Dipikir-pikir Yuliani tidak mungkin luntang-lantung di jalan terlalu lama. Jadi, wanita itu mengiyakan ajakan Reza."Aku mau, asal ada syarat yang harus kamu sepakati terlebih dulu." Yuliani mengajukan permohonan."Baik, apa pun itu syaratnya akan aku turuti." Reza menyanggupi. Namanya juga cinta, sudah pasti pria itu tidak mungkin menolak. Kecuali diminta untuk melompat jurang yang curam."Aku anggap kebaikan kamu sebagai orang asing, jadi aku akan membayar hutang tadi sekaligus ongkos nebeng sama kamu," kata Yuliani memberikan kesempatan yang aneh. "Lah, gak bisa gitu dong. Aku 'kan, bukan tukang ojek," kata Reza protes."Kalau memang gak mau ya, gapapa. Mending aku jalan kaki saja," ujar Yuliani sok ngambek."Lagi pula syarat yang aku berikan cuma itu saja. Gak ada yang lain," imbuh wanita yang tengah hamil itu. Dia tidak mungkin menerima kebaikan Reza secara cuma-cuma, sebab dalam hatinya ingin berubah menjadi lebih baik lagi. "Ya deh, iya. Aku akan menuruti permintaanmu." Reza
Yuliani langsung menundukkan wajah, takut jika ayahnya akan marah."Kamu pulang? Di mana Anton?" tanya Mark sembari melihat ke sekeliling. Akan tetapi, menantunya tidak juga ditemukan."Aku pulang sendiri, Ayah. Anton gak bisa ikut karena banyak pekerjaan," sahut Yuliani mulai berdusta karena tidak ingin menjadikan semuanya tambah kacau. Paling juga nanti, wanita itu akan menceritakan semuanya pada ibunya."Oh ya sudah, kamu pasti capek. Masuk saja dulu," ucap Mark. Pria itu kemudian mengambil sangkar burung yang ada di teras depan rumahnya.Sudah menjadi hobi Mark memelihara burung kenari, sering memberikan pakan dan juga merawatnya dengan baik.Yuliani bergegas masuk, lalu mencari Dina yang ternyata sedang memasak untuk makan malam. Wajah sang Ibu terlihat berseri-seri melihat kedatangan putri semata wayangnya."Bu, aku boleh minta uangnya gak? Soalnya aku harus bayar ongkos ojek," kata Yuliani tanpa basa-basi terlebih dulu. Dina kebingungan, karena putrinya datang-datang bukan mem
Dalam hati wanita itu sudah bergumam segala macam. Hanya dia yang merasakan sakitnya dikhianati serta dibohongi oleh kekasih hati. "Iya, Ayah." Hanya kata itu yang keluar dari bibir Yuliani.Selesai diceramahi, Yuliani masuk ke dalam rumah meninggalkan Mark yang masih asik bermain dengan burung kenarinya. Langkah kaki wanita itu gontai karena nasihat sang Ayah."Kalau saja ayah tahu apa yang sedang terjadi dalam rumah tanggaku, pasti ayah memintaku untuk segera pulang," gumam Yuliani tidak memiliki gairah hidup.Bukan dia yang seharusnya dikhawatirkan oleh ayahnya, tapi Anton suaminya. Wajahnya terlihat lesu, pikirannya kembali teringat akan wanita yang sudah lebih dulu menikah dengan sang Suami. Tubuhnya terasa gontai hingga terjatuh di atas sofa, tepat di ruang tamu. Dia mulai memijit kepalanya yang terasa ingin pecah, matanya mulai terpejam dan berusaha melupakan segala macam masalah yang ada."Kamu pasti capek banget ya," ucap Dina mengangetkan Yuliani."Iya, Bu. Lumayan capek,"
