Venus melangkah keluar kamar seolah separuh nyawanya menguap ke udara. Ia tak bisa menjelaskan rasanya. Tapi firasat Venus semakin lama semakin kuat. Masih bolehkah ia menegakkan kepalanya pada Dion saat ini? Sementara ibunya Claire langsung menangis tersedu di luar kamar.
Bukan kelegaan yang didapat oleh Claire melainkan rasa sakit karena melihat Dion terluka. Arjoona hanya bisa memeluk dan menenangkan Claire yang tak henti menanggung dosa-dosa Winthrop di masa lalunya.
Venus berbalik pada ayah dan ibunya. Dengan kedua tangannya yang saling berkait dan berasa dingin seperti es, Venus mendekat untuk bicara.
“Mengapa terjadi seperti ini, Mom ...” tanya Venus pelan. Claire tak sanggup menatap Venus dan ia terus menangis. Arjoona lalu sedikit menyampingkan sisi tubuhnya meski masih memeluk sang istri.
“Sayang, tolong jangan berkata seperti ini dulu. Kita bisa bicarakan nanti ...”
“Apa benar keluarga kita juga membunuh? Ap
“Aku harus segera kembali ke Indonesia, dokter. Nenekku sedang sakit,” ujar Dion dengan wajah tanpa senyum meminta ijin keluar. Dr. Seinberg menghela napas panjang.“Masa terapi-mu masih berlangsung, Tuan Juliandra.”“Aku tahu, bisakah aku melakukannya di negaraku?” dr. Seinberg agak sedikit ragu dan berdecap.“Aku tidak merekomendasikan penerbangan dalam waktu lama untukmu. Kamu bahkan belum boleh duduk terlalu lama.”“Aku mohon dokter!“Berapa lama waktu tempuh sampai ke negaramu?” tanya dokter itu lagi.“Sekitar 16-18 jam!” dr. Seinberg langsung menggelengkan kepalanya. Dion tak menyerah. Ia terus mendesak agar diizinkan untuk pergi.“Aku akan tetap pergi meski tak ada izin sama sekali. Tolong ... jangan buat aku seperti tahanan kabur!” ucap Dion lagi dengan tegas. Dr. Seinberg tak punya pilihan. Dion rela mengambil risiko dengan perjalanannya
Dion memperlihatkan video dari ponselnya yang menunjukkan hubungan mesra Rico dan Laras pada orang tua Laras. Pak Angsana yang melihat sempat menarik napas panjang dan menoleh pada istrinya yang berangsur mengernyitkan keningnya.“Kamu dapat ini dari mana?” tanya Pak Angsana pada Dion.“Sewaktu saya masih di New York, ada anggota yang dapat tugas ke Bogor kota. Jadi sewaktu anggota itu menepi di rest area, dia ketemu Laras. Tapi Laras ndak kenal ...”“Jadi dari mana dia tahu itu Laras?” potong Pak Angsana pada Dion.“Anggota saya selalu melihat foto Laras di atas meja kerja saya di Polres, Pak. Jadi, dari situ mereka hafal wajah Laras. Begitu bertemu, mereka cek plat mobilnya dan mobil itu milik Rico, teman saya. Diikuti sampai lingkar puncak, mereka berhenti di vila dan video itu di rekam,” jelas Dion pada Pak Angsana.“Berarti anggota kamu kena pasal UU ITE dong?”“Gak diseb
Tiba di hotel, Kyle dan Edward tidak meninggalkan Dion sama sekali. Mereka akhirnya ikut menjaga dengan menginap di kamar Dion. Kyle dan Edward ingin menghabiskan waktu yang hanya tinggal beberapa jam lagi sebelum Dion berangkat kembali ke Indonesia.“Apa kamu tidak akan kembali lagi kemari, Pak?” tanya Edward pada Dion yang baru melepaskan sepatunya. Kyle bahkan membantu Dion melepaskan sepatu karena sebelah lengannya masih belum bisa digerakkan.“Kontrakku sudah selesai,” jawab Dion singkat lalu membuka topi pet dan mengucek rambutnya sekilas. Dion lalu memundurkan posisinya untuk duduk di atas ranjang sambil menyilangkan kedua kakinya.“Kenapa kalian tidak pulang? Aku bisa melakukannya sendiri,” ujar Dion dengan nada pelan.“Bolehkah kami di sini saja, Pak? Kami tidak akan mengganggu.” Dion tersenyum pada permintaan Kyle dan Edward lalu mengangguk.“Sebaiknya kamu tidur dulu sebentar, Pak. Pe
