Home / Romansa / Terpikat Hasrat CEO Dingin / Seperti Cermin Retak

Share

Seperti Cermin Retak

Author: Purplexyiii
last update Last Updated: 2025-04-01 19:46:37

Aku masih terbaring di sofa ruangan kerja Lucian saat suara ketukan pelan terdengar dari pintu. Beberapa detik kemudian, pintu terbuka, dan seorang wanita masuk dengan langkah anggun. Joanne Devereaux.

Matanya yang tajam menelusuri ruangan sebelum akhirnya berhenti padaku. Wajahnya tak menunjukkan ekspresi berlebihan, tapi ada ketegasan yang sulit diabaikan. Aku menarik napas pelan, bersiap menghadapi percakapan yang kemungkinan besar tidak disertai candaan.

"Hai, Seraphina," sapanya sambil duduk di sampingku.

"Hai juga, Joanne. Saya tidak menyangka Anda datang ke sini," balasku setelah duduk dan menoleh padanya.

Dia mengamati wajahku dengan saksama. "Bagaimana kondisi ibumu?"

"Masih belum ada kabar baik," jawabku singkat tanpa emosi berlebih. Lebih tepatnya air mataku sudah kering berlarut-larut dalam kesedihan.

Joanne mengangguk pelan sebelum akhirnya melipat tangannya di atas pangkuan. "Aku tidak akan bertele-tele. Aku datang untuk membicarakan sesuatu yang mungkin ingin kau
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Melanggar Perintah

    Langkahku terhenti di depan pintu kafe Serenity Sips, jantungku berdegup lebih cepat dari sebelumnya. Aku tidak yakin apakah ini ide yang baik, tetapi aku harus mendapatkan jawaban. Damien sudah menungguku di dalam, duduk di sudut ruangan dengan ekspresi yang sulit diterka. Aku menarik napas perlahan, lalu melangkah masuk. Begitu matanya menangkap sosokku, ekspresinya berubah sejenak—seperti ada kegugupan yang berusaha dia tutupi. Namun, pria itu segera menegakkan punggung dan menatapku dengan tajam. “Aku tidak menyangka kau akan benar-benar datang.” Aku menarik kursi di hadapannya dan duduk tanpa basa-basi. “Kita perlu bicara sesuatu yang penting.” Damien menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan tangannya terlipat di dada. “Apa yang sebenarnya ingin kau bicarakan?” Mataku menelusuri ekspresinya untuk mencari

    Last Updated : 2025-04-02
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Perlindungan Ketat

    Aku menatap layar ponsel dengan jantung berdegup kencang. Sebuah pesan masuk dari nomor yang tidak aku simpan. Namun, kali ini isinya jauh lebih spesifik. [Berhenti mencari tahu kebenaran yang tersembunyi, Seraphina. Jika tidak, kau akan kehilangan lebih banyak orang yang kau cintai.] Tanganku meremas ponsel erat. Napasku tersendat, mataku tidak bisa lepas dari pesan itu. Ini bukan pertama kalinya aku menerima ancaman, tapi kali ini … mereka menyebutkan orang-orang yang kucintai. Aku segera berdiri, langkahku tergesa menuju ruang kerja Lucian. Aku harus memberitahunya. Saat pintu terbuka, Lucian sedang berdiri di balik meja kerjanya sambil berbicara dengan Felix. Matanya langsung mengarah kepadaku dan seketika ekspresinya berubah begitu melihat wajahku. "Ada apa?" tanyanya tegas. Aku menyerahkan ponselku padanya tanpa berkata apa-apa. Lucian mengambilnya, matanya tajam membaca pesan itu. Rahangnya mengencang, lalu jemarinya menggenggam ponsel dengan kuat. "Felix, keluarlah

    Last Updated : 2025-04-03
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Kehilangan Akal

    Aku tidak pernah menyangka pertemuan malam ini akan berjalan di luar dugaan. Ruangan itu terasa hening. Celeste duduk dengan ekspresi datar, tetapi aku bisa melihat ketegangan di rahangnya. Joanne berdiri di hadapannya, tangannya terlipat di depan dada. Mata tajamnya menatap Celeste tanpa ragu sedikit pun. “Aku tidak suka bertele-tele, Celeste." Joanne membuka suara dengan nada tegas. “Aku tahu kau terlibat dalam ancaman terhadap Seraphina.” Aku menahan napas, lalu melipat bibir ke dalam. Jantungku cukup berdegup kencang, tapi ekspresiku memperlihatkan sebaliknya. Celeste mengangkat dagu, tatapannya tidak goyah sedikit pun. “Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan.” Joanne tertawa pendek. “Jangan pura-pura naif. Aku mengenal orang sepertimu. Selalu bermain di balik orang suruhan, lalu menyusun rencana tanpa berani mengotori tangan sendiri.” Wajah Celeste tetap tenang, tetapi aku melihat jemarinya menggenggam gelas di tangannya dengan erat. “Jika kau tidak punya bukti, jangan