Dina heran melihat anaknya tiba-tiba menangis, dia jadi serba salah. Ingin mengorek informasi, tapi masih tidak tega jika langsung to the point saja. "Apa perkataan Ibu ada yang salah? Maafkan Ibu kalau ada kalimat yang menyakiti hatimu." Dina memeluk erat tubuh sang anak, lalu tangan kanannya memegang kepala untuk mengelus rambut panjangnya."Bukan, Bu. Enggak," sahut Yuliani sesenggukan. Dia bingung mau bercerita dari mana dulu. Terlalu banyak masalah yang sedang dipikulnya, hingga pikiran wanita itu semakin kacau. Dia ingin mencurahkan isi hatinya agar lebih tenang, tapi di lain sisi takut ibunya marah atau syok."Coba kamu tenangkan diri dulu, setelah itu ceritakan apa yang terjadi. Ibu akan mendengarkan kamu, tapi kalau memang kamu belum siap. Ibu akan menunggu sampai kamu siap." Dina tidak mungkin memaksa sang Anak untuk menceritakan semuanya di saat dadanya terasa sesak. Sebagai seorang wanita, Dina tahu kalau putrinya sedang menyimpan banyak masalah yang mungkin belum bisa di
Yuliani mulai panik, lalu wanita yang tengah hamil itu berteriak histeris sembari meminta tolong. Hingga membuat sang Ayah datang dan bertanya, "Ada apa, Yuliani? Ibumu kenapa?" tanya Mark penasaran, sebab tidak biasanya sang Istri pingsan. "Gak tahu, Ayah. Tiba-tiba saja Ibu pingsan," sahut Yuliani tidak berani jujur tentang curhatan pada Dina."Apa dia sakit?" tanya Mark sembari memegang kepala Dina, tapi suhu tubuhnya normal. Pria itu langsung menggendong sang Istri ke tempat tidur Yuliani. Lalu, meminta putrinya untuk mengambil minyak kayu putih. "Semoga saja ibu segera siuman," gumam Yuliani dengan langkah kaki terburu-buru. Dia menyesal karena ucapannya tadi. Seharusnya wanita itu tidak gegabah mengatakan semuanya pada Dina saat itu juga. Dia mulai mencari minyak kayu putih yang ditaruh entah di mana, sebab selama pergi dari rumah kedua orang tuanya, penataan ruangan sudah sedikit berubah."Cepat, Yuliani!" teriak Mark yang tidak sabar untuk membangunkan Dina yang masih tidak
Yuliani menggelengkan kepala. "Tidak mungkin aku menceraikannya secepat ini, Bu. Aku tidak ingin anak dalam kandunganku ini lahir tanpa adanya sosok ayah." Dia masih tetap dalam pendiriannya, meski sudah tahu semua keburukan suaminya. "Apa yang ingin kamu pertahankan dan perjuangkan dari pria seperti dia? Gak ada baik-baiknya sama sekali. Apa kamu mau selamanya seperti ini? Dibohongi, dihianati dan cuma makan hati. Kalau Ibu jadi kamu, pasti Ibu tak kerah gelem, Yul! Gebei apa mak apolong bik reng lakek gun modal genteng melolo engak Anton." Dina terlalu kesal, hingga bahasa khas Madura yang dimiliki keluar begitu saja yang artinya. "Pasti ibu gak mungkin mau, Yul! Buat apa bersama sama seorang pria yang cuma bermodalkan ganteng saja seperti Anton." "Aku masih cinta sama dia, Bu." Yuliani kembali meneteskan air mata. Seperti yang sudah Dina katakan kalau cinta yang dialami saat ini terlalu sakit dan melukai hatinya sendiri."Cinta itu membahagiakan, Yul. Kalau cuma bisa bikin derita
Sebuah surat yang ditulis oleh Yuliani, berisikan tentang permintaan maaf dan juga terima kasih kepada Mark juga Dina."Di mana dia sekarang, Ayah? Cari dia sekarang juga!" pinta Dina tidak ingin Yuliani pergi dari rumah, terlebih malam sudah semakin larut.Mark langsung mencari ke setiap sudut rumah, siapa tahu saja putrinya masih di sana. Mengingat wanita yang tengah hamil tidak membawa apa pun bahkan ponselnya ditinggalkan di kamarnya."Ayah sudah mencari ke setiap ruangan yang ada di rumah ini, tapi dia tidak ada, Bu. Kemungkinan dia sudah pergi," kata Mark setelah selesai berkeliling."Coba Ayah cari keluar rumah, siapa tahu saja masih ada di jalan dekat rumah kita," perintah Dina masih berharap Yuliani ditemukan.Dina diminta untuk menggunakan di rumah, sedangkan Mark mencari seorang diri hingga ke jalan raya. Dia menelusuri jalanan yang mungkin dilewati oleh putrinya."Ternyata dia sudah tidak ada. Ke mana perginya?" pikir Mark, lalu kembali menemui Dina yang masih ada di teras
