"Loh kok kamu keluar dari kamarnya Ayu? Memangnya kamu nggak tidur sama Gendis?" tanya Anjarwati mengerutkan keningnya.Rasa penasaran di dalam hatinya tiba-tiba saja muncul saat melihat pengantin yang masih tergolong baru dan belum lama, sudah beda kamar."Iya, Bu. Aku semalam memang sengaja tidur di kamar Ayu soalnya aku nggak mood liat perempuan yang suka membangkang tidur bersamaku," sindir Karta pada Gendis.Gendis yang merasakan sindiran dari Karta hanya bisa terdiam sembari menundukkan kepalanya."Tuh, kamu denger sendiri kan, Ndis! Suami kamu sampai nggak selera tidur sama kamu karena kamu itu pembangkang!" umpat Anjarwati pada Gendis.Gendis tak berani menjawab perkataan Anjarwati saat itu. Menurutnya percuma ia membela diri dan mengatakan yang sebenarnya. Toh mereka tidak akan percaya padanya dan lebih percaya pada Ayu yang jelas-jelas sudah memutar balikkan fakta."Lain kali kamu bisa belajar dari Ayu dan Indah, Ndis. Mereka tidak akan pergi keluar rumah jika tidak ada izin
Hari demi hari terus berganti dan Gendis masih bertahan di rumah Karta sebagai istrinya.Sudah sebulan Gendis menyandang sebagai istri Karta namun ia belum pernah diajak pergi jalan berdua dengan Karta.Mungkin mas Karta malu jika jalan dengan istri siri seperti ku apalagi aku hanya dijadikan istri karena dia yang ingin memiliki anak laki-laki dariku. Begitulah batin Gendis setiap hari memikirkan dirinya.Hari itu hujan sangat deras sejak pagi membuat Karta dan Anjarwati tak bisa kemanapun untuk memeriksa empang-empangnya seperti biasa.Saat itu mereka tengah sarapan di meja makan dan tiba-tiba Anjarwati menghentikan makannya dan menoleh ke arah Gendis."Kamu sudah hampir sebulan jadi istri Karta masa belum isi juga," sindir Anjarwati."Jangan-jangan dia mandul seperti mbak Indah," seru Ayu ikut nimbrung.Mendengar ucapan Ayu membuat Indah merasa sangat sedih. Tidak memiliki anak bukanlah keinginannya dan dengan sekuat tenaga Indah mencoba menerima takdirnya namun rasanya masih saja s
"Kamu ini lama-lama keterlaluan ya, Ndis! Kamu pikir kamu itu siapa hah! Mau jadi sok paling berkuasa di rumah ini? Dengar ya, kamu itu harus ingat kalau kamu itu cuma istri siri yang nggak punya hak apa-apa," sarkas Anjarwati."Bu, tapi Gendis itu nggak salah, Bu. Jelas-jelas tadi Ayu yang sengaja melemparkan piring ke pantai sampai mengenai kakinya sendiri. Kenapa malah menuduh Gendis begitu, sih," bela Indah di hadapan Karta."Mbak! Kamu ini kenapa sih selalu saja belain Gendis! Memangnya mbak Indah pikir aku segila itu sampai rela melukai diriku sendiri seperti ini?" Ayu kembali memasang wajah sedih di hadapan Anjarwati dan Karta hingga membuat keduanya merasa simpatik."Ayu benar, Ndah! Kamu ini kenapa malah membela Gendis? Mana ada sih orang yang mau melukai dirinya sendiri! Lagipula apa untungnya Ayu sampai melukai dirinya sendiri seperti yang kamu katakan tadi," ujar Karta membela Ayu.Akhirnya Ayu berhasil membuat Karta bersimpatik padanya dan berada di pihaknya dengan mempe
