Shila menghembuskan nafasnya dengan kasar. Ia menatap layar ponselnya yang tidak menampakkan notifikasi apapun dari seseorang. Semenjak kejadian Gina yang bertengkar dengan Gerald waktu itu—Gerald tidak menghubunginya sampai sekarang. Laki-laki itu hilang bagai ditelan bumi. Apakah Gerald marah dengannya? Atau ada hal lain? Ia berusaha untuk berpikir kalau Gerald sedang sibuk dengan perkerjaannya.
"Gerald sibuk banget, ya," gumam Shila yang merasa resah sejak beberapa hari belakangan ini. Jujur, ia sangat merasa bersalah karena membuat kedua saudara itu bertengkar. Jika saja ia tidak datang ke rumah Gerald atau jika saja ia dan Gerald tidak dijodohkan. Mungkin, kejadian itu tidak akan pernah terjadi.
Huft.
Akhirnya, Shila memilih untuk beranjak dari duduknya dan mengambi
Tok tok tok.Suara ketukan pintu itu membuat Shila yang sedang bermain dengan Hito pun terhenti. Menatap ke arah pintu utama. Siapa yang datang sepagi ini? Batin Shila memikirkan siapa yang kemungkinan datang.Tok tok tok."Eh, ada tamu, ya."Shila menatap bi Surti yang berlari dari arah dapur menuju pintu utama. Membukakan pintu untuk tamu yang tidak tahu diri. Ya, Shila menyebutnya tidak tahu diri karena tamu itu datang di waktu yang tidak tepat.Hingga satu menit berlalu. Kedua bola mata Shila membulat saat melihat tamu yang ia katakan tidak tahu diri itu mulai berjalan masuk ke dalam rumah.
"Nanti kamu sama Gerald ke lokasi toko emas yang Papa kirim, ya," ucap Figo yang baru saja duduk di sofa kesayangannya. Menatap sang bungsu dengan tatapan yang sulit diartikan.Shila menganggukkan kepalanya mengerti. "Nanti siang aja, ya, Pa," balasnya sambil melihat room chat bersama Gerald. "Kalau pagi ini Gerald ada meeting penting dan gak bisa ditinggal," sambungnya yang menjelaskan kesibukan Gerald di pagi ini."Papa gak nyangka."Shila mendongakkan kepalanya. Menatap Figo yang menatapnya dengan tatapan sendu. "Maksud Papa?""Sebentar lagi kamu akan menjadi tanggung jawab orang lain. Bukan Papa lagi," jelas Figo dengan suara yang tercekat. "Dulu kamu itu paling lengket sama Papa dibanding Mama, tapi kit
Adel menggenggam tangan Shila dengan erat. Gadis di sampingnya ini sedikit ketakutan dengan komentar-komentar orang lain tentang dirinya di sosial media. Setelah beberapa menit yang lalu, agensinya menyebarkan berita tentang isu pernikahannya yang akhir-akhir ini sangat ramai dengan komentar pedas dari orang lain.Semenjak kejadian Shila bertemu dengan ibu-ibu di butik waktu itu, berita miring tentang dirinya sudah menyebar, tapi Adel yang berhasil menutupi itu semua hingga Shila tidak sadar dan mengetahuinya sendiri."Gue minta maaf, ya, Shil," sesal Adel merasa tidak enak dengan Shila. Menyembunyikan sesuatu yang sangat penting selama berhari-hari. Sungguh, ia melakukan itu semua demi kebaikan Shila sendiri, tidak ada maksud yang lain.Shila tersenyum. "Gakpapa, Del. Aku tahu kamu melakukan itu karena tidak ingin membuatku
Shila bersenandung pelan. Mengikuti irama dari lagu yang ia dengarkan. Saat keluar dari kamar dan melewati kamar kedua orang tuanya, Shila mengerutkan dahinya saat mendengar samar-samar suara isak tangis dari seseorang. Dengan cepat Shila melepaskan handsfree yang ada di telinganya dan mendekat ke arah pintu kamar kedua orang tuanya yang terbuka sedikit.Mata bulat Shila bisa melihat Figo yang sedang duduk di tepi kasur sambil memegang sebuah bingkai foto. Sontak hal itu membuat hatinya teriris. Apalagi melihat Figo yang berusaha menahan tangis, tapi air mata itu tetap keluar. Melihat Figo yang berusaha untuk menutupi suaranya, tapi suara itu semakin terdengar jelas.Tak ada pilihan, Shila memilih untuk melangkah masuk ke dalam kamar. Tentu saja itu mengejutkan Figo karena kehadiran putrinya yang tiba-tiba saja datang.
