di depanku itu. Namun, kuputuskan untuk menelepon Mas Adrian terlebih dahulu. Aku ingin tahu apakah ia akan jujur atau berbohong.Melihat apa yang terjadi di sekitarku, aku tidak ingin percaya seratus persen pada siapapun. Termasuk suamiku sendiri. Karena bagaimanapun, dia tetap orang lain yang isi hatinya seperti apa, aku tidak benar-benar tahu keseluruhannya.Kucari nomor Mas Adrian dan langsung menghubunginya. Telepon berdering, tetapi cukup lama tidak langsung diangkat. Hingga akhirnya saat hampir kuakhiri, Mas Adrian mengangkatnya."Iya, Mbem?" ucapnya begitu telepon terhubung."Kok, lama? Lagi ngapain?" tanyaku tanpa basa-basi."Ini, Mbem, lagi ada teman di ruangan," jawabnya."Siapa?""Habis ini aku kirim pesan, ya, Mbem? Kamu udah
"Loh, itu bukannya Diva?" tanyaku pada Mas Adrian saat kami berpapasan dengan Mas Guntur. Tampak lelaki itu menggendong Diva di dadanya sembari mengendarai sepeda motor."Iya, ya, Mbem. Masa Mas Guntur resign?" tanya Mas Adrian."Masa, sih?" Rasanya keterlaluan kalau sampai Mas Guntur resign. Siska saja belum tentu diterima."Kalau benar resign gimana, Mbem?" tanya Mas Adrian."Gimana apanya?" tanyaku tak mengerti arah pembicaraan Mas Adrian."Apa aku tetap minta Pak Robert buat tolak Siska?""Terima aja, terus sekalian berangkat, pulang, di kantor, makan siang, sama-sama dia terus," ketusku."Jaelaah! Istriku ngambek!" kelakarnya."Terserah!" ketusku. Aku memilih buang muka menatap ke kaca pintu mobil. Rasanya kesal sekali mendengar Mas Adrian peduli pada Siska."Aku cuma bercanda, Mbem Sayang. Enggak usah ngambek gitu, dong! Ih, pagi-pagi udah ngambek, entar keriput, loh!""Biarin!" ketusku."Utu utu utu, istriku, ngambeknya serem!" goda Mas Adrian."Enggak lucu!""Iya, deh, serem.
Aku melangkah keluar dari rumah Bu Mirna dengan perasaan sangat ringan. Setelah sejak semalam merasa seperti menanggung beban yang begitu berat. Akhirnya hari ini dapat solusi juga. Mas Adrian pasti nanti kaget mendengar apa yang sudah aku lakukan.Saat tiba di pertigaan, aku berbelok ke kanan. Dari tempatku berdiri rumahku sudah kelihatan karena berjarak sekitar lima rumah lagi. Sembari berjalan kaki aku mengamati perempuan dengan pakaian cukup terbuka berwarna pink magenta sedang mendorong sepeda roda tiga anak-anak."Kayaknya itu Siska, deh!" gumamku. "Ngapain dia mondar-mandir di depan rumahku? Hm, dasar! Mau caper dia sama Mas Adrian pasti! Dia pikir suamiku sudah pulang? Hah! Dasar!"Aku terus berjalan sampai kemudian berpapasan dengan Siska."Eh, Mbak Nana baru pulang, ya? Kok, jalan kaki?" tanyanya.Tumben? Biasanya kalau ketemu dia langsung pergi. Apa dia sudah enggak marah?"Iya, Mbak," jawabku malas."Eh, Mbak, tahu enggak?" tanyanya.Aku malas sekali meladeni wanita itu. C