“Aku bawakan nasi juga buat kamu, Mas. Kamu pasti kangen sama nasi ya?” Venus tersenyum cantik lalu memperlihatkan semangkuk nasi panas yang masih mengepul untuk Dion. Dion langsung semringah dan menunduk malu.“Wah, malam-malam dingin begini dikasih nasi sama bidadari, enak banget!” sahut Dion menimpali tak bisa menutupi rasa bahagianya. Venus makin tersenyum kala Dion melingkarkan sebelah lengan ke pinggangnya saat Venus mengambil nasi itu untuk diletakkan di piring Dion.“Kamu gak makan nasi ya?” tanya Dion saat melihat Venus tak meletakkan makanan yang sama di piringnya.“Hhmm ... aku makan nasi, Mas. Kadang-kadang, kalau Daddy yang masak! Hehehe!” jawab Venus lalu meletakkan beberapa lauk yang ia buat berdasarkan resep sang ayah.“Lho ... aku pikir kamu masih orang Indonesia ...” celetuk Dion menggoda Venus.“Sedikit ...” Venus memberikan gambaran dengan ukuran dua jarinya
Saat Venus tengah diperiksa oleh dr. Nathan, Rei keluar dari kamar untuk menemui Kyle dan Edward baru tiba.“Kalian dari mana?” tanya Rei berniat mempertanyakan pengamanan yang seharusnya dilakukan untuk Venus.“Maafkan kami, Tuan Harristian. Kami baru saja pulang dari bandara untuk mengantarkan Ketua Juliandra pulang kembali ke negaranya,” jawab Kyle dengan nada rendah. Rei menghela napas panjang dan tak jadi bersikap kesal ingin memarahi keduanya.“Apa yang terjadi? Mengapa dia tiba-tiba pulang begitu saja?” selidik Rei masih dengan sikapnya yang masih serius.“Ketua Juliandra mendapat telepon dari keluarganya yang mengatakan jika Neneknya terkena serangan jantung dan sekarang sedang di rumah sakit. Kabar terakhir yang kami tahu, Neneknya juga akan dioperasi hari ini, Tuan,” jawab Edward menjelaskan pada Rei.Entah mengapa, Rei sedikit menarik napas lega. Bukan karena ia senang jika ada pada masalah
Dion menegakkan tubuhnya dan menoleh ke arah samping saat mendengar namanya dipanggil. Senyuman manis Laras yang kemudian menyambut Dion, membuatnya dengan cepat memalingkan wajahnya ke arah lain. Laras segera mengambil perannya dengan baik. Ia berjalan ke sisi ranjang yang satunya untuk bisa menemui Nenek Sulastri.“Nduk, kamu sudah datang toh?” sapa Nenek Sulastri dan Laras tersenyum mengangguk. Dion tak bicara selain hanya memilih menatap hal lain saja.“Mbah, bagaimana kabarnya? Bagaimana perasaan, Mbah?” tanya Laras dengan nada lembut dan sopan pada Nenek Sulastri. Nenek Sulastri tersenyum dan mengangguk pelan.“Rasanya aku sudah kuat. Sudah bisa bangun dan membuat kue lagi!” celetuk Sulastri berkelakar dan Larasnya terkikik kecil. Budhe Dewi, istri Pak Dhe Halim ikut tersenyum melihat ibunya sudah bisa bergurau lagi. Sedangkan Dion tak tersenyum sama sekali. Wajahnya masih datar, terkesan tak senang.“Apa la
“Namanya siapa?” tanya Pak Dhe Halim pada Dion usai melihat foto Venus di ponsel Dion.“Venus!” jawab Dion singkat lalu tersenyum. Hati Dion makin rindu kala menyebut nama Venus. Baru dua hari tak bertemu dia membuat Dion merasa hampa. Rasanya aneh tanpa mengawal Venus setiap hari. Tubuhnya telah terbiasa bersama Venus, sangat terbiasa.Pak Dhe Halim lalu mengangguk dan mencari-cari berita soal gosip yang sedang santer terdengar soal Dion dan Venus.“Ini lho yang jadi pangkal permasalahan. Yang bikin Mbah-mu masuk rumah sakit!” ucap Pak Dhe Halim memperlihatkan potongan dari sebuah portal berita. Dion membaca berita itu dan menghela napasnya.Di sana dipasang narasi seolah-olah Dion adalah kekasih rahasia yang selama ini diungkapkan oleh Venus jika di wawancara. Terlebih terlihat video saat Dion menggandeng Venus di sebuah acara televisi. Meskipun Dion memakai masker mulut tapi semua orang mengenalnya sebagai pengawal p