    Last Updated : 2025-04-04
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Perasaan Takut dan Ragu

    Suasana rumah sakit terasa dingin, bukan hanya karena suhu AC yang menyelimuti setiap ruangan, tetapi juga karena ketegangan yang menggantung di udara. Aku duduk di kursi tunggu, tanganku mencengkeram lengan kursi dengan erat. Ibu masih berada di ICU, belum sadarkan diri sejak kejadian itu. Aku mencoba menenangkan napasku, tetapi pikiranku dipenuhi suara para perawat yang berlari tadi. Kejadian beberapa jam lalu masih berputar jelas di kepalaku. "Seraphina!" Suara Lucian membuatku tersentak. Aku menoleh dan melihatnya berjalan cepat ke arahku, wajahnya jelas tampak tegang. "Ada apa?" tanyaku, merasa suaraku sedikit bergetar. Lucian berhenti di hadapanku, matanya mengunci dengan dalam. "Seseorang mencoba menyusup ke ruang ICU ibumu." Jantungku seakan berhenti berdetak. Aku nyaris tidak bernapas sedetik. "A–apa? Apa ... maksudnya?" "Kami memang berhasil menghentikannya." Lucian melanjutkan, rahangnya terlihat mengencang dan menahan marah. "Keamanan rumah sakit sigap menangan

    Last Updated : 2025-04-05
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Memegang Papan Catur

    Aku tidak pernah benar-benar percaya pada kebetulan. Namun, malam ini, langkah kecilku menuju kebenaran justru membawaku ke dalam kenyataan yang lebih menyesakkan. Sejak beberapa hari yang lalu, setelah aku akhirnya kembali pulang ke apartemen tanpa menarik perhatian siapa pun, aku menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Lucian semakin sering pulang larut, tapi raut wajahnya sangat lelah dan tegang. Aku menduga itu karena urusan bisnis, tetapi ada sesuatu yang lebih dari sekadar masalah perusahaan. Malam ini, aku memutuskan untuk menunggu di ruang kerja Lucian. Duduk di kursinya, aku mengamati dokumen yang berserakan di mejanya. Berkas-berkas keuangan, laporan saham, dan satu map tebal berwarna hitam yang tampak paling mencurigakan. Aku membuka map itu, mataku langsung terpaku pada serangkaian foto yang terlalu aneh ada di sana. Celeste dan Damien. Mereka sedang bertemu diam-diam di sebuah restoran hotel mewah. Ada ekspresi serius di wajah mereka. Beberapa dokumen tampak di a

    Last Updated : 2025-04-06
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Salah Memilih Lawan

    Semuanya terjadi begitu cepat. Aku tidak menyangka malam ini akan berakhir menyeramkan. Awalnya, aku hanya berniat pulang lebih awal setelah menghadiri acara amal yang diadakan keluarga Devereaux. Lucian masih sibuk berbincang dengan beberapa rekan bisnisnya, jadi aku memutuskan untuk pulang sendiri. Namun, begitu aku melangkah keluar dari gedung acara, udara dingin malam menyambutku dengan cara yang berbeda. Bukan hanya karena angin yang berembus, tetapi karena sesuatu yang terasa tidak beres. Sebelum aku sempat menyadari apa yang terjadi, sepasang tangan kuat tiba-tiba mencengkeram lenganku dari belakang. Aku berusaha melawan sekuat tenaga, tetapi seseorang membekap mulutku dengan kain berbau menyengat. Pandanganku langsung berputar sehingga tubuhku melemah dalam hitungan detik. Aku hanya sempat melihat bayangan hitam sebelum semuanya menggelap. Saat aku sadar, kepalaku terasa berat. Ada rasa nyeri di pelipisku dan tubuhku terasa lemah. Aku mengerjapkan mata, mencoba me

    Last Updated : 2025-04-07
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Ciuman yang Membara

