Tangan Amisha yang terulur urung meraih kepala putranya saat mendengar Arjuna bergumam. Tiba-tiba jantungnya berdebar kencang, seperti saat dia bersama Anggara. Gumaman anak itu mampu memporak-porandakan pikiran Amisha."Aku sayang Bubun!" Kembali Arjuna bergumam. Sekilas Amisha bisa melihat anak itu tersenyum.Setelah masuk area perkotaan, mobil yang mereka naiki berhenti di rest area untuk sekedar makan dan istirahat sejenak. Sebenarnya, jarak dari desa ke kota tidak jauh, yang membuat perjalanan mereka memakan waktu karena jalanan yang mereka lewati berbatu dan berbelok-belok."Bubun mau makan apa? Biar Juna pesankan." Amisha mengabaikan putranya. Dia berlalu dan pergi ke kedai penjual makanan.Satu piring siomay menjadi pilihan Amisha, sementara Arjuna hanya membeli minuman saja. Dari tempatnya duduk, Arjuna hanya menatap ibunya yang terlihat begitu menikmati makanannya. Sesekali dia tersenyum, membayangkan kehidupan mereka nanti di kota. Beberapa rencana sudah Arjuna siapkan untu
Dari yang Amisha simak di kolom komentar, Lastri dan Anggara terlihat dekat. Terbukti dari percakapan mereka di sana. Dua belas tahun sudah membuatnya melewatkan banyak halAmisha kembali melihat postingan Lastri. Di salah satu foto yang diunggah, ada yang menarik perhatian wanita itu. Lastri terlihat bersama Salman dan satu orang pria lainnya. Pria itu tidak asing di mata Amisha. Setelah lama dia memperhatikan wajah di foto itu, Amisha kaget. Itu adalah Anggara, suami yang sudah ditinggalkannya dua belas tahun yang lalu.Penampilan Anggara berubah drastis. Di foto itu terlihat pipi juga dagunya dipenuhi dengan bulu. Gaya berpakaian pria itu juga berbeda. Tidak ada kemeja juga jas yang selalu melekat di tubuhnya. Pria itu memakai shalwar kameez, pakaian adat yang selalu dipakai oleh pria di daerah Asia Selatan bagian Utara dan Asia Tengah.Rasa penasaran membuat Amisha membuat akun media pria itu. Tidak banyak postingan di akun Anggara. Hanya beberapa kegiatan yang asing di matanya, d
Arjuna baru tahu kalau ibunya takut dengan darah. Wanita itu bisa berteriak histeris saat melihat tetesan darah. Jari Amisha teriris pisau saat hendak membuat makanan, padahal Laksmi sudah memasakkan makanan."Kenapa Bubun tidak minta bantuan Juna?" Arjuna tampak sedih. Dia tengah meniup luka ibunya. Amisha yang dikhawatirkan bersikap tak acuh. "Maafkan saya, Den. Saya lagi keluar, tadi Ibu minta dibelikan telur," ucap Laksmi tidak enak."Iya, gak papa, Bi. Bubun biar Juna yang temenin. Bibi istirahat saja." Laksmi pun pamit. Sepeninggal Laksmi, mereka kini hanya berdua. Amisha duduk dengan tidak tenang. Dia enggan menatap putranya dan terus memandang ke arah lain.Apa yang Arjuna lakukan sekarang adalah bagian dari rencananya, mendekati Amisha dan membuat hubungan baru selain hubungan ibu dan anak. "Di mana ponselku?" tanya Amisha tiba-tiba. Arjuna kaget dan sedikit gugup."Ponsel Bubun … ponsel Bubun rusak parah. Juna membuangnya karena Bubun yang minta," ucap Arjuna berbohong.