Arjoona Harristian duduk di sofa ruang baca dekat kamar putrinya Venus sendirian. Ia sedang menunggui istrinya yang tengah bicara dengan Venus di dalam kamar. Pandangannya seperti kosong sedang tertegun dengan apa yang terjadi begitu cepatnya selama beberapa hari ini.Tak disadari, Claire keluar dari kamar Venus dan menghampirinya. Claire duduk di sisi Joona dan menyentuh lengan atasnya. Arjoona pun menengok ke arah Claire dengan wajah sendu tanpa senyuman sama sekali.“Apa yang kamu pikirkan?” tanya Claire lembut dan mendekat pada suaminya. Arjoona mengambil sebelah tangan Claire dan menggenggamnya.“Aku merasa Tuhan sedang memberikan karma atas perbuatanku di masa lalu,” ungkap Joona dengan nada rendah.“Maksud kamu?” Arjoona terdiam beberapa saat dan menundukkan pandangannya.“Apa yang dilakukan Dion pada Venus sama seperti yang aku lakukan pada kamu sebelum kita bercerai waktu itu ...” tutur
Setelah celingukan memastikan tidak ada yang mengikutinya, Dion masuk ke sebuah restoran mewah di kawasan Brooklyn milik chef terkenal Brema Mahendra. Restoran berbintang Michelin itu tidak sembarangan bisa dimasuki oleh orang lain kecuali pengunjung yang telah memesan tempat dan sahabat dekat si pemilik restoran.Maka ketika Dion masuk, para penguntitnya tertahan di depan. Sementara Dion bebas berjalan masuk ke dalam sampai ke area terlarang yaitu dapur. Di sana, Brema sudah menunggu dengan mejanya yang telah disiapkan untuk pertemuan mereka. Ares baru tiba beberapa saat kemudian. Ia masuk dari jalan belakang.“Apa masih ada yang mengikutimu?” tanya Brema setelah Dion duduk di kursinya.“Iya, mereka ada di luar.” Brema langsung memanggil salah satu stafnya untuk mengusir non pengunjung dan yang menguntit Dion dari lingkungan restorannya.“Jauhkan mereka dari parkiran!” perintahnya lebih lanjut.“Baik
Dengan panik, Venus masuk ke kamar mandi lalu menguncinya. Ia langsung memeriksa kulit lehernya lewat cermin dan melihat dengan jelas seperti apa bentuk bekas ciuman yang memerah di kulitnya. Dion memergoki langsung ada bekas pria lain di tubuh Venus. Seketika Venus menahan teriakan dengan membekap mulutnya sendiri.Air mata berlomba-lomba jatuh dan kakinya tidak kuat menopang berat tubuh. Venus jatuh di lantai terduduk menangisi dirinya sendiri. Sangat menyakitkan saat ia harus menyakiti Dion seperti itu. Hati Venus hancur melihat rasa kecewa di mata Dion padanya.“Mas Dion, maafin aku ... maafin aku ...” Venus merapal tanpa suara sambil meremas pakaian di dadanya.“Venus? Cinta? Tolong keluar, Sayang. Ayo kita bicara ...” terdengar suara Dion yang bergetar namun masih lembut memanggil istrinya. Dion tidak meledak marah meski ia menemukan dengan jelas pengkhianatan Venus. Namun hal itu hanya membuat Venus makin terluka.“Aku