    Aku menggigit bibir menahan rasa sakit. Mungkin wanita lain akan menangis karena cengkraman Celeste sangat kuat, tapi aku tertawa kecil. Ini tidak sakit sama sekali daripada melihat ibuku terbaring tanpa tahu kapan bisa sadarkan diri."Kau lucu, Celeste.""Jangan tertawa, sialan!" bentak Celeste. Tangannya beralih menekan leherku hingga aku mendongak."Lalu harus apa? Menyebutmu sakit jiwa?" Aku tertawa renyah. Celeste melebarkan mata. "Kau tahu, Seraphina? Aku selalu bertanya-tanya, apa yang membuat Lucian memilih wanita tidak tahu diri sepertimu?" Aku menatap balik tanpa takut. Senyumku masih setia di bibir. "Entahlah, mungkin pria itu sudah gila?" Celeste menyeringai tipis, lalu tiba-tiba melepaskan cengkeramannya. "Aku bisa melakukan ini dengan cara yang lebih mudah. Namun, jika kau ingin cara yang sulit, aku tidak keberatan. Kau memang menarik, Seraphina." Aku terbatuk-batuk sambil mengerutkan kening. Aku melihat wanita itu memberi isyarat kepada seseorang di sudut ruan

    Last Updated : 2025-04-07
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Ungkapan Perasaan

    Aku menatap ke luar jendela, membiarkan pikiranku tenggelam dalam kekosongan. Setelah insiden penculikan itu, segalanya terasa begitu berat. Keberanian yang sebelumnya mengalir dalam diriku perlahan-lahan memudar, tergantikan oleh keraguan yang menggerogoti. Aku memejamkan mata, mengingat kembali bagaimana Damien dan Celeste berusaha menghancurkanku. Bagaimana aku hampir tidak bisa keluar dari situasi itu. Setiap detik dalam penangkapan itu terukir jelas di ingatanku, seperti bayangan gelap yang terus membayangi. Namun, yang lebih mengusik pikiranku adalah bagaimana Lucian muncul tepat waktu, seperti selalu tahu aku dalam bahaya. Dan sekarang, aku duduk di kamar ini, menunggu kejujuran yang katanya akan dia berikan. Meskipun sebenarnya aku tidak tahu, apakah aku benar-benar siap untuk mendengar apa yang akan dikatakannya? Pintu terbuka, dan aku bisa mendengar langkahnya mendekat. Setiap langkahnya terasa seolah beban yang dia bawa jauh lebih berat dari yang aku pikirkan. Ak

    Last Updated : 2025-04-08

Latest chapter

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Sudahkah Malam Pertama?

    "Aku serius. Jangan mencium lagi, Lucian. Aku harus segera berangkat." Namun, Lucian tidak peduli. Tangannya tetap melingkar di pinggangku, kepalanya menunduk, mencium pelipisku sekali, dua kali, lalu turun ke pipi. Aku memiringkan wajah, berusaha menghindar, tapi dia justru menahan daguku erat. "Aku tidak akan lama. Serius!" ucapku lagi dengan suara yang sudah mulai kesal. Lucian menatapku datar, tapi terlihat memohon seperti anak kecil. "Malam ini aku tidur sendiri. Itu masalah yang sulit." Aku mendorong dadanya pelan. "Masalah sulitmu tidak lebih penting dari ayahku yang menyuruhku pulang." "Sebenarnya kenapa dia menyuruhmu pulang? Dia tahu kau sudah menikah. Artinya rumahmu di sini bersamaku." "Astaga, Lucian." "Sayang." Aku menahan napas. Sial. Kenapa dia harus memanggilku seperti itu sekarang? Aku mengeram pelan untuk berusaha sabar. "Jangan mulai menyebalkan lagi. Aku benar-benar harus berangkat. Ayah pasti sudah lama menungguku." "Baiklah, aku akan ikut."

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Jangan Melanggar Lagi

    Hari ini tidak ada rapat besar. Aku baru sadar ketika membuka pintu ruang kerja Lucian dan mendapati dia duduk santai di sofa panjang, tanpa jas, hanya kemeja putih yang lengannya digulung hingga siku. Beberapa kancing atas dibiarkan terbuka. Pemandangan yang terlalu menggoda untuk dibiarkan begitu saja. "Kau tidak ada rapat hari ini?" Lucian melirikku singkat. "Tidak. Aku hanya menyelesaikan laporan pribadi." Aku melangkah masuk, menutup pintu pelan, lalu berjalan menuju sofa tempat dia duduk. Aku meletakkan tas tangan di meja dan duduk di sampingnya. Tanganku meraih berkas yang dia baca dan meletakkannya ke meja. "Kalau begitu, kau bisa diganggu sebentar, kan?" Dia mengangkat alis. "Gangguan macam apa yang kau tawarkan?" Aku tidak menjawab. Tubuhku bergeser, mendekat hingga hampir memojokkan dia ke sudut sofa. Tanganku menyentuh kerah kemejanya. "Kau terlalu santai. Aku tidak terbiasa melihatmu seperti ini." "Itu artinya kau harus membiasakan diri." Aku tertawa kecil.