Dito memandang wanita yang ada di hadapannya dengan penuh amarah. Setelah sekian tahun berhasil melupakannya, dia harus kembali bertemu. Raisya, mantan istrinya menatap Dito dengan wajah yang kaget, tetapi tidak lama, wanita itu memeluk Dito."Lepaskan! Apa-apaan kamu!" Dito menghempaskan tubuh Raisya hingga terjatuh. Wanita itu merintih karena sikutnya menyentuh batu hingga lecet.Dito enggan menolongnya. Dia tahu Raisya masih bisa berdiri sendiri. Apalagi Dito yakin, wanita itu cuma pura-pura untuk mencari perhatian. Melihat adegan itu, Marsel hanya diam saja. Saat hendak menolong Raisya pun, Dito mencegahnya."Mas, kasihan dia. Tangannya terluka," ucap Marsel dengan penuh iba."Wanita ini penuh drama. Sekalipun mati, biarkan saja," balas Dito dengan nada sinis.Dito membawa istrinya masuk dan meninggalkan Raisya sendirian. Tidak lama, beberapa pria berbadan tinggi tegap datang dan mengusir wanita itu. Raisya berontak dan menolak untuk pergi."Kalian akan menyesal jika tahu siapa ak
Hari beranjak sore. Perkebunan sudah kembali sepi. Semua pekerja sudah kembali ke rumahnya masing-masing termasuk Raisya. Wanita itu kembali ke gubuk.Dito tampak tidak tenang. Marsel tiba-tiba sakit. Wanita itu sudah diperiksa dokter desa yang Dito datangkan untuk menggantikan istrinya. Sekarang, Marsel tengah istirahat. Satu jam yang lalu dia baru saja minum obat.Hingga malam tiba, Dito tidak juga meninggalkan istrinya. Dia ikut merebahkan tubuhnya, tetapi matanya tetap terjaga. Khawatir dengan kondisi istrinya.Keesokan paginya, Dito terbangun karena mendengar suara istrinya yang muntah-muntah. Dia berlari ke kamar mandi. Tangannya terulur untuk memijat leher Marsel."Kamu kenapa? Dokter bilang kamu baik-baik saja, tapi wajahmu pucat sekali?" Jo terlihat khawatir. Tangannya mengusap dahi istrinya yang dipenuhi keringat."Aku gak papa. Ini biasa dirasakan ibu hamil di trimester pertama," ucap Marsel. Dito tampak bernapas lega.Sejurus kemudian, Dito menatap istrinya. Dia baru menya
Sebelum para pegawai bekerja, mereka dikumpulkan oleh Barjo di depan rumah Dito. Kali ini tidak ada yang tahu apa tujuan majikan mereka. Semua saling berbisik dan bertanya.Dito berdiri di depan menghadap para pekerja. Dia belum memulai untuk bicara. Matanya memindai semua orang sembari menunggu Barjo menghitung mereka."Semuanya ada tujuh puluh tiga, Pak, tapi saya yakin kemarin gak salah hitung," bisik Barjo di telinga Dito."Supaya mereka tidak curiga, kamu beri pengarahan saja. Tetap awasi mereka semua." Dito memberi perintah.Barjo meminta semua pegawai mengumpulkan identitas mereka dengan alasan pendataan ulang. Dia hendak mencocokkan nama mereka dengan yang ada di buku.Sementara Raisya, dia terlambat bangun. Semalam dia tidak bisa tidur karena banyak nyamuk. Dia tergesa-gesa keluar dan langsung mencari keberadaan pegawai lainnya. Kondisi kebun masih sepi, Raisya mengernyitkan keningnya. Hari sudah beranjak siang, tetapi belum ada aktivitas di sana.Saat wanita itu hendak menca