Shila menatap pantulan wajahnya di cermin. Wajah itu sangat cantik dan mampu membuat siapa pun terpikat saat melihatnya. Hari ini, adalah hari yang paling ditunggu-tunggu. Hari yang akan merubah kehidupan Shila menjadi seratus delapan puluh derajat. Ya, hari ini adalah hari pernikahannya dengan Gerald.Tiga hari sudah berlalu semenjak Shila dan Figo yang datang ke makam Yeslin. Hari itu berjalan begitu cepat hingga tak terasa bahwa hari ini sudah datang.Ceklek.Shila menoleh ke belakang. Menatap Figo yang baru saja membuka pintunya dan berjalan masuk untuk mendekat ke arahnya. Ia melihat tampilan Figo yang sangat gagah dengan balutan jas di tubuhnya."Shila," panggil Figo dengan suara yang tercekat. "Putri
Shila menatap sekeliling kamar Gerald. Sangat rapi. Semua barang-barang yang ada di sini sangat tertata. Ia yakin kalau Gerald adalah tipe laki-laki yang menjaga kebersihan dan kerapian. Mengingat kalau suaminya itu juga seorang CEO. Jadi, tidak mungkin kalau hidupnya tidak teratur."Kamu mau mandi?"Pertanyaan itu berhasil mengejutkan Shila yang sejak tadi hanya diam memperhatikan isi kamar barunya—kamar Gerald.Dengan kaku, Shila menganggukkan kepalanya. "Iya, gerah banget berjam-jam pakai baju ini," balas Shila sambil menatap gaun pengantin yang masih melekat di tubuhnya.Setelah acara pernikahan mereka selesai, Shila tidak menyangka jika Gerald langsung mengajaknya untuk pindah rumah. Ya, walaupun bukan ke rumah mereka sendiri. Melainkan di rumah orang tua Gerald. Katanya, Fira memaksa mereka u
Shila terbangun dari tidurnya karena mendapati sinar matahari yang masuk melalui cela jendela. Ia menyipitkan matanya untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam indra penglihatannya.Selang beberapa menit kemudian, Shila tersadar. Ia merasa sesuatu yang kencang sedang memegang area perutnya. Dengan cepat ia menoleh ke belakang. Menatap wajah Gerald yang sangat dekat dengan wajahnya. Jadi, Gerald memeluknya? Semalaman? Pantas saja ia merasa pegal.Shila tidak langsung membangunkan Gerald. Ia menatap wajah itu dengan lekat. Entah mengapa, hatinya seolah mengatakan bahwa dirinya dan Gerald pernah bertemu sebelumnya. Jauh dari sebelum perjodohan yang dilakukan oleh keluarganya, tapi di sisi lain, pikirannya bertolak belakang.Dengan hati-hati, Shila mengangkat tangan kanannya.