‘Mas Dion? Mas Dion, tolong aku! Tolong, Mas ...’Seketika mata Dion terbuka dan ia kaget. Suara Venus memohon pertolongan darinya membuat ia terbangun dari mimpinya. Dion kebingungan. Ia masih berada di kamar. Bedanya ia tidak tidur di ranjang melainkan duduk di sofa dan tertidur. Di tangannya masih tersemat tasbih rosario kala ia berdoa untuk Venus.“Venus? Sayang!” panggil Dion bangun dan berjalan keliling kamar mencari Venus yang ternyata belum pulang. Hari sudah pagi namun belum ada kabar dari istrinya sama sekali. Dion mencoba kembali menghubungi Venus dan masih sama saja seperti ratusan panggilan yang ia lakukan seharian.“Gak, aku gak bisa diam saja! Aku harus cari dia.” Dion akhirnya mengambil keputusan dan keluar dari kamar. Dion kembali menanyakan pada Edward yang juga tidak kunjung mendapatkan kabar dari Venus.“Manajemennya sudah menyebarkan orang-orang mereka untuk mencari Nyonya Venus. Tapi sampai s
“Beatrice memasang banyak kamera di ruanganku dan mungkin hampir di seluruh bangunan kantor, aku gak tahu. Sekarang aku dan Kyle sedang berpura-pura gak akur untuk mengelabui dia.” Dion menjelaskan dengan detail apa yang terjadi di perusahaannya sekarang.“Kenapa gak dipecat aja, Mas?”“Aku gak akan pernah tahu siapa dalangnya kalau dia dipecat. Aku sudah memecat Kyle sehingga dia bisa menyusup. Gara-gara kamera tersembunyi itu, aku gak bisa melayani pembicaraan Venus di sana. Tapi dia malah jadi salah paham.”“Kalau sudah begini, masalah jadi lebih rumit ...” Dion mengangguk mengerti.“Beatrice ingin menyasar Venus, itu yang baru aku ketahui sekarang.” Rei mendengus panjang dan masih terus memperhatikan Dion.“Kyle bilang, Beatrice mengaku jika dia menyasar keluarga kamu dan Venus adalah korban pertamanya.” Rei makin membesarkan matanya cukup kaget mendengar hal seperti itu.
Dion berhasil masuk melewati jalan belakang ke kantor label rekaman Skylar. Ia bahkan belum kembali ke King Corp untuk mengonfirmasi perihal alarm yang dibunyikan saat kebakaran terjadi. Tujuan Dion adalah untuk bertemu dengan Rei.Rei juga telah menghubunginya tadi pagi bertanya jika ia dan Venus bertengkar. Ia tidak bicara banyak tentang apa yang terjadi. Kini Dion mulai penasaran apa yang terjadi dalam satu hari ini.“Rei, maaf aku mengganggu, aku harus bicara sama kamu.” Dion berujar sepruh berbisik pada Rei yang tengah ada di salah satu koridor di dekat ruangannya.“Mas Dion? masuk lewat mana?” Dion menarik lengan Rei agar mereka bisa berjalan bersama.“Lewat belakang. Kita ke ruangan kamu ya.” Rei mengangguk dan membukakan pintu untuk Dion. Dion sempat melihat ke semua arah sebelum ikut masuk dan menutup pintu.“Apa Venus kemari?” tanya Dion bahkan sebelum ia duduk di salah satu sofa di ujung ru
Terjadi sedikit kebakaran di area perakitan A 2.1 di dalam pabrik yang belum diketahui penyebabnya. Kebakaran itu sempat membuat panik beberapa pekerja namun dapat di atasi dengan baik. Sesuai dengan langkah pengamanan, seluruh mesin dan listrik dimatikan saat kecelakaan itu terjadi.Dion langsung bergegas melihat yang terjadi. Beberapa pekerja tengah memadamkan api dengan alat pemadam darurat sampai akhirnya api mengecil lalu hilang.“Pastikan tidak ada percikan sama sekali!” perintah Dion masih mengawasi proses tersebut. Alarm kebakaran masih berbunyi keras dan seluruh pekerja sudah di evakuasi.“Pak, ini hanya kebakaran biasa,” lapor salah satu kepala divisi yang sudah mengecek.“Apa ada ledakan?” Dion balik bertanya untuk memastikan.“Tidak ada, Pak. Aku rasa hanya ada masalah listrik!”“Pastikan semuanya aman sebelum memasukkan para pekerja kembali. Coba cek jika ada yang terluka ...