Di pertengahan film diputar, bayangan masa lalu menghampiri Amisha. Di mana dirinya tengah menonton acara televisi bersama Anggara. Masa itu seakan terulang kembali.Arjuna bisa merasakan tangan ibunya mencengkram kuat. Sekilas, Arjuna melihat wajah ibunya seperti tengah menahan amarah. Perlahan, tangannya mengusap bahu wanita itu. Dia juga membisikkan kata-kata positif seperti yang diajarkan Marsel."Tahan emosi, Bun. Seburuk apa pun masa lalumu, jangan sampai mempengaruhi hidupmu. Tetap tenang. Ada Juna yang selalu bersama Bubun." Deru napas Amisha mulai stabil. Wajahnya kembali tenang. Arjuna berhasil. Kembali mereka menikmati tontonan yang masih berlangsung.Di saat ada adegan komedi, tanpa diduga Amisha tertawa terbahak. Arjuna melirik dan menatapnya dengan tidak percaya. Tawa wanita itu begitu lepas. Adegan berubah sedih, Amisha terisak. Begitupun saat adegan romantis, dia tersenyum malu-malu."Belikan aku minuman!" titah Amisha. Arjuna melihat arlojinya. Sebentar lagi film ber
Arjuna terdiam. Dia menatap layar laptop tanpa berkedip. Pria yang ingin dijumpainya mengirimkan pesan lewat akun media sosial ibunya. Ada yang aneh baginya. Setelah sekian tahun ibunya pergi, pria yang sudah membuat luka di hati ibunya itu masih memanggil sayang. Tangannya ragu untuk menjawab. Dia memilih untuk mematikan laptop dan bergegas istirahat. Arjuna merasa ada yang aneh dengan hatinya. Dia tidak bisa memungkiri kalau ada rasa bahagia yang memenuhi relung hatinya."Meskipun dia ayahku, tapi dia juga yang sudah membuat Bubun hidup menderita. Dia juga penyebab aku tidak diakui," gumam Arjuna. Sebisa mungkin dia menyangkal apa yang hatinya rasakan.Setelah tahu ayahnya adalah penyebab penderitaan sang ibu, Arjuna tidak lagi mengharapkan kehadiran pria itu. Keesokan harinya, Arjuna bangun kesiangan. Dia melewatkan sarapan karena takut terlambat sekolah. Teman-temannya juga sudah tidak terlihat. Arjuna yakin, mereka sudah pergi. Lima menit lagi bel berbunyi.Arjuna berlari seken
Setelah mendesak Marsel, Anggara tidak mendapatkan jawaban pasti. Dia diminta mencari tahu sendiri siapa Arjuna sebenarnya. Orang yang Jon kirim untuk mencari tahu belum juga membawakan kabar terbaru."Menurutmu, mereka ada hubungan apa, Jon?" Terlihat wajah Anggara yang kebingungan. Sejak tadi dia mencari jawaban atas pertanyaannya sendiri."Ibu dan anak." Tetap jawaban itu yang Jon berikan. Dia bahkan merasa yakin kalau mereka punya hubungan darah.Sementara di rumahnya, Arjuna tengah duduk melamun. Dia memikirkan kejadian yang terjadi di taman. Awalnya dia ingin mempersatukan kedua orang tuanya, tetapi tiba-tiba ada rasa marah saat anak itu melihat ibunya merintih kesakitan. Takut pria itu kembali melukai batin ibunya. Arjuna sebenarnya sudah memberi celah untuk ayahnya masuk. Dia ingin memulai dari awal. Saat main bola, Arjuna bukan tidak tahu kalau itu Anggara. Dia tahu, sangat tahu, hanya saja Arjuna ingin membiarkannya saja. Seandainya Anggara tahu, Arjuna ingin sekali memeluk
Anggara mencari keberadaan Amisha. Tiba-tiba wanita itu menghilang. Di dalam kerumunan itu, Anggara tidak menemukan keberadaan wanita yang dicintainya ataupun anak yang bersama wanita itu."Cari dia, Jon! Temukan sampai dapat!" titah Anggara. Mereka berpencar mencari keberadaan Amisha. Seluruh tempat tidak lepas dari pencarian mereka, hingga toilet pun mereka telusuri."Bagaimana, Jon?" tanya Anggara. Terlihat raut cemas di wajah pria itu."Maaf. Saya tidak menemukannya." Hanya dalam sekejap mata, Amisha dan Arjuna menghilang dari pandangan mereka. Semua area permainan salju sudah ditelusuri, tetapi hasilnya nihil. Amisha ataupun anak itu tidak ditemukan."Pokoknya Juna gak mau nonton film horor." "Tapi Bubun maunya nonton itu." Anggara dan Jon melirik ke arah suara. Orang yang mereka cari ada di belakang. Bergegas Anggara berbalik, belum saatnya Amisha melihat dirinya.Arah datangnya Amisha dari sebuah tempat makan siap saji. Anggara menduga mereka baru saja makan. Pantas saja di