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Cara Dia Mencintai

    Aku baru saja selesai mengeringkan rambut ketika suara ketukan pelan terdengar dari balik pintu kamar mandi. "Seraphina." Suara itu memang terdengar tenang tanpa godaan, tapi aku masih bisa mendengar sedikit nada iseng di baliknya. Aku akhirnya membuang napas pelan. "Apa, Lucian?" "Kau mau mandi bersamaku?" "Astaga." Aku menggumam pelan. Aku tahu ini pasti ulahnya lagi. Selalu ada saja caranya menjahiliku, dan kali ini jelas-jelas aku tidak akan membiarkannya menang. "Tidak," jawabku cepat sedikit berteriak. Lalu beberapa saat kemudian tidak ada balasan apapun. Aku akhirnya membuka pintu, dan ternyata dia sudah pergi, aku segera melangkah cepat keluar dari kamar mandi. Tubuhku masih diselimuti aroma sabun ketika aku melangkah ke dapur dengan handuk melilit rambut dan baju mandi satin berwarna lembut. Mataku langsung menangkap sosok Lucian yang tengah menata piring di meja makan. Dia tampak fokus, kedua tangannya lincah mengatur sendok dan garpu, dan ... entah kenapa, p

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Bolehkah Menyentuhmu?

    Aku sudah berbaring di tempat tidur, memunggungi Lucian yang masih duduk dan membolak-balikkan lembar dokumen di sampingku. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutku ataupun mulutnya sejak kami masuk kamar. Entah kenapa, aku merasa canggung. Ini mungkin pertama kalinya sejak kami resmi menikah, aku tidak merasa marah, tidak merasa tertekan, hanya sedikit bingung. Tiba-tiba, aku merasakan tubuhku ditarik ke belakang. Lucian melingkarkan lengannya di pinggangku, lalu menekan tubuhnya ke arahku. Tubuhku seketika kaku, tetapi tidak bisa bergerak karena pelukannya terlalu erat. Kepalaku menyentuh dadanya, dan kakinya melingkar di kakiku. Seolah-olah aku sedang dipenjara dalam kehangatan yang tidak bisa kutolak. "Lucian," bisikku menahan gugup. Bukannya menjawab, Lucian justru mengecup bagian atas kepalaku. Hangat. Lembut. Dan terlalu membuat jantungku berdetak lebih cepat. "Terima kasih," kata Lucian tiba-tiba. Suaranya nyaris seperti gumaman, tapi cukup jelas di telingaku. "T

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Pria Menjengkelkan

    Aku berdiri di dapur, diam-diam menyelipkan sebatang cokelat ke mulut sambil memperhatikan Lucian yang melintas lagi dengan koper kecil dan beberapa barang di tangan. Gerak-geriknya tenang, nyaris terlalu biasa … tapi justru itu yang membuat jantungku berdegup lebih kencang dari seharusnya. "Jadi dia benar-benar pindah, ya," gumamku lirih. Lucian melewatiku sekali lagi, kali ini dengan bantal tambahan. Aku mengunyah pelan cokelat di mulutku, seolah rasa manis itu bisa mengalihkan pikiranku yang semakin liar. "Tenang, Seraphina. Pria itu hanya akan tidur. Tidak akan melakukan apa-apa. Meskipun bukan patung es, aku berharap dia tidur seperti batu." Mataku mengikuti punggungnya yang menjauh sambil membatin, "Aku sungguh tidak mengerti … mengapa aku gelisah seperti ini?" Akhirnya dengan langkah pelan, aku menuju kamar. Pintunya sengaja dibiarkan setengah terbuka. Dari celahnya, kulih