Suara alunan musik dari band kesukaan Shila terus mengalun dengan keras. Terlihat Shila yang berada di dalam dekapan Gerald pun langsung tersentak dan berusaha untuk melepaskan tangan suaminya. Meraih ponsel miliknya yang berada di atas nakas. Dering telpon itu terus berbunyi sejak tadi, tapi Shila baru sadar sekarang. Entah itu sudah yang ke berapa, tapi matanya langsung membola saat melihat jam di layar ponselnya.Pukul setengah dua siang? Seriously? Astaga, Shila benar-benar malu sekarang. Bisa-bisanya di hari pertama ia menjadi menantu di keluarga Dikara justru bangun kesiangan? Ini bukan kesiangan lagi namanya, tapi sudah sangat keterlaluan. Shila tidak tahu harus menyebutnya dengan apa.Banyak sekali panggilan tak terjawab dari Adel—manajernya. Dengan cepat Shila bangun dari posisi tidurnya dan meletakkan tangan Gerald dengan hati-ha
"Mama mau masak?" tanya Shila sambil berjalan masuk ke arah dapur. Dari tangga ia bisa melihat kalau Fira sedang sibuk menyiapkan bahan-bahan masakan. Ia punya ide untuk membantunya sekaligus belajar memasak.Fira menoleh ke belakang. Menatap menantunya yang sedang berjalan ke arahnya dengan mengenakan pakaian tidur bercorak kura-kura. Menggemaskan sekali."Iya, sayang. Buat kita makan malam nanti," balas Fira tersenyum dengan lebar."Gimana kalau aku bantuin? Aku juga mau sekalian belajar masak sama Mama. Boleh, kan?" tanya Shila menatap Fira penuh harap. Semoga saja mertuanya itu mau bersenang hati untuk mengajarinya cara memasak yang benar.Dengan semangat Fira menganggukkan kepalanya. "Boleh banget, dong
Shila melangkahkan kakinya dengan semangat. Menatap para karyawan di kantor suaminya dengan senyum lebar miliknya. Banyak sekali yang menyapanya dari tadi. Etika mereka patut untuk dicontoh. Ini pertama kalinya Shila datang ke kantor sebagai istri dari Gerald. Kalau kemaren-kemaren, kan, masih calon. Shila tertawa pelan dalam hatinya, tak menyangka kalau patung berjalan itu sudah resmi menjadi suaminya.CEO.Shila membuka pintu ruangan itu dengan pelan tanpa mengetuk terlebih dahulu. Ia melihat Gerald yang sedang fokus dengan layar komputernya. Tampan sekali. Harus Shila akui bahwa suaminya itu memiliki paras yang sangat menggoda iman. Astaga, Shila, apa yang sedang ia pikirkan?"Ketuk dulu kalau mau masuk, Shila," tegur Gerald menatap Shila dengan datar. Lalu beralih untuk ke
Tidak terasa lima hari berlalu begitu saja. Kehidupan baru Shila sebagai istri dari Gerald ternyata tidak terlalu buruk. Hanya saja Gina yang sangat sering menguji kesabarannya dan memancing emosinya, tapi sebisa mungkin untuk Shila menahannya. Ia memaklumi jika Gina begitu menyayangi Gerald dan menganggap bahwa gadis itu belum ikhlas jika Gerald memiliki perempuan lain di hidupnya selain Gina dan Fira.Mungkin, karena hubungan saudara mereka yang terlalu lengket membuat Gina sulit untuk merelakan saudara satu-satunya itu menikah dan mempunyai kehidupan baru. Ya, Shila berpikir seperti itu. Mengambil dari sisi positifnya saja.Namun, disisi lain, Shila juga menyadari jika Gina juga membenci dirinya. Ia merasa jika gadis itu punya alasan lain dari dirinya yang berstatus sebagai istri Gerald. Seperti ada kesalahan yang pernah ia buat sebelumnya, t
Ceklek.Shila menatap ke arah pintu utama. Terlihat seorang gadis yang menggunakan seragam putih abu-abu sedang berjalan memasuki rumah. Tatapan matanya pun tak pernah lepas dari Shila. Seolah menganggap Shila adalah mangsa yang harus ditelan hidup-hidup."Udah pulang, Gin?" tanya Shila basa-basi. Sebisa mungkin menghilangkan rasa canggung saat bertemu dengan Gina. Mau bagaimana pun, seburuk apapun gadis itu padanya, tetap saja. Gina adalah adik dari Gerald, adik iparnya.Sedangkan Gina hanya memutar bola matanya dengan malas. Sungguh pemandangan yang sangat tidak menyenangkan saat melihat Shila yang sedang duduk di sofa sambil menonton. Cih, istri dari Gerald itu sudah mulai beraksi untuk menguasai rumah ini, ternyata."Lo bisa lihat sendiri, kan, gue uda
Suara alunan musik dari band kesukaan Shila terus mengalun dengan keras. Terlihat Shila yang berada di dalam dekapan Gerald pun langsung tersentak dan berusaha untuk melepaskan tangan suaminya. Meraih ponsel miliknya yang berada di atas nakas. Dering telpon itu terus berbunyi sejak tadi, tapi Shila baru sadar sekarang. Entah itu sudah yang ke berapa, tapi matanya langsung membola saat melihat jam di layar ponselnya.Pukul setengah dua siang? Seriously? Astaga, Shila benar-benar malu sekarang. Bisa-bisanya di hari pertama ia menjadi menantu di keluarga Dikara justru bangun kesiangan? Ini bukan kesiangan lagi namanya, tapi sudah sangat keterlaluan. Shila tidak tahu harus menyebutnya dengan apa.Banyak sekali panggilan tak terjawab dari Adel—manajernya. Dengan cepat Shila bangun dari posisi tidurnya dan meletakkan tangan Gerald dengan hati-ha
Shila terbangun dari tidurnya karena mendapati sinar matahari yang masuk melalui cela jendela. Ia menyipitkan matanya untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam indra penglihatannya.Selang beberapa menit kemudian, Shila tersadar. Ia merasa sesuatu yang kencang sedang memegang area perutnya. Dengan cepat ia menoleh ke belakang. Menatap wajah Gerald yang sangat dekat dengan wajahnya. Jadi, Gerald memeluknya? Semalaman? Pantas saja ia merasa pegal.Shila tidak langsung membangunkan Gerald. Ia menatap wajah itu dengan lekat. Entah mengapa, hatinya seolah mengatakan bahwa dirinya dan Gerald pernah bertemu sebelumnya. Jauh dari sebelum perjodohan yang dilakukan oleh keluarganya, tapi di sisi lain, pikirannya bertolak belakang.Dengan hati-hati, Shila mengangkat tangan kanannya.
Shila menatap sekeliling kamar Gerald. Sangat rapi. Semua barang-barang yang ada di sini sangat tertata. Ia yakin kalau Gerald adalah tipe laki-laki yang menjaga kebersihan dan kerapian. Mengingat kalau suaminya itu juga seorang CEO. Jadi, tidak mungkin kalau hidupnya tidak teratur."Kamu mau mandi?"Pertanyaan itu berhasil mengejutkan Shila yang sejak tadi hanya diam memperhatikan isi kamar barunya—kamar Gerald.Dengan kaku, Shila menganggukkan kepalanya. "Iya, gerah banget berjam-jam pakai baju ini," balas Shila sambil menatap gaun pengantin yang masih melekat di tubuhnya.Setelah acara pernikahan mereka selesai, Shila tidak menyangka jika Gerald langsung mengajaknya untuk pindah rumah. Ya, walaupun bukan ke rumah mereka sendiri. Melainkan di rumah orang tua Gerald. Katanya, Fira memaksa mereka u
Shila menatap pantulan wajahnya di cermin. Wajah itu sangat cantik dan mampu membuat siapa pun terpikat saat melihatnya. Hari ini, adalah hari yang paling ditunggu-tunggu. Hari yang akan merubah kehidupan Shila menjadi seratus delapan puluh derajat. Ya, hari ini adalah hari pernikahannya dengan Gerald.Tiga hari sudah berlalu semenjak Shila dan Figo yang datang ke makam Yeslin. Hari itu berjalan begitu cepat hingga tak terasa bahwa hari ini sudah datang.Ceklek.Shila menoleh ke belakang. Menatap Figo yang baru saja membuka pintunya dan berjalan masuk untuk mendekat ke arahnya. Ia melihat tampilan Figo yang sangat gagah dengan balutan jas di tubuhnya."Shila," panggil Figo dengan suara yang tercekat. "Putri
Shila bersenandung pelan. Mengikuti irama dari lagu yang ia dengarkan. Saat keluar dari kamar dan melewati kamar kedua orang tuanya, Shila mengerutkan dahinya saat mendengar samar-samar suara isak tangis dari seseorang. Dengan cepat Shila melepaskan handsfree yang ada di telinganya dan mendekat ke arah pintu kamar kedua orang tuanya yang terbuka sedikit.Mata bulat Shila bisa melihat Figo yang sedang duduk di tepi kasur sambil memegang sebuah bingkai foto. Sontak hal itu membuat hatinya teriris. Apalagi melihat Figo yang berusaha menahan tangis, tapi air mata itu tetap keluar. Melihat Figo yang berusaha untuk menutupi suaranya, tapi suara itu semakin terdengar jelas.Tak ada pilihan, Shila memilih untuk melangkah masuk ke dalam kamar. Tentu saja itu mengejutkan Figo karena kehadiran putrinya yang tiba-tiba saja datang.