Jelas saja perkataan Dina membuat Mark naik pitam. Dia tidak pernah menyangka kalau Anton telah berbuat sejauh ini."Dari awal memang Ayah tidak pernah setuju Yuliani menikah dengannya, dan sekarang lihat! Dia sudah berbuat kelewatan seperti ini. Apa maksudnya mengaku seorang duda kepada anakku. Memang dia itu penipu ulung!" hardik Mark dengan wajah memerah."Sudah, Ayah. Jangan tersulut emosi begitu, lagi pula dia tidak ada di rumah ini." Dina berusaha menenangkan hati suaminya, cukup wanita itu pusing dengan keadaan Yuliani. Jangan sampai ditambah dengan hal lain lagi. "Maaf, Bu. Ayah cuma tidak terima putri kesayangan kita diperlakukan tidak baik seperti ini. Aku akan memberikan perhitungan andai nanti bisa bertemu dengannya." Mark tidak akan melepaskan Anton begitu saja. Dia pasti akan membuat suami putrinya menyesal telah berurusan dengannya."Iya, Ayah. Sekarang kita harus mencari Yuliani, Ibu khawatir dengan keadaannya. Terlebih saat ini dia sedang hamil." Dina tidak akan bisa
Semakin hari Kevan serta Anton semakin dekat saja, bahkan pria itu menggunakan putranya sebagai alat agar bisa menerima pria itu lagi. Namun, orang tua Yuliani sudah tidak menyetujui. Mereka tidak yakin kalau pria tampan akan benar-benar berubah. Pun Yuliani juga merasa bahwa mantan suaminya tidak akan pernah berubah. Jadi, dia dilema dengan semua yang terjadi dalam hidupnya."Ayah menyarankan kamu untuk menikah dengan Reza agar tidak dikejar terus oleh Anton. Lagi pula, sampai detik ini Reza masih mencintaimu dan berharap kamu membalas cintanya, Yul." Mark memberikan nasihat."Dari mana Ayah tahu semuanya? Padahal sudah lama dia tidak pernah ke sini lagi sejak aku memintanya untuk tidak menganggu kehidupanku lagi." Yuliani heran pada Mark yang masih tetap pada pendiriannya. "Sebenarnya, dari awal Ayah bekerja dengannya, Yul. Maaf, karena sampai detik ini Ayah tidak pernah mengatakan pada kalian," aku Mark menundukkan kepala merasa bersalah.Dina terkejut mendengar pengakuan suaminya,
Anton kembali datang ke rumah Yuliani, hingga membuat Reza salah paham. Pria itu pamit pergi setelah meminta maaf, dan berjanji tidak akan mengganggu wanita itu lagi."Ngapain lagi kamu ke sini?" tanya Yuliani ketus. Wanita itu sampai gak menghiraukan Reza yang sudah pergi dan menghilang dari hadapannya."Aku mau minta maaf, Yul. Aku juga ingin melihat anakku," sahut Anton dengan netra berkaca-kaca."Aku sudah memaafkanmu," ucap Yuliani tanpa rasa iba. Dia tidak akan membiarkan Anton bertemu dengan Kevan. "Aku ingin bertemu Kevan," ucap Anton lirih."Dia sudah tidur, lebih baik kamu pergi sekarang juga!" usir Yuliani pelan. Dia tidak ingin ada keributan, jadi berbicara begitu pelan."Aku memang salah, tapi apa aku gak berhak melihat anakku?" tanya Anton mengharapkan iba."Ini sudah malam, dia sudah tidur. Lebih baik kamu pergi, jangan sampai istirahatnya berkurang karena hadirmu." Yuliani berusaha untuk memberikan pengertian."Besok pagi aku akan kembali ke rumah ini untuk bertemu Ke