Setelah selesai makan malam, Gendis kembali ke kamarnya dan duduk di pinggiran ranjang.Saat itu Indah masuk ke kamar dan menemuinya sementara Karta tengah mengobrol di ruang tamu bersama Anjarwati."Ndis, kamu lagi nggak enak badan, ya?" tanya Indah sembari membawakan Gendis teh hangat.Gendis yang saat itu mendengar suara Indah pun langsung menoleh ke arahnya."Emmm iya nih Mbak. Sepertinya aku lagi nggak enak badan. Rasanya mual dan lemes banget," jawab Gendis."Ini aku buatkan teh hangat untukmu. Diminum ya," ucap Indah menyodorkan gelas di tangannya.Gendis pun menerima teh hangat yang diberikan oleh Indah dan meminumnya beberapa teguk."Terima kasih, ya, Mbak. Maaf jadi merepotkan," ucap Gendis.Indah pun tersenyum dan kemudian ikut duduk di samping Gendis. Matanya tampak memandangi wajah Gendis lalu turun ke arah perut dan naik lagi menatap mata Gendis."Kalau boleh tahu, kamu sejak kapan mual-mual seperti itu?" tanya Indah lagi."Emmm aku rasa akhir-akhir ini sih, Mbak. Tapi p
Sesampainya di rumah, Indah langsung mendapati Ayu yang tengah duduk bersantai di dalam kamarnya.Sementara Gendis ada di rumah Hartono untuk memberikan ponsel yang telah dibelikan oleh Indah."Yu, aku mau bicara denganmu," ucap Indah dengan nada suara sedikit kesal.Perlahan Ayu pun mengubah posisinya dan menatap tajam Indah yang tengah berdiri di depannya."Mbak bisa nggak sih kalau masuk ke dalam kamar orang lain itu ketuk pintu dulu," ujar Ayu kesal."Nggak punya sopan santun," lanjut Ayu mencibir."Apa kamu bilang? Aku nggak punya malu? Bukannya namun yang lebih nggak punya malu. Berani merampas milik orang lain padahal kamu sendiri sudah mendapatkan bagian yang sama," ucap Indah ketus."M-maksud mbak Indah apa?" tanya Ayu pura-pura tak mengerti yang dikatakan oleh Indah padanya."Halah sudahlah, Yu. Kamu nggak udah pura-pura lagi padaku. Gendis sudah mengatakan semuanya padaku."Indah menghen kalimatnya. Perasaan di dalam hatinya sudah sangat membuncah namun Indah berusaha menah
"Biar aku bereskan dulu ya bekas makannya," ucap Indah yang langsung bangkit untuk membersihkan meja makan saat mereka sudah selesai makan malam saat itu.Sementara Karta masih berada di dalam kamar bersama dengan Ayu. "Biar aku bantu ya, Mbak," ucap Gendis berinisiatif. Ia pun kemudian hendak berdiri dari duduknya saat itu tapi Indah segera menahannya."Tidak udah Ndis. Biar aku saja," ucap Indah menekan sebelah pundak Gendis agar ia kembali duduk di kursinya.Tanpa banyak bicara, Indah langsung memboyong semua piring kotor di meja dan mencucinya di dapur.Saat itu tinggal Gendis dan Anjarwati yang masih duduk di meja makan.Anjarwati tampak menatao tajam Gendis yang ada di depannya. Wajah sinisnya terlihat begitu jelas."Kamu ini nggak punya malu atau apa sih, Ndis! Kok bisa-bisanya kamu beneran nggak bantuin Indah hanya karena dia bilang nggak usah. Kamu itu nggak bisa berinisiatif sama sekali," celetuk Anjarwati sinis."Emmm b-bukannya begitu, Bu. T-tapi ....""Bukan begitu apa,
Hari demi hari terus berjalan dan Gendis semakin merasakan perhatian yang cukup besar dari Karta dan juga Anjarwati.Seperti pagi ini, saat mereka tengah sarapan bersama di meja makan, Karta meminta agar Gendis duduk di sebelahnya menggantikan posisi Indah.Tanpa banyak bicara, Indah pun menurutinya dan segera pindah kursi untuk duduk dan melanjutkan makan."Nah, kalau begini kan aku bisa sambil elus perut mu," ucap Karta manja. Tangannya menyentuh perut Gendis yang sudah terasa menyembul keluar."Tapi kan nggak harus saat makan begini, Mas. Kamu kan jadi nggak selesai-selesai makannya," jawab Gendis yang merasa sedikit sungkan.Rasanya ia tak nyaman karena duduk di kursi yang seharusnya diduduki oleh Indah. Gendis merasa dirinya seperti telah merebut posisi Indah."Tapi Mas, kalau aku boleh kasih saran. Sebaiknya kamu jangan terlalu berlebihan memperlakukan Gendis begitu. Kan belum tentu anak yang dia akan dia lahirkan itu adalah anak laki-laki seperti yang kamu inginkan," celetuk Ay