Anggara mengerutkan keningnya, tidak paham dengan yang dikatakan Jon. Tidak mungkin anak itu anaknya Amisha jika anak yang dimaksud sudah duduk di bangku SMA. Amisha pergi dua belas tahun lalu, sementara anak SMA berkisar antara usia enam belas tahun sampai delapan belas tahun. Dia meminta Jon mencari info yang lebih akurat.Perjalanan berjalan dengan lancar. Anggara kini sudah sampai di rumah yang akan ditempatinya. Sebuah rumah minimalis yang tidak jauh dari rumah yang Amisha dan Arjuna tempati. Dia kini butuh waktu untuk istirahat sejenak. Perjalanan dari desa sungguh melelahkan, bukan karena jauhnya, melainkan karena jalan yang belum diaspal.Arjuna terbangun saat terdengar suara teriakan anak-anak dari arah tanah lapang. Dia mengintip lewat jendela. Banyak anak-anak yang tengah bermain bola. Sekilas bibirnya tersenyum, terkenang dengan masa-masa di saat dia seumuran mereka.Setelah menunaikan salat Ashar, Arjuna tertarik untuk menghampiri anak-anak yang bermain di lapang. Duduk d
Arjuna tertunduk. Dia ketahuan menguping obrolan mereka. Beruntung Amisha belum menceritakan semuanya, kalau tidak, Arjuna akan mendengar cerita yang belum pantas didengar anak seusianya."Maaf, Bun. Juna mengaku salah. Itu tidak akan terulang lagi," ucap Arjuna penuh penyesalan."Bubun gak suka dengan sikap kamu ini, Jun. Ada hal yang tidak bisa Bubun ceritakan. Suatu hari nanti, pasti Bubun cerita setelah usiamu dewasa," terang Amisha. Arjuna mengangguk paham."Sha, jangan marahi Juna. Dia pasti ingin tahu kisah kamu. Apalagi ada sosok Anggara yang belum dikenalnya. Dia pasti penasaran." Salman bersuara.Di saat perbincangan masih berjalan, Marsel menghubungi nomor Arjuna. Bergegas anak itu pamit untuk menjawabnya. "Arjuna mirip sekali dengan Anggara, Sha. Jika suatu hari nanti dia melihat Arjuna bersamamu, aku yakin Anggara pasti tahu siapa Arjuna baginya." Apa yang Lastri katakan memang benar. Itu juga yang membuatnya takut. Meskipun
Amisha duduk di teras bersama tamunya. Dia tidak berani membawa seorang pria masuk ke rumah sementara tidak ada orang lain di sana. Laksmi sedang membeli beberapa kebutuhan di supermarket terdekat."Maaf jika kedatanganku mengganggumu, Sha. Aku juga gak sengaja ke sini. Tadi kulihat kamu lagi nyapu, makanya aku samperin untuk memastikan itu kamu," ucap Salman. "Gak papa. Lastri gak ikut?" tanya Amisha."Dia gak ikut. Aku lagi ada tugas kantor, mengontrol proyek baru. Saat mau pulang, atasanku meminta untuk mengecek proyek di dekat sini." Amisha terdiam. Dia merasa canggung berduaan dengan pria itu, apalagi sekarang Salman adalah suami sahabatnya. Dia takut kebersamaan mereka menjadi fitnah."Apa ada hal penting yang ingin kamu bicarakan?" Amisha sudah mulai tidak nyaman. "Tidak ada. Aku hanya mampir saja dan memastikan kalau yang kulihat itu beneran kamu, Sha." Untuk sesaat keduanya terdiam, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Amisha takut putranya segera kembali dan bertanya-t
Arjuna sampai rumah dengan napas terengah-engah dan keringat bercucuran di dahi. Anak itu sudah tidak sabar ingin bertemu dengan ibunya. Untuk pertama kalinya dia terpisah meskipun hanya dua hari saja."Bubun belum sampai, Den. Mungkin satu jam lagi," ucap Laksmi. Dia bisa menebak alasan anak itu pulang dengan berlari."Kamar Bubun sudah dirapikan, Bi?" Laksmi mengangguk."Makanan sudah siap?" Kembali Laksmi mengangguk."Bunga. Aku mau beli buket bunga buat Bubun." Arjuna berbalik dan hendak pergi lagi."Kenapa gak buat saja, Den? Banyak bunga di taman," saran Laksmi. Arjuna menepuk jidatnya."Bibi bantu aku, ya!" pinta Arjuna. Laksmi mengangguk setuju.Setelah mengganti pakaiannya, Arjuna menghampiri Laksmi yang sudah lebih dulu ke taman. Ada bunga lili putih, bunga kesukaan Amisha. Arjuna tertarik untuk merangkai bunga itu dan diberikan pada ibunya."Apa Bubun akan suka bunga ini, Bi?" Arjuna terlihat ragu. Dia takut kembali mendapat penolakan."Bubun pasti suka, Den. Setahu Bibi, b