Obrolan Reza hanya sebatas itu saja, sebab pria itu juga belum siap untuk ditolak lagi oleh wanita yang dicintainya. "Aku pamit pulang dulu, ya." Reza pamit karena tidak nyaman terlalu lama berada di samping Yuliani."Kenapa buru-buru?" tanya Yuliani basa-basi."Iya, soalnya sudah malam." Reza tidak memiliki alasan. Sebenarnya dia masih betah dan ingin berlama-lama, tapi pria itu tahu diri juga.Yuliani meninggalkan Reza sendiri untuk memanggil kedua orang tuanya. "Kenapa gak menginap saja di sini?" tanya Mark, tapi lengannya justru disenggol oleh Dina."Mungkin lain kali, Om." Reza malah menanggapi. Wanita yang sedang menggendong Kevan itu pun merasa tidak enak hati. Dia terlihat malu karena kelakuan ayahnya.Mark mengantarkan Reza hingga ke depan rumah, mereka berdua juga tidak lupa untuk mengobrol perihal perasaan. "Bagaimana kisah selanjutnya? Apakah kamu berusaha mencoba sekali lagi?" tanya Mark penasaran akan obrolan putrinya dengan Reza."Aku belum memiliki nyali, Om. Sebel
Seluruh keluarga disibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Mark bekerja di bengkel milik teman Reza, sedangkan Yuliani masih setia berpartner dengan ibunya. Kevan yang masih kecil juga bisa diajak bekerja sama. Bisnis mereka saat ini adalah dekorasi pelaminan, mereka mendapatkan modal dari meminjam ke bank. Mereka nekat melakukan semua demi sebuah kesuksesan yang mereka yakini akan datang. Awalnya Dina ragu, tapi semua sirna saat Yuliani meyakinkannya. "Jatuh bangun dalam usaha itu pasti, Bu. Tapi kita harus bangkit, bukan menyerah dan meratapi sebuah keadaan. Yuliani sudah banyak belajar dari kejadian di masa lalu, Bu. Bahwa Allah akan memberikan jalan bagi hamba-Nya yang mau berusaha." Yuliani menasihati panjang lebar. Dia berpikir, mungkin saja ibunya sedang kehilangan pegangan. Maka sudah menjadi tugasnya untuk mengingatkan. *** Tiga tahun segera berlalu, usaha mereka terbilang cukup sukses karena hutang pada bank berhasil dilunasi. Dekorasi yang mereka miliki juga banyak yan
Hari mulai sore, tapi Mark belum juga mendapatkan pekerjaan. "Aku harus tetap berusaha agar bisa mendapatkan pekerjaan." Mark bergumam. Dia sudah berkeliling, bahkan ke beberapa bengkel untuk menawarkan diri agar bisa bekerja. Namun, tdiak ada satu pun yang mau menerima. Hingga pria itu bertemu dengan Reza yang sedang membeli buah di pinggir jalan."Om!" panggil Reza ketika melihat Mark."Reza!" Mark membalas sapaan."Om mau ke mana? Biar aku antar," tanya Reza menawari."Om lagi cari pekerjaan, Reza. Namun, sampai detik ini belum mendapatkan pekerjaan juga. Sulit sekali mencari pekerjaan sekarang ini," sahut Mark lirih. Terlihat jelas dari raut wajahnya, kalau pria itu terlihat kelelahan. "Usaha kuenya bagaimana, Om? Bukannya lagi berkembang pesat ya?" cecar Reza. Pria itu memang akhir-akhir ini tidak terlalu mengetahui detail apa yang terjadi pada keluarga wanita yang masih dicintainya."Sudah gak ada yang percaya untuk memesan kue keluarga kami, Reza." Mark menghela nafas panjan
Setelah perceraian itu, Yuliani kini fokus menjalani hari-harinya untuk Kevan. Dia juga membantu usaha Dina untuk membuat kue, satu-satunya cara untuk mereka bertahan hidup dan bisa membeli makan. Akan tetapi, ada saja ujian dan cobaan yang harus mereka hadapi ketika mereka mau menuju sukses. Pria tampan yang diceraikan tujuh bulan yang lalu tidak terima, jadi hadir untuk membalaskan dendam."Apa yang kamu inginkan, Anton? Kenapa kamu masih tetap menganggu hidupku? Semua urusan kita sudah selesai, lantas kenapa kamu harus datang lagi dan merusak semuanya?" cecar Yuliani menghampiri Anton yang masih tetap tinggal di rumah yang lama."Aku masih sakit hati padamu, Sayang. Tidakkah kamu mengerti? Aku juga tidak ingin melihatmu dan seluruh keluargamu bahagia serta sukses. Makanya aku fitnah kalian agar pelanggan kue yang kalian jual kabur semua!" papar Anton tanpa merasa bersalah. Pria itu sudah tidak memiliki hati, sebab hatinya sudah diselimuti oleh perasaan benci."Aku tidak menyangka k