"Mas, apa tidak sebaiknya kamu pergi saja bersama mbak Indah. Aku bisa kok ke rumah sakit sendiri. Kasihan mbak Indah," ucap Gendis menatap Karta yang ada dj dekatnya."Udahlah biarin aja. Lagian dia aja yang lebay, kan bisa pergi lain kali. Kenapa harus dipermasalahkan coba." Karta masih tampak tak peduli."Iya aku tahu, Mas. Tapi masalahnya kamu membatalkan janjimu dengan mbak Indah karena kamu mau mengantarku ke rumah sakit untuk USG. Aku jadi merasa nggak enak, Mas." Gendis masih mencoba membujuk Karta."Tolonglah, Mas. Kita pergi ke rumah sakit lain kali saja. Sekarang Mas pergi saja dengan mbak Indah. Menurutku yang masih bisa ditunda itu ke rumah sakit bersamaku.""Sekali aku bilang nggak ya nggak, Ndis. Kamu paham nggak sih!" Karta melotot pada Gendis."Aku nggak mau pergi sama dia sekarang. Aku maunya pergi ke rumah sakit untuk memeriksa anak kita. Kamu paham nggak, sih," jelas Karta sekali lagi.Mendengar Karta yang sudah melontarkan nada tinggi membuat Gendis seketika terdi
7 tahun kemudian***Setelah 3 tahun lamanya, Karta masih terus membuktikan bahwa ia telah berubah menjadi lebih baik.Hari ini saat hari masih pagi, Karta datang ke rumah Gendis. Penampilannya terlihat sangat rapih dengan kemeja lengan panjang dan celana panjang serta rambut yang tetata rapi.Gendis mempersilahkan Karta duduk di kursi. Gendis pun duduk berhadapan dengan Karta yang saat itu ada di depannya.Gendis sedikit heran melihat Karta yang berpenampilan begitu rapih."Mas Karta mau kemana? Kok rapi sekali?" tanya Gendis penasaran."Emmm aku sengaja berpenampilan rapih begini, Ndis. Aku ingin melamar seseorang," jawab Karta.Gendis pun tercengang mendengar jawaban Karta. Gendis merasa penasaran akan wanita yang akan dilamar oleh Karta."Siapa kira-kira wanita yang akan dilamar oleh mas Karta, ya? Apa jangan-jangan aku," batin Gendis.Keduanya masih saling menatap sesekali. Tak lama Karta pun menyeruput kopi buatan Gendis yang rasanya masih sama, nikmat sesuai dengan seleranya."E
"Sekarang ini bukan lagi rumahmu, tahu! Lebih baik sekarang kalian pergi dari sini atau aku akan telepon polisi untuk menyeret kalian semua dari sini," ancam Anjarwati.Karta yang merasa telah dikhianati oleh Anjarwati pun tak terima. Ia mencoba mencekik Anjarwati hingga wajahnya tampak pucat."Dasar wanita tua jahat! Bisa-bisanya kamu melakukan ini padaku! Kamu pantas mati, wanita tua!" teriak Karta penuh amarah.Tentu saja semua orang pun menjadi panik melihat Karta yang saat itu mencekik Anjarwati.Apalagi Gendis, ia merasa takut jika sampai Karta masuk bui lagi padahal ia sendiri sudah sangat susah payah melapangkan hatinya untuk membebaskan Karta dari penjara agar kelak anaknya tak malu mempunyai ayah mantan narapidana.Dengan cepat Gendis pun bergerak menghentikan Karta agar tak mencekik Anjarwati."Sudah, Mas. Jangan lakukan itu," ucap Anjarwati sembari mencoba menarik tangan Karta yang tengah mencengkram leher Anjarwati."Tidak, Ndis. Wanita jahat ini harus mati! Dia sudah mem