Venus tidak membantah sama sekali. Rei terus mengomel karena dirinya yang kabur begitu saja dari lokasi pemotretan. Belum lagi, ia membatalkan acara tiba-tiba sehingga penyelenggara harus merugi karena tiket yang terlanjur dijual.“Ada apa sama kamu, Ven? Kamu gak pernah kayak gini!” tukas Rei dengan ekspresi keheranan. Venus begitu ngotot mau mengakhiri kerjasama dengan beberapa penyelenggara musik.“Aku cuma ingin istirahat, Kak. Itu saja!” sahut Venus bersikeras. Ekspresinya tampak berbeda dan dia seperti tertekan.“Istirahat? Tapi kamu kan ga perlu sampai harus memutuskan kontrak enam bulan ke depan! Kamu mau istirahat selama apa sih?” Venus mendengus kesal dan rasanya ingin berteriak.“Kakak ga ngerti!” Venus makin meninggikan suaranya.“Ya mana aku ngerti kalau kamu gak memberikan penjelasannya, Baby!” DREET DREET … ponsel Venus bergetar saat ia akan mulai bicara. Venus mengin
“Love ... Cintaku! I’m home!” ucap Dion memanggil Venus dengan mesra seperti biasanya. Ia masuk ke dalam dengan sebuket bunga dan mencari istrinya. Venus ternyata berada di dekat meja makan tengah mengatur makan malamnya. Dion langsung semringah lebar melihat istrinya sudah pulang. Ia menghampiri dan memberikan bunga tersebut pada Venus.“Hei, Love ...” ucap Dion mengecup pipi Venus lalu memberikan bunga untuknya. Venus ikut tersenyum lalu membalas mengecup pipi Dion.“Wah, makan malamnya kayaknya enak,” puji Dion melihat beberapa menu yang terhidang.“Sebaiknya kamu ganti pakaian dan setelah itu kita makan malam,” ujar Venus sembari membelai dada Dion. Dion tersenyum lebar dan mengecup Venus sekali lagi sebelum ia berbalik keluar ruang makan menuju kamar. Senyuman Venus hilang terutama saat ia menoleh ke arah kamera yang terus memantaunya.Makan malam Dion dan Venus berlangsung seperti biasanya. Dion
Dion hanya duduk sesaat sambil memandang meja kosong di depannya. Pandangannya menoleh pada seisi ruangan. Semua sudah beranjak pergi dan sebuah suara kini ikut memanggil.“Dion, ayo!” Ares memanggil Dion yang kemudian mengangguk. Dion beranjak dari kursinya ikut pergi bersama Ares dan seluruh sahabatnya yang lain.“Bagaimana sekarang?” tanya Dion pada Rei dan Ares yang masuk satu lift dengannya. Di dalamnya juga ada Cass, Brema serta Devon.“Ayahku masih marah. Aku tidak menyarankan untuk bicara dengannya sekarang. Pengakuan Andy benar-benar membuat dia syok,” ujar Rei kemudian.“Apa kamu tahu soal itu?” celetuk Brema kemudian.“Tidak, dia tidak tahu. Yang tahu hanya aku, Jupiter dan Aldrich!” aku Ares dengan nada rendah. Rei sontak menoleh pada Ares yang juga melirik padanya.“Kenapa kamu tidak cerita padaku Ares?”“Untuk apa? kamu akan membunuh Andy begit