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Cantik Saat Marah

    Suara gemericik air dari keran masih terdengar saat aku membilas piring terakhir. Lampu dapur kuning redup membuat suasana terasa tenang. Setelah makan malam, Lucian ke kamar sebentar untuk menerima telepon. Entah dari siapa. Aku tidak terlalu peduli. Aku menyeka tangan dengan handuk kecil yang tergantung di dekat wastafel. Baru saja hendak berbalik, dua tangan kekar tiba-tiba melingkar ke pinggangku dari belakang. "Lucian," panggilku menahan gugup. Lucian hanya berdehem, dagunya sengaja bertumpu di bahuku. Napasnya menyapu kulit leher sehingga membuatku merinding, tapi aku tidak membantah jika itu terasa nyaman. "Kau kenapa? Apa ingin menanyakan sesuatu?" Lucian diam sejenak, lalu mengeratkan pelukannya pada perutku. "Aku tidak sabar untuk tidur bersamamu." Aku merasa jantungku membeku satu detik, tapi berusaha menjaga nada suaraku tetap tenang. "Kau seperti sedang menantikan sesuatu yang menyenangkan." "Itu benar. Kau memang pintar, Istriku." "Lucian ...." "Kenapa?

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Tanpa Kebohongan

    Cahaya matahari pagi menembus celah tirai kamar rumah sakit sehingga menciptakan pantulan hangat di lantai putih yang mengilap. Aku berdiri di samping ranjang, menatap wajah ibuku yang tiba-tiba mulai membuka matanya perlahan. Napasku tertahan di tenggorokan saat jari-jarinya bergerak pelan. "Seraphina," panggil wanita itu seperti bisikan, membuat air bening spontan memenuhi pelupuk mataku. "Ibu!" Aku segera menggenggam tangannya dan menunduk untuk memastikan aku tidak sedang bermimpi. "Ibu benar-benar sudah sadar?" Tatapan matanya masih lemah, tapi ada sudah kehangatan di dalamnya. Dia mengedarkan pandangan, seolah memastikan di mana dia berada sekarang. "Berapa lama aku tertidur?" Aku tersenyum lembut sambil menangis. "Cukup lama, tapi itu tidak penting sekarang. Yang penting, Ibu sudah kembali. Aku senang bisa melihat ibu membuka mata lagi." Pintu kamar kemudian terbuka. Ayahku masuk dengan langkah terburu-buru. Wajahnya yang selama ini selalu terlihat tegar, kini dipenuh

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Sudah Selesai

    Aku memperhatikan Lucian yang berdiri di seberang meja. Raut wajahnya dingin seperti biasa, tetapi ada kilatan fokus di matanya. Di antara kami, berkas-berkas tersusun rapi—semua bukti yang selama ini dia kumpulkan. Laporan-laporan itu adalah hasil kerja keras yang akan membuktikan semuanya. "Jadi ini yang kau temukan?" Aku meraih salah satu dokumen dan membaca isinya. "Iya, aku sudah lama mencurigai Damien dan Celeste, tapi aku tidak bisa bertindak tanpa bukti konkret. Dan sekarang kita punya semuanya." Aku menggigit bibir. Ada banyak angka dalam laporan ini—transfer mencurigakan, aset yang tidak dilaporkan, dan transaksi ilegal yang mengarah pada penyelundupan. Damien dan Celeste benar-benar tenggelam dalam dunia kejahatan lebih dalam dari yang kuduga. Setiap halaman tampak seperti mencerminkan kegelapan dari kehidupan mereka yang selama ini tersembunyi. Lucian menyandarkan diri pada kursi, lalu menatapku lurus. "Setelah ini, tidak ada jalan kembali bagi mereka. Begitu kita m

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Ungkapan Perasaan

    Aku menatap ke luar jendela, membiarkan pikiranku tenggelam dalam kekosongan. Setelah insiden penculikan itu, segalanya terasa begitu berat. Keberanian yang sebelumnya mengalir dalam diriku perlahan-lahan memudar, tergantikan oleh keraguan yang menggerogoti. Aku memejamkan mata, mengingat kembali bagaimana Damien dan Celeste berusaha menghancurkanku. Bagaimana aku hampir tidak bisa keluar dari situasi itu. Setiap detik dalam penangkapan itu terukir jelas di ingatanku, seperti bayangan gelap yang terus membayangi. Namun, yang lebih mengusik pikiranku adalah bagaimana Lucian muncul tepat waktu, seperti selalu tahu aku dalam bahaya. Dan sekarang, aku duduk di kamar ini, menunggu kejujuran yang katanya akan dia berikan. Meskipun sebenarnya aku tidak tahu, apakah aku benar-benar siap untuk mendengar apa yang akan dikatakannya? Pintu terbuka, dan aku bisa mendengar langkahnya mendekat. Setiap langkahnya terasa seolah beban yang dia bawa jauh lebih berat dari yang aku pikirkan. Ak

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status