Karta mencoba membujuk Gendis dan berjanji untuk berubah. Tapi, sayangnya Gendis tetap teguh pada pendiriannya untuk berpisah dari Karta."Maaf, Mas. Keputusan ku sudah bulat. Aku tetap ingin berpisah darimu. Aku tidak ingin memperbaiki apapun denganmu, tapi kamu tenang saja. Aku tidak akan membiarkanmu berada di sini. Aku ingin kita bisa membesarkan Yasmine bersama-sama meskipun bukan dengan status suami istri," jelas Gendis dengan begitu tegas.Mendengar ucapan Gendis yang begitu yakin dengan keputusannya. Karta hanya bisa menitikkan air matanya.Kini ia telah kehilangan semua istrinya bahkan istri yang sebenarnya sangat menyayanginya dan memikirkan dirinya."Aku hanya ingin kamu berubah menjadi lebih baik, Mas. Untuk kehidupan mu di masa depan," ucap Gendis lagi.Dengan berat hati, Karta menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan."Baiklah kalau memang itu sudah keputusanmu. Aku tahu bahwa kesalahanku kemarin sudah sangat keterlaluan. Sekarang aku akan mengikuti ucapan
Setelah beberapa hari di rumah sakit akhirnya Gendis pun sudah diperbolehkan pulang oleh dokter.Indah, Indri dan Rehan menjemput Gendis yang masih tampak sedikit lemas dengan mata sembab.Sudah beberapa hari Gendis hanya menangisi bayinya yang telah meninggal dunia. Gendis hanya fokus meminum obatnya sehingga badannya terlihat sedikit lebih kurus karena tak banyak makan."Mbak Gendis hati-hati, ya. Sini biar ku bantu," ucap Indri berinisiatif memapah Gendis sementara Indah membawakan tas berisi pakaian milik Gendis."Sudah ya, Mbak. Mbak Gendis jangan nangis terus, aku takut mbak Gendis kenapa-napa kalau terus menerus terpuruk begini," ucap Indri saat berjaoan menuju ke parkiran.Tatapan mata Gendis yang tampak kosong pun membuat Indri semakin khawatir."Bagaimana Mbak nggak sedih, Ndri. Mbak sudah kehilangan bayi yang masih ada di dalam perut Mbak. Mbak merasa bersalah karena tidak bisa menjaga dia dengan baik," ucap Gendis."Tidak, Mbak. Mbak Gendis tidak salah. Ini semua kesalahan
Malam sudah lumayan larut dan Anjarwati baru pulang. Ia sedikit heran melihat rumah yang tampak sedikit berantakan terutama di bagian kamar Gendis.Sementara ia tak menemukan seorangpun di rumah itu. Anjarwati mencoba untuk mencari Karta dan Gendis tapi ia tak menemukannya.Anjarwati masih belum menyerah. Ia mencoba memeriksa ke setiap ruangan sembari memanggil-manggil nama mereka tapi tetap tak ada jawabnya.Namun, bukannya khawatir ataupun panik karena ia tak menemukan Karta dan Gendis. Anjarwati justru duduk di sofa dengan senyum ceria penuh tawa.Perlahan Anjarwati melempar map di tangannya ke atas meja setelah ia duduk di sofa ruang tamu."Wah jadi gini ya rasanya kalau tinggal sendiri. Rasanya begitu tenang dan juga bebas," ucap Anjarwati dengan senyum bahagia."Sekarang rumah ini sudah jadi milikku seutuhnya dan juga semua usaha empang yang Karta miliki. Dia sudah tidak punya apapun sekarang," lanjut Anjarwati.Tak lama Anjarwati bangkit dari duduknya dan beranjak ke dapur. Di
Rehan datang dengan 2 orang polisi. Mereka langsung masuk ke dalam rumah Karta dan melihat sendiri penyiksaan yang tengah Karta lakukan pada Gendis."Angkat tangan anda!" ucap seorang polisi yang langsung menyergap Karta yang saat itu akan menyiksa Gendis lagi.Karta pun hanya bisa memberontak saat kedua tangannya di pegang erat oleh dua orang polisi.Sementara Gendis yang sudah tak berdaya, hanya bisa menangis melihat Karta ditangkap oleh polisi."Lepaskan aku, lepaskan!" Teriak Karta tak karuan."Bawa saja dia ke kantor polisi, Pak," ucap Rehan dengan tegas.Akhirnya kedua polisi itu pun membawa paksa Karta ke kantor polisi, meninggalkan Rehan yang hanya tinggal dengan Gendis."Awas kamu, ya! Berani-beraninya kamu bawa-bawa polisi! Lihat saja nanti kamu! Aku akan balas kamu!" teriak Karta dengan keras pada Rehan sebelum akhirnya ia dibawa oleh dua orang polisi yang menyeret paksa dirinya.Rehan pun segera menghampiri Gendis tanpa memedulikan ancaman Karta saat itu."Mbak, Mbak Gendi
Setelah kepergian Ayu dari rumah Karta. Gendis pun masuk ke dalam kamarnya dengan sangat hati-hati. Gendis masih merasakan nyeri pada perutnya. Gendis pun kemudian duduk di pinggiran ranjangnya. Sesekali tangannya mengelus perutnya yang terkadang terasa nyeri. Tiba-tiba Gendis teringat akan ucapan Ayu. Dengan cepat Gendis pun mengambil ponselnya. Dengan cepat Gendis menekan beberapa tombol di ponselnya. Tak lama terdengar suara seorang pria dari dalam teleponnya. "Halo, Mbak Gendis? Ada apa Mbak? Mbak Gendis baik-baik saja, kan?" tanya Rehan. "Aku baik-baik saja, Mas. Aku hanya ingin tanya sesuatu pada mas Rehan," ucap Gendis menghentikan kalimatnya. "Tanya apa Mbak? Silahkan saja," jawab Rehan. "Apa mas Rehan yang sudah memberi tahu semuanya pada mas Karta tentang perselingkuhan Mbak Ayu?" tanya Gendis. Untuk sesaat Rehan hanya terdiam hingga membuat suasan sunyi meski telepon masih tersambung. "Oh itu, emmm iya Mbak," jawab Rehan yang kembali terdiam. "Kenapa mas Rehan meng
Setelah diizinkan pulang oleh dokter, Gendis pun akhirnya pulang ke rumah sembari diantar oleh Indah.Indah memapah Gendis masuk ke dalam rumah. Namun, sebuah pemandangan yang sangat menegangkan disaksikan oleh Gendis dan Indah saat itu.Keduanya menghentikan langkah kakinya saat melihat Ayu yang tengah menangis terisak sembatu bersujud di kaki Karta.Sementara pakaian dan tas pun tampak berhamburan di lantai. Sesekali Gendis dan Indah saling melempar tatap merasa penasaran tentang apa yang sebenarnya terjadi."Pergi kamu dari sini! Dasar tukang selingkuh!" umpat Karta dengan nada cukup keras.Gendis pun tercengang mendengar apa yang dikatakan oleh Karta. Gendis tak tahu darimana Karta bisa tahu tentang perselingkuhan Ayu. Sementara ia tidak mengatakan apapun pada Karta."Mas, aku mohon maafkan aku, Mas. Aku mengaku salah tapi aku mohon jangan usir aku dari sini," rintih Ayu memohon-mohon pada Karta."Jangan kamu maafkan dia, Karta! Kalau kamu maafkan wanita seperti ini maka dia pasti
Dengan langkah kaki terburu-buru Rehan menyusuri lorong demi lorong rumah sakit hingga akhirnya sampailah ia di sebuah ruangan.Terlihat seorang wanita tengah terbaring di atas ranjang dan seorang lagi berdiri di sebelahnya."Mbak, apa yang terjadi? Kenapa mbak Gendis bisa sampai seperti ini?" tanya Rehan dengan raut wajah khawatir."Aku juga nggak tau. Tadi pas aku sampai di sana, dia sudah tergeletak tak sadarkan diri," jawab Indah."Lalu mbak Indah tahu darimana mbak Gendis begini?" tanya Rehan lagi."Tadi Raya yang menelepon ku dan meminta aku ke sana," jawab Indah."Raya ...." Rehan yang tak mengenal nama yang disebutkan oleh Indah pun mencoba menebaknya."Raya adalah anaknya Ayu. Jadi tadi tidak ada satupun orang di rumah makanya Raya menelepon ku untuk meminta pertolongan," ucap Indah lagi."Emmm kalau boleh tahu, dimana mbak Indah menemukan mbak Gendis yang tergeletak?" tanya Rehan lagi."Aku menemukannya di kamarnya," jawab Indah.Tanpa berlama-lama Rehan pun langsung mengamb