Anggara sudah bisa mengambil kesimpulan alasan Amisha pergi karena apa. Rupanya ada kesalahpahaman yang harus segera diselesaikan, dia ingin wanita itu kembali padanya.Anggara belum sempat mengatakan semuanya karena Amisha tiba-tiba pergi. Di saat dia hendak mengejarnya, Dito menghalangi langkah pria itu. Dito menolak mendengar penjelasan Anggara, hingga akhirnya pria itu diusir."Baiklah. Sekarang aku tahu apa penyebab kamu pergi. Kupastikan kamu kembali padaku," gumam Anggara dengan penuh keyakinan.Pria itu kini sudah kembali ke rumah yang disewanya. Dia akan memperpanjang waktu tinggalnya sampai wanita itu benar-benar kembali padanya.Sementara di kamarnya, Amisha hanya bisa terguguk. Lagi-lagi dia tidak bisa mengendalikan emosinya. Kebencian di hatinya selalu kalah dengan rasa rindu yang dirasakan."Jelas-jelas dia sudah mengkhianatiku, kenapa aku terus saja merasakan perasaan itu?" rutuk Amisha. Kamarnya kembali seperti kapal pecah. Berantakan.Dito dan Marsel hanya bisa meliha
Anggara sudah bisa mengambil kesimpulan alasan Amisha pergi karena apa. Rupanya ada kesalahpahaman yang harus segera diselesaikan, dia ingin wanita itu kembali padanya.Anggara belum sempat mengatakan semuanya karena Amisha tiba-tiba pergi. Di saat dia hendak mengejarnya, Dito menghalangi langkah pria itu. Dito menolak mendengar penjelasan Anggara, hingga akhirnya pria itu diusir."Baiklah. Sekarang aku tahu apa penyebab kamu pergi. Kupastikan kamu kembali padaku," gumam Anggara dengan penuh keyakinan.Pria itu kini sudah kembali ke rumah yang disewanya. Dia akan memperpanjang waktu tinggalnya sampai wanita itu benar-benar kembali padanya.Sementara di kamarnya, Amisha hanya bisa terguguk. Lagi-lagi dia tidak bisa mengendalikan emosinya. Kebencian di hatinya selalu kalah dengan rasa rindu yang dirasakan."Jelas-jelas dia sudah mengkhianatiku, kenapa aku terus saja merasakan perasaan itu?" rutuk Amisha. Kamarnya kembali seperti kapal pecah. Berantakan.Dito dan Marsel hanya bisa meliha
Amisha berjalan dengan anggun menghampiri pria masa lalunya. Untuk pertama kalinya, wanita itu kembali berpenampilan cantik setelah sekian tahun berlalu. Dia berusaha bersikap setenang mungkin, menyembunyikan isi hatinya yang tengah berperang, antara kebencian dan kerinduan.Belum sempat Amisha sampai, Dito menarik tangan adiknya hingga terhalang pohon besar. Kepalanya menggeleng dan meminta adiknya masuk. Dia tidak mau mereka bertemu, takut Amisha kembali mengingat luka yang pernah Anggara torehkan. Dia masih ingat bagaimana adiknya terluka saat itu."Aku gak papa, Kak. Dia hanya masa lalu yang ingin aku lupakan," imbuh Amisha dengan suara lirih."Lepaskan dia, Mas! Biarkan Amisha menyelesaikan masa lalunya yang tertunda." Marsel menarik tangan suaminya. "Apa maksud kamu, Sayang? Kamu ingin Amisha kembali terluka? Selama ini dia selalu mengingat kejadian itu jika melihat Arjuna, apalagi sekarang dia harus melihat pelaku utamanya." Dito tidak habis pikir dengan istrinya. Seakan dia t