Yuliani masih terngiang akan lamaran Reza, tapi wanita itu tidak mungkin secepat itu mengambil keputusan untuk menerima. Terlebih, perceraian masih dalam proses di pengadilan. Dia tidak mungkin terburu-buru sekalipun surat cerai sudah ada digenggaman tangannya. "Aku belum siap menerima siapa pun untuk hadir dalam hidupku. Butuh waktu yang lama buatku untuk kembali menikah, sebab rasa trauma yang masih aku rasakan. Aku harap kamu mengerti dengan ucapanku, dan aku merasa tidak pantas untukmu." Itulah kalimat jawaban yang diberikan Yuliani pada Reza. Tidak hanya mengerti, pria itu bahkan siap untuk menunggu wanita yang dicintai sampai kapan pun juga, hingga mau membuka hati untuknya. Yuliani merasa bingung dengan semuanya. "Kenapa aku harus dihadapi dengan persoalan perasaan lagi?" pikirnya. Dia memijat keningnya yang merasa pusing karena memikirkan semuanya."Ibu sakit?" tanya Kevan ketika melihat ibunya masih belum tidur. "Ibu hanya pusing sedikit saja. Kamu mending istirahat ya, so
Sebuah keajaiban datang, apa yang diharapkan Mark benar-benar terjadi. Seseorang datang memberikan bantuan pada keluarganya. "Terima kasih atas bantuannya, Reza," ucap Yuliani sembari tersenyum. Dia tidak menyangka pria itu akan membantunya. Memberikan tempat tinggal untuk keluarganya dan juga modal usaha."Sama-sama, gak usah sungkan begitu. Kita sudah lama kenal 'kan? Jadi anggap saja ini bantuan dari seorang teman." Reza memaparkan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman Yuliani."Aku dan keluargaku berjanji, pasti kita akan membayar semuanya," kata Yuliani menjelaskan."Gak usah, Yul. Aku ikhlas membantumu dan keluargamu." Reza tidak mau Yuliani dan keluarganya merasa memiliki hutang budi.Bukan Yuliani jika tidak keras kepala, wanita itu tetap akan mengembalikan semua yang sudah diberikan Reza. Dia menganggap bantuan dari pria itu sebagai pinjaman.Pria berkaki jenjang itu pun tidak tahu harus berbicara apalagi, selain mengiyakan apa pun yang dikatakan Yuliani. "Aku harus pergi d
Yuliani sekeluarga syok dengan semuanya, ternyata Anton sudah mengambil alih harta Mark dengan caranya yang licik. Sertifikat rumah juga sudah berpindah tangan pada pria tampan itu hingga keluarganya tidak memiliki harta benda lagi. Tidak hanya rumah, tapi juga bisnis yang dijalani pria setengah paru baya itu juga diambil alih."Kapan mas Anton melakukan semuanya, Ayah? Bukankah Ayah tidak pernah memberikan tandatangan Ayah kepada sembarang orang?" tanya Yuliani."Dia sudah mengelabuiku, Yul. Dia pernah meminta tanda tangan Ayah dengan alasan ingin memberikan Ayah tanah yang dia beli. Dengan segala bujuk rayunya, Ayah mau saja. Tidak pernah berpikir kalau dia akan melakukan semua ini." Mark baru sadar dan menceritakan semuanya. "Tapi kenapa Ayah tidak pernah bercerita?" tanya Dina kecewa."Soalnya Ayah sudah berjanji untuk tidak mengatakan kepada siapa pun termasuk kalian berdua." Mark menjawab sesuai yang diingat.Ketika mereka sedang panik karena telah kehilangan harta